Anda di halaman 1dari 35

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)


DALAM PROSES PENGAWASAN ANGGARAN DANA
DESA MELLE KABUPATEN BONE

Disusun Dan Diajukan Oleh:

M. ALDI H. ARAS
18091014032

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................i


LEMBAR PENGESAHAN...........................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...........................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................1

B. Rumusan Masalah....................................................................................7

C. Tujuan Penelitian......................................................................................7

D. Manfaat Penelitian....................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................9
A. Tinjauan Musyawarah Dalam Al-Qur’an....................................................9

B. Pengertian Musyawarah.........................................................................12

C. Badan Permusyawaratan Desa...............................................................15

D. Pengawasan Anggaran Dana Desa........................................................20

E. Teori Efektivitas Hukum..........................................................................25


BAB III METODE PENELITIAN...............................................................29
A. Lokasi Penelitian.....................................................................................29

B. Jenis Penelitian.......................................................................................29

C. Pendekatan Penelitian............................................................................30

D. Jenis dan Sumber Data...........................................................................30

E. Teknik Analisis Data................................................................................31


DAFTAR PUSTAKA..................................................................................33

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

(UUD 1945) Pemerintahan desa dalam arti peraturan desa tetap asli untuk

menjalankan fungsi pemerintahan adat sebagai badan hukum, tetapi

tujuannya adalah untuk memastikan keberadaan entitas negara yang

dekat dengan masyarakat. Selain itu, desa sebagai unit pemerintahan

yang demokratis dapat menjadi model bagi perkembangan demokrasi,

sebagai penerapan prinsip-prinsip refleksi, kolektif, kekeluargaan dan lain-

lain.1 Bahkan Soepomo menyatakan Negara Republik Indonesia seperti

yang kemudian diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, saat itu di

Negara Republik Indonesia (RI). Bangsa Indonesia didasarkan pada teori

Negara “Republik Desa”.2 Dalam itu Sifat Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang menganut cita-cita negara keadilan jelas dari keberadaan

Indonesia dan tujuan Indonesia pada dasarnya sama, Pembenaran atas

keberadaan, pendidikan dan tujuan desa. Semua itu tentu saja pada skala

yang jauh lebih besar dan dalam konstelasi yang lebih modern menurut

waktu dan masa Negara Republik Indonesia diproklamirkan. 3 Perjalanan

1
I Gede Pantja Astawa, 2013, Problematika Otonomi di Daerah di Indonesia, Bandung:
Alumni, hlm. 326-327
2
A.T. Soegito, Prof. Mr. Dr. R. Soepomo, 1979-1980, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya Proyek Investarisasi dan Dokumen
Sejarah Nasional, Jakarta, hlm. 4-5
3
A. Hamid S Attamimi, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara, Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan
Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Ukuran Waktu Pelita I-IV”, Disertasi,

1
dalam memperkuat desa di Indonesia, hal ini tercermin dari penguatan

desa dalam bentuk otonomi daerah yang diberikan oleh pemerintah yang

dulunya sentralistik dan sekarang terpusat menjadi desentralisasi.

Bagir Manan menjelaskan bahwa pemahaman tentang hubungan

antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, yang di satu sisi

bersifat hirarkis dan vertikal berhadap-hadapan sebaliknya dengan

pemahaman horizontal dan tidak kaku. Asas desentralisasi dalam pasal

18 UUD 1945 setelah perubahan kedua masalah antara negara bagian

dan kota berasal dari hubungan ekonomi, otoritas, hubungan

pengendalian dan hubungan yang dihasilkan dari peraturan pemerintah

daerah.4 Memberikan otonomi kepada kelompok masyarakat di daerah

mendorong anggota masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan

daerah dengan demikian terwujud unity within diversity dan diversity in

unity.5 Berdasarkan UUD 1945, common law mengakui kesatuan-

kesatuan masyarakat desa dan hak tradisionalnya harus ditegakkan

sesuai dengan prinsip tetap dalam kerangka Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI).6

Di dalam Pasal 1 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa yaitu menjelaskan nama dari Badan Permusyawaratan

Desa atau badan lain yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas

Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm. 101-102


4
Bagir Manan, 2002, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: Pusat Studi
Hukum Fakultas UII Yogyakarta, hlm. 36
5
Didik Sukrino, 2013, Hukum Konstitusi dan Konsep Otonomi, Kajian Politik Hukum
Tentang Konstitusi, Otonomi Daerah dan Desa Pasca Perubahan Konstitusi, Setara
Press, Malang, hlm. 125
6
Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, 2010, Republik Desa: Pergulatan Hukum Tradisional
dan Hukum Modern Dalam Desain Otonomi Desa, Bandung: Alumni, hlm. 43

2
pemerintahan dan beranggotakan wakil-wakil daerah yang diwakili sesuai

dengan ketentuan. Sistem kependudukan pedesaan bersifat demokratis

dan lurah memiliki posisi strategis sebagai penyelenggara pemerintahan

desa dan kota. Namun dalam penggunaan kekuasaan desa, kedudukan

kedua lembaga tersebut yaitu kepala desa dan BPD adalah sama.

Berdasarkan Pasal 26 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014,

tugas kepala desa adalah mengurus desa, membangun desa, memajukan

pembangunan masyarakat desa, dan memperkuat masyarakat desa. 7

Dalam Pasal 27, badan Kepala Desa harus :

1. Menyampaikan laporan pengelolaan desa kepala

Bupati/Walikota rutin pada akhir Tahun anggaran;

2. Di akhir masa jabatan, menyampaikan laporan pemerintah

desa kepada bupati / walikota;

3. Pada akhir setiap tahun anggaran, memberikan pernyataan

administrasi pemerintah secara tertulis kepada badan konsultasi

pedesaan; dan

4. Pada akhir setiap tahun anggaran, berkaitan dan/atau

sebarkan informasi tertulis pengelolaan pemerintah kepada

masyarakat pedesaan.8

7
Junior dkk. (2021), Efektivitas Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Terhadap Pengelolaan Dana Desa (Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten
Bandung, Jurnal Interpretasi Hukum, Vol. 2 No. 2, hlm. 391-392.
8
Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

