Anda di halaman 1dari 21

FUNGSI PENGAWASAN PEMERINTAHAN DALAM TRANSPARANSI

DANA DESA

Disusun oleh :

Deni Indra Setiawan (1810601002)


Antonius Setyawan Nugraha (1810601097)
Qasyid Zhafran (1810601098)
Hanifati Nur Amalina (1810601071)
Firmanda Kusuma Devi (1810601069)
Silvia Dewanda (1810601005)
Wiji Dina Purnama (1810601022)
Muhammad Setya Mahendra (1810601082)
Dony Akmarudin (1810601088)
Mutazakka (1810601059)

PROGRAM STUDI HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS TIDAR

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat-Nya, saya
dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “FUNGSI PENGAWASAN
PEMERINTAHAN DALAM TRANSPARANSI DANA DESA”. Meskipun
banyak rintangan dan hambatan yang kami alami dalam proses pengerjaannya,
tetapi kami berhasil menyelesaikannya tepat pada waktunya.

Makalah ini kami bahas guna memenuhi tugas mata kuliah “Hukum Administrasi
Negara (HAN)”.Tentunya juga untuk memberikan informasi yang bermanfaat
bagi pembaca dan untuk pengembangan wawasan ilmu pengatahuan.

Demikian makalah ini kami buat semoga makalah ini dapat memberikan
pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Tentunya kami juga mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Magelang, 28 Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................2


Daftar Isi ................................................................................................................3
BAB 1 Pendahuluan .................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................5
1.3 Tujuan ...........................................................................................................5

BAB 2 Tinjauan Pustaka ..........................................................................................6


BAB 3 Pembahasan .................................................................................................7
3.1 Hubungan Pemerintah Pusat Dan Daerah (DESA) ........................................7

3.2 Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa...................................................... 9


3.3 Realisasi Dana ..................................................................................................... 11

3.4 Pengawasan Dana Desa............................................................................... 15


BAB 4 Penutup ......................................................................................................18
4.1 Simpulan .............................................................................................................. 18

4.2 Saran..................................................................................................................... 18

Daftar Pustaka ......................................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Desa sebagai unit organisasi pemerintah yang berhadapan langsung dengan
masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhannya
mempunyai peranan yang sangat strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas di
bidang pelayanan publik. Maka desentralisasi kewenangan-kewenangan yang
lebih besar disertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana-prasarana yang
memadai mutlak diperlukan guna penguatan otonomi desa menuju kemandirian
desa. Maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu Alokasi Dana Desa (ADD)
untuk menunjang segal sektor di masyarakat.

Untuk membangun basis yang kuat bagi demokrasi, partisipasi rakyat, keadilan,
dan pemerataan pembangunan sekaligus memperhatikan kebutuhan masyarakat
lokal yang berbeda-beda, pemerintah bersama lembaga legislatif mengesahkan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Unsur penting dalam kedua undang-undang ini adalah bahwa penguasa daerah
(gubernur, bupati, walikota) harus lebih bertanggungjawab kepada rakyat di
daerah. Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004 daerah diberikan otonomi yang
seluas-luasnya untuk mengurus semua penyelenggaraan pemerintah diluar
kewenangan pemerintah pusat untuk membuat kebijakan daerah yang
berhubungan dengan peningkatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat, serta
otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Nyata artinya, melaksanakan apa
yang menjadi urusannya berdasarkan kewenangan yang diberikan dan
karakteristik dari suatu wilayah sedangkan bertanggung jawab adalah otonomi
yang dalam penyelenggaraannya harus sejalan dengan maksud dan tujuan
pemberian otonomi yaitu memajukan daerah dan meningkatkan kesejahteraan
rakyat.

4
Pemberian ADD merupakan wujud pemenuhan hak desa dalam rangka
penyelenggaraan otonomi desa. ADD bersumber dari bagian dana perimbangan
keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten diluar Dana Alokasi
Khusus (DAK) setelah dikurangi belanja pegawai. Sasaran ADD adalah seluruh
desa yang ada dalam wilayah kabupaten setempat. Penggunaan ADD 30% untuk
mendukung penyelanggaraan pemerintahan desa dan penguatan peran
kelembagaan masyarakat desa, sedangkan 70% untuk mendukung program
pemberdayaan masyarakat desa.

