Anda di halaman 1dari 84

FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA


DESA (APBDES) DI DESA PETIR KECAMATAN PETIR MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana


Hukum Pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Disusun Oleh :
Nama : Jodi Ayatullah Permana
Nim : 1111160352
Konsentrasi : Hukum Administrasi Negara
Dosen Pembimbing :

Pembimbing 1 : Dr. H. Moh. Fasyehhudin, S.H., M.H.


Pembimbing 2 : Nurikah, S.H., M.H.

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyelenggaraan Pemerintah Desa di era reformasi pada hakikatnya

adalah proses demokratisasi yang selama orde baru berproses dari atas ke bawah,

sebaliknya saat ini proses dari bawah yakni desa. Perubahan paradigma baru

tersebut, dari keterangan di atas maka mengakibatkan desa sebagai kualitas

kesatuan hukum yang otonom dan memiliki hak serta wewenang untuk mengatur

rumah tangga sendiri sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Undang-undang Dasar

1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah

besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan

Undang-undang.1

Berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan

Daerah sebagaimana telah dilakukan perubahan kedua atas Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, desa tidak lagi merupakan

daerah administrasi, dan tidak lagi menjadi bawahan daerah melainkan menjadi

daerah mandiri, dimana masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan sendiri

dan bukan ditentukan dari atas ke bawah. Untuk mendukung perubahan

mendasar tentang pemerintahan desa, maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah


1
HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh, PT. Raja
Grafindo Persada , Jakarta, 2004, hlm.1-3.

1
2

Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43

Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 Tentang Desa dan Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 9 Tahun

2016 Tentang Badan Permusyawaratan Desa.2

Demokrasi pemerintahan desa yang merupakan sub sistem

penyelenggaraan pemerintah yang bersifat otonom, dan berwenang mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat terhadap perkembangan dan perubahan yang

terjadi dalam masyarakat setempat. Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai

desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan

masyarakat desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh

puluh tiga ribu) desa dan 8.000 kelurahan.3

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,

kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan

undang-undang. Sistem pemerintahan Negara Republik Indonesia membagi

daerah Indonesia atas daerah-daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan

susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah desa atau kelurahan. Dalam

konteks ini, pemerintahan desa merupakan sub sistem dari sistem

2
Fadhel Abdillah, Fungsi Legislasi Badan Permusyaawartan Desa (BPD) Dalam
Pembentukan Peraturan Desa Di Desa Mekar Baru Kecamatan Petir Menurut Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, Skripsi, Fakultas Hukum, 2020, hlm. 1.
3
Budiman Sudjatmiko dan Yando Zakaria, Desa Kuat Indonesia Hebat, Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2015, hlm. 107.
3

penyelenggaraan pemerintahan nasional yang berada di bawah pemerintahan

kabupaten. Dalam menjalankan tugasnya, penyelenggaraan pemerintahan

kabupaten dibagi pada urusan pemerintahan yang telah diatur berdasarkan

undang-undang.4

Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dari sistem

penyelenggaraan pemerintahan, sehingga desa mempunyai kewenangan untuk

mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri. 5 Desa dipahami

sebagai salah satu daerah kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu

masyarakat yang berkuasa (memiliki wewenang) mengadakan pemerintahan

sendiri. Dalam UU No. 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Menurut ketentuan ini desa diberi

pengertian sebagai berikut :

“Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,
selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas wilayah yang berwenang untuk mangatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa
masyarakat, hak asal usul dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati
dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.6

Hal yang menarik sekali dan penting dalam struktur pemerintahan desa

adalah hadirnya Badan Permusyawaratan Desa yang berkedudukan sejajar dan

menjadi mitra Pemerintahan Desa. Kehadiran Badan Permusyawaratan Desa


4
Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
5
HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat, dan Utuh, Raja
Grafindo, Jakarta, 2004, hlm. 3.
6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.
4

ditingkat desa, diarahkan pada membangun hubungan yang sinergis antar

lembaga legislatif dan eksekutif desa, tanpa perlu menimbulkan kesalahpahaman

yang menjurus pada timbulnya konflik yang dapat mengganggu proses penegakan

demokrasi di desa. Terbentuknya Badan Permusyawaratan Desa bertujuan

mendorong terciptanya partnership yang harmonis antara kepala desa sebagai

kepala pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa sebagai wakil-wakil

rakyat desa yang diperagakan oleh lembaga legislatif baik ditingkat

kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Eksistensi lembaga Badan Permusyawaratan