3
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan mitra kerja

pemerintah desa yang bertanggung jawab terhadap kelembagaan

pemerintahan desa yang dapat menjalankan tugasnya sebagai pemegang

kekuasaan kontrol penyelenggaraan pemerintahan desa. Sesuai dengan

kedudukannya tersebut, maka tugas pokok Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) adalah merumuskan peraturan-peraturan yang diperlukan

oleh desa (fungsi legislasi), yang dikeluarkan atas nama kepala desa, dan

kepala desa menyiapkan anggaran pendapatan dan belanja desa

(anggaran persiapan). Tugas dan pengawasan (fungsi kontrol) kepala

desa (kepala desa dan jabatannya) dalam penyelenggaraan pemerintahan

sehari-hari.9

Dana desa adalah hibah yang diberikan oleh negara untuk

mendorong dan membantu pembangunan dan penguatan masyarakat

desa, dana hibah ini digunakan untuk mendukung kegiatan masyarakat

untuk mengembangkan kegiatan dan potensi desa. Anggaran yang

dialokasikan ke desa negara sebagian besar digunakan untuk mendorong

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. Dana desa harus

digunakan dan disalurkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku dari pemerintah Indonesia. Dengan tatanan ini diharapkan

desa dapat membangun sesuai dengan kebutuhan daerah. Dalam

penggunaan dana di tingkat desa, diperlukan Badan Permusyawaratan

9
Roza, D., & Arliman, L. (2017), Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam
Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa. PADJADJARAN Jurnal Ilmu
Hukum (Journal of Law), Vol. 4 No. 3, hlm. 606-607

4
Desa (BPD) sebagai badan pengawas agar dana tersebut dapat

digunakan untuk pembangunan di tingkat desa. 10

Namun terkait dengan pengawasan anggaran dana desa, sistem

pelaporan pertanggungjawaban di tingkat desa belum sepenuhnya

dilaksanakan sesuai standar dan datanya mudah diolah dan diubah. Dana

yang diperoleh di tingkat desa tidak dapat sepenuhnya menutupi

kebutuhan desa.11 Oleh karena itu, aturan dan sistem dana desa yang

jelas harus dirumuskan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk

memantau proyek-proyek yang dibiayai oleh dana desa, yang dirumuskan

dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2014 untuk mencegah pejabat

pemerintah desa dalam melakukan penggelapan dana desa.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun

2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa bahwa keuangan desa adalah

semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang serta

segala sesuatu berupa uang dan barang yang berhubungan dengan

pelaksanaan hak dan kewajiban desa.12 Saat ini, desa memperoleh dana

yang cukup besar untuk mengelola pemerintahannya. Tentunya dengan

pemberian dana ke desa yang demikian besar menuntut tanggungjawab

yang besar pula.13

10
Ibid.,
11
Wulandari, A., & Riharjo, I. B. (2018), PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
ANGGARAN DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS
PENGELOLAAN DANA DESA (Studi di Desa Bere Kecamatan Cibal Barat Kabupaten
Manggarai, Nusa Tenggara Timur). Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi (JIRA), Vol. 7 No 9,
hlm. 206
12
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018
13
Badan Pengawasi Keuangan Dan Pembangunan, 2017, “Berita Seputar Perwakilan
BPKP Provinsi Sulawesi Selatan”.

5
Mengingat besarnya dana desa yang harus dikelola setiap

tahunnya maka dana desa harus dijaga dengan baik agar sesuai dengan

tujuannya. Pemahaman tentang pengelolaan dana desa di Desa Melle

merupakan salah satu aspek penting dan mendasar serta harus dimiliki

oleh pemangku kepentingan pelayanan di tingkat pemerintahan desa,

khususnya perangkat Desa Melle melakukan keterbukaan terhadap

keuangan desa. Penyalahgunaan dana desa sangat terancam oleh

ketidakmampuan perangkat dalam desa atau mereka masih belum

memiliki pengetahuan yang memadai untuk mengelola dana desa.

Mencermati permasalahan sebagaimana telah diuraikan dalam

latar belakang diatas, maka penulis sangat tertarik untuk melakukan kajian

dan penelitian dengan judul “Efektivitas Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dalam Proses Pengawasan Anggaran Dana Desa Melle

Kabupaten Bone”. Dari penelitian ini yang kemudian akan menjawab

mengenai apa yang menjadi suatu permasalahan pada rumusan masalah.

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana telah diuraikan dalam latar belakang di atas maka

dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini antara lain, sebagai

berikut:

1. Bagaimana efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

proses pengawasan terhadap anggaran Desa Melle Kabupaten

Bone?

6
2. Faktor-faktor apakah yang menghambat efektivitas Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam proses pengawasan terhadap

anggaran Desa Melle Kabupaten Bone?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam proses pengawasan terhadap anggaran Desa Melle

Kabupaten Bone.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang menghambat efektivitas

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam proses pengawasan

terhadap anggaran Desa Melle Kabupaten Bone.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini mampu memberikan penilaian dan

kontribusi pemikiran tentang perkembangan Hukum Tata Negara,

khususnya yang berkaitan dengan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dan instansi terkait. Dan juga bisa menjadi sebagai sumber

informasi dan literatur atau bahan pengetahuan ilmiah sehingga

7
dapat digunakan untuk mengembangkan teori yang sudah ada

dalam Hukum Tata Negara.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat menjadi masukan serta dijadikan dasar

informasi bagi masyarakat agar lebih paham permasalahan dan

pemecah masalahnya yang berhubungan dengan hasil penelitian ini,

terkait dengan efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

dalam proses pengawasan anggaran dana Desa Melle Kabupaten

Bone.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Musyawarah Dalam Al-Qur’an

Secara bahasa, kata asy syura diambil dari kata kerja syawara,

artinya untuk menunjukkan sesuatu atau mengambil madu dari sarang

lebah. Sedangkan kata Musyawarah dalam Pertimbangannya diambil dari

bahasa Arab, yaitu syura yang dimasukan ke dalam bahasa Indonesia

yang artinya berunding. Dalam kamus bahasa Arab-bahasa Inggris, syura

berarti negosiasi atau konsultasi.14 Yaitu secara linguistik konsultasi berarti

mengungkapkan pendapat, konsultasi, dan mendengarkan orang lain.

Sementara itu, musyawarah dalam terminologi berarti tindakan aktif yang

tidak ada berhenti pada batas pendapat yang sewenang-wenang dan

bangkitlah sebagai gantinya kesukarelawanan adalah memberikan

pendapat terbaik Anda.15 Sementara itu menurut Abdul Haris,

musyawarah dalam arti luas dan umum adalah sikap bentuk pertukaran

pendapat tentang subjek apa pun dan tujuan apa pun menunjukkannya

dan jenis peraturannya.

Adapun dalam Al-Qur’an pada khususnya di sebutkan dalam Surah

Asy-Syuura Ayat 38 yang berbunyi:


14
Tim Penyusun Kamus Pusat, 1995, Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Kamus
Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm. 677
15
Muhammad Imaroh, 1998, Perang Terminologi Islam Versus Barat terjemahan
Musthalah Mawfur, Robbani Press, Jakarta, hlm. 171.

