Anda di halaman 1dari 19

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1


A.Latar Belakang Masalah .......................................................................................... 1
B.Rumusan masalah ..................................................................................................... 1
C.Tujuan Pembuatan Makalah ................................................................................... 2
D.Manfaat Penyusunan Makalah ................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................... 3
A.Pengertian Kewenangan ........................................................................................... 3
B.Sumber Wewenang Pemeritahan............................................................................. 3
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................................. 5
A.Pengertian Korupsi ................................................................................................... 5
B.Penyalahgunaan Kewenangan publik dalam Tindak Pidana Korupsi ................ 6
C.Faktor penyebab korupsi ......................................................................................... 7
1.Faktor Politik ......................................................................................................... 8
2.Faktor Hukum ........................................................................................................ 8
3.Faktor Ekonomi ..................................................................................................... 9
4.Faktor Organisasi ................................................................................................ 10
D.Dampak Yang Ditimbulkan Dari Tindak Pidana Korupsi ................................. 11
1.Dampak Ekonomi ................................................................................................ 11
2.Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat ..................................................... 11
3.Runtuhnya otoritas pemerintah ......................................................................... 12
4.Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi ........................................................ 13
5.Dampak Terhadap Penegakan Hukum ............................................................. 14
E.Upaya pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi ................. 14
BAB IV PENUTUP ......................................................................................................... 16
A.Simpulan .................................................................................................................. 16
B.Saran......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 18

i
BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah


Korupsi merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
di Indonesia. Korupsi seolah-olah sudah mendarah daging di lingkungan para
penguasa. Meningkatnya tindak pidana korupsi akan berdampak pada
perekonomian nasional dan juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara pada
umumnya.

Penyebab terjadinya korupsi di era saat ini beragam. Kita tidak bisa menerka
dengan hanya satu penyebab. Banyak dalih dari pelaku korupsi ketika ditangkap.
Penyelenggaraan kekuasaan yang bersih menjadi penting dan sangat diperlukan
untuk menghidari praktik korupsi yang tidak saja melibatkan pejabat yang
bersangkutan tapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang jika terus berlanjut maka
akan merugikan seluruh masyarakat Indonesia.

Tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan pejabat publik, antar pejabat publik,
melainkan juga pejabat publik dengan pihak lain seperti keluarga atau para
pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara serta membahayakan eksistensi negara. Perkembangan korupsi di
Indonesia masih tergolong tinggi sedangkan pemberantasannya masih sangat
lamban,langkah-lagkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat sampai
sekarang. Selanjutnya, dikatakan bahwa korupsi berkaitan pula dengan kekuasaan
dan kewenangan karena dengan kekuasaandan kewenangan itu penguasa dapat
menyalahgunakan wewenangnya untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan
kroninya.

B.Rumusan masalah
1. Apa makna penyalahgunaan wewenang dalam tindak pidana korupsi?
2. Mengapa banyak pejabat publik melakukan tindak pidana korupsi?
3. Apa dampak yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi?
4. Bagaimana upaya pemerintah dalam mencegah dan penanganan korupsi?

1
C.Tujuan Pembuatan Makalah
1. Untuk menjelaskan makna dari penyalahgunaan wewenang publik dalam
tindak pidana korupsi
2. Untuk menjelaskan penyebab pejabat publik melakukan tindak pidana
korupsi
3. Untuk menjelaskan dampak yang ditimbulkan dari perbuatan korupsi
4. Untuk menjelaskan cara pemerintah dalam mengatasi korupsi

D.Manfaat Penyusunan Makalah


1. Diharapkan melalui makalah ini bisa lebih memperjelas tentang makna
penyalahgunaan wewenang publik dalam tindak pidana korupsi
2. Diharapkan melalui makalah ini bisa lebih meperjelas tentang sebab pejabat
publik melakukan korupsi
3. Diharapkan melalui makalah ini lebih memperjelas mengenai dampak yang
ditimbulkan dari perbuatan korupsi
4. Diharapkan melalui makalah ini dapat memperjelas mengenai usaha
pemerintah dalam memberantas korupsi