Desa ini memiliki tugas, fungsi, kedudukan wewenang yang tidak kalah

kemandiriannya dengan pemerintah Desa (Kepala Desa). Seperangkat peraturan

perundangundangan yang menyinggung masalah Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), menyebutkan bahwa secara garis besar institusi ini memiliki tugas dan

misi luhur yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan desa,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa serta melakukan

pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa (pasal 55 Undang-

Undang nomor 6 Tahun 2014). Fungsi pengawasan yang dimiliki Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) diarahkan kepada upaya terselenggaranya

pemerintah desa berkualitas, dinamis, transparan, baik, bersih, 7 dan di antaranya

adalah pengawasan terhahadap bentuk Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Desa (APBDES).

7
Tesa Visi Valeria Wawointana, Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Bpd)
Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa Tahun 2015 Di Desa Esandom
Kecamatan Tombatu Timur, Skripsi, Fisip, Unsrat, 2015, hlm. 1.
5

Fungsi pengawasan dimana tertuang didalam Pasal 55 Undang-Undang

Tentang Desa. Berdasarkan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun

2014 tentang fungsi desa, dalam fungsinya pemerintah BPD harus melaksanakan

yaitu:

a. Mambahas dan menyepakti Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala

Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirsasi masyarakat Desa; dan

c. Melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.8

Kembalinya fungsi pengawasan atas kekuasaan eksekutif desa, yang

selama ini didominasi oleh kepala desa, sekarang dijalankan oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai badan legislatif desa yang merupakan

lembaga kepercayaan masyarakat. Lahirnya Badan Permusyawaratan Desa

(BPD), yang memberikan nuansa yang berbeda dalam kehidupandemokrasi di

desa. Badan Permusyarawatan Desa (BPD) diharapkan menjadi wadah atau

gelanggang politik baru bagi warga desa dalam membangun tradisi demokrasi,

sekaligus tempat pembuatan kebijakan publik desa, serta menjadi alat kontrol bagi

proses penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan keuangan ditingkat

desa. Hal ini bisa terealisasi apabila Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai

mitra Kepala Desa, berperan aktif dalam membangun desa bersama kepala desa

dan masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi alat kontrol bagi

pemerintah desa dalam menjalankan tugas-tugas pemerintah di desa.Sehingga


8
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014.
6

diharapkan pemerintah desa komitmen terhadap tugas dan tanggung jawabnya..

Fungsi pengawasan yang dimaksudkan disini adalah fungsi pengawasan yang

dilakukan oleh BPD kepada kepala desa dan perangkatnya dalam pelaksanaan

peraturan desa dan anggaran pendapatan belanja desa.9

Fungsi pengawasan mengklasifikasikan teknik pengawasan berdasarkan

berbagai hal salah satunya pengawasan preventif yaitu pengawasan yang di

lakukan melalui preaudit sebelum pekerjaan di mulai. Misalnya dengan

mengadakan pengawasan terhadap :

1. Rencana kerja yaitu dengan mengadakan Musrembang adalah forum

perncanaan atau program yang di laksanakan oleh lembaga public yaitu

pemerintah desa bersama dengan warga dan para pemangku Kepentingan

lainya untuk menyepakati rencana kerja pembangunan desa (RKP) tahun

anggaran yang di rencanakan. Musrembang dilaksanakan setiap bulan

januari dengan mengacu pada RPJMDes

2. Rencana anggaran yaitu berdasarkan rencana kerja yang ada baru kita

mengetahui adanya rencana anggaran, dimanana rencana anggaran adalah

suatu daftar rencana pendapatan dan pengeluaran/pembelanjaan anggaran

desa pada tahun tertentu yang setiap tahun akang di buat.

3. Rencana penggunaan tenaga kerja yaitu bersifat partisipativ dan

menggunakan tenaga lokal.

