Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini terdapat beragam inovasi baru di dalam dunia pendidikan terutama pada
proses pembelajaran. Salah satu inovasi tersebut adalah konstruktivisme. Pendekatan
konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk berpikir dan
mengkonstruksi d alam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama sehingga
didapatkan suatu penyelesaian yang akurat. Pemilihan pendekatan ini lebih dikarenakan agar
pembelajaran membuat siswa antusias terhadap persoalan yang ada sehingga mereka mau
mencoba memecahkan persoalannya.
Seorang guru perlu memperhatikan konsep awal siswa sebelum pembelajaran. Jika
tidak demikian, maka seorang pendidik tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar,
bahkan dapat memunculkan sumber kesulitan belajar selanjutnya. Mengajar bukan hanya
untuk meneruskan gagasan-gagasan pendidik pada siswa, melainkan sebagai proses
mengubah konsepsi-konsepsi siswa yang sudah ada dan di mana mungkin konsepsi itu salah.
Seorang guru harus yakin bahwa setelah pembelajaran terjadi perubahan konseptual pasa
siswa dari tidak tahu menjadi tahu. Sedangkan pembelajaran di kelas masih dominan
menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga kurang efektif bagi siswa yang
seharusnya mengalami perubahan konseptual.
Dari permasalahan tersebut, maka kelompok kami membuat makalah ini untuk
mengetahui lebih detail tentang pendekatan konstruktivisme agar dapat lebih memahai
pendekatan ini dan bisa dipraktikan saat mengajar.

1.2 Rumusan Masalah


1. Siapa peletak dasar paham kontruktivisme ?
2. Apa Pengertian Pendekatan Konstruktivisme ?
3. Bagimana Ciri-Ciri Pendekatan Konstuktivisme ?
4. Bagaimana Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivisme ?
5. Bagaimana Langkah-Langkah Pendekatan Konstruktivisme ?
6. Bagaimana Kedudukan Pendekatan Konstruktivisme pada Kurikulum 2013 ?
7.Bagaimana Implementasi Pendekatan Konstruktivisme dalam Kurikulum 2013 pada
Pembelajaran Biologi?

1|Pendekatan Konstruktivisme
1.3 Tujuan Penulisan
1.Untuk Menegtahui Siapa peletak dasar paham kontruktivisme
2.Untuk menegtahui Bagaimana Pengertian Pendekatan Konstruktivisme ?
3. Untuk menegtahui Bagimana Ciri-Ciri Pendekatan Konstuktivisme ?
4. Untuk menegtahui Bagaimana Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivisme ?
5.Untuk menegtahui Bagaimana Langkah-Langkah Pendekatan Konstruktivisme ?
6.Untuk menegtahui Bagaimana Kedudukan Pendekatan Konstruktivisme pada Kurikulum
2013
7. Untuk menegtahui Bagaimana Implementasi Pendekatan Konstruktivisme dalam
Kurikulum 2013 pada Pembelajaran Biologi

2|Pendekatan Konstruktivisme
BAB II
ISI

A. Peletak dasar Paham Konstruktivisme


Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli psikologi Amerika
Jerome Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme. Mereka
merupakan peletak dasar paham konstruktivisme dengan kajiannya bertahun-tahun dalam
bidang psikologi dan perkembangan intelektual anak.

Jean Piaget (1886-1980) adalah seorang ahli psikologi Swiss, yang mendalami
bagaimana anak berpikir dan berproses yang berkaitan dengan perkembangan intelektual.
Piaget menjelaskan bahwa anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus
dan berusaha memahami dunia sekitarnya. Lebih lanjut Piaget mengemukakan bahwa siswa
dalam segala usia secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun
pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi secara terus menerus tumbuh dan
berubah pada saat siswa menghadapi pengalaman-pengalaman baru yang memaksa mereka
membangun dan memodivikasi pengetahuan awal mereka (Ibrahim,2000).