9
ُ ‫ ُر ُه ْم‬ZZْ‫ ٰلو ۖ َة َواَم‬ZZ‫الص‬
‫ ْو ٰرى َب ْي َن ُه ۖ ْم َو ِممَّا‬ZZ‫ش‬ َّ ‫امُوا‬ZZ‫رب ِِّه ْم َواَ َق‬ZZِ ْ ‫َوالَّ ِذي َْن‬
َ ‫ َت َجاب ُْوا ل‬ZZ‫اس‬
 ۚ ‫َر َز ْق ٰن ُه ْم ُي ْن ِفقُ ْو َن‬
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian
dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.”16

Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memuji orang-orang beriman

yang menjadi penasehat sebagai kualitas kepribadian. Tugas mereka

adalah bermusyawarah satu sama lain untuk menemukan solusi dari

setiap masalah yang mereka hadapi.

Pembahasan umum tentang perintah Al-Qur'an untuk

bermusyawarah merupakan bagian integral dari Islam, dan pada

prinsipnya, bermusyawarah mencakup seluruh aspek kehidupan publik

bahkan pribadi individu. Al-Bahi Muslim percaya bahwa perintah Al-Qur'an

tidak hanya mencakup urusan pemerintahan tetapi juga hubungan dalam

keluarga, antara tetangga, antara mitra bisnis, antara majikan dan

karyawan. Bahkan, setiap aspek kehidupan di mana itu dianggap

penting.17

Petunjuk yang diisyaratkan Al-Qur’an mengenai beberapa sikap

yang harus dilakukan seseorang untuk mensukseskan musyawarah

secara tersurat ditemukan dalam Surah Ali-Imran Ayat 159 yang ditujukan

kepada Nabi saw yang berbunyi:

16
Kementrian Agama Republik Indonesia, Surah Asy-Syuura, Ayat 38
17
Muhammad Al-Bahi,1971, Al-Dȋn Wa Al-Dawlah Min Tawjȋhat Al-Qur’ân Al- Karȋm, Dâr
Al-Fikr, Bairut, hlm. 389

10
ْ‫ ْوا ِمن‬Z ‫ض‬ Zِ ‫ظ ْال َق ْل‬Z
ُّ ‫ب اَل ْن َف‬ ًّ ‫ت َف‬
َ Z‫ا َغلِ ْي‬ZZ‫ظ‬ َ ‫ ٍة م َِّن هّٰللا ِ لِ ْن‬Z‫ا َرحْ َم‬ZZ‫َف ِب َم‬
َ ‫و ُك ْن‬Zْ Z‫ت َل ُه ْم ۚ َو َل‬
َ ‫اورْ ُه ْم فِى ااْل َمْ ۚ ِر َف ِا َذا َع َز‬
‫مْت َف َت َو َّك ْل‬ ِ ‫َح ْول َِكهّٰللاۖ َفاعْ فُهّٰللا َع ْن ُه ْم َواسْ َت ْغ ِفرْ َل ُه ْم َو َش‬
‫َع َلى ِ ۗ اِنَّ َ ُيحِبُّ ْال ُم َت َو ِّكلِي َْن‬
Artinya: “Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati
kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu
maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila
engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.” 18

Hal ini mudah dipahami dari teks utamanya yang berbentuk

tunggal, namun para ulama Al-Qur'an sepakat bahwa perintah untuk

bermusyawarah ditujukan kepada semua.19 Al-Qur'an memerintahkan

Nabi untuk bernegosiasi meskipun dia seorang ma'shûm, untuk tidak

mengatakan apa-apa tentang orang lain selain dirinya sendiri.

Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Al-Syaikh mengatakan bahwa

musyawarah adalah hal yang wajar dalam fitrah manusia, termasuk

kebutuhan stabilitas masyarakat. Musyawarah bukanlah tujuan utama,

tetapi ditentukan dalam Islam untuk membawa keadilan antara orang-

orang dan juga untuk memilih kasus terbaik bagi mereka untuk memenuhi

tujuan Syariah dan hukumnya yaitu konsultasi merupakan salah satu

cabang syariat agama yang mengikuti dan tunduk pada prinsip-prinsip

syariat agama. Dalam Hadist riwayat Bukhari juga menjelaskan bahwa:

“Allah tidak mengutus seorang nabi dan Allah tidak menjadikan seorang
khalifah (pemimpin) kecuali dia memiliki dua penolong, penolong pertama
yang menyuruh dan menganjurkan untuk berbuat kebaikan dan penolong
kedua yang menyuruh dan mendorong untuk berbuat jahat, begitu

18
Kementrian Agama Republik Indonesia, Surah Al-Imran, Ayat 159
19
Ibnu Taimiyah, 1951, Al-Siyâsah Al-Sya`iyah Fi Islâh Al-Rai Wa Al-Rayah, Dâr al-Kitab
Al-Arabiy, Kairo, hlm. 169

11
terjagalah orang-orang yang dipedulikan oleh Allah ta'ala (Hadist 71981
Riwayat Bukhari).20

B. Pengertian Musyawarah

Konsep musyawarah merupakan salah satu pesan syariat yang

sangat ditekankan dalam Al-Qur’an dalam keberadaannya dalam berbagai

bentuk kehidupan manusia, baik dalam skala kecil yaitu dalam

perekonomian yang terdiri dari anggota keluarga kecil, maupun dalam

skala kecil. skala besar, yaitu Negara yang terdiri dari pemimpin dan

rakyat Konsep musyawarah merupakan landasan untuk mendukung

kesamaan hak dan kewajiban dalam kehidupan manusia, dimana

pemimpin dan rakyat memiliki hak yang sama untuk membuat peraturan

yang mengikat dalam kerangka kehidupan bermasyarakat. 21

Dalam menyelesaikan suatu masalah, seseorang harus melalui

proses musyawarah sebagai sarana untuk memecahkan masalah yang

dimana mengutamakan masalah moral dan mengambil hati nurani yang

baik. Saran atau pendapat yang diperoleh semungkin untuk dipelajari,

diterapkan atau bahkan diimplementasikan hasilnya nanti yang harus

menerima diskusi umum dan tidak mempersulitnya. Menimbang, harus

diperhatikan bahwa pemahaman bersama tentang apa yang dibicarakan,

untuk membuat keputusan dengan cara yang masuk akal dan jika itu

mengarah pada keputusan dalam musyawarah, maka penerimaan hasil

20
Hadist Riwayat Bukhari, Nomor 71981
21
Maulana, A. N. R., & Mustafa, A. (2021). PERAN LPI-PJB TERHADAP PENGADAAN
BARANG DAN JASA DI KANTOR KECAMATAN RAPPOCINI KOTA MAKASSAR
PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYYAH. SIYASATUNA: JURNAL ILMIAH MAHASISWA
SIYASAH SYAR'IYYAH, Vol. 3 No. 3, hlm. 635