2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A.Pengertian Kewenangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kata wewenang disamakan
dengan kata wewenang yaitu badan kekuasaan untuk bertindak, kekuasaan
membuat keputusan, memerintah dan melimpahkan tanggung jawab kepada orang
lain atau badan lain.1

Kewenangan adalah merupakan hak menggunakan wewenang yang dimiliki


seorang pejabat atau institusi menurut ketentuan yang berlaku. Dengan demikian
kewenangan juga menyangkut kompetensi tindakan hukum yang dapat dilakukan
menurut kaidah-kaidah formal, jadi kewenangan merupakan kekuasaan formal
yang dimiliki oleh pejabat atau institusi. Kewenangan memiliki kedudukan yang
penting dalam kajian hukum tata negara dan hukum administrasi negara.

B.Sumber Wewenang Pemeritahan


Kewenangan membuat keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara ,
yaitu dengan atribusi atau dengan delegasi. Atribusi adalah wewenang yang
melekat pada suatu jabatan (pasl 1 angka 6 UU no. 5 tahn 1986 menyebutanya :
wewenang yang ada pada badan atau pejabat tata usaha negara yang dilawankan
dengan wewenang yang dilimpahkan). Kita berbicara tentang delegasi dalam hal
ada pemindahan atau pengaliahan suatu kewenangan yang ada. Apabila kewenngan
itu belum sempurna, berarti bahwa keputusan yang berdasarkan kewenangan itu,
tidak sah menurut hukum. Oleh sebab itu, pengertian atribusi dan delegasi adalah
alat membantu untuk memeriksa apakah suatu badan berwenang atau tidak.
Pemikiran negara hukum menyebabkan, bahwa apabila penguasa ingin meletakkan
kewajiban-kewajiban diatas para warga (masyarakat), maka kewenangan itu harus
ditemukan dalam suatu Undang-undang. Didalamnya juga terdapat suatu legitimasi
yang demokratis. Parlemen menjadi bagian dari pembuat Undang-undang dalam
arti formal. Pada masyarakat hanya dapat diberikan kewajiban-kewajiban dengan
kerjasama dari para wakil rakyat yang dipilih oleh mereka. Ini berati, bahwa juga
untuk atribusi dan delegasi kewenngan membuat keputusan harus didsasarkan pada
suatu Undang-undang formal, setidaknya apabila keputusan itu duiberikan
kewajiban-kewajiban diatas para warga (masyarakat).

1
Kamal Hidjaz, “Evektifitas Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Sistem Pemerintahan
Daerah”

3
Sejuh hal itu berkaitan dengan keputusan-keputusan yang mngakui hak-
hak, sepert subsidi, maka tuntutan atas keabsahan dari penguasa tidak dikendalikan
dengan terlalu ketat.

Mengenai subsidi-subsidi seringkali hanya terdapat suatu dasar dalam


anggaran belanja. Karena dalm suatu negara hukum kesejahteraan sosial banyak
warga dalam segi keuagan tergantung dari penguasa, dalam literatur timbul suara-
suara, yang menuntut bahwa juga keputusan-keputusan yang mengakui hak-hak,
harus berdasarkan suatu Undang-undang yg formal. Namun ini (belum) merupakan
hukum Belanda yang berlaku. Dalam hal mandat tidak ada sama sekali pengakuan
kewenangan atau pengalih tanganan kewenangna. Disisni menuyangkut janji-janji
kerja intern antara penguasa dan pegawai. Dalma hal-hal tertentu seorang pegawai
memperoleh kewensngna untuk atas nama Si Penguasa, misalnya seorang menteri,
mengambil keputusan tertentu atau menandatangani keputusan-keputusan tertentu.
Namun, menurut hukum menteri itu tetap merupakan badan yang berwenang.
Secara formal dia mengambil keputusan dan dialah yg bertanggung jawab. Akan
tetapi, karena hampir tidak bisa dilakukan, bahwa seorang menteri mebuat sendiri
semua keputusan-keputusan, maka dia harus menyerahkan satu dan lain hal kepada
pegawai-pegawainya. Memang dengan sendirinya dia selalu dapat memberikan
petunjuk-petunjuk dan bila perlu membuat sendiri keputusan-keputusan tertentu.
Apabila perkara-perkara tertentu peka dalam segi politik, maka si pegawai
berkewajiban untuk merundingkan hal itu dengan menterinya.