9
Ibid., hlm. 2.
7

Berdasarkan dengan pengawasan yang ada di desa peneliti temui di Desa

Petir Kecamatan Petir melalui pra penelitian, fungsi pengawasan yang dilakukan

oleh Badan Permusyawaratan Desa masih ditemui adanya kendala-kendala dan

kelemahan dimana dalam pengelolaan dana desa, yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan desa

sesuai dengan Pasal 1 ayat (6), Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun

2018 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa, serta pengalokasian dan

penggunaannya belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun

2015 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang

dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan belanja Negara. Pasal 1 ayat

(8) “Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa,

adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan Desa”.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian

karya ilmiah skripsi dengan judul “Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

(APBDes) Di Desa Petir Kecamatan Petir Menurut Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa”

B. Identifikasi Maslaah

Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah

dalam skripsi penulis sebagai berikut:


8

1. Bagaimana mekanisme pengawasan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa

(APBDes) Di Desa Petir Kecamatan Petir Menurut Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa ?

2. Bagaimana Kendala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

Pengawasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa

Petir Kecamata Petir Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui bagaimana Mekanisme Pengawasan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa Petir Kecamatan Petir Menurut

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

2. Untuk mengetahui bagaimana kendala yang dihadapi oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengelolaan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa Petir Kecamatan Petir Menurut

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis
9

Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah dan tujuan

masalah penelitian yang telah penulis sebutkan sebelumnya, penelitian ini

diharapkan manfaat sebagai berikut:

a. Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan dan

menambah ilmu bagi penulis dan para pihak yang membaca hasil

penelitian ini terkait Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

(APBDes) Di Desa Petir Kecamatan Petir Menurut Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

b. Penelitian ini diharapkan dapat berdaya guna sebagai sumbangsih bagi

pengayaan pengetahuan atau literatur bagi kepentingan akademik

khususnya kajian mengenai Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

(APBDes).

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi penulis, menambah wawasan penulis mengenai Hukum

Adminitrasi Negara.

b. Kegunaan dalam prakteknya, diharapkan agar tulisan ini bermanfaat

bagi masyarakat khususnya masyarakat Desa Petir dan menjadi rujukan

bagaimana seharusnya Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa

(APBDes).
10

E. Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran diarahkan kepada teori-teori yang menjadi landasan

berpijak bagi peneliti dalam penelitian ini. Menurut Kaelan M.S landasan

teori suatu penelitian adalah merupakan dasar-dasar operasional. Landasan

teori dalam suatu penelitian adalah bersifat srategi artinya memberikan

realisasi pelaksanaan penelitian,10 yang akan diteliti yaitu mengenai Fungsi

Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pengelolaan

Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa Petir Kecamatan

Petir Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka penulis

menggunakan teori Pengawasan dalam penulisan skripsi.

Pengawasan dapat di definiskan sebagai proses untuk menjamin bahwa

tujuan-tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Ini berkenaan dengan

cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan. Pengertian

ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan

pengawasan.11

Kontrol atau pegawasan adalah fungsi di dalam manajemen fungsional

yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua unit/satuan kerja

terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang melaksanakan sesuai

dengan tugas pokoknya masing-masing. Dengan demikian, pengawasan oleh


10
Kaelan M.S., Metode penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi Pengembangan
Penelitian Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Simiotika, Sastra, Hukum, dan Seni), Paradigma,
Yogyakarta, 2005, hlm. 239.
11
Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006, hlm. 133.
11

pimpinan khusunya yang berupa pengawasan melekat (built in control),

merupakan kegiatan manajerial yang dilakukan dengan maksud agar tidak

terjadi penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaan. Suatu penyimpangan

atau kesalahan terjadi atau tidak selama dalam pelaksanaan pekerjaan

tergantung pada tingkat kemampuan dan keterampilan pegawai. Para pegawai

yang selalu mendapat pengarahan atau bimbingan dari atasan, cenderung

melakukan kesalahan atau penyimpangan yang lebih sedikit dibandingkan

dengan pegawai yang tidak memperoleh bimbingan.12

Mc. Ferland pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin

mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh

bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang

telah ditentukan.13

Muchan mengemukakan bahwa pengawasan adalah kegiatan untuk menilai

suatu pelaksanaan tugas secara de facto, sedangkan tujuan pengawasan hanya

terbatas pada pencocokan apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai

dengan tolak ukur yang telah ditetapkan sebelumnya.14

Dalam konteks yang lebih luas maka arti dan makna pengawasan lebih

bercorak pada pengawasan yang berlaku pada organisasi dan birokrasi. Jika

12
M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rajawali, Jakarta,
2013, hlm. 172.
13
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Negara, Ghalia Indonesia,
Bogor, 2004, hlm. 74.
14
Sirajun dkk, Hukum Pelayanan Publik, Setara Press, Malang, 2012, hlm. 126.
12

ditarik dalam makna yang lebih luas dalam kompeherensif maka pengawasan

dapat dilihat dari beberapa segi yakni:

a) Kontrol sebagai penguasaan pemikiran

b) Disiplin sebagai Kontrol diri

c) Kontrol sebagai sebuah makna simbolis.

Kontrol tidak terbatas pada prosedur formal dalam penyelenggara

organisasi. Kontrol bisa digunakan dalam mencapai tujuan tertentu yang

sesuai dengan keinginan kelompok tertentu. Yang menjadi acuan dalam

mengawasan adalah rencana, program kerja, prosedur, atau petunjuk

pelaksanaan yang pada umumnya dituangkan dalam bentuk perundang-

undangan baik itu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan

Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Dirjen dan sebagainya. Pengawasan

bekerja dengan memakai semua Undang-Undang, prosedur dan tata cara yang

telah ditetapkan sebagai tolak ukur atau pembanding untuk mengetahui

apakah pelaksanaan kegiatan pokok organisasi itu telah berjalan dengan baik.

Pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintahan Desa Petir terhadap

pengawasan Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam

Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa Petir

Kecamatan belum berjalan secara maksimal dengan baik, dimana belum

terarahnya pembangunan di desa Petir dalam pembagunan dan

mensejahterakan masyarakat Desa Petir. Kemudian penulis mengambil teori


13

pendukung pelaksanaan pengawasan yaitu teori Pengelolaan Keuangan

Negara.

Menurut M. Ichwan, keuangan negara adalah rencana kegiatan secara

kuantitatif (dengan angka-angka di antaranya diwujudkan dalam jumlah mata

uang), yang akan dijalankan untuk masa mendatang lazimnya satu tahun

mendatang.15

Menurut Geodhart, keuangan negara merupakan keseluruhan

undangundang yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasaan

pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan

menunjukkan alat pembiayaaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran

tersebut.16

Unsur-unsur keuangan negara menurut Geodhart meliputi :

a. Periodik;

b. Pemerintah sebagai pelaksana anggaran;

c. Pelaksanaan anggaran mencakup dua wewenang, yaitu wewenang

pengeluaran dan wewenang untuk menggali sumber-sumber

pembiayaan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran yang

bersangkutan; dan

d. Bentuk anggaran negara adalah berupa suatu undanga-undang.

15
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT. Grasindo, Jakarta, 2006, hlm. 1-2.
16
Alfin Sulaiman, Keuangan Negara Pada BUMN Dalam Perspektif Ilmu Hukum, PT. Alumni,
Bandung, 2011, hlm. 20.
14

Jhon F. Due, budget adalah suatu rencana keuangan suatu periode

waktu tertentu. Goverment Budget (anggaran belanja pemerintah) adalah

suatu pernyataan mengenai pengeluaran atau belanja yang diusulkan dan

penerimaan untuk masa mendatang bersama dengan data pengeluaran dan

penerimaan yang sebenarnya untuk periode mendatang dan periode yang telah

lampau. Unsur-unsur definisi Jhon F. Due menyangkut hal-hal berikut :

a. Anggaran belanja yang memuat data keuangan mengenai

pengeluaran dan

b. penerimaan dari tahun-tahun yang akan datang.

c. Jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang.

d. Jumlah taksiran untuk tahun yang sedang berjalan.

e. Rencana keuangan tersebut untuk suatu periode tertentu.

Sehubungan dengan pengertian keuangan negara menurut Jhon F. Due

menyamakan pengertian keuangan negara dengan anggaran (budget). Ditinjau

dari kedudukan anggaran negara dalam penyelenggaraan negara hal itu dapat

dimengerti, akan tetapi apabila dikaitkan dengan Anggaran Pendapatan dan

Belanja (APBN), Muchsan lebih memperjelas hubungan antara keduanya.