1.2 Rumusan Masalah.

a) Hubungan Pemerintah Pusat Dan daerah ( Desa )


b) Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
c) Realisasi dana desa dalam masyarakat
d) dampak mungkin timbul dari dana desa.
e) Pengawasan dan pertanggung jawaban dana desa

1.3 Tujuan.
a) Mengetahui hubungan pemerintah pusat dengan desa
b) Mengetahui makna da nisi UU No 6 tahun 2014 tentang desa
c) Mengatahui realisasi dana desa dalam masyarakat
d) Mengetahui dampak yang mungkin timbul dari dana desa
e) Pengawasan dan pertanggungjawaban dana desa

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Desa

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, deca yang
berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa
atau village yang diartikan sebagai “ a groups of houses or shops in a country
area, smaller than and town “. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki kewewenangan untuk mengurus rumah tangganya berdasarkan hak asal-
usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasiona dan berada di
Daerah Kabupaten. Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul
“Otonomi Desa” menyatakan bahwa: 1Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat
istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan
masyarakat. Menurut R. Bintarto2, berdasarkan tinajuan geografi yang
dikemukakannya, desa merupakan suatu hasil perwujudan geografis, sosial,
politik, dan cultural yang terdapat disuatu daerah serta memiliki hubungan timbal
balik dengan daerah lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia3, desa adalah
suatu kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai
system pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa
merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan. Pengertian
tentang desa menurut undang-undang adalah: Peraturan Pemerintah Nomor 72
Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 14 ,Desa atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat
setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.2. Pengertian Dana Desa

Dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi
yang ditransfer melalui APBD kabupaten dan kota yang digunakan untuk

1
Prof. Drs. Widjaja, HAW. 2003. Pemerintahan Desa/Marga. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta. Hlm. 3.
2
R. Bintaro, Dalam Interaksi Desa – Kota dan Permasalahannya (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1989)
3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Medan: Bitra Indonesia, 2013. Hlm.2.
4
Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa, penjelasan mengenai Desa.

6
membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan,
pembinaan kemasyarakatan.5

Dana desa adalah salah satu issu krusial dalam undang-undang desa, penghitungan
anggaran berdasarkan jumlah desa dengan mempertimbangkan jumlah penduduk,
angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Karena issu
yang begitu krusial, para senator menilai, penyelenggaraan pemerintahan desa
membutuhkan pembinaan dan pengawasan, khususnya penyelenggaraan kegiatan
desa.

Anggaran Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan yang diperoleh
dari Bagi Hasil Pajak dan bagian dari Dana Perimbangan Kuangan Pusat dan
Daerah yang diterima oleh kabupaten. Sumber pendapatan desa tersebut secara
keseluruhan digunakan untuk menandai seluruh kewenangan yang menjadi
tanggungjawab desa. Dana tersebut digunakan untuk menandai penyelenggaraan
kewenangan desa yang menacakup penyelenggaraan pemerintahan,
pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Dengan
demikian, pendapatan yang bersumber dari APBN juga digunakan untuk
menandai kewenangan tersebut.

Anggaran Pendapatan dan Belanja bahwa Anggaran Pendapatan dan


Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDES adalah Rencana Keuangan Tahunan
Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan
Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dan Dana Alokasi
Desa terdapat pada Bantuan Keuangan Pemerintah Kabupaten meliputi:

1. Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD).

2. Anggaran Dana Desa.

3. Penyisihan pajak dan retribusi daerah.

4. Sumbangan bantuan lainnya dari Kabupaten.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dirasakan menjadi angin segar


bagi desa. Adanya undang-undang ini menjadi dasar hukum dari diakuinya desa
sebagai suatu daerah otonomi sendiri. Dalam hubungannya dengan desentralisasi
fiscal yang menjadi pokok dari berlakunya undang-unadang tersebut yaitu terkait
dengan 10% dana dari APBN untuk desa diseluruh Indonesia, dimana setiap desa
akan menerima dana kurang lebih besar 1 Milyar per tahun. Pembagian anggaran
yang hampir seragam berkisar 1 Milyar padahal kapasitas pengelolaan pemerintah
sangat beragam ( hal ini akan diantisipasi melalui aturan-aturan desentralisasi
5
eraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 241 Tahun 2014 pasal 1 tentang
Pelaksanaan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana Desa

7
fiscal yang mengatur besarnya anggaran desa berdasarkan kebutuhan serta
kemampuannya mengelola melalui peraturan pemerintah.