4
BAB III PEMBAHASAN

A.Pengertian Korupsi
Korupsi adalah perilaku pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang
diterima oleh masyarakat dan perilaku menyimpang ini ditujukan rangka memenuhi
kepentingan pribadi, kelompoknya dan keluarganya.

Korupsi cenderung meningkat dalam satu periode pertumbuhan serta modernitas


yang cepat karena perubahan nilai-nilai, sumber baru kekayaan dan kekuasaan serta
perluasan pemerintahan

Dalam kamus besar bahasa indonesia kata korupsi berasal dari kata korup yang
berarti, rusak, busuk, memakai barang/uang yang dipercayakan, dapat disogok.
Mengkorup adalah merusak, menyelewengkan atau menggelapkan barang atau
uang milik perusahaan (negara) tempat kerja. Korupsi adalah penyelewengan atau
penyalahgunaan uang negara (perusahaan dan sebagainya) untuk keuntungan
pribadi atau orang lain.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak,
berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang
bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau
aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian,
menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke
dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam kamus hukum, yang dimaksud corruptie
adalah korupsi, perbuatan curang, perbuatan curang, tindak pidana yang merugikan
keuangan negara.2

Di Indonesia tindak pidana korupsi diatur dalam undang-undang nomor.31 tahun


1999 tentang tindak pidana korupsi kemudia diubah dengan undang-undang
nomor.20 tahun 2001 tentang perubahan atas undang-undang nomor 31 tahun 1999
tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

2
Subekti dan Tjitrosoedibio, 1973

5
B.Penyalahgunaan Kewenangan publik dalam Tindak Pidana Korupsi
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, secara tegas
menyatakan: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”.

Yang dimaksud dengan “menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana


yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan” tersebut adalah menggunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang melekat pada jabatan atau kedudukan
yang dijabat atau diduduki oleh pelaku tindak pidana korupsi untuk tujuan lain dari
maksud diberikannya kewenangan, kesempatan atau sarana tersebut. Untuk
mencapai tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
tersebut dalam Pasal 3 ini telah ditentukan cara yang harus ditempuh oleh pelaku
tindak pidana korupsi, yaitu: dengan menyalahgunakan kewenangan, dengan
menyalahgunakan kesempatan atau dengan menyalahgunakan sarana, yang ada
pada jabatan atau kedudukan dari pelaku tindak pidana korupsi. Yang dimaksud
dengan “kewenangan” adalah serangkaian hak yang melekat pada jabatan atau
kedudukan dari pelaku untuk mengambil tindakan yang diperlukan agar tugas
pekerjaannya dapat dilaksanakan dengan baik. Sedangkan yang dimaksud dengan
“kesempatan” adalah peluang yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku, peluang mana
tercantum dalam ketentuan ketentuan tentang tata kerja yang berkaitan dengan
jabatan atau kedudukan yang dijabat atau diduduki oleh pelaku. Dan yang dimaksud
dengan “sarana” adalah syarat, cara atau media, yaitu cara kerja atau metoda kerja
yang berkaitan dengan jabatan atau kedudukan dari pelaku. Orang yang karena
memiliki suatu jabatan atau kedudukan, karena jabatan atau kedudukan itu dia
memiliki kewenangan atau hak untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan tertentu
dalam hal dan untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Bila kewenangan ini digunakan
secara salah untuk melakukan perbuatan tertentu, itulah yang disebut
menyalahgunakan kewenangan. Jadi, menyalahgunakan kewenangan dapat
didefinisikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sebenarnya berhak
untuk melakukannya, tetapi dilakukan secara salah atau diarahkan pada hal yang
salah dan bertentangan dengan hukum atau kebiasaan.

6
C.Faktor penyebab korupsi
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam diri
pelaku atau dari luar pelaku.Sebagaimana dikatakan Yamamah bahwa ketika
perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih
“mendewakan” materi maka dapat “memaksa” terjadinya permainan uang dan
korupsi”3.

Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah
kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan
melakukan korupsi. Dengan demikian, jika menggunakan sudut pandang penyebab
korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap
kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara
yang salah dalam mengakses kekayaan.Aspek lain yang menjadi faktor terjadinya
korupsi yaitu :

(1) aspek perilaku individu.

(2) aspek organisasi.

(3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada.

Selain itu sebab-sebab seseorang melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari
dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran
untuk melakukan. Lebih jauh disebutkan sebab-sebab manusia terdorong untuk
melakukan korupsi antara lain :

(a) sifat tamak manusia.

(b) moral yang kurang kuat menghadapi godaan.

(c) gaya hidup konsumtif.

(d) tidak mau (malas) bekerja keras.

3
Ansari Yamamah, 2009

7
Dalam buku berjudul Peran Parlemen dalam Membasmi Korupsi yang
mengidentifikasikan empat faktor penyebab korupsi yaitu faktor politik, faktor
hukum, faktor ekonomi dan faktor organisasi.

1.Faktor Politik
Faktor Politik Politik merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal ini
dapat dilihat ketika terjadi instabilitas politik, kepentingan politis para pemegang
kekuasaan, bahkan ketika meraih dan mempertahankan kekuasaan. Perilaku korup
seperti penyuapan, politik uang merupakan fenomena yang sering terjadi. Penelitian
James Scott mendiskripsikan bahwa dalam masyarakat dengan ciri pelembagaan
politik eksklusif dimana kompetisi politik dibatasi pada lapisan tipis elit dan
perbedaan antar elit lebih didasarkan pada klik pribadi dan bukan pada isu
kebijakan, yang terjadi pada umumnya desakan kultural dan struktural untuk
korupsi itu betul-betul terwujud dalam tindakan korupsi para pejabatnya.4

2.Faktor Hukum
Faktor hukum bisa lihat dari dua sisi, di satu sisi dari aspek perundang-
undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi
hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil;
rumusan yang tidak jelas-tegas (non lex certa) sehingga multi tafsir; kontradiksi dan
overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun yang lebih
tinggi).tidak tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat; penggunaan
konsep yang berbeda-beda untuk sesuatu yang sama, semua itu memungkinkan
suatu peraturan tidak kompatibel dengan realitas yang ada sehingga tidak
fungsional atau tidak produktif dan mengalami resistensi.

Penyebab keadaan ini sangat beragam, namun yang dominan adalah: Pertama,
tawarmenawar dan pertarungan kepentingan antara kelompok dan golongan di
parlemen, sehingga memunculkan aturan yang bias dan diskriminatif. Kedua,
praktek politik uang dalam pembuatan hukum berupa suap menyuap (political
bribery), utamanya menyangkut perundang-undangan di bidang ekonomi dan
bisnis. Akibatnya timbul peraturan yang elastis dan multi tafsir serta tumpang-
tindih dengan aturan lain sehingga mudah dimanfaatkan untuk menyelamatkan
pihak-pihak pemesan. Sering pula ancaman sanksinya dirumuskan begitu ringan
sehingga tidak memberatkan pihak yang berkepentingan.

4
Mochtar Mas’oed, 1994

8
Kenyataan bahwa berbagai produk hukum di masa Orde Baru sangat ditentukan
oleh konstelasi politik untuk melanggengkan kekuasaan, di era reformasi pun
ternyata masih saja terjadi. Banyak produk hukum menjadi ajang perebutan
legitimasi bagi berbagai kepentingan kekuasaan politik, untuk tujuan
mempertahankan dan mengakumulasi kekuasaan.

3.Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu
dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan.
Pendapat ini tidak mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow,
sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro, korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh
orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya
hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup.
Namum saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi.5

Pendapat lain menyatakan bahwa kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri
memang merupakan faktor yang paling menonjol dalam arti menyebabkan merata
dan meluasnya korupsi di Indonesia.