12
keputusan yang dibuat adalah keputusan terbaik. Dalam hal menerima

masukan yang berupa kritik, saran atau tanggapan, diperlukan saling

pengertian dan menghargai pendapat orang lain karena tidak ada

paksaan dalam proses pengambilan keputusan.22

Dari perspektif negara, masyarakat adalah Prinsip-prinsip

konstitusional yang harus diterapkan dalam pemerintahan mencegah

keputusan negatif kepentingan umum atau orang. Anda dapat mencegah

hal ini dengan menjadi perhatian kekuasaan mutlak seorang penguasa

atau kepala negara mempertimbangkan semua hal yang menyangkut

kepentingan umum dan kepentingan rakyat terlayani dengan baik ketika

semua pihak telah menyatakan pendapat dan pemikirannya mereka yang

terikat oleh penguasa negara untuk mendengarkan mereka, sehingga dia

dapat mencerminkan pertimbangan objektif dan masuk akal dari

kepentingan publik dalam pengambilan keputusan. 23

Dalam negara hukum Indonesia berlaku asas musyawarah yang

dilaksanakan oleh lembaga pemerintah yang disebut Dewan Perwakilan

Rakyat (DPR) atau nama apapun yang membutuhkan waktu dan tempat.

Musyawarah mufakat adalah proses deliberatif Hal bersama-sama untuk

mencapai kesepakatan bersama. Musyawarah mufakat dilakukan sebagai

cara untuk menghindari pemungutan suara menghasilkan minoritas dan

mayoritas. Dalam hal persetujuan, diharapkan dua pihak atau lebih akan

22
Sakinah, R. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai
Karakter Dasar Para Generasi Muda Dalam Menghadapi Era Revolusi Industrial 4.
0. Jurnal Kewarganegaraan, Vol.5 No. 1, hlm. 152-153
23
Al Maududi, 2001, Khilafah dan Kerajaan, terjemahan Muhammad Al Baqir Cet. 4
Mizan, Bandung, hlm. 98

13
setuju pendapat yang berbeda tidak lagi bertengkar dan mencari jalan

tengah. Dalam musyawarah mufakat membutuhkan kerendahan hati

dalam berpikir dan membutuhkan kejujuran.

Dalam kehidupan kemasyarakatan, musyawarah mufakat memiliki

beberapa manfaat langsung, yaitu sebagai berikut :

a. Musyawarah mufakat merupakan cara yang tepat untuk mengatasi

berbagai silang pendapat.

b. Musyawarah mufakat berpeluang mengurangi penggunaan

kekerasan dalam memperjuangkan kepentingan.

c. Musyawarah mufakat berpotensi menghindari dan mengatasi

kemungkinan terjadinya konflik.

Musyawarah mufakat adalah nilai yang lahir dari akarnya Budaya

Indonesia. Musyawarah mufakat dinyatakan secara tegas dalam urutan

keempat negara kita, yaitu pancasila. Sila keempat Pancasila

menekankan bahwa prinsip demokrasi Indonesia adalah dilakukan

musyawarah dengan hati-hati dan bijaksana.

Selain itu, prinsip musyawarah adalah dasar jadi bagian utama dari

Hukum Tata Negara Indonesia sehingga jadi satu unsur negara hukum

Indonesia. Apa yang tampak dalam praktik dan budaya politik

ketatanegaraan Indonesia dalam kaitannya dengan lembaga-lembaga

negara tampak jelas dalam prinsip musyawarah. dihormati Dalam setiap

debat legislatif antara pemerintah dan DPR dirumuskan untuk

pembahasan dan persetujuan bersama Tindakan bersama DPR dan

14
Presiden adalah melaksanakan asas tersebut Diskusi konsensus tentang

masalah ketatanegaraan Indonesia.

Begitu juga dalam budaya politik DPR perdebatan internal upaya

untuk mengambil keputusan melalui musyawarah adalah realitas politik

yang sebenarnya. Jalan buntu dalam musyawah merusak hubungan

antara Presiden, DPR dan MPR tercermin dalam pemakzulan presiden

Abdurrahman Wahid dan Presiden Soekarno adalah akibat kematiannya

musyawarah mufakat.24

C. Badan Permusyawaratan Desa

Dalam Pasal 54 UU No 6 tahun Tahun 2014 tentang Desa,

Musyawarah Desa (Musdes) adalah mekanisme demokrasi dalam

pelembagaan demokrasi desa. Musdes menjadi forum tertinggi yang

mereka ikuti berbagai komponen di desa. Musyawarah desa atau dengan

nama lain adalah negosiasi antar lembaga Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), Pemerintah Desa (Pemdes) dan unsur masyarakat BPD

menyepakati hal-hal strategis.25 Yang dimaksud dengan hal-hal yang

strategis di desa diantaranya adalah sebagai berikut: 26

a. Penataan Desa

Untuk alasan yang sangat sederhana terkadang desa ingin

melakukannya pengaturan sikapnya bisa pembentukan desa-desa

24
Hamdan Zoelva, 2009, Negara hukum dalam Perspektif Pancasila, Kumpulan makalah
Konggres pancasila, Kerja sama Univesitas Gadjah Mada dan Mahkamah Konstitusi,
hlm. 11
25
Pasal 2 Ayat 1 Permendesa No. 2 Tahun 2015
26
Soleh, A, (2017), Strategi Pengembangan Potensi Desa, Jurnal Sungkai, Vol. 5 Ayat 1,
hlm. 32

15
baru dengan cara pemekaran atau penggabungan desa. Selain

itu, penataannya juga bisa berupa perubahan status desa menjadi

kelurahan atau perubahan ruang dari desa adat ke desa. Musdes

bisa menjadi jalan mencapai kesepakatan tentang pemetaan

desa.27

b. Perencanaan Desa

Perencanaan desa adalah satu hal yang sangat strategis.

hukum desa mengatur bahwa dokumen perencanaan desa adalah

referensi kegiatan utama pembangunan desa. Jadi semuanya

kegiatan pembangunan di desa berdasarkan atau terkait dengan

dalam dokumen strategis. Oleh karena itu perencanaan desa juga

harus melalui musdes.