Muchsan mengatakan bahwa anggaran negara merupakan inti dari

keuangan negara sebab anggaran negara merupakan alat penggerak untuk

melaksanakan penggunaan keuangan negara.17 Arifin P. Soeria Atmadja

mendefinisikan keuangan negara dari segi pertanggungjawaban oleh


17
W. Riawan Tjandra, Op.Cit, hlm. 3.
15

pemerintah, bahwa keuangan negara yang harus dipertanggungjawabkan oleh

pemerintah adalah keuangan negara yang hanya berasal dari APBN. Sehingga

yang dimaksud dengan keuangan negara adalah keuangan yang berasal dari

APBN.

Dalam hubungan ini, Jimly Asshiddiqie18 mengemukakan kegiatan

yang berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran itu pada mulanya

dipahami sebagai keuangan negara yang kemudian tercermin dalam

perumusan ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 yang disusun pada tahun 1945.

Pengelolaan keuangan negara merupakan bagian dari pelaksanaan

pemerintahan negara. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan

kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan

kewenangannya, yang meliputi ;

a. perencanaan keuangan negara;

b. pelaksanaan keuangan negara;

c. pengawasan keuangan negara; dan

d. pertanggungjawaban keuangan negara.

Pengelolaan uang negara yang berada dalam tanggung jawab menteri

keuangan selaku bendahara umum negara merupakan bagian dari pengelolaan

keuangan negara. Pengertian uang negara adalah uang yang dikuasai oleh

18
Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Rreformasi, PT.
Bhuana Ilmu Komputer, Jakarta, 2008, hlm. 833-834.
16

bendahara umum negara yang meliputi rupiah dan valuta asing. Sementara itu,

uang negara terdiri dari atas uang dalam kas negara dan uang pada bendahara

penerimaan dan bendahara pengeluaran kementerian negara/lembaga

pemerintah nonkementerian, dan lembaga negara.

Wewenang bendahara umum negara dalam pengelolaan uang negara

yang dilaksanakan oleh kuasa bendahara umum negara pusat meliputi sebagai

berikut;

a. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;

b. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka

c. pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;

d. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam

e. pelaksanaan anggaran negara;

f. menyimpan uang negara; dan menempatkan uang negara;

g. mengelola investasi melalui pembelian surat utang negara;

h. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna

i. anggaran atas beban rekening kas umum negara; dan

j. menyajikan informasi keuangan negara.

Pengelolaan uang negara dapat diperinci ke dalam pengelolaan kas umum

negara, pelaksanaan penerimaan negara oleh kementerian negara, lembaga

non kementerian, dan lembaga negara. Kemudian, pengelolaan uang

persediaan untuk keperluan kementerian negara, lembaga pemerintah non

kementerian, dan lembaga negara. Perincian ini bertujuan untuk


17

membedakan fungsinya, agar pengelolaan keuangan tetap terarah pada

sasaran yang hendak dicapai.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan

pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk

mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan

menganalisisnya.19 Menurut Hillway, “research” (penelitian) tidak lain dari suatu

metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan

sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat

terhadap masalah-masalah tersebut.20

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina serta menegembangkan ilmu pengetahuan. Ilmu

penegtahuan yang merupakan pengetahuan yang tersusun secara sistematis

dengan menggunakan kekuatan pemikiran, pengetahuan mana senantiasa dapat

diperiksa dan ditelaah secara kritis, akan berkembang terus atas dasar penelitian –

penelitian yang dilakukan oleh pengasuh – pengasuhnya.21

Penelitian ini penulis akan mencari dan menganalisis kaidah-kaidah

hukum yang terkandung dalam peraturan perundang-undangan mengenai hal-hal

19
Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Fakultas Hukum UMS,
Surakarta, 2004, hlm. 1.
20
Fahroni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Rineka Cipta, Jakarta, 2006,
hlm. 28.
21
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakata, 2015,
hlm. 3.
18

yang berkaitan dengan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa

Petir. Metode yang digunakan dalam oleh penulis untuk melakukan penelitian ini

sebagai berikut:

1. Metode

Untuk membahas permasalahan yang penulis ajukan dalam penelitian

ini pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis empiris, yaitu

penelitian yang menggunakan data primer dan data sekunder dengan

melakukan penggalian data secara langsung dari sumbernya. Penelitian ini

juga di dukung dengan pendekatan yuridis normatif dengan carameneliti

bahan pustaka dengan mempelajari dan menelaah teori-teori, konsep-konsep

serta peraturan yang berkaitan dengan permasalahan.

