1. Pendahuluan
Garut adalah salah satu sumber karbohidrat Indonesia, tetapi penggunaannya
sebagai produk makanan masih terbatas. Beberapa peneliti telah mempelajari
karbohidrat yang diperoleh dari garut, dan sebagian besar berfokus pada pati (Charles
et al., 2015; Erdman, 1986; Faridah, Fardiaz, Andarwulan, & Sunarti, 2010; Faridah,
Rahayu, & Apriyadi, 2013; Kooijman, 2013) Ganzeveld, Manurung, & Heeres, 2003;
Raja & Sindhu, 2000; Villas-Boas & Franco, 2016). Dalam industri makanan, pati
telah digunakan sebagai bahan makanan untuk mengendalikan struktur dan tekstur
banyak jenis makanan (Chung et al., 2010). Selain itu, pati sering mengalami
modifikasi kimia, fisik atau enzimatik untuk mendapatkan beberapa karakteristik baru
dari pati termasuk penebalan, pembentuk gel, konsistensi dan stabilitas rak untuk
mengoptimalkan penggunaannya dalam beragam aplikasi makanan (Reddy,
Haripriya, Mohamed, & Suriya , 2014).
Resistant starch type 3 (RS3) adalah jenis yang paling banyak diselidiki oleh
banyak peneliti dan industri makanan karena masalah biaya dan keamanan yang lebih
rendah (Wang, Wang, Yu, & Wang, 2014), karena pati yang dimodifikasi secara
kimiawi mungkin memiliki masalah keamanan untuk produk makanan (Zhang & Jin,
2011). Faridah et al. (2010) telah mempelajari perubahan struktur pati garut yang
dipengaruhi oleh hidrolisis asam, debranching, dan modifikasi siklus pendinginan
autoklaf menggunakan Kromatografi Permiasi Gel (GPC), dan hasilnya menunjukkan
bahwa modifikasi asam meningkatkan komponen berat molekul rendah. Akibatnya,
jumlah derajat polimerisasi 6-8 meningkat di semua pati garut yang dimodifikasi.
Selanjutnya, Faridah et al. (2013) telah memodifikasi pati garut melalui hidrolisis
asam, pendinginan autoklaf, dan kombinasi perawatan hidrolisis asam dan
pendinginan otoklaf untuk menghasilkan RS3, dan hasilnya menunjukkan bahwa
kombinasi hidrolisis asam dan pendinginan otomatis dapat meningkatkan amilosa,
serat makanan dan Konten RS. Penelitian lain, John, Raja, Rani, Moorthy, dan
Eliasson (2002) menyelidiki sifat-sifat pati garut yang diolah dengan HCl berair pada
suhu sekitar. Namun, sifat fungsional pati garut dimodifikasi oleh pendinginan-
autoclaving, dan kombinasi perawatan hidrolisis asam dan pendinginan-autoclaving
belum dipelajari secara luas. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menyelidiki sifat-sifat fungsional dari pati garut yang dimodifikasi oleh hidrolisis
asam, autoclaving-cooling, dan kombinasi hidrolisis asam dan perawatan autoclaving-
cooling.
Modifikasi fisik telah banyak dilaporkan sebagai rantai pati yang
mendepolimerisasi, menghasilkan perubahan sifat fungsional seperti penurunan
viskositas, peningkatan kelarutan dan kapasitas penampung air (Polesi & Sarmento,
2011). Karena pati resisten akan membentuk bahan makanan, penelitian ini dapat
memberikan wawasan yang lebih baik tentang efek modifikasi fisik pada pati garut
untuk menemukan aplikasi makanan baru, karena modifikasi akan berubah pada
morfologi granul, perilaku menempel, dan sifat fungsional garut. pati. Selain itu,
karakteristik ini akan secara langsung mempengaruhi kualitas akhir produk makanan.
Dalam penelitian ini, pati garut dimodifikasi oleh metode fisik yang telah
dilaporkan oleh Faridah et al. (2010, 2013), termasuk hidrolisis asam, pendinginan
autoklaf, dan hidrolisis asam yang dikombinasikan dengan pendinginan autoklaf
(waktu pendinginan 24 jam). Selain itu, untuk menyelidiki efek dari waktu
pendinginan yang lebih lama, pati juga dimodifikasi oleh hidrolisis asam yang
dikombinasikan dengan proses pendinginan otomatis dengan waktu pendinginan 72
jam (Dundar & Gocmen, 2013).