Terkait dengan perencanaan, desa harus melakukan

sesuatu musdes, yaitu identifikasi musdes dan penetapan

kewenangan desa berdasarkan hak-hak masyarakat asli dan

otoritas lokal ditingkat desa, Definisi Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Musdes (RPJMDesa), Musdes Penetapan

Rencana kerja Pengurus Desa (RKPDesa) dan Musdes

Penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Desa (APBDesa). 28

c. Kerjasama Desa

Desa bisa bekerja sama dengan desa lain dalam banyak

hal, misalnya di bidang keamanan, pendidikan, ekonomi,


27
Ibid,hlm. 33
28
Ibid,hlm. 34-35

16
pengelolaan SDA, dan lain-lain. Selain itu, kolaborasi sebuah desa

juga bisa memecahkan masalah bersama termasuk beberapa

desa. Desa juga bisa bekerja sama dengan pihak ketiga, misalnya

Perusahaan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Universitas,

lembaga pendidikan, dan lain-lain. Kerjasama desa seperti itu

kadang-kadang dibutuhkan untuk tujuan tertentu. Musdes adalah

cara yang paling tepat memulai, berdiskusi, dan mengatur kerja

sama desa.29

d. Rencana Investasi yang Masuk ke Desa

Biasanya ada banyak aset di desa, termasuk aset sumber

daya Alam (SDA). Sumber daya alam ini seringkali menyediakan

pembiayaan, mengundang investor (pengusaha) untuk

berinvestasi di desa. Ini adalah kesempatan menjalin kerjasama

perdagangan di desa dengan pihak luar untuk mendapatkan

keuntungan peningkatan pendapatan desa.

Namun, tidak menutup kemungkinan juga ada investasi desa juga

bisa membawa kerugian bagi desa. Kehilangan misalnya, suatu

investasi dapat merusak lingkungan (misalnya pertambangan),

dapat menimbulkan pencemaran (misalnya pabrik-pabrik yang

menghasilkan limbah berbahaya) dapat mengganggu usaha orang

desa lain (misalnya perusahaan yang bersaing pasar desa dan

warung warga negara) dan lain-lain. Dengan masalah ini yang

29
Ibid,hlm. 35

17
sangat serius, jadi musdes menjadi penting untuk dilakukan

membahas rencana investasi yang datang ke desa.30

e. Pembentukan BUM Desa

Musdes juga harus dipertahankan desa jika ingin

mendirikan BUM Desa. BUM Desa dapat digunakan terhadap

aspirasi ekonomi bersama mereka yang ada di desa. Selain itu,

BUM Desa juga bisa Adaptasi terhadap proyek ekonomi termasuk

desa lainnya. Oleh karena itu, konfigurasi BUM Desa adalah wajib

dibahas oleh musdes.

Dengan demikian lembaga ekonomi desa ini dapat

berfungsi dimana fungsinya tidak hanya bermanfaat laba ekonomi,

tapi bisa juga sebagai institus yang penuh gairah untuk membantu

warga yang masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya. Di samping itu, BUM Desa juga bisa jalan sebagai

sarana penyimpanan pengembangan kearifan lokal tinggal di

desa.31

f. Penambahan dan Pelepasan Aset Desa

Menurut Undang-Undang Desa, desa dimungkinkan

penambahan dan pelepasan (pengurangan) milik sendiri. Ada

masalah sangat penting bagi desa karena tentang hak milik

30
Ibid,hlm. 36
31
Ibid,hlm. 37-38

18
kolektif warga negara. Karena itu, ada rencana untuk menambah

dan melepaskan harta desa berdiskusi dan menyetujui Musdes. 32

g. Kejadian Luar Biasa

Terkadang desa juga bertemu peristiwa yang luar biasa.

Peristiwa luar biasa bisa menjadi acara khusus seperti bencana

alam, krisis politik, krisis ekonomi dan kerusuhan sipil lanjutan

sosial Selain itu, perubahan mendasar dalam kebijakan

pemerintah negara atau juga pemerintah negara bagian/pemkot

dapat disebut peristiwa luar biasa yang harus ditanggapi oleh

desa. Desa dapat melakukan musdes untuk tujuan ini agar dapat

melakukan aksi untuk mengikuti peristiwa luar biasa. 33

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berkedudukan sebagai

bagian dari pemerintahan desa. Ada dua lembaga yang terlibat dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa, yaitu dewan desa dan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD). Peran Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) adalah melaksanakan kebijakan pemerintahan yang lebih tinggi

dan politik desa, sedangkan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

adalah menyusun peraturan desa bersama kepala desa, menyerap dan

menyalurkan keinginan masyarakat, serta mengawasi jalannya desa.

pemerintahan desa. Peran dan fungsi Badan Pertimbangan Desa (BPD)

dalam pembangunan yaitu perencanaan bersama dewan desa. Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) adalah lembaga yang mengawasi

32
Ibid,hlm. 38
33
Ibid,hlm. 39

19
pelaksanaan peraturan desa dan menyediakan sarana bagi pemerintah

desa untuk meningkatkan kesejahteraan bersama.34

Anggota BPD adalah perwakilan penduduk desa yang berdasarkan

perwakilan daerah yang dibentuk melalui musyawarah dan kesepakatan.

Keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terdiri dari tokoh

masyarakat, tokoh adat, kelompok profesi, tokoh agama, dan atau tokoh

masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 (enam) tahun

dan dapat diangkat kembali/diangkat untuk 1 (satu) periode berikutnya. 35

D. Pengawasan Anggaran Dana Desa

Menanggapi kekuasaan yang tidak terbatas, dikembangkan doktrin-

doktrin yang menyerukan pembatasan dan kontrol kekuasaan negara.

Salah satunya adalah gagasan "demokrasi konstitusional", yang

mengasumsikan bahwa kekuasaan dilaksanakan, atau setidaknya oleh

kehendak rakyat, dan bahwa kekuasaan tersebut dibatasi oleh konstitusi. 36

Menurut prinsip persamaan antara orang dan warga negara, tidak

ada orang atau kelompok orang yang berhak memerintah orang lain

kecuali atas mandat dan persetujuan anggota masyarakat itu sendiri.

anggota masyarakat dibatasi menurut ketentuan Undang-Undang Dasar

dan hukum.37

34
Awaeh, S., Kaawoan, J. E., & Kairupan, J., (2017), Peranan Badan Permusyawaratan
Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pengawasan Pemerintahan (Studi di Desa Sereh 1
Kecamatan Lirung Kabupaten Talaud), Jurnal Eksekutif, Vol. 1 No. 1, hlm. 23
35
Alauddin, S. (2014). Hubungan Antara Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan
Desa (Bpd) Dalam Penetapan Peraturan Desa (Perdes) Di Desa Patani Kecamatan
Mappakasungguh Kabupaten Takalar.
36
Miriam Budiardjo, 1993, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, hlm. 52
37
Franz Magnis Suseno, 2001, Etika Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm.
289-284

20
Teori konsekuensi pengawasan menjelaskan bahwa pelaksanaan

pengawasan pemerintah dapat ditentukan oleh beberapa teori

konsekuensi pengawasan, yang memiliki kemungkinan untuk menjelaskan

alasan keberhasilan dan kegagalan atau efektivitas sistem kontrol.