Dana desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang
undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan kepentingan
masyarakat setempat. Pemerintah menganggarkan Dana Desa secara nasional
dalam APBN setiap tahun. Dana Desa sebagaimana bersumber dari belanja

2.3 Pengertian Pengawasan

Yang dinamakan pengawasan ialah suatu proses untuk menegaskan bahwa seluruh
aktifitas yang terselenggara telah sesuai dengan apa yang sudah direncanakan
sebelumnya.
Jenis Jenis Pengawasan
 Pengawasan internal dan eksternal: pengawasan internalmerupakan
suatu pengawasan yang dilaksanakan oleh orang atau badan yang ada
didalam lingkungan unit lembaga atau organisasinya.
Sedangkan pengawasan eksternalialah pengawasan yang dilaksanakan
oleh unit pengawasan yang terdapat diluar unit lembaga atau organisasi
yang diawasinya.
 Pengawasan preventif represif: pengawasn preventif ialah suatu bentuk
pengawasan yang dilaksnakan pada kegiatan sebelum kegiatan tersebut
dilakukan, sehingga mampu mencegah terjadinya kegiatan yang
melenceng. Contohnya: pengawasan yang dilakukan pemerintah untuk
menangkal penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang berpotensi
akan merugikan negara. Sedangkan pengawasan represif ialah suatu
bentuk pengawasan yang dilaksanakan pada kegiatan setelah kegiatan itu
sudah selesai dilakukan. Conthonya: pengawasan pada anggaran akhir
tahun, dimana anggaran yang telah ditentukan disampaikan laporannya.
 Pengawasan aktif dan pasif: pengawasan aktif ialah merupakan suatu
bentuk pengawasan yang dilaksanakan ditempat kegiatan yang
bersangkutan. Sedangkan pengawasan pasif ialah merupakan suatu bentuk
pengawasan yang dilaksanakan melalui penelitian dan pengujian terhadap
surat-surat ataupun laporan pertanggungjawab yang disertai dengan bukti-
bukti penerimaan dan pengeluaran.
 Pengawasan kebenaran formil: merupakan suatu bentuk pengawasan
menurut hak dan (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materi
ihwal maksud dan tujuan pengeluaran (doelmatigheid).

8
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Hubungan Pemerintah Pusat Dan Daerah (DESA)

Perjalanan panjang sejarah ketatanegaraan membawa desa sebagai unit


administratif terendah dari struktur pemerintahan di Indonesia. Permasalahan
tata negara terkait desa sejak dahulu, yakni:

1. Hubungan antar tingkatan : Desa berada di dalam kabupaten atau berada di


luar kabupaten.
2. Ketidakjelasan letak dan kedudukan desa, merancukan hubungan antar
tingkatan, yaitu: Desa-Kabupaten dengan Kepala Desa dan Bupati, serta
hubungan hukum yang kacau (Perda-Perdes).

Secara yuridis normatif, desa telah diberikan atau lebih tepatnya diakui
kewenangan-kewenangan tradisionalnya menurut Pasal 18 ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945 yang menegaskan: “negara mengakui dan menghormati kesatuan-
kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang
masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang”. Jadi,
menururt UUD 1945 pengakuan terhadap kesatuan maasyarakat hukum adat
termasuk didalamnya dalah desa berserta hak-hak tradisionalnya harus
didasarkan pada prinsip “tetap dalam bingkai Negara Kesatuan Republik
Indonesia”.6 Beberapa pengertian Desa menurut UU terdahulu seperti dalam:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem
Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah


6
Ateng Syafrudin, Republik Desa Pergulatan Hukum Tradisional dan Hukum Modern
Dalam Desain Otonomi Desa, PT. Alumni, Bandung, 2010, hlm. 43

