Anda di halaman 1dari 25

BAGIAN BEDAH REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Oktober 2019

UNIVERSITAS HALU OLEO

OSTEOARTRITIS

Oleh :

Komang Widyastuti, S.Ked


K1A1 14 107

PEMBIMBING :

dr. Tri Tuty Hendarwati, Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

PADA BAGIAN BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2019

1
A. Pendahuluan
Osteoartrits merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan
dimasyarakat, bersfat kronis, berdampak besar dalam masalah kesehatan
masyarakat. Osteoartritis dapat terjadi dengan etiologi yang berbeda-beda,
namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis dan keluaran klinis yang
sama. Proses penyakitnya tidak hanya mengenai rawan sendi namun juga
mengenai seluruh sendi, termasuk tulang subkondral, ligamentum, kapsul dan
jaringan synovial serta jaringan ikat periartikular.1
Osteoartritis merupakan suatu penyakit sendi degeneratif, dimana
sendi yang terkena biasanya adalah sendi besar dan unilateral. Prevalensi
kejadian osteoartritis di Indonesia antara 15% pada pria dan 12,7% pada
wanita, dimana kejadian ini meningkat dengan pertambahan usia.
Osteoartritis lebih sering terjadi idiopatik atau tidak diketahui penyebabnya
meskipun ada juga yang bersifat sekunder seperti karena trama, infeksi,
kelainan neurologi ataupun metabolik. Keluhan yang dirasakan pasien
osteoartritis biasanya adalah nyeri pada sendi yang terkena terutama setelah
dilakukan pembenahan pada sendi tersebut.2
Strategi penatalaksanaan pasien dan pilihan jenis pengobatan
ditentukan oleh letak sendi yang mengalami OA, sesuai dengan karakterstik
masing-masing seta kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan penilaian yang
cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
penatalaksanaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta
melakukan pendekatan multidisiplin.3
Pada stadium lanjut rawan sendi mengalami kerusakan yang ditandai
dengan adanya fibrilasi, fissura dan ulserasi yang dlam pada permukaan
sendi. Harus dipahami bahwa pada OA merupakan penyakit dengan
progresifitas yang lambat, dengan etiologi yang tidak diketahui. Terdapat
bebeapa faktor risiko OA, yaitu obesitas, kelemahan otot, aktivitas fisik yang
berlebihan atau kurang, trauma sebelumnya, penurunan fungsi proprioseptif,
faktor keturunan menderita OA dan faktor mekanik. 3
2
B. Anatomi dan Fisiologi Sendi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang
tersebut dapatbergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain.pada sendi
sinovial dilapisi oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua bagian yaitu kondrosit dan matriks
ekstraseluler. Matriksekstraseluler yang mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta
proteoglikan (terutama agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein
dengan asam hialuronatmebentuk agreratyang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan
kompresi hilang maka air akan kembali pada matriks dan kartilago kembali seperti semula.
Jaringan kolagen merupakan molekulprotein yang kuat. Kolagen ini berfungsi sebagai
kerangka dan mencegah pengembangan berlebihan dari agregat proteoglikan.4
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan (reparasi).
Agar tetap berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat menanggung perubahan sebab
fisis sedikit yaitusebesar 25kg/cm3. Fungsi utama rawan sendi yaitu disamping
memungkinkan gesekan padagerakan, juga menyerap energi beban dengan mengubah
bentuk dan dengan efektif menyebarkan beban tersebut pada suatu daerah yang luas.