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan oleh peneliti ialah deskriptif

analitis. Peneltian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifta

suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk

menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya


19

hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.22 Artinya

didalam penelitian ini penulis menguraikan berbagai macam permasalahan

yang jelas, kemudian permasalahan tersebut dikaitkan dengan teori-teori

hukum yang berlaku serta dalam pelaksanaan hukum positif di Indonesia yang

dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan penulis.

Penelitian ini menguraikan tentang Fungsi Pengawasan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Desa (APBDes) Di Desa Petir. Data informasi yang dikumpulkan dan

dikaji dalam penelitian ini sebagian besar adalah data kualitatif. Informasi

tersebut akan digali dari beragam sumber data dan jenis sumber data yang

akan dimanfaatkan dalam penelitian ini.

3. Sumber Data

Ada 2 (dua) jenis data yang di gunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu :

a) Data Primer

Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik

melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen

tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti. 23 Sehubungan dengan hal

tersebut maka data primer yang didapatkan oleh penulis adalah dengan

melakukan wawancara kepada pihak pemerintahan Desa Mekar Baru

22
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta,
2004, hlm. 25.
23
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2016, hlm. 106.
20

Kecamatan Petir dalam hal ini DPMD, BPD, Kepala Desa, Perangkat

Desa, serta data yang berkaitan dengan obyek yang diteliti.

b) Data Sekunder

Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen resmi,

buku-buku, yang berhubungan dengan obyek penelitian, hasil penelitian

dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-

undangan.24

Data sekunder tersebut diantaranya ialah sebagai berikut:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan

c) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemeritahan Daerah

d) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

e) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

f) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

g) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

h) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang

Badan Permusyawaratan Desa


24
Ibid, hlm.106.
21

i) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2018 Tentang

Pengelolaan Keuangan Desa

j) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Kabupaten Serang

k) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Tentang Nama-Nama Desa,

Penyebutan Desa, Kepala Desa, BPD, dan Perangkat Desa.

l) Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 9 Tahun 2016 Tentang

BPD.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang dipergunakan dalam pengumpulan data dilakukan dengan

2 (dua) caara, yaitu:

a. Penelitian Kepustakaan (Libary Research)

Penelitian kepustakaan adalah pengumpulan data dan informasi yang

relavan melalui membaca dan menelaah buku, majalah, artikel, jurnal,

tulisan-tulisan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah

yang diangkat dalam penelitian ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Penelitian lapangan, teknik pengumpulan data dalam hal ini

dilakukan dengan mengadakan wawancara atau tanya jawab langsung

dengan responder, dengan memakai pedoman wawancara yang telah

dipersiapkan sebelumnya dengan tidak menyimpang dari permasalahan.


22

Selain dari peraturan perundang-undangan, penulis juga

mendapatkan data melalui buku-buku, jurnal, skripsi, serta hasil penelitian

dalam bentuk laporan yang berkaitan dengan obyek penelitian.

5. Analisis Data

Analisis data sebagai proses mengorganisasikan dan mengurutkan data

ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan

tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh

data.25

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif

kualitatif, artinya menguraikan data yang diolah secara rinci ke dalam bentuk

kalimat-kalimat (deskritif). Analisis kualitatif yang dilakukan bertitik tolak

dari analisis empiris, yang dalam pendalamannya dilengkapi dengan analisis

normatif.

6. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini mengambil lokasi di Desa Petir Kecamatan Petir

Kabupaten Serang. Lokasi yang digunakan penulis dalam penelitian ini untuk

mendapatkan data-data yang dijadikan pembahasan seperti data kepustakaan

berasal dari Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa, Perpustakaan Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Badan

25
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penelitian Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, Raja Grafindo Persada , Jakarta, 2013, hlm. 19.
23

Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Banten dan Perpustakaan Nasional

Republik Indonesia.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini penulis menggunakan sitematika yang secara garis

besar terdiri dari 5 (lima) bab dan sejumlah sub bab. Penulis menguraikan secara

ringkas pembahasan dalam skripsi ini dengan harapan agar mudah dalam

penyusunan dana pemahaman isi serta pesan yang ingin disampaikan.