Hal demikian diungkapkan pula oleh KPK dalam buku Tambahan Penghasilan Bagi
Pegawai Negeri Sipil Daerah bahwa sistem penggajian kepegawaian sangat terkait
degan kinerja aparatur pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi standar hidup
minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan
penyelesaiannya.

Aparatur pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai


dengan kontribusi yang diberkannya dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan
dapat secara optimal melaksanakan tugas pokoknya. Selain rendahnya gaji
pegawai, banyak aspek ekonomi lain yang menjadi penyebab terjadinya korupsi,
diantaranya adalah kekuasaan pemerintah yang dibarengi dengan faktor
kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan
kroninya. Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat
menyatakan bahwa kemiskinan merupakan akar masalah korupsi.

5
Sulistyantoro, 2004

9
Pernyataan demikian tidak benar sepenuhnya, sebab banyak korupsi yang
dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan rasa keadilan sering terusik jika
membandingkan proses hukum terhadap kasus kasus kecil seperti pencurian dua
buah kapuk randu atau kasus pencurian dua buah semangka yang sangat marak
dibicarakan pada penghujung tahun 2009 dengan penanganan terhadap kasus
korupsi yang sangat lambat dan tidak pernah tuntas.

4.Faktor Organisasi
Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem
pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi
atau di mana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena
membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi.

Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang


untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi. Aspek-aspek penyebab
terjadinya korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi: (a) kurang adanya
teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur organisasi yang benar, (c) sistem
akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, (d) manajemen cenderung
menutupi korupsi di dalam organisasinya.Lima fungsi penting dalam organizational
goals: (1) focus attention; (2) provide a source of legitimacy (3) affect the structure
of the organization (4) serve as a standard (5) provide clues about the organization.6

Focus attention, dapat dijadikan oleh para anggota sebagai semacam guideline
untuk memusatkan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan anggota-anggota dan
organisasi sebagai kesatuan. Melalui tujuan organisasi, para panggota dapat
memiliki arah yang jelas tentang segala kegiatan dan tetang apa yang tidak, serta
apa yang harus dikerjakan dalam kerangka organisasi. Tindak tanduk atas kegiatan
dalam organisasi, oleh karenanya senantiasa berorientasi kepada tujuan organisasi,
baik disadari maupun tidak. Dalam fungsinya sebagai dasar legitimasi atau
pembenaran tujuan organisasi dapat dijadikan oleh para anggota sebagai dasar
keabsahan dan kebenaran tindak-tindakan dan keputusan-keputusannya.Tujuan
oraganisasi juga berfungsi menyediakan pedomanpedoman (praktis) bagi para
anggotanya. Dalam fungsinya yang demikian tujuan organisasi menghubungkan
para anggotanya dengan berbagai tata cara dalam kelompok.

Ia berfungsi untuk membantu para anggotanya menentukan cara terbaik dalam


melaksanakan tugas dan melakukan suatu tindakan.

6
Lyman W. Porter, 1984

10
Standar tindakan itulah yang akan menjadi tolok ukur dalam menilai bobot suatu
tindakan karena sebuah organisasi dapat berfungsi dengan baik, hanya bila
anggotanya bersedia mengintegrasikan diri di bawah sebuah pola tingkah laku
(yang normatif ), sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan bersama hanya
mungkin apabila anggotaanggota bersedia mematuhi dan mengikuti “aturan
permainan” yang telah ditentukan. Di sinilah letaknya bila kurang ada teladan dari
pimpinan bisa memicu perilaku korup.

D.Dampak Yang Ditimbulkan Dari Tindak Pidana Korupsi


1.Dampak Ekonomi
Korupsi memiliki berbagai efek penghancuran yang hebat (an enermous destruction
effects) terhadap berbagai sisi kehidupan bangsa dan negara, khususnya dalam sisi
ekonomi sebagai pendorong utama kesejahteraan masyarakat. Mauro menerangkan
hubungan antara korupsi dan ekonomi. Menurutnya korupsi memiliki korelasi
negatif dengan tingkat investasi, pertumbuhan ekonomi, dan dengan pengeluaran
pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan (Mauro: 1995).