Gambar 1. Sendi normal


Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu :
Kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di
3
dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada
rentang gerak (Range of motion) sendi.
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada
permukaan sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat
gesekan. Protein yang disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan
sendi yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan
apabila terjadi cedera dan peradangan pada sendi.
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik
yang dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk
memberikan tegangan yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi
bergerak. Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti dari
pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika pergerakan sendi
memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota gerak untuk
menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi
tumbukan (impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh
permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di
balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh
cairan sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang
terjadi ketika bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan
berfungsi sebagai penyerap tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada
sendi sebelum timbulnya OA dapat terlihat pada kartilago sehingga penting
untuk mengetahui lebih lanjut tentang kartilago. 5
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen
tipe dua dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi
molekul – molekul aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan
adalah molekul proteoglikan yang berikatan dengan asam hialuronat dan
memberikan kepadatan pada kartilago. Kondrosit, sel yang terdapat di
jaringan avaskular, mensintesis seluruh elemen yang terdapat pada matriks
4
kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks, sitokin
{Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang
kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks
yang baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh
sitokin faktor pertumbuhan, dan faktor lingkungan.
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk
memecah kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di
matriks yang dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas
serta efek dari MPM menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari
kartilago.
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi
pergantian matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu
proses degradasi matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis
prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki
efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF yang berlebihan
mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein
pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.

Gambar 2. Sendi Normal dan Osteoarthritis

5
Gambar 3. Osteoartritis

C. Defenisi
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada
struktur sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago
hialin. Hal tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis
dari subchondral yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada
tepian sendi, peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian,
dan lemahnya otot-otot yang menghubungkan persendian. 5

D. Epidemiologi
Osteoartritis masuk dalam jajaran sepuluh besar penyakit yang paling
banyak menimbulkan kecacatan pada negara-negara industri. Pada Global
Burden of Diasease tahun 2010, OA lutut dan panggul menem-pati urutan
ke-11 sebagai penyebab kecacat-an terbanyak secara global. Di Amerika
Serikat, lebih dari 30 juta orang didiagnosis dengan OA. Di Amerika Serikat,
prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun mencapai
80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. OA terjadi pada
13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari mereka
6
yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA
menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut
0,9%, dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu
pada tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih
dari 60 tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan
panggul 4,4%.6

E. Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam
proses terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan
mekanisme protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian,
serabut aferen, dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial,
yaitu akibat terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis
juga bisa terjadi akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout,
rheumatoid arthritis, dan sebagainya.Klasifikasi menurut penyebabnya
osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :
1. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan
kerusakkan akibat proses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi
panggul, tapi ini juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki
2. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari
suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistemik.
Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada
osteoarthritis primer.

F. Faktor Risiko
Faktor-faktor yang telah diteliti sebagai faktor risiko osteoarthritis
lutut antara lain usia lebih dari 50 tahun, jenis kelamin perempuan, ras / etnis,
genetik, kebiasaan merokok, konsumsi vitamin D, obesitas, osteoporosis,
7
diabetes melitus, hipertensi, hiperurisemi, histerektomi, menisektomi, riwayat
trauma lutut, kelainan anatomis, kebiasaan bekerja dengan beban berat,
aktivitas fisik berat dan kebiasaan olah raga (Wahyuningsih, 2009). Berikut
beberpa faktor risiko OA :
1. Peningkatan usia.
Osteoarthritis biasanya terjadi pada usia lanjut, jarang dijumpai
penderita osteoarthritis yang berusia di bawah 40 tahun. Usia rata−rata laki
yang mendapat osteoartritis sendi lutut yaitu pada umur 59 tahun dengan
puncaknya pada usia 55 - 64 tahun, sedang wanita 65,3 tahun dengan
puncaknya pada usia 65 – 74 tahun.
Presentase pasien dengan osteoarthritis berdasarkan usia di RSU dr.
Soedarso menunjukan bahwa pada usia 43-48 tahun (13,30%), usia 49- 54
tahun (16,06%), dan usia 55- 60 tahun meningkat (27,98%).7
2. Obesitas.
Membawa beban lebih berat akan membuat sendi sambungan
tulang bekerja dengan lebih berat, diduga memberi andil pada terjadinya
osteoarthritis. Setiap kilogram penambahan berat badan atau masa tubuh
dapat meningkatkan beban tekan lutut sekitar 4 kilogram. Dan terbukti
bahwa penurunan berat badan dapat mengurangi resiko terjadinya
osteoarthritis atau memperparah keadaan steoarthritis lutut.8
3. Jenis kelamin wanita.
Angka kejadian osteoartritis berdasarkan jenis kelamin didapatkan
lebih tinggi pada perempuan dengan nilai persentase 68,67% yaitu
sebanyak 149 pasien dibandingkan dengan laki-laki yang memiliki nilai
persentase sebesar 31,33% yaitu sebanyak 68 pasien.
4. Riwayat trauma.
Cedera sendi, terutama pada sendi – sendi penumpu berat tubuh
seperti sendi pada lutut berkaitan dengan risiko osteoartritis yang lebih
tinggi. Trauma lutut yang akut termasuk robekan terhadap ligamentum
krusiatum dan meniskus merupakan faktor timbulnya osteoartritis lutut.8