B. Pengertian Pendekatan Konstruktivisme


Konstruktivisme dalam arti dasar adalah membangun. Dimana yang dibangun adalah
konsep/materi yang akan dipelajari, yang mana konsep tesebut dibangun oleh guru dan siswa
dalam proses belajar mengajar.
Konstruktivisme adalah suatu pendekatan terhadap belajar yang berkeyakinan bahwa
orang secara aktif membangun atau membuat pengetahuannya sendiri dan realitas ditentukan
oleh pengalaman orang itu sendiri pula (Abimanyu, 2008: 22).
Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa
untuk berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-
sama sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat (Saefudin: 2008).
Secara keseluruhannya pengertian atau maksud pembelajaran secara konstruktivisme
adalah pembelajaran yang berpusatkan kepada siswa. Guru berperan sebagai penghubung
yang membantu siswa membina pengetahuan dan menyelesaikan masalah (Suparno,
2008:28).
Filosofi belajar konstruktivisme menekankan bahwa belajar tidak hanya sekadar
menghafal, tetapi merekonstruksikan atau membangun pengetahuan dan keterampilan baru
lewat fakta-fakta atau proposisi yang mereka alami dalam kehidupannya. Konstruktivisme

3|Pendekatan Konstruktivisme
berdasar bahwa siswa membangun pengetahuan di dalam konteks pengetahuan sendiri. Maka
pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang berdasarkan bahwa
dengan merefleksikan pengalaman-pengalaman kita, kita akan dapat membangun pemahaman
terhadap dunia yang di mana kita hidup didalamnya (Suherman, 2003, dalam karya :
Ancha,2009).
Paham Konstruktivisme menekankan bahwa pengetahuan tidak dapat dipindahkan
begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental
membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya.
Relasi yang terbangun adalah guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor dan teman
yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik. Teori ini bersandarkan pikiran bahwa seorang siswa sesungguhnya pengemudi
sekaligus pengendali informasi dan pengalaman baru yang mereka peroleh dalam sebuah
proses memahami, mencermati secara kritis, sekaligus melakukan re-interpretasi pengetahuan
dalam sebuah siklus pembelajaran. Meskipun kita tahu bahwa belajar adalah suatu penafsiran
personal dan unik dalam sebuah konteks sosial, tetapi akan lebih bermakna jika akhir dari
suatu proses pembelajaran dapat secara langsung memotivasi siswa untuk memahami
sekaligus membangun arti baru.
Yang terpenting dalam teori konstruktivisme adalah bahwa dalam proses
pembelajaran, siswalah yang harus mendapatkan penekanan. Merekalah yang harus aktif
mengembangkan pengetahuan mereka. Mereka yang harus bertanggung jawab terhadap hasil
belajarnya. Penekanan belajar siswa secara aktif ini perlu dikembangkan. Kreativitas dan
keaktifan siswa akan membantu mereka untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif siswa.
Beberapa hal yang mendapat perhatian pembelajaran konstruktivistik, yaitu: (1)
mengutamakan pembelajaran yang bersifat nyata dalam konteks yang relevan, (2)
mengutamakan proses, (3) menanamkan pembelajaran dalam konteks pengalaman sosial, (4)
pembelajaran dilakukan dalam upaya mengkonstruksi pengalaman (Suherman, 2003, dalam
karya : Ancha,2009).

C. Ciri-Ciri Pendekatan Konstuktivisme


Pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan
pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran, maka karena itu
dapat dilihat ciri-ciri pendekatan konstruktivisme adalah sebagai berikut :
1. Dengan adanya pendekatan konstruktivisme, pengembangan pengetahuan bagi
peserta didik dapat dilakukan oleh siswa itu sendiri melalui kegiatan penelitian atau

4|Pendekatan Konstruktivisme
pengamatan langsung sehingga siswa dapat menyalurkan ide-ide baru sesuai dengan
pengalaman dengan menemukan fakta yang sesuai dengan kajian teori.
2. Antara pengetahuan-pengetahuan yang ada harus ada keterkaitan dengan pengalaman
yang ada dalam diri siswa.
3. Setiap siswa mempunyai peranan penting dalam menentukan apa yang mereka
pelajari.
4. Peran guru hanya sebagai pembimbing dengan menyediakan materi atau konsep apa
yang akan dipelajari serta memberikan peluang kepada siswa untuk menganalisis
sesuai dengan materi yang dipelajari (Lapono,2008).