Di sisi lain meningkatnya korupsi berakibat pada meningkatnya biaya barang dan
jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara..Berbagai macam
permasalahan ekonomi lain akan muncul secara alamiah apabila korupsi sudah
merajalela dan berikut ini adalah hasil dari dampak ekonomi yang akan terjadi,
yaitu:

a) lesunya pertumbuhan ekonomi dan investasi.


b) penurunan produktivitas.
c) menurunnya kwalitas barang dan jasa bagi publik.
d) menurunnya pendapatan negara dalam sektor pajak.
e) meningkatnya hutang negara.

2.Dampak sosial dan kemiskinan masyarakat


Bagi masyarakat miskin korupsi mengakibatkan dampak yang luar biasa dan saling
bertaut satu sama lain. Pertama,dampak langsung yang dirasakan oleh orang miskin
yakni semakin mahalnya jasa berbagai pelayanan publik, rendahnya kualitas
pelayanan, dan pembatasan akses terhadap berbagai pelayanan vital seperti
air,kesehatan, dan pendidikan.

Kedua, dampak tidak langsung terhadap orang miskin yakni pengalihan sumber
daya milik publik untuk kepentingan pribadi dan kelompok, yang seharusnya
diperuntukkan guna kemajuan sektor sosial dan orang miskin,melalui pembatasan
pembangunan.

11
3.Runtuhnya otoritas pemerintah
Tindak pidana korupsi dapat menyebabkan runtuhnya otoritas pemerintah
diantaranya:

a) Matinya Etika Sosial Politik


Korupsi bukan suatu bentuk tindak pidana biasa karena ia merusak
sendi-sendi kehidupan yang paling dasar yaitu etika sosial bahkan
kemanusiaan. Kejujuran sudah tidak ditegakkan lagi dan yang
paradoksal adalah siapapun yang meneriakkan kejujuran justru akan
diberikan sanksi sosial dan politik oleh otoritas menteri, aparat penguasa
bahkan oleh masyarakat sendiri. Kejujuran yang dihadapi dengan
kekuatan politik adalah sesuatu yang tidak mendidik dan justru
bertentangan dengan etika dan moralitas. Pada saat ini kekuatan politik
sangat dominan, sehingga suatu kelompok politik akan rela melindungi
anggotanya dengan segala cara, meskipun anggotanya tersebut jelas-
jelas bersalah atau melakukan korupsi. Hal ini sangat melukai nurani
masyarakat,padahal mereka adakah wakil rakyat yang seharusnya
melindungi kepentingan rakyat. Melindungi seorang koruptor dengan
kekuatan politik adalah salah satu indikasi besar runtuhnya etika sosial
dan politik.
b) Tidak Efektifnya Peraturan dan Perundang-undangan
Secara umum peraturan dan perundang-undangan berfungsi untuk
mengatur sesuatu yang substansial dan merupakan instrumen kebijakan
(beleids instrument) yang berguna untuk memecahkan suatu masalah
yang ada di dalam masyarakat. Dengan adanya peraturan dan
perundang-undangan diharapkan berbagai permasalahan yang terjadi di
masyarakat dapat dipecahkan dengan baik,jelas dan berkeadilan, yang
pada akhirnya akan memuaskan semua pihak.
Di lain sisi dalam masyarakat muncul berbagai kemungkinan apabila
dihadapkan dalam suatu permasalahan. Secara alamiah seseorang selalu
ingin dimenangkan dalam suatu perkara atau masalah atau diposisikan
dalam keadaan benar. Oleh sebab itu banyak upaya yang dilakukan oleh
seseorang dalam memenangkan perkara dan masalahnya di depan
hukum, dari upaya yang positif dengan mengumpulkan berbagai barang
bukti dan saksi yang menguatkan sampai kepada hal-hal lain yang
negatif dan berlawanan dengan hukum, seperti menyuap,memberikan
iming-iming, gratifikasi bahkan sampai kepada ancaman nyawa.