8
5. Riwayat cedera sendi.
Pada cedera sendi perat dari beban benturan yang berulang dapat
menjadi faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai
predisposisi osteoarthritis dan berkaitan pula dengan perkembangan dan
beratnya osteoarthritis.9
6. Faktor genetik.
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis.
Adanya mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk
unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen dan proteoglikan berperan
dalam timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.9
7. Kelainan pertumbuhan tulang
Pada kelainan kongenital atau pertumbuhan tulang paha seperti
penyakit perthes dan dislokasi kongenitas tulang paha dikaitkan dengan
timbulnya osteoarthrtitis paha pada usia muda.9
8. Pekerjaan dengan beban berat.
Bekerja dengan beban rata-rata 24,2 kg, lama kerja lebih dari 10
tahun dan kondisi geografis berbukit-bukit merupakan faktor resiko dari
osteoarthritis lutut dan orang yang mengangkat berat beban 25 kg pada
usia 43 tahun, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadinya
osteoarthritis dan akan meningkat tajam pada usia setelah 50 tahun.8
9. Tingginya kepadatan tulang
Tingginya kepadatan tulang merupakan salah satu faktor yang
dapat meningkatkan resiko terjadinya osteoarthritis, hal ini mungkin
terjadi akibat tulang yang lebih padat atau keras tak membantu mengurangi
benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.9
10. Gangguan metabolik menyebabkan kegemukan.
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan
mekanik pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan
osteoartritis lutut. Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan
osteoartritis pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan
9
osteoartritis sendi lain, diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang
berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain penyakit jantung
koroner, diabetes melitus dan hipertensi.8

G. Patogenesis
Osteoartritis terjadi karena degradasi pada rawan sendi, remodelling
tulang, dan inflamasi. Tedapat 4 fase penting daam proses pembentukan
osteoartritis yatu fase inisiasi, fase inflamasi, nyeri dan fase degradasi.10
1. Fase inisiasi
Ketika terjai degradasi pada rawan sendi, rawan sendi akan berupaya
melakukan perbaikan sendiri dimana khondrosit mengalami replikasi dan
memproduksi matriks baru. Fase ini dipengaruh oleh faktor pertumbuhan
suatu polipeptida yang mengontrol prolifeasi sel dan membantu
komunikasi antar sel, faktor tersebut seperti insulin like growth factor
(IGF-1) yng memegang peran penting dalam perbaikan rawan sendi.
2. Fase Inflamasi
Pada fase inflamasi sel menjadi kurang sensitif terhadap IGF-1
sehingga meningkatnya pro inflamasi sitokin dan jumlah leukosit yang
mempengaruhi sendi. Inter leukin-1 dan faktor nekrosis alfa mengaktivasi
enzim degradasi seperti collagenase dan gelatinase untuk membuat produk
inflamasi pada osteoartritis. Produk inflamasi memiliki ampak negatif
pada jaringan sendi, khususnya pada kartilago sendi, dan menghasilkan
kerusakan pada sendi.
3. Fase nyeri
Pada fase ini terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan
penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan penumpukan
trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral sehingga
menyebabkan terjadinya iskemik dan nekrosis jaringan. Hal ini
mengakibatkan lepasnya mediator kimia seperti kinin yang dapat
menyebabkan peregangan tendon, ligamen serta spasme otot-otot. Nyeri
juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks
10
saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena
intramedular akibat statis vena pada proses remodelling trabekula dan
subkondrial.
4. Fase degradasi
IL-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi yaitu
meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi. Peran
makrofag di dalam seni juga bermanfaat, yaitu apabila terjadi jejas
mekanis, material asing hasl nekrosis jaringan atau CSFs akan
memproduksi sitokin aktifator plasminogen (PA). Sitokin ini akan
merangsang khondrosit untuk memproduksi CSFs. Sitokn ini juga
mempercepat resorpsi matriks rawan sendi. Faktor pertumbuhan dan
sitokin membawa pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA.
Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi
sedangkan faktor prtumbuhan merangsang sintesis.