Pertama, teori negara hukum.38 Kedua, teori sifat pengawasan. Dua jenis

pengawasan yang paling penting, yaitu: 39

a. Pengawasan represif, diartikan sebagai pengawasan yang

menggunakan cara memaksa dan mengancam dengan sanksi

untuk mencapai tujuannya;

b. Pengawasan normatif, diartikan sebagai pengawasan yang

menggunakan cara sinkronisasi pemahaman nilai-nilai dan tujuan.

Ketiga, teori otoritas pengawasan, yang mencakup:

a. Keabsahan (legitimiteit), pengawasan dilakukan oleh badan yang

diakui berwenang;

b. Pengawasan dengan menggunakan suatu keahlian

(deskundigheid),

c. Pengawasan yang mendapatkan kepercayaan (geloof),

d. kesadaran hukum (rechtsbewustzjin)

38
Irfan Fachruddin, 2004, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan
Pemerintah, Alumni, Bandung, hlm. 16-17
39
Soerjono Soekanto, 1988, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, hlm.
80

21
Keempat, teori komunikasi, yaitu proses penyampaian dan

penerimaan pesan atau lambanglambang yang mengandung arti tertentu.

Kelima, teori publisitas, yaitu mempublikasikan masalah kepada khalayak

ramai yang dapat memberi pengaruh kepada tekanan publik akibat dari

opini publik (public opinion). Keenam, teori arogansi kekuasaan.40

Pengalokasi dana desa diatur oleh UU Nomor 6 Tahun 2014

tentang Desa dan dijelaskan dalam PP Nomor 60 Tahun 2014 sebagai

petunjuk pelaksanaan dan teknisnya. Ada 7 (tujuh) sumber pendapatan

desa, yaitu:

a. Pendapatan asli desa, diantaranya adalah hasil usaha, hasil aset,

swadaya dan partisipasi, gotong royong, dan lain-lain pendapatan

asli desa;

b. Alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara;

c. Bagian dari hasil pajak daerah dan retribusi daerah

kabupaten/kota;

d. Alokasi dana desa yang merupakan bagian dari dana

perimbangan yang diterima kabupaten/kota;

e. Bantuan keuangan dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

provinsi dan belanja daerah kabupaten/kota;

f. Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat dari pihak ketiga; dan

40
Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Sanksi, Remadja Karya,
Bandung, hlm. 17

22
g. Lain-lain pendapat desa yang sah.

41
Alokasi dana desa paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari

dana perimbangan yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran

pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. 42

Pada dasarnya, desa menerima dana dari pemerintah pusat. Oleh

karena itu, setiap desa diharapkan mampu menyajikan Rencana Program

Desa Jangka Menengah (RPJMDesa), Rencana Aksi Pembangunan Desa

(RKP) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) sebagai

syarat mendapatkan dana desa untuk berkreasi. Kementerian desa

memiliki beberapa skala prioritas, antara lain:

a. persiapan dana desa;

b. desa mandiri;

c. pengelolaan potensi desa;

d. desa online;

e. usaha masyarakat desa;

f. ekonomi kreatif; dan

g. pengembangan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).

Pengembangan BUMDes sangat penting karena implementasi di

desa merupakan basis utama swasembada pangan Indonesia. Melalui

41
Pasal 72 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
42
Pasal 72 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

23
BUMDes, dana desa dapat dikelola sebagai modal kerja untuk

memajukan usaha desa di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan

perikanan. Dengan ini, desa menjadi penghasil utama makanan yang

dihasilkan oleh industri-industri tersebut. Desa juga dapat menawarkan

pinjaman murah kepada penduduk desa yang berprofesi sebagai petani,

peternak, petani, dan nelayan. Setelah musyawarah desa berakhir, dana

kredit dapat ditarik dari pembagian kas desa. 43

E. Teori Efektivitas Hukum

Menurut Hans Kelsen, inilah yang penting dalam efektivitas hukum

validitas hukum juga diperdebatkan. Validitas berarti norma hukum

bersifat mengikat, bahwa orang harus bertindak menurut hukum standar

hukum mengharuskan orang untuk mematuhinya dan menerapkan

standar hukum. Validitas berarti bahwa orang benar-benar bertindak

sebagaimana mestinya memastikan bahwa standar benar-benar

diterapkan dan diikuti.44

Efektivitas mengacu pada efektifnya keberhasilan atau efek dari

keberhasilan, berbicara tentang efektivitas hukum tentu tidak dapat

dipisahkan menganalisis sifat-sifat dari dua variabel terkait karakteristik

atau dimensi target yang digunakan. 45 Saat berbicara Sejauh mana hukum

itu efektif, pertama-tama kita harus bisa mengukur sejauh mana aturan

hukum diikuti atau tidak. Jika ada aturan hukum jika sebagian besar

43
Pikiran Rakyat, 23 Maret 2015
44
H.S. Salim dan Erlis Septiana Nurbani, 2013, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, Edisi Pertama ctk Kesatu, Rajawali Press, Jakarta, hlm.372
45
Barda Nawawi Arief, 2013, Kapita Selekta Hukum Pidana, ctk Ketiga, Citra Aditya
Bandung, hlm. 67

24
bawahan yang patuh, demikianlah jadinya aturan hukum yang relevan

dianggap efektif.46

Menurut Soerjono Soekanto, derajat keabsahan hukum ditentukan

menurut masyarakat umum, penegak hukum, termasuk polisi, sehingga

diketahui bahwa “kepatuhan tinggi indikator berfungsinya sistem hukum

dan bagaimana hukum bekerja itu adalah tanda bahwa hukum mencapai

tujuan hukum, yaitu untuk mencoba membela dan melindungi masyarakat

dalam kehidupan bermasyarakat.”47

Dalam bukunya achmad ali yang dikutip oleh Marcus Priyo

Guntarto, mengemukakan tentang keberlakuan hukum dapat efektif

apabila:

1. Relevansi aturan hukum dengan kebutuhan orang yang menjadi

target;

2. Kejelasan dari rumusan subtansi aturan hukum, sehingga mudah

dipahami oleh orang yang menjadi target hukum;

3. Sosialisasi yang optimal kepada semua orang yang menjadi target

hukum;

4. Undang-undang sebaiknya bersifat melarang, bukan bersifat

mengharuskan. Pada umumnya hukum prohibitur lebih mudah

dilaksanakan daripada hukum mandatur;