12
Di sisi sebaliknya,aparat hukum yang semestinya menyelesaikan
masalah dengan fair dan tanpa adanya unsur pemihakan, seringkali
harus mengalahkan integritasnya dengan menerima suap,iming-iming,
gratifikasi atau apapun untuk memberikan kemenangan. Kondisi ini
sudah semakin merata melanda aparat hukum yang ada di negeri ini,
sehingga memunculkan anekdot di masyarakat bahwa hukum itu hanya
adil bagi yang memiliki uang untuk menyuap,sedangkan bagi
masyarakat miskin keadilan hanyalah angan-angan saja. Peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku menjadi mandul karena setiap
perkara selalu diselesaikan dengan korupsi.

4.Dampak Terhadap Politik dan Demokrasi


a) Munculnya Kepemimpinan Korup
Kondisi politik yang carut marut dan cenderung sangat koruptif
menghasilkan masyarakat yang tidak demokratis. Perilaku koruptif dan
tindak korupsi dilakukan dari tingkat yang paling bawah. Konstituen di
dapatkan dan berjalan karena adanya suap yang diberikan oleh calon-
calon pemimpin partai,bukan karena simpati atau percaya terhadap
kemampuan dan kepemimpinannya. Hubungan transaksional sudah
berjalan dari hulu yang pada akhirnya pun memunculkan pemimpin
yang korup juga karena proses yang dilakukan juga transaksional.
Masyarakat juga seolah-olah digiring untuk memilih pemimpin yang
korup dan diberikan mimpimimpi dan janji akan kesejahteraan yang
menjadi dambaan rakyat sekaligus menerima suap dari calon pemimpin
tersebut.

b) Hilangnya Kepercayaan Publik pada Demokrasi


Demokrasi yang diterapkan di Indonesia sedang menghadapi cobaan
berat yakni berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi.
Hal ini dikarenakan terjadinya tindak korupsi besar-besaran yang
dilakukan oleh petinggi pemerintah,legislatif atau petinggi partai
politik. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya bahkan hilangnya
kepercayaan publik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan.
Masyarakat akan semakin apatis dengan apa yang dilakukan dan
diputuskan oleh pemerintah. Apatisme yang terjadi ini seakan
memisahkan antara masyarakat dan pemerintah yang akan terkesan
berjalan sendiri-sendiri.

13
5.Dampak Terhadap Penegakan Hukum
a) Fungsi Pemerintahan Mandul. Korupsi telah mengikis banyak
kemampuan pemerintah untuk melakukan fungsi yang seharusnya.
Bentuk hubungan yang bersifat transaksional yang lazim dilakukan
oleh berbagai lembaga pemerintahan begitu juga Dewan Perwakilan
Rakyat yang tergambar dengan hubungan partai politik dengan
voter-nya,menghasilkan kondisi yang sangat rentan terhadap
terjadinya praktek korupsi.

b) Hilangnya Kepercayaan Rakyat Terhadap Lembaga Negara


Korupsi yang terjadi pada lembaga-lembaga negara seperti yang
terjadi di Indonesia dan marak diberitakan di berbagai media massa
mengakibatkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut
hilang.

E.Upaya pemerintah dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi


Pencegahan korupsi di sektor publik

a. salah satu upaya pencegahan korupsi adalah dengan mewajiban pejabat publik
untuk melaporkan dan mengumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum
maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat mampu memantau
tingakat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila
ada peningkatan jumlah kekayaan setelah menjabat. Kesulitan timbul ketika
kekayaan yang didapatkan kekayaan yang didapatkan dari korupsi dialihkan
kepemilikannya kepada orang lain misalnya anggota keluarganya.

b. Untuk kontrak pekerjaan pengadaan barang baik dipemerintahan pusat,daerah


maupun militer salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan
melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas
atau akses untuk dapat memantau atau memonitor dalam pelelangan atau
penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi
kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau atau memonitor hal ini.