9
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat
yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
3. Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah
yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakatat hak
asal-usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sifat dasar manusia adalah hidup secara berkelompok dan berkomunikasi satu
dengan yang lainnya. Setiap kelompok terbentuk oleh adanya suatu faktor
pengikat yang diakui dan ditaati bersama, melebihi faktor-faktor lain yang
bersifat membeda-bedakan satu kelompok dengan yang lainnya7. Faktor
pengikat tersebut ada bermacam-macam, salah satu di antaranya adalah adat.
Studi tentang keanekaragaman adat di Indonesia menghasilkan kesimpulan
antara lain bahwa sistem hukum adat di Indonesia dapat dipandang sebagai
terbagi atas 19 lingkaran atau sub sistem hukum adat8.

Suatu masyarakat yang tingkah laku dan kehidupannya diatur lurus dan diurus
menurut hukum adat tertentu disebut dengan masyarakat hukum adat. Dalam
hal adat yang bersangkutan mengikat masyarakat menurut pertalian daerah atau
kekerabatan, masyarakat itu disebut masyarakat genealogis. Jika menurut
daerah tertentu maka disebut dengan masyarakat teritorial. Dengan pendekatan
tersebut pengertian desa diambil dari istilah bahasa Jawa yang menunjukkan
satu bentuk satuan masyarakat hukum adat Jawa. Kendatipun istilah desa
adalah bahasa Jawa namun telah diterima dan lazim digunakan. Istilah desa

7
Talizidhuhu Ndraha, Dimensi-dimensi Pemerintahan Desa, PT. Bina Aksara, Jakarta, 1981,
hlm. 14
8
Ateng Syafrudin, Republik Desa Pergulatan Hukum Tradisional dan Hukum Modern
Dalam Desain Otonomi Desa, PT. Alumni, Bandung, 2010, hlm. 45

10
dimaksudkan sebagai penganti istilah Inlandsche Gementee (IG) dalam
perundang-undangan Hindia Belanda terdahulu yang tidak hanya meliputi
desa-desa di Jawa melainkan juga mencakup satuan-satuan seperti itu di luar
jawa yang nama aslinya disebut kampung, negeri, marga, dan lain-lain9. Desa-
desa asli yang telah ada sejak jaman dahulu kala memiliki hak dan wewenang
untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya. Hak dan wewenang untuk
menyelenggarakan rumah tangganya sendiri disebut dengan hak otonomi.
Dalam hal ini berarti desa memiliki hak itu disebut dengan desa otonom.
Unsur-unsur otonomi desa yang penting antara lain adalah:
1. Adat tertentu yang mengikat daan ditaati oleh masyarakat di desa yang
bersangkutan.
2. Tanah, pusaka dan kekayaan desa.
3. Sumber-sumber pendapatan desa.
4. Urusan rumah tangga desa.
5. Pemerintah desa yang dipilih oleh dan dari kalangan masyarakat desa yang
bersangkutan yang sebagai alat desa yang memegang fungsi mengurus.
6. Lembaga atau badan perwakilan atau musyawarah yang sepanjang
penyelenggaraaan urusan rumah tangga desa memegang fungsi mengatur10.

3.2 Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.


Tahun 2014 tentang Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan
nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia11. Dari
ketentuan regulasi a quo, secara tersirat telah ditandaskan bahwasanya
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, memberi pengakuan desa
merupakan fragmen terkecil dari wilayah pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Beranjak dari kausa tersebut, bisa dikatakan kalau