D. Prinsip-Prinsip Pendekatan Konstruktivisme


Secara garis besar, prinsip-prinsip konstruktivisme yang diterapkan dalam belajar
mengajar adalah :
1. Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri
2. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kemurid, kecuali hanya dengan
keaktifan murid sendiri untuk menalar
3. Murid aktif megkontruksi secara terus menerus, sehingga selalu terjadi perubahan
konsep ilmiah
4. Guru sekedar membantu menyediakan saran dan situasi agar proses kontruksi berjalan
lancar
5. Menghadapi masalah yang relevan dengan siswa
6. Mencari dan menilai pendapat siswa
7. Menyesuaikan kurikulum untuk menanggapi anggapan siswa.
Dari semua itu hanya ada satu prinsip yang paling penting adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri. Seorang guru dapat membantu proses ini dengan
cara-cara mengajar yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan sangat relevan
bagi siswa, dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan atau
menerapkan sendiri ide-ide dan dengan mengajak siswa agar menyadari dan menggunakan
strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan tangga kepada siswa
yang mana tangga itu nantinya dimaksudkan dapat membantu mereka mencapai tingkat
pemahaman yang lebih tinggi, tetapi harus diupayakan agar siswa itu sendiri yang
memanjatnya (Lapono,2008).

5|Pendekatan Konstruktivisme
E. Langkah-Langkah Pendekatan Konstruktivisme
Tahapan-tahapan penerapan model konstruktivis dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
1. Identifikasi awal terhadap prior knowledge dan miskonsepsi siswa tentang konsep.
Pada tahap ini guru mengidentifikasi pengetahuan awal siswa tentang konsep, guna
untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan akan munculnya miskonsepsi yang
menghinggapi struktur kognitif siswa. Identifikasi ini dilakukan dengan tes diagnostik
(prates) dan interview klinis yang dilaksanakan sebelum pernbelajaran.
2. Penyusunan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan Miskonsepsi. Program
pernbelajaran dijabarkan dalam bentuk Satuan Pelajaran. Sedangkan strategi
pengubahan miskonsepsi diwujudkan dalam bentuk modul tentang konsep-konsep
esensial yang mengacu pada konsepsi awal siswa yang telah dijaring sebelum
pernbelajaran dilaksanakan.
3. Orientasi dan Elicitasi. Situasi pembelajaran yang kondusif dan mengasyikkan
sangatlah perlu diciptakan pada awal pembelajaran guna membangkitkan minat
mereka terhadap topik yang akan dibahas. Siswa dituntun agar mereka mau
mengemukakan gagasan intuitifnya sebanyak mungkin tentang gejala-gejala biologi
yang mereka amati dalam lingkungan hidupnya sehari-hari. Pengungkapan gagasan
tersebut dapat rnelalui diskusi, menulis, ilustrasi gambar dan sebagainya. Suasana
pembelajaran dibuat santai, agar siswa tidak khawatir dicemoohkan dan ditertawakan
bila gagasan-gagasannya salah.
4. Refleksi. Dalam tahap ini, berbagai macam gagasan-gagasan yang bersifat
miskonsepsi yang muncul pada tahap orientasi dan elicitasi direfleksikan dengan
miskonsepsi yang telah dijaring pada tahap awal. Miskonsepsi ini diklasifikasikan
berdasarkan tingkat kesalahan untuk memudahkan merestrukturisasinya.
5. Restrukturisasi Ide, berupa :
a. Tantangan. Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan tentang gejala-gejala yang
kemudian dapat diperagakan atau diselidiki dalam praktikum. Mereka diminta
untuk meramalkan hasil percobaan dan memberikan alasan untuk mendukung
ramalannya itu
b. Konflik Kognitif dan Diskusi Kelas. Siswa akan dapat melihat sendiri apakah
ramalan mereka benar atau salah. Mereka didorong untuk menguji keyakinan
dengan melakukan percobaan di laboratorium. Bila ramalan mereka meleset,
mereka akan mengalami konflik kognitif dan mulai tidak puas dengan gagasan
mereka. Usaha untuk mencari penjelasan ini dilakukan dengan proses
6|Pendekatan Konstruktivisme
konfrontasi rnelalui diskusi dengan teman atau guru yang pada kapasitasnya
sebagai fasilitator dan mediator
c. Membangun Ulang Kerangka Konseptual. Siswa dituntun untuk menemukan
sendiri bahwa konsep-konsep yang baru itu memiliki konsistensi internal.
Menuniukkan bahwa konsep ilmiah yang baru itu memiliki keunggulan dari
gagasan yang lama.
6. Aplikasi. Meyakinkan siswa akan manfaat untuk beralih konsepsi dari miskonsepsi
menuju konsepi ilmiah. Menganjurkan rnereka untuk menerapkan konsepi imiahnya
tersebut dalam berbagai macam situasi untuk memecahkan masalah yang instruktif
dan kemudian menguji penyelesaiaanya secara empiris.
7. Review. Review dilaksanakan untuk meninjau keberhasilan strategi pembelajaran
yang telah berlangsung dalam upaya mereduksi miskonsepsi yang muncul pada awal
pembelajaran. Revisi terhadap strategi pembelajaran dilakukan bila miskonsepsi yang
muncul kembali bersifat sangat resisten. Hal ini penting dilakukan agar miskonsepsi
yang resisten tersebut tidak selamanya menghinggapi struktur kognitif, yang pada
akhirnya akan bermuara pada kesulitan belajar dan rendahnya prestasi siswa yang
bersangkutan (Lapono,2008).