46
H.S. Salim dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, hlm. 375.
47
Soerjono Soekanto, 1985, Efektivitas Hukum dan Peranan Saksi, Remaja Karya
Bandung, hlm.7

25
5. Sanksi yang akan diancam dalam undang-undang harus

dipadankan dengan sifat undang-undang yang dilanggar, suatu

sanksi yang tepat untuk tujuan tertentu, mungkin saja tidak tepat

untuk tujuan lain;48

Berat ringannya hukuman yang dijatuhkan harus proporsional dan

dipertimbangkan dilakukan. Soerjono Soekanto menjelaskan hal ini dalam

sosiologi hukum masalah kepatuhan atau ketaatan hukum umumnya

menjadi faktor kunci dalam mengukur efektivitas atau tidak sesuatu yang

diatur dalam undang-undang ini.49 Efektivitas hukum yang dikutip Felik,

dilansir Anthoni Allot, sebagai berikut:

“Hukum akan mejadi efektif jika tujuan keberadaan dan penerapannya


dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak diinginkan dapat
menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara umum dapat
membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu kegelapan
maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika terjadi
keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum dalam suasana
baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelsaikan.” 50

Menerapkan hukum berarti bahwa orang bertindak seperti yang

mereka lakukan harus menjadi bentuk kepatuhan dan penegakan standar

ketika memenuhi syarat kualitas hukum, keberlakuan adalah kualitas

tindakan manusia tentu bukan hukum itu sendiri. 51 Selanjutnya, William


48
Marcus Priyo Gunarto, 2011, Kriminalisasi dan Penalisasi Dalam Rangka
Fungsionalisasi Perda dan Retribusi (Semarang: Program Doktor Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro Semarang, 2011), hlm. 70-71, dikutip H.S Salim dan Erlies Septiana
Nurbaini, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan Disertasi, hlm. 308
49
Soerjono Soekanto, 1996, Sosiologi Suatau Pengantar, Rajawali Pers, Bandung, hlm.
20
50
H.S. Salim dan Erlis Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Tesis dan
Disertasi, hlm. 304.
51
Hans Kelsen, 1991, General Teory of Law and State, Translete by Anders Wedberg
(New York: Russel and Russel), dikuitip dari Jimly Ashidiqqie dan M ali Safa’at, 2012
Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Cet. II, Konstitusi Press, Jakarta, hlm. 39-40

26
Chamblish dan Robert B. Seidman mengungkapkan bahwa hukum

bekerja dalam masyarakat melalui pengaruh setiap kekuatan pribadi

sosial lainnya (all other societal personal force) yang mencakup

keseluruhan proses.52 Studi efektivitas hukum merupakan kegiatan yang

menunjukkan format strategi bersifat umum, yaitu perbandingan antara

kenyataan hukum dan cita-cita hukum khususnya mengenai penerapan

hukum (law in action) dengan teori hukum (law in theory) atau dengan

kata lain tindakan hal ini menunjukkan hubungan antara hukum kitab dan

praktik hukum.53

Bustanul Arifin yang dikutip Raida L. Tobing dkk mengatakan

demikian di negara yang diatur oleh hukum, efektivitas hukum jika

didukung oleh tiga pilar, yaitu: pertama, pejabat polisi yang berwibawa dan

terpercaya; kedua, regulasi sistem yang jelas; dan ketiga, kesadaran

hukum masyarakat yang tinggi.

52
Robert B seidman, 1972, Law order and Power, Adition Publishing Company Wesley
Reading, Massachusett, hlm. 9-13
53
Soleman B Taneko, 1993, Pokok-Pokok Studi Hukum Dalam Masyarakat, Rajawali
Press, Jakarta, hlm. 47-48

27
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Melle, Kecamatan Palakka, Kabupaten

Bone menentukan efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

proses pengawasan anggaran dana Desa Melle Kabupaten Bone.

Pemilihan lokasi ini berdasarkan kebijaksanaan bahwa peneliti berasal

dari desa Melle dan telah melihat banyak ketimpangan terutama dalam

pengawasan anggaran dana desa, sehingga peneliti termotivasi

melakukan penelitian untuk mengetahui keefektifan suatu alat atau

perangkat kelembagaan desa juga berperan sangat penting dalam

mendorong pembangunan desa.

B. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris yaitu penelitian adanya

data lapangan sebagai sumber data utama, seperti hasil wawancara dan

observasi. Penelitian empiris berfungsi untuk menganalisis hukum dilihat

sebagai perilaku masyarakat yang dibentuk oleh kehidupan masyarakat

yang selalu berinteraksi dan bertindak sosial.54

Penelitian ini disebut penelitian empiris karena penulis akan

melakukan riset untuk melihat efektivitas Badan Permusyawaratan Desa

54
Bambang Sunggono, 2003, Metodologi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 43

28
(BPD) dalam proses pengawasan anggaran dana Desa Melle Kabupaten

Bone.

C. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif,

yaitu cara menganalisis hasil penelitian yang menghasilkan data deskriptif

analitis, yaitu informasi yang diungkapkan secara tertulis atau lisan, serta

perilaku, yaitu realitas yang dipelajari dan dipelajari secara keseluruhan. 55

Pada mulanya ini adalah penekanan pada kualitas data, jadi dengan

pendekatan ini penerjemah data atau bahan mana yang harus

diidentifikasi, diurutkan dan dipilih yang kualitas dan informasi atau

materinya tidak relevan dengan bahan penelitian.

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian hukum empiris

adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber utama

seperti perilaku warga masyarakat yang dilihat melalui penelitian. 56

2. Data Sekunder

Informasi dari sumber lain yang melengkapi berisi buku-buku

yang menjadi referensi tentang topik yang dibahas. Yang dimana

55
Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hlm. 192
56
Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-
Press), Jakarta, hlm. 25

29
ialah tentang kontrak atau perjanjian, wanprestasi dan buku-buku

hukum lainnya mengacu pada judul penelitian dalam hukum.

E. Teknik Analisis Data

Metode pengumpulan data yang digunakan mengumpulkan data

dari satu atau lebih sumber data yang telah ada. Tiga jenis metode

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, diantara yang

lain:

1. Observasi

Pengamatan atau observasi adalah observasi adalah alat


pengumpulan data melalui observasi dan catatan mempelajari
gejala secara sistematis.57 Di Desa Melle Kabupaten Bone untuk
mengetahui efektivitas Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
dalam proses pengawasan anggaran dana desa. Peneliti juga bisa
mendapatkan pengetahuan ini untuk kelengkapan data analisis.
2. Wawancara

Wawancara adalah cara mendapatkan informasi melalui


pertanyaan langsung kepada responden.58 Jenis wawancara yang
digunakan penulis adalah wawancara bebas terpandu atau
terstruktur dan mengarahkan pertanyaan-pertanyaan yang
menjadi panduan untuk proses wawancara agar tidak tersesat. 59
3. Dokumentasi

Pengumpulan data dengan mengambil informasi dari


dokumen adalah dokumen formal dengan bukti otentik.