9
Ibid, hlm. 16
10
Ibid, hlm. 18
11
Pasal 1 angka ke (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

11
desa adalah mitra Pemerintah Pusat untuk memacu kesejahteraan masyarakat
Indonesia di pedesaan12. Adapun hubungan Pemerintahan Desa dengan
Pemerintah Pusat (the relation village government with central government)
telah termaktub dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Salah satu titah atau amanat dari undang-undang (wet) tersebut ialah ihwal
kepastian dari anggaran pusat untuk desa (vide Pasal 72 ayat (1) huruf b jo
Pasal 113 huruf h). In casu a quo, adalah adanya dana alokasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diderivasikan langsung ke
desa13. Indonesia sendiri memiliki jumlah desa kurang lebihnya 74.000.
Adapun hak per desa dari hal itu tetaplah sama, baik yang maju ataupun
tertinggal. Dana tersebut sepenuhnya milik tanggung jawab daerah, sehingga
hak penuh berada di tangan daerah setempat14. Sehingga masing-masing desa
diperkirakan akan memperoleh kalkulasi dana sekitar Rp 1,2 miliar sampai
dengan Rp1,4 miliar per tahun, yang bila dibagi rata perbulannya akan
mendapat sekitar 100 juta perbulan. Tentu saja dana yang cukup besar tersebut
menuntut desa untuk melakukan perubahan, penguatan secara internal secara
organisasi pemerintahan desa yang lebih efektif, profesional, transparan, dan
akuntabel.

Pengaturan desa seperti tersebut dalam undang-undang, merupakan upaya


(middel) untuk memajukan perekonomian dan pembangunan sektor-sektor
penting nan urgen di pedesaan. Atas dasar premis tersebut, sesuai amanat
Undang-Undang Desa, mak dengan dukungan dana yang cukup besar, desa
dituntut lebih mampu mengorganisasi diri. Tumpuan pembangunan
(development) yang bergulir ke pinggiran, yaitu desa-desa, maka daya dukung
desa perlu ditingkatkan.15

12
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2015/02/27/dana-desa-dari-hulu-sampai-hilir-
726683.html, diakses 10 Maret 2015, pukul 18.30 Wib.
13
http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2015/01/11/akuntabilitas-pemerintah-daerah-terhadap-
uu-desa-no-6-2014-716018.html, diakses 10 Maret 2015, pukul 19.45 Wib.
14
Tajuk Rencana, Kedaulatan Rakyat, 1 Maret 2015, hlm. 12
15
Herry Firdaus, 2014, Membangun Desa Mandiri, Koran Sindo, 24 Desember 2014, hlm. 7

12
Dana desa menjadi salah satu isu krusial dalam UU No. 6 Tahun 2014.
Penghitungan anggarannya berdasarkan jumlah desa dengan
mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan
tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan
pemerataan pembangunan desa. Selebihnya, kedua hal ini diatur dalam PP
Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa serta PP Nomor
60 Tahun 2014 tentang Dana Desa. Salah satu yang menjadi pertanyaan adalah
bagaimana penyaluran dan pembinaannya.

Dana desa nantinya akan disalurkan melalui kabupaten. Hal ini menjawab
perbedaan persepsi yang sebelumnya diperdebatkan tentang kewenangan
terhadap desa dari nomenklatur kementerian di kabinet kerja. Kemendagri
sebelumnya mendasarkan pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah yang melihat urusan pemerintahan mulai dari pusat hingga desa yang
tidak boleh terputus. Sementara, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal dan Transmigrasi menggunakan UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa yang menyatakan bahwa masalah-masalah desa diurus oleh kementerian
yang membidangi desa.

Dengan demikian, jika fungsi pemerintahan desa tetap dijalankan melalui


insentif dana dan program seperti selama ini, bisa diletakkan pada Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. 16 Sementara urusan
pemerintahan desa tetap berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dan ada
dirjen yang khusus menangani hal tersebut.

3.3 Realisasi Dana Desa.


Bagi masyarakat, dampak perubahan yang diharapkan dari suatu
kebijakan pada umumnya adalah “untuk menciptakan perubahan dalam