F. Kedudukan Pendekatan Konstruktivisme pada Kurikulum 2013


Kontruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan kontekstual yaitu bahwa
pendekatan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak dengan tiba-tiba (Suwarna, 2005). Menurut Caprio (1994),
McBrian Brandt (1997), dan Nik Aziz (1999) kelebihan teori konstruktivisme ialah pelajar
berpeluang membina pengetahuan secara aktif melalui proses saling pengaruh antara
pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran yang tebaru. Pembelajaran terdahulu dikaitkan
dengan pembelajaran terbaru. Proses perkaitan ini dibina dan dilakukan oleh pelajar sendiri
(Kusomo,2009).

Pada dasarnya pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam peningkatan dan


pengembangan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa berupa keterampilan dasar yang dapat
diperlukan dalam pengembangan diri siswa baik dalam lingkungan sekolah maupun dalam
lingkungan masyarakat. Dalam pendekatan konstruktivisme ini peran guru hanya sebagai
pembimbing dan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, guru lebih
mengutamakan keaktifan siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyalurkan ide-ide baru yang sesuai dengan materi yang disajikan untuk meningkatkan

7|Pendekatan Konstruktivisme
kemampuan siswa secara pribadi. Menurut teori konstruktivisme, konsep-konsep yang dibina
pada struktur kognitif seorang akan berkembang dan berubah apabila ia mendapat
pengetahuan atau pengalaman baru. Rumelhartdan Norman (1978) menjelaskan seseorang
akan dapat membina konsep dalam struktur kognitifnya dengan menghubungkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan yang sedia ada padanya dan proses ini dikenali sebagai accretion.
Selain itu, konsep-konsep yang ada pada seseorang boleh berubah selaras dengan pengalaman
baru yang dialaminya dan ini dikenali sebagai penalaan atau tuning. Seseorang juga boleh
membina konsep-konsep dalam struktur kognitifnya dengan menggunakan analoginya.
Menurut Gagne, Yekovich, dan Yekovich (1993) konsep baru juga boleh dibina dengan
menggabungkan konsep-konsep yang sedia ada pada seseorang dan ini dikenali sebagai
parcing. Pendekatan konstruktivisme sangat penting dalam proses pembelajaran karena
belajar digalakkan membina konsep sendiri dengan menghubungkaitkan perkara yang
dipelajari dengan pengetahuan yang sedia ada pada mereka. Dalam proses ini, pelajar dapat
meningkatkan pemahaman mereka tentang sesuatu perkara (Kusomo,2009).