Seacara sistematis dalam penulisan ini penulis membagi skripsi ini

kedalam beberapa bab, dimana setiap bab terdiri dari sub bab, yaitu sebagai

berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang uraian latar belakang masalah, perumusan

masalah, tujuan penelitian, keguanaan penelitian, kerangka pemikiran,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI TENTANG FUNGSI PENGAWASAN

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

DESA (APBDES)

Bab kedua ini penulis memuat tinjauan pustaka berisi tentang teori

pengawasan dan teori pengelolaan keuangan negara, dan otonomi

daerah.
24

BAB III FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN

DESA (BPD) DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDES) DI DESA

PETIR KECAMATAN PETIR MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

Bab ketiga ini penulis menjelasakan tentang gambaran umum Desa,

uraian umum Desa Petir, letak geografis daerah penelitian di Desa

Petir Kecamatan Petir. Berisi tentang Pemerintahan Desa, Struktur

Legislasi Badan Permusyawaratan Desa, Perangkat Desa, dan

membahas mengenai permasalahan-permasalahan yang terjadi

dilapangan

BAB IV ANALISIS FUNGSI PENGAWASAN BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

DESA (APBDES) DI DESA PETIR KECAMATAN PETIR

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014

TENTANG DESA

Bab keempat ini penulis menjelaskan tentang analisis fungsi legislasi

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Pengawasan Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pengelolaan Anggaran

Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) di Desa Petir.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


25

Bab terakhir ini penulis membahas mengenai kesimpulan yang diambil

oleh penulis berdasarkan penelitiannya, dan mencoba untuk

memberikan saran atau rekomendasi dari penelitiann


BAB II

TINJAUAN TEORI TENTANG FUNGSI PENGAWASAN BADAN

PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENGELOLAAN

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDES)

A. Teori Pengawasan

1. Definisi Pengawasan

Pengawasan dianggap sangat penting dalam melaksanakan suatu kegiatan

dalam rangka membandingkan hasil yang akan dicapai dengan perencanaan awal

kegiatan. Pengawasan juga berfungsi untuk mengevaluasi hasil akhir dari suatu

kegiatan yang akan dilaksanakan dalam pembangunan. Istilah pengawasan dalam

Bahasa Inggris disebut (controlling), yang oleh Dale dikatakan bahwa :

“Konsep kontrol modern memberikan catatan sejarah tentang apa yang telah

terjadi dan memberikan tanggal yang memungkinkan eksekutif untuk

mengambilnya langkah korektif”.

Pengawasan dapat di definiskan sebagai proses untuk menjamin bahwa

tujuan-tujuan organisasi dan manajemen dapat tercapai. Ini berkenaan dengan

cara-cara membuat kegiatankegiatan sesuai yang direncanakan. Pengertian ini

menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan

pengawasan.26 Kontrol atau pegawasan adalah fungsi di dalam manajemen

fungsional yang harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua unit/satuan kerja
26
Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen , Yogyakarta, Graha Ilmu, 2006, hlm. 133.

26
27

terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pegawai yang melaksanakan sesuai dengan

tugas pokoknya masing-masing. Dengan demikian, pengawasan oleh pimpinan

khusunya yang berupa pengawasan melekat merupakan kegiatan manajerial yang

dilakukan dengan maksud agar tidak terjadi penyimpangan dalam melaksanakan

pekerjaan. Suatu penyimpangan atau kesalahan terjadi atau tidak selama dalam

pelaksanaan pekerjaan tergantung pada tingkat kemampuan dan keterampilan

pegawai. Para pegawai yang selalu mendapat pengarahan atau bimbingan dari

atasan, cenderung melakukan kesalahan atau penyimpangan yang lebih sedikit

dibandingkan dengan pegawai yang tidak memperoleh bimbingan. 27 Pengertian

pengawasan cukup beragam, di bawah ini adalah contoh keberagaman