16
Ivanovich Agusta, Berebut Pemerintahan Desa, Kompas, 10 Januari 2015, hlm. 6

13
kehidupan masyarakat” Karenanya, perubahan yang diharapkan
masyarakat dalam pengelolaan dan penggunaan dana adalah17:
1. Tercapainya kesejahteraan masyarakat dan berkembangnya
BUMDes. Namun tantangan mewujudkan harapan tersebut harus
diikuti dengan meningkatnya konsolidasi internal di Desa antara
masyarakat – Kepala Desa – dan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD). Artinya bahwa dalam mengelola dan menggunakan dana
Desa bukan hanya otoritas dari Kepala Desa (walaupun sebagai
penguasa di Desa), namun harus melibatkan unsur- unsur
masyarakat dan BPD, mulai dari menyusun hingga mengawasi
program.
2. Meningkatnya infrastruktur Desa dan peringkat Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). IPM dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana
penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh
pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM dibentuk atas
tiga dimensi dasar, yaitu; umur panjang dan hidup sehat; pengetahuan; dan
standard hidup layak. Artinya bahwa pemanfaatan yang sebesar-besarnya
dari dana Desa untuk kepentingan masyarakat bukan hanya pembangunan
fisik tetapi juga pembangunan non-fisik yaitu peningkatan kualitas
manusia.
3. Mendorong pertumbuhan pembangunan daerah dan sinkronnya
pembangunan Desa berdasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) daerah. Jumlah Dana Desa yang diterima dalam jumlah besar
sebenarnya dapat mendorong percepatan pembangunan daerah, mengingat
Daerah juga memiliki keterbatasan sumberdaya keuangan. Sehingga Dana
Desa diharapkan dapat menjadi sugesti mendorong pertumbuhan
pembangunan daerah dan pemanfaatan Dana Desa akan sinkron dengan
kebijakan pembangunan Daerah.

17
Viva News, UU Desa Disahkan, Tiap Desa dapat Rp 1 Miliar Per Tahun (Online),
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/467314-uu-desa-disahkan--tiap-desa-dapat-rp1-4-miliar-
per-tahun, 2013, diakses 29 Maret 2019.

14
Kebijakan dana Desa bagi masyarakat dan pembangunan, diantaranya:18
1. Sarana-prasarana Desa seperti jalan desa, penyulingan air dan
irigasi lebih mumpuni sehingga meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama petani.
2. Semakin giatnya kegiatan ekonomi masyarakat Desa, ditandai
dengan tumbuh dan berkembangnya Badan Usaha Milik Desa
(BUMDesa), sedangkan disisi lain memudarnya semangat gotong
royong tetapi partisipasi masyarakat melalui prinsip swakelola
meningkat.
3. Dampak psikologisnya; mendorong warga menjadi calon untuk
mengikuti pemilihan Kepala Desa, dengan harapan terpilih menjadi
Kepala Desa. Namun dengan makin banyaknya calon Kepala Desa
ternyata berimplikasi terhadap terkelompok-kelompoknya
masyarakat.
4. Dampak Dan Permasalahan Dana Desa.
Dana Desa merupakan barang publik dan dikonsumsi secara luas
oleh masyarakat, seperti jalan–jembatan–irigasi, fasilitas
pendidikan–kesehatan, dan lain-lain. Namun permasalahannya,
apakah setelah barang publik tersebut diproduksi, bermanfaat bagi
masyarakat dan makin membaiknya pelayanan kepada publik,
padahal outcome dari penggunaan Dana Desa adalah mencoba
mendekatkan layanan Negara untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat Desa. Peran Negara idealnya berkewajiban
menyelenggarakan pelayanan maksimal kepada masyarakat.19
fungsionaris administratif adalah pelayan publik, bukan elit
teknokratik sebagai tuan“. Ini berarti, kedudukan Negara selaku
Produsen memiliki hak otoritas monopoli pengendalian terhadap
Desa, dan berperan sebagai pelayan guna memenuhi kebutuhan

18
JPPUMA: Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik UMA, 6 (1) (2018): 14-24

19
Weber dikutip Ostrom (1973), dalam Fredericksen (2012); “fungsionaris administrative”

15
dan mengatasi permasalahan masyarakat, bukan sebagai
“Tuan” atau pemilik.