Pendekatan saintifik yang digunakan dalam kurikulum 2013 merupakan terjemahan lain
dari model pembelajaran konstruktivisme. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa
pendekatan saintifik atau ilmiah mengasumsikan suatu konstruksi pengetahuan baru bagi
siswa melalui proses mengamati, menanya, menalar dan mencoba. Hal tersebut merupakan
cirri-ciri dari pendekatan konstruktivisme yang juga memberikan ruang bebas terhadap siswa
untuk mengkonstruk pengetahuannya secara mandiri. Pergeseran posisi guru dalam kurikulum
2013 yang hanya sebatas menjadi fasilitator dan pengarah bagi siswa juga menjadi
argumentasi lain dari terakomodasinya model pendekatan konstruktivisme. Artinya, model
seperti Problem Based Learning juga menjadi salah satu pilihan dari metode pembelajaran
yang bersifat konstruktifis dalam implementasi kurikulum 2013 (Kusomo,2009).
Selain itu, discovery learning yang diintrodusir oleh Piaget juga menjadi bagian penting
dalam pendekatan saintifik yang ada dalam kurikulum 2013. Menjadi tidak asing lagi bahwa
pendekatan konstruktivis yang sudah mulai ramai didiskusikan dan diterapkan di sekolah-
sekolah memberikan harapan baru bagi generasi-generasi masadepan. Malaysia pun telah
menjadikan pendekatan konstruktivisme sebagai pendekatan utamanya dalam kurikulum
(Kusomo,2009).
Beberapa penelitian tentang pembelajaran konstruktivisme juga menunjukan hasil-hasil
yang positif seperti yang dilakukan oleh Zuarainu Mat Jasin dan Abdul Sukor Shari bahwa
antara pembelajaran yang menggunakan pendekatan konstruktivis dengan pendekatan
konvensional menunjukan perbedaan yang signifikan. Kelas eksperimen yang dilakukan

8|Pendekatan Konstruktivisme
treatmen dengan pendekatan konstruktivisme lebih tinggi dari kelas dengan pendekatan
konvensional. Penelitian tersebut semakin mengafirmasi pendekatan konstruktivisme yang
memang teruji untuk diterapkan dalam sebuah pembelajaran (Kusomo,2009)

G. Penerapan Pendekatan Konstruktivisme pada Pembelajaran Biologi


Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan dalam
bentuk pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Guru dituntut untuk
menciptakan suasana belajar sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja sama secara gotong
royong (cooperative learning).
Implikasi penting dalam pembeiajaran biologi menurut piaget (Slavin,1994:45) adalah
:
a. Memusatkan perhatian pada berpikir atau proses mental anak, tidak sekedar kepada
hasilnya.
b. Memperhatikan peranan dan inisiatif siswa, serta keterlibatannya secara aktif dalam
kegiatan pembelajaran.
c. Memaklumi akan adanya perbedaan individual dalam hal kemajuan perkembangan
intelektual
Sedangkan implikasi utama dalam pembelajaran biologi berdasarkan teori Vygotsky
adalah dikehendakinya susunan kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa,
sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan
strategi-strategi pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing zone of proximal
development mereka.
Yager (Lapono, dkk (2008: 3-28) mengemukakan tahapan-tahapan dalam
pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme, yaitu:
Tahap pertama, peserta didik didorong agar mengemukakan pengetahuan awalnya
tentang konsep yang akan dibahas. Bila perlu, guru memancing dengan pertanyaan
problematik tentang fenomena yang sering dijumpai sehari-hari oleh peserta didik dan
mengaitkannya dengan konsep yang akan dibahas. Selanjutnya, peserta didik diberi
kesempatan untuk mengkomunikasikan dan mengilustrasikan pemahamannya tentang konsep
tersebut.
Contohnya dalam biologi, guru memperlihatkan sebuah gambar proses dan komponen dalam
proses terjadinya fotosintesis, kemudian guru akan bertanya kepada siswanya apa yang
mereka ketahui tentang fotosintesis dan komponen apa saja yang berperan dalam proses
tesebut. Dalam kegiatan ini guru akan menampung semua jawaban dari peserta didik,

9|Pendekatan Konstruktivisme
Tahap kedua, peserta didik diberi kesempatan untuk menyelidiki dan menemukan
konsep melalui pengumpulan, pengorganisasian, dan penginterprestasian data dalam suatu
kegiatan yang telah dirancang oleh guru. Secara keseluruhan dalam hidup ini akan terpenuhi
rasa keingintahuan peserta didik tentang fenomena dalam lingkungannya.
Dari contoh pertama, siswa akan diberikan kesempatan untuk melakukan percobaan tentang
fotosintesis untuk mebuktikan jawaban atau pengetahuan awal siswa.
Tahap ketiga, peserta didik melakukan penjelasan dan solusi yang didasarkan pada
hasil observasi peserta didik, ditambah dengan penguatan guru. Selanjutnya peserta didik
membangun pemahaman baru tentang konsep yang sedang dipelajari.
Dari contoh sebelumnya, siswa akan membuat kesimpulan hasil observasi atau berdasarkan
pegamatannya yang dapat membangun pemahaman baru atau konsep baru tentang
fotosisntesis. Maka disinilah akan terjadi kontruktivisme siswa.
Tahap keempat, guru berusaha menciptakan iklim pembelajaran yang
memungkinkan peserta didik dapat mengaplikasikan pemahaman konseptualnya, baik melalui
kegiatan maupun pemunculan masalah-masalah yang berkatian dengan isu-isu dalam
lingkungan peserta didik tersebut Yager (Lapono, dkk (2008: 3-28).

H. Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Konstruktivisme


Pada dasarnya tidak terdapat pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar
yang paling baik untuk semua materi pelajaran, yang ada adalah sesuai atau tidak dengan
materi pelajaran pada waktu dan kondisi pelaksanaannya. Oleh karena itu guru diharapkan
menguasai berbagai macam pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar sebab
setiap pendekatan, strategi, metode, gaya atau pola mengajar memiliki kelebihan dan
kekurangan.
Kelebihan dan Kekurangan dalam menggunakan model konstruktivisme menurut Sidik (2008)
adalah :
1. Kelebihan
a. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa
sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan
penjelasan tentang gagasannya.
b. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan
dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan
gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena

10 | P e n d e k a t a n K o n s t r u k t i v i s m e
dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk
membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa.
c. Pembelajaran konstruktivisme memberi siswa kesempatan untuk berpikir tentang
pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir kreatif, imajinatif, mendorong
refleksi tentang model dan teori, mengenalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
d. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi kesempatan kepada siswa untuk
mencoba gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan diri
dengan menggunakan berbagai konteks, baik yang telah dikenal maupun yang baru
dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi belajar.
e. Pembelajaran konstruktivisme mendorong siswa untuk memikirkan perubahan
gagasan mereka setelah menyadari kemajuan mereka serta memberi kesempatan siswa
untuk mengidentifikasi perubahan gagasan mereka.
f. Pembelajaran konstruktivisme memberikan lingkungan belajar yang kondusif yang
mendukung siswa mengungkapkan gagasan, saling menyimak, dan menghindari kesan
selalu ada satu jawaban yang benar.
2. Kekurangan
a. Siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi
siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuan sehingga menyebabkan
miskonsepsi.
b. Konstruktivisme menanamkan agar siswa membangun pengetahuannya sendiri, hal ini
pasti membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa memerlukan penanganan yang
berbeda-beda.
c. Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah memiliki
sarana prasarana yang dapat membantu keaktifan dan kreatifitas siswa (Sidik, 2008).

11 | P e n d e k a t a n K o n s t r u k t i v i s m e
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari materi yang sudah dijabarkan diatas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
 Ahli psikologi Eropa Jean Piaget dan Lev Vygotsky serta Ahli psikologi Amerika Jerome
Bruner merupakan tokoh dalam pengembangan konsep konstruktivisme
 Pendekatan konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengajak siswa untuk
berpikir dan mengkonstruksi dalam memecahkan suatu permasalahan secara bersama-sama
sehingga didapatkan suatu penyelesaian yang akurat
 Pendekatan konstruktivisme merupakan pembelajaran yang lebih mengutamakan
pengalaman langsung dan keterlibatan siswa dalam kegiatan pembelajaran
 Prinsip yang paling penting dalam pendekatan konstruktivisme adalah guru tidak boleh
hanya semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa.Siswa harus membangun
pengetahuan didalam benaknya sendiri
 Tahapan-tahapan penerapan model konstruktivis dapat mengikuti langkah-langkah yaitu :
Prior knowledge, Penyusunan Program Pembelajaran dan Strategi Pengubahan, Orientasi
dan Elicitasi, refleksi, Restrukturisasi Ide, aplikasi dan review.
 Implementasi pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran diwujudkan dalam bentuk
pembelajaran yang berpusat pada siswa (student center). Guru dituntut untuk menciptakan
suasana belajar sedemikian rupa, sehingga siswa bekerja sama secara gotong royong
(cooperative learning).

3.2. Saran
1. Makalah ini penting, silahkan baca dan pahami materinya
2. Jika ingin mengetahui materi lebih lanjut silahkan baca atau kunjungi literature yang ada di
daftar pustaka

12 | P e n d e k a t a n K o n s t r u k t i v i s m e

Anda mungkin juga menyukai