14
Upaya pemerintah dalam pembuatan peraturan guna pemberantasan korupsi yakni:

1 Undang-undang nomor.31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi


kemudia diubah dengan Undang-undang nomor.20 tahun 2001 tentang
perubahan atas Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
2 Dikeluarkannya Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 tentang
percepatan pemberantasan korupsi. Dalam rangka mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan bebas KK sebagaimana tertuang dalam
visi dan misi strategi nasional dan rencana aksi nasional pemberantasan
korupsi (Stranas dan RAN PK) 2010-2005.
3 Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJM) 2010-2014 yang diarahkan pada perbaikan
tata kelola pemerintah yang baik melalui 7 (tujuh) strategi berkaitan
upaya pemberantasan,upaya pemberantasan korupsi massive dan
semakin efektif.
4 Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Pencegahan
dan Pemberantasan Korupsi Menetapkan 6 (enam) strategi yaitu Strategi
bidang pencegahan,penindakan harmonisasi peraturan perundang-
undangan, penyelamatan aset hasil korupsi, kerjasama internasional dan
strategi bidang pelaporan. Berbagai instrumen tersebut menunjukkan
komitmen pemerintah dalam upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi.

Upaya penegakan hukum dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman hukum


bagi masyarakat khususnya dalam pemberantasan korupsi yakni, tindakan represif.
Pendekatan represif berupa penindakan dan penanganan terhadap terjadinya tindak
pidana korupsi dilakukan secara profesional dan proporsional.

Upaya Preventif, sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan,yang mengedepankan


pada aspek keseimbangan kepentingan dan pemulihan keadaan yang diakibatkan
adanya pelanggaran hukum.

15
BAB IV PENUTUP

A.Simpulan
Korupsi merupakan salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
di Indonesia.Faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, baik berasal dari dalam
diri pelaku atau dari luar pelaku.Selain itu ada empat faktor penyebab korupsi yaitu
faktor politik, faktor hukum, faktor ekonomi dan birokrasi serta faktor
transnasional.

Ada beberapa dampak yang ditimbulkan dari tindak pidana korupsi yakni meliputi
dampak terhadap ekonomi seperti berakibat pada meningkatnya biaya barang dan
jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara dan permasalahan ekonomi
lainnya. Selanjutnya korupsi juga akan berdampak pada bidang sosial dan
menigkatnya kemiskinan dalam masyarakat,runtuhnya otoritas pemerintah,
berdampak terhadap politik dan demokrasi,dan berdampak terhadap penegakan
hukum.

Upaya pencegahan korupsi yang dapat dilkukan adalah dengan mewajiban pejabat
publik untuk melaporkan dan mengumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik
sebelum maupun sesudah menjabat,selain itu untuk kontrak pekerjaan pengadaan
barang baik dipemerintahan pusat,daerah maupun militer salah satu cara untuk
memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau penawaran
secara terbuka.Upaya penegakan hukum dalam meningkatkan kesadaran dan
pemahaman hukum bagi masyarakat khususnya dalam pemberantasan korupsi
yakni, tindakan represif. Pendekatan represif berupa penindakan dan penanganan
terhadap terjadinya tindak pidana korupsi dilakukan secara profesional dan
proporsional.

Upaya Preventif,berupa sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan,yang


mengedepankan pada aspek keseimbangan kepentingan dan pemulihan keadaan
yang diakibatkan adanya pelanggaran hukum.

16
B.Saran

Dilihat dari korupsi yang semakin meningkat di indonesia itu berarti


penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik semakin meningkat hal-hal yang
perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman
hukum bagi masyarakat khususnya dalam pencegahan, pemberantasan dan
penegakan hukum korupsi sangat diperlukan . Tindak pidana korupsi yang terjadi
baik di pusat maupun daerah yang disebabkan wewenang yang dimiliki oleh pejabat
publik baik dari pemerintah pusat maupun daerah yang kurang pengawasan akan
memberikan dampak bagi negara Indonesia baik dalam skala nasional maupun
internasional, oleh karena itu pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan
pembatasan terhadap wewenang para pejabat publik dan lebih meningkatkan
penegakan hukum bagi para koruptor agar jera dan tidak ditiru oleh pejabat publik
lain.

17
DAFTAR PUSTAKA

M. Hadjon Phillipus,Martosoewignjo R. Sri Soemantri dan Basah


Sjachran.2015.Pengantar Hukum Administrasi Indonesia.Yogyakarta:Gadjah
University Pers.

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Jakarta, 2011

18

Anda mungkin juga menyukai