57
Cholid Narbuko, Abu Achmadi, 2005, Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta,
hlm.192
58
Masri Singarimbun, Sofian Efendi, 2008, Metode Penelitian Survai, LP3ES, Jakarta,
hlm.192
59
Abu Achmadi dan Cholid Narkubo, 2005, Metode Penelitian, PT. Bumi Aksara, Jakarta,
hlm. 85

30
DAFTAR PUSTAKA

AL-QUR’AN & HADIST:


Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: CV.
Pustaka Al-Kautsari, 2011.

Hadist Riwayat Bukhari.

BUKU:
Al Maududi. (2001). Khilafah dan Kerajaan, terjemahan Muhammad Al Baqir
Cet. 4 Mizan. Bandung.

Astawa, I. G. P. (2013). Problemafika Otonomi di Daerah di Indonesia.

Attamimi, A. H. S. (1990). Peranan keputusan presiden republik Indonesia


dalam penyelenggaraan pemerintahan negara: suatu studi analisis mengenai
keputusan presiden yang berfungsi pengaturan dalam kurun waktu PELITA I-
PELITA IV.

Bambang Sunggono, (2003). Metodologi Penelitian Hukum. PT. Raja Grafindo


Persada. Jakarta.

Fajar, M., & Achmad, Y. (2010). Dualisme penelitian hukum normatif dan
empiris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Franz Magnis Suseno. (2001). Etika Politik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Imarah, M. (1998). Perang Terminologi Islam Versus Barat. Robbani Press.
Jakarta.

Kelsen, H. (2012). General Teory of Law and State, Translete by Anders


Wedberg, New York: Russel and Russel, 1991, dikuitip dari Jimly Ashidiqqie
dan M ali Safa’at, Teori Hans KelsenTentang Hukum, ctk. Kedua. Teori Hans
KelsenTentang Hukum.

Keuangan, B. P. (2018). Pembangunan. 2015. Petunjuk Pelaksanaan


Bimbingan dan Konsultasi Pengelolaan Keuangan Desa. Deputi Bidang
Pengawasan Penyelenggaraan Keuangan Daerah.

Manan, B. (2002). Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta.

Masri S., Sofian E., (2008). Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Miriam Budiardjo. (1993). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta.

31
Narbuko, C., & Achmadi, A. (2003). Metodologi Penelitian, PT. Bumi Aksara,
Jakarta.

Robert B seidman, (1972), Law order and Power. Adition Publishing Company
Wesley Reading. Massachusett.

Salim, H. S. (2013). Penerapan Teori hukum pada penelitian tesis dan disertasi.

Soekanto, S. (1985). Efektivitasi hukum dan peranan sanksi. Remadja Karya.


Bandung.

Soekanto, S. (2006). Pengantar penelitian hukum. Penerbit Universitas


Indonesia (UI-Press). Jakarta.

Soekanto, S. (1988). Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Rajawali Pers. Jakarta.

Syafrudin, A., & Na'a, S. (2010). Republik desa: pergulatan hukum tradisional


dan hukum modern dalam desain otonomi desa. Alumni.

Taimiyah, I. (1969). al-Siyasah al-Syar’iyyah. Al-Qâhirah: Dâr al-Fiqr al-‘Arabi.

Taneko, S. B. (1993). Pokok-Pokok Studi Hukum dalam Masyarakat. PT. Raja


Grafindo Persada.

Tim Penyusun Kamus Pusat. (1995). Pembinaan dan Pengembangan Bahasa


Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta.

JURNAL:
Awaeh, S., Kaawoan, J. E., & Kairupan, J. (2017). Peranan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pengawasan
Pemerintahan (Studi di Desa Sereh 1 Kecamatan Lirung Kabupaten
Talaud). Jurnal Eksekutif, 1(1).

Maulana, A. N. R., & Mustafa, A. (2021). PERAN LPI-PJB TERHADAP


PENGADAAN BARANG DAN JASA DI KANTOR KECAMATAN RAPPOCINI
KOTA MAKASSAR PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYYAH. SIYASATUNA:
JURNAL ILMIAH MAHASISWA SIYASAH SYAR'IYYAH, 3(3), 635-649.

Roza, D., & Arliman, L. (2017). Peran Badan Permusyawaratan Desa di Dalam
Pembangunan Desa dan Pengawasan Keuangan Desa. PADJADJARAN Jurnal
Ilmu Hukum (Journal of Law), 4(3), 606-624.

Sakinah, R. N., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Nilai-Nilai Pancasila


Sebagai Karakter Dasar Para Generasi Muda Dalam Menghadapi Era Revolusi
Industrial 4. 0. Jurnal Kewarganegaraan, 5(1), 152-167.

32
Saladin, B. (2018). Prinsip Musyawarah Dalam Al Qur’an. el-'Umdah, 1(2), 117-
129.

Soleh, A. (2017). Strategi pengembangan potensi desa. Jurnal Sungkai, 5(1),


32-52.

Sukriono, D., & Otonomi, H. K. D. K. (2013). Kajian Politik Hukum Tentang


Konstitusi. Otonomi Daerah dan Desa Pasca Perubahan Konstitusi,(Malang:
Setara Press, 2013).

Wulandari, A., & Riharjo, I. B. (2018). PERTANGGUNGJAWABAN


PELAKSANAAN ANGGARAN DALAM MEWUJUDKAN TRANSPARANSI DAN
AKUNTABILITAS PENGELOLAAN DANA DESA (Studi di Desa Bere
Kecamatan Cibal Barat Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur). Jurnal
Ilmu dan Riset Akuntansi (JIRA), 7(9).

UNDANG-UNDANG:
Pasal 2 Ayat 1 Permendesa No. 2 Tahun 2015

Pasal 27 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.

Pasal 72 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Pasal 72 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018

MAKALAH & SKRIPSI:


Alauddin, S. (2014). Hubungan Antara Kepala Desa Dan Badan
Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Penetapan Peraturan Desa (Perdes) Di
Desa Patani Kecamatan Mappakasungguh Kabupaten Takalar.

Fachruddin, I. (2004). Pengawasan peradilan administrasi terhadap tindakan


pemerintah. Alumni.

Pikiran Rakyat, 23 Maret 2015

Zoelva, H. (2009). Negara Hukum dalam Perspektif Pancasila. Sumber:


http://www. setneg. go. id/index. php.

33

Anda mungkin juga menyukai