H. Tanda dan Gambaran Klinis


Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan
yang dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara
perlahan Berikut adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :10 , 11,12
1. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya
bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat.
Beberapa gerakan dan tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri
yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini dapat ditemukan meski OA
masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya bertambah berat
dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias digoyangkan
dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago
pada sendi tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat
diasumsikan bahwa nyeri yang timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
11
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber
dari nyeri yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ),
efusi sendi, dan edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika
osteofit tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang
hingga ke kartilago dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal
ini menimbulkan nyeri.
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat
sendi. Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine
bursitis dan sindrom iliotibial band.
2. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan
sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.
3. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri
atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam
waktu yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
4. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit.
Gejala ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya
berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien
atau dokter yang memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,
krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.
5. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.
6. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada
sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit,
sehingga bentuk permukaan sendi berubah.
12
7. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan
gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai
pada OA karena adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak
menonjol dan timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala
ini sering dijumpai pada OA lutut.
8. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan
merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih
pada pasien lanjut usia. Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri
karena menjadi tumpuan berat badan terutama pada OA lutut.

Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis,
serta klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
13
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.

Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau


kaku dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan
CMC 1 masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan
dengan gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi,
13,
terbentuknya osteofit, terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral.
14

14
Gambar 4. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.

Keterangan
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan
menyempitnya celah sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis
yang ditandai terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah
putih) menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral
(tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)

15
Gambar 5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan
pembentukan osteofit (panah).

16
Gambar 6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.
Keterangan: Gambaran radiologis anteroposterior lutut
menunjukkan penyempitan ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan
osteofit (panah).

Gambar 7. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.

Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan


ruang superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan
pembentukan osteofit (panah).10