Kebijakan Dana Desa yang mengatur pengelolaaan dan penggunaan dana


Desa merupakan produk dari Negara, sedangkan locusnya berada di wilayah
terendah pada Pemerintah Desa. Mengapa di Desa? sebab Desa merupakan
wilayah monocentric; yaitu terpisah/otonom, Multi aturan yang lebih dapat
menghasilkan produk barang/jasa publik yang murah dan baik daripada pada
wilayah polycentric (Sentral/terpusat, hukum tunggal). Maknanya; Desa
sebagai institusi terendah merupakan tingkatan pertama yang langsung
bersentuhan dengan urusan layanan primer publik dan sebagai institusi
penerima dampak kebijakan. Oleh sebab itu, pada bagian ini penulis mencoba
mengidentifikasi dampak (manfaat ataupun kerugian) dari pengelolaan dan
penggunaan Dana Desa terhadap pembangunan daerah, seperti pada tabel
berikut:

Manfaat (ideal) Kerugian (realita)


 Dana Desa sebagai  Desa kesulitan
sumberdaya untuk mempertanggungjawabkan
mensinergikan program penggunaan Dana mengikuti format
Pembangunan Nasional– laporan APBN.
Provinsi –dan daerah.  Penggunaan dana tidak tepat
 Dana Desa menjadi peruntukkannya.
motivasi masyarakat Desa  Aktor pusat semakin sulit
untuk kembali atau tetap di mengawasi penggunaan anggaran.
Desa untuk membangun Kalau pun dilakukan melalui direct
Desa melalui program control, berimplikasi terhadap
padat karya dengan makin membesarnya sumberdaya
memanfaatkan potensi desa (manusia dan anggaran) untuk
dan memberdayakan kegiatan pemantauan dan evaluasi.
kemampuan warga  Desa menjalankan program
 (SWAKELOLA) menurut RPJMDes-nya dan kurang

16
Kebijakan dana Desa memperhatikan kebijakan
mengandung nilai pembangunan daerah. Karena Desa
ekonomis dan politis. memiliki kewenangan yang
Secara ekonomis; dengan ditugaskan oleh Pemerintah
meningkatnya infrastruktur berdasarkan UU Desa.
mendorong produktivitas  Dengan kewenangan itu tercipta
masyarakat dalam ego-sektoral setiap Desa, sehingga
mengelola potensi yang terjadi persaingan antar Desa, dan
dimiliki. Secara politis tidak munculnya sinkronisasi
memacu kesadaran program untuk mendorong
masyarakat akan haknya pencapaian prioritas pembangunan
ikut terlibat dalam kawasan dan daerah.
pemerintahan dan  Pemerintah Daerah kurang
pembangunan. memiliki power terhadap
penggunaan Dana Desa. Daerah
hanya berwenang memantau dan
mengevaluasi.
 Pembangunan Desa tidak
terintegrasi dengan arah dan
kebijakan pembangunan Daerah.

3.4 Pengawasan Dana Desa.

Pengawasan dana desa dilakukan dalam dalam konteks pengawasan


penyelenggaraan pemerintahan desa, yang wajib berakuntabilitas adalah desa
sebagai sebuah entitas dalam penyelenggaraan pemerintahan desa termasuk
keuangan desa. Untuk skala lokal Desa, Undang-Undang Desa menegaskan
hak Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk mengawasi dan meminta
keterangan tentang penyelenggaraan Pemerintahan Desa kepada Pemerintah
Desa, termasuk didalamnya adalah aliran penggunaan Dana Desa.
Musyawarah Desa yang diselenggarakan BPD menjadi forum resmi untuk
melakukan pengawasan berbasis kepentingan Desa. Kebijakan pengawasan

17
tahunan, tahun 2016 dan 2017 telah mengamanatkan kepada inspektorat
daerah untuk melakukan pengawasan dana desa. Adapun prosedur pengawasan
dana desa adalah yaitu20:

Tabel pengawasan dana desa:


Pra Penyaluran Penyaluran dan Pasca
Penggunaan Penyaluran
1. Kesiapan perangkat desa 1. Aspek Keuangan Dalam1. Penatausaaan,pel
dan regulasi dalam Penggunaan Dana Desa. aporan dan
menerima Dana Desa. 2. Aspek Pengadaan Pertanggung
2. Kesesuaian perhitungan Barang/Jasa jawaban
Dana Desa. 3. Dalam Penggunaan Penggunaan
3. Kesesuaian proses Dana Desa. Dana Desa.
penyusunan 4. Aspek Kehandalan SPI. 2. Penilaian
perencanaan Dana Desa. Manfaat
(outcome) dana
desa bagi
Kesejahteraan
Masyarakat.