2. Pemeriksaan Laboratorium dan MRI


Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak
berguna. Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal.
Pemeriksaan imunologi masih dalam batas – batas normal. Pada OA yang
disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan sel
peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein.11
17
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI
yaitu untuk mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini
jarang dilakukan sebagai penunjang diagnostik dalam osteoarthritis,
karena sebagian besar gambaran penyakit ini sudah bisa dinilai
berdasarkan pemeriksaan sinar.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan aam OA bertujuan untuk mengontro nyeri,
memperbaiki fungs sendi yang terserang, menghambat progresifitas
penyakit, serta edukasi pasien.3,15,16
1. Non Farmakologi
Terapi non farmakologi sering dmulai dengan olahraga. Pogram
latihan terdiri dari penguatan otot dan berbagai latihan gerak. Tinjauan
Cochrane tentang olahraga untuk osteoartrits lutut menyimpulkan bahwa
olahraga didarat bsa berujung pada pengurangan rasa sakit jangka pendek
dan perbaikan fungsi fisk.
Karena obesitas danggap sebagai faktor risiko utama OA,
penelitian telah diselidiki apakah menurunkan berat badan dapat
memperbaki kondisi pasien. Sebuah metaanaisis OA penurunan berat
badan pada lutut menympulkan bahwa penurunan berat badan 5% dar
awal cukup untuk mengurangi kecacatan. Selain itu, rasa sakit dan
kecacatan berkurang jika pasien kehilangan lebih dari 6 kg. Perawatan non
farmakologi lainnya termasuk bracing dan balett untuk membantu support
sendi yang sakit atau tidak stabil. Tongkat membantu mengurangi beban
berat pada orang dengan panggul atau lutut OA, tap perlu dipasang dengan
benar an digunakan pada sisi kontralateral ke sendi yang terkena.
2. Farmakologi
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
18
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan
yang dapat menjaga dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi
pada pasien OA, sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut
dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease
Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang
termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat,
kondrotin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan
sebagainya.
1) Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime
MMP. Salah satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru
dipakai oleh hewan belum dipakai pada manusia.
2) Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan
dalam degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease,
elastase dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis
proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi. Pada
penelitian Rejholec tahun 1987
3) pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam
rasa sakit pada lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang
secara statistik bermakna.
4) Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan
kelompok vertebra, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler
sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca dkk (1998), efektivitas
kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme utama,
yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat
dan proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan enzim
proteolitik dan menghambat oksigen reaktif.

19
5) Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim
lisozim dan bermanfaat dalam terapi OA
6) Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam
mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan
hydroxyl radicals. Secara in vitro, radikal superoxide mampu merusak
asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang hydrogen peroxyde
dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi
keluhan-keluhan pada pasien OA.
d. Topikal
1) Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada
umumnya bersifat counter irritant.
2) Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu
diperhatikan campuran yang dipergunakan untuk penetrasi kulit.
Salah satu yang dapat digunakan adalah gel piroxicam, dan sodium
diclofenac.
e. Terapi Intra Artikular
1) Kortikosteroid
Injeksi kortikosteroid ntra artikular menunjukan dapat mengurangi
nyeri dalam jangka pendek, terutama pada rasa nyeri yang sangat.
Terapi ini juga berguna untuk mengurangi nyer yang tidak responsif
dengan terapi sistemik optimal. Injeksi intra artikula pada sendi yang
sama lebih dari 3 atau 4 kali setahun tidak di anjurkan karena
kekhawatiran efek sampingnya terhadap kartilago artikular dan struktu
sendi yang mengelilinginya.

2) Hialuronan
Injeksi intra artikular hialuronan ditujukan sebaai suplementasi
viskous karena dimaksudkan untuk menngkatkan vskositas cairan
20
synovial pada OA untuk mengembalikan keadaan mendekati normal.
Namun karena waktu paruh hialuronan secara in vivo pendek, efek
mengurangi nyerinya mungkin hasil dari mekanisme yang dihubungkan
dengan nonvskositas. Beberapa hialuronan tersedia untuk penggunaan
pada OA lutut. Masing-masng telah menunjukan pengurangan nyeri
yang merupakan hasl dari penggunaan obat ini alam 6 bulan atau lebh
lama. Meskipun kontroversi tetap ada mengenai batasan pengurangan
rasa nyeri yang merupkan hasl penggunaan obat ini.
3. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus
dipertimbangkan terlebih dahulu risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
a. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
b. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan
rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement
joint
a. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan
merubah sudut dari weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi
yang sehat menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula
dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair (Thomas, 2000).
b. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi
yang baru ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam
yang berada dalam high-density polyethylene (Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
1) Partial replacement/unicompartemental
2) High tibial osteotmy : orang muda
3) Patella &condyle resurfacing

21
4) Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan
sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
5) Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe
instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri,
deformitas, instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis.
Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot ektensor, adanya
neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior Surgical
fusion.11

22
KESIMPULAN

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang


ditandai dengan perubahan patologis pada struktur sendi tersebut yaitu
berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Penyakit ini memiliki
prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang tua. Selain itu,
osteoarthritis ini juga merupakan penyebab kecacatan paling banyak pada
orang tua. Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun
faktor biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting
dalam proses terjadinya osteoarthritis. Ketidakseimbangan antara
pembentukan dan penghancuran matriks-matriks kartilago merupakan
kata kunci dalam perjalanan penyakit ini. Osteoarthritis menyerang
sendi-sendi tertentu terutama sendi-sendi yang mendapat beban cukup
berat dari aktivitas sehari-hari.
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur
anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Gejala
yang sering muncul pada osteoarthritis adalah nyeri sendi yang
diperburuk oleh aktivitas dan gejala akan mereda setelah istirahat.
Diagnosis osteoarthritis didasarkan pada pemeriksaan fisik dan
dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologis berupa
foto sinar-x sebagai penunjang/pemastian diagnosis.Gambaran yang
ditemukan pada foto sinar-x pasien dengan osteoarthritis adalah
menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit, terbentuknya
kista, dan sklerosis subchondral.
Sampai saat ini belum ada terapi definitif untuk mengobati
osteoarthritis. Terapi yang sudah ada bertujuan untuk mengurangi rasa
nyeri dan meminimalisasi hilangnya fungsi fisik. Hal ini bertujuan
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan cara membantu pasien agar
tetap bisa melakukan aktivitas sehari-hari.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Circuttni F, Hankin J, Jone G,Wluka A. Comparison of Conventonal


Standing Knee Radograph and Magnetic Resonance Imaging in Assesng
Progression of Tibiofemoral Jont Osteoarthritis. Oasteorthritis Cartilage.
2005;139(8):722-7.
2. Imayati P, Kmbayana G. Laporan Kasus Osteortritis. Bagan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Univrsitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat
Sanglah Denpasar
3. Perhmpunan Reumatologi Indonesia. Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoartritis. Rekomendasi IRA untuk Diagnosis dan Penatalaksanaan
Osteoarritis. 2014.
4. Helmtrud I, Roach, Tiley S. The Phatogenesis of Osteoarthitis.1-15
5. Fauci, Anthony S, et al. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s
Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill
Companies. 2012
6. Lawrence R, C, et al. Estimates of the Prevalence of Arthritis and other
Rheumatic Conditions in the United States. American College of
Rheumatology. 2008;Vol.58(1):26-35.
7. Wahyuningsih N. A. S. Hubungan Obesitas dengan Osteoarthritis Lutut pada
Lansia di Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres Surakarta. Surakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2009.
8. Messier SP, et al. 2005. Weight loss reduce knee joint loads in adults with
knee Ostheoarthritis, Arthritis and Rheumatism, volume 52 no 7.
9. Sudoyo A, Setiyohadi B, Alwi I, Osteoartritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, jilid III edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2009. Hal 2538 – 2549
10. Michael J, Brust K.U, Eysel P. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis and
Treatment of steoarthritis of the knee. 2010.107(9):-152-62.
11. Sinusas K. Osteoarthritis: Dagnosis and Treatment. Journal of American
Famiy Physician. 2012.Vol.85:1.
12. Kertia N, Wachid DN, Krishnan PN. Diagnostic Criteria of Knee Osteoarthritis
in Rheumatology Outpatient Clnic, Dr. Sarjitdo Yogyakarta. Indonesian
Journal of Rheumatology. 2011. Vol.3.
13. LS, Daniel, Deborah Hellinger. Radiographic Assessment of
Osteoarthritis. American Family Physician. 2001. 64(2):279–286.
14. Melnic CM, Gordon J, Courtney PM, Sheth NP. A systematic Approach to
Evaluating Knee Radiograph with a Focus on Osteoarthritis. Journal of
24
Orthopedics and Rheumatology. 2014. Vol.2(1).
15. Adnan E. Osteoarthritis. Subsid in Rheumatology agan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2011.
16. Spitzer AL, Arnold W. Vicsosupplementation or Osteoarthritis of the Knee
Strategies to Improve Patient Outcomes. 2017.

25

Anda mungkin juga menyukai