Dalam prosedur pengawasan dana desa terbagi menjadi 3 tahap


yakni Tahap pra penyaluran, tahap penyaluran dan penggunaan,
dan tahap pasca penyaluran.

Tahap pra penyaluran terdapat 4 akpek penting yakni :


1. Kesiapan perangkat desa dan regulasi dalam menerima Dana Desa.
a) Perangkat Pengelolaan Dana Desa.
b) Regulasi dan dokumen terkait Dana Desa..
c) Kesesuaian perhitungan Dana Desa.
d) Kesesuaian proses penyusunan perencanaan Dana Desa.

20
Surat Edaran Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri Nomor 700 / 1281 /A.1/IJ Tahun
2016

18
Dalam tahap penyaluran dan penggunaan terdapat juga 3 aspek penting yakni:
1. Aspek Keuangan Dalam Penggunaan Dana Desa.
a) Ketepatan waktu penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum
Daerah ke Rekening Kas Desa.
b) Kesesuaian pemanfaatan Dana Desa dengan ketentuan perundang-
undangan.
2. Aspek Pengadaan Barang/Jasa dalam Penggunaan Dana Desa.
3. Aspek Kehandalan SPI.

Dalam tahap pasca penyaluran terdapat pula 2 aspek penting yakni :


1. Penatausahaan , Pelaporan dan Pertanggung jawaban Penggunaan Dana
Desa.
2. Penilaian Manfaat (outcome) Dana Desa bagi Kesejahteraan Masyarakat
Secara umum.

Masyarakat juga mempunyai hak untuk melakukanpengawasan secara


partisipatif terhadap penggunaan dana desa, antara lain melakukan pengawasan
secara partisipatif terhadap pelaksanaan pembangunan Desa dengan cara
membandingkan dengan isi Peraturan Desa yang telah diterbitkan. Masyarakat
juga berhak mendapatkan informasi tentang pelaksanaan kegiatan yang
menggunakan dana desa. Badan Permuyawaratan Desa harus menjamin hak
masyarakat dalam |mengakses informasi pengggunaan dana desa, terutama
penggunaan dana desa untuk kegiatan pelayanan publik dan pelayanan sosial
dasar di Desa. Jika dipandang perlu, Badan Permusyawaratan Desa
menyelenggarakan Musdes berdasarkan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor
2 tahun 2015 dengan melibatkan perwakilan kelompok masyarakat tersebut
untuk melakukan pengawasan strategis.

19
BAB IV

PENUTUP
4.1 Simpulan

Berdasarkan kajian tentang Transparansi dan Pengelolaan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) dapat disimpulkan bahwa
Pengelolaan Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) yaitu terdiri
dari perencanaan, pelaksanaan, dan pertanggung-jawaban harusnya
dilaksanakan sesuai peraturan dan kebijakan. Sumber daya manusia dan
sumber dana yang masih lemah menjadi kendala dalam pelaporan dan
pertanggung-jawaban.

4.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya serta
penyajian data dan pembahasan maka dapat diberikan saran antara lain

1. Diperlukan suatu sosialisasi yang lebih efisiensi agar partisipasi


masyarakat dalam pembangunan dan pemberdayaan untuk mewujudkan
desa lebih maju lebih menonjol dan pemasukan sumber dana dalam
anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) harus lebih tepat waktu
sesuai dengan peraturan pemerintah.
2. Untuk mewujudkan desa lebih transparansi dan akuntabilitas diperlukan
suatu partisipasi masyarakat dalam peningkatan program APBDesa yang
telah ditetapkan oleh kepala desa sesuai dengan aspirasi masyarakat desa.

20
Daftar pustaka

 Iqsan. 2016. Transparansi Pemherintah Desa dalam Penyusunan Anggaran


Pendapatan dan Belanja Dhhhhesa (APBDes) di Desa Long Nah Kecamatan
Muara Anclong Kabupaten Kutai hTimur. Jurnal Ilmu Pemerintahan
UNMAL Volume 4 Nomor 1
 Sumpeno, W. 2011. Perencanaan Desa Terpadu. Read Indonesia. Banda
Aceh
 Widjaja,h HAW. 2003. Pemerintahan Desa/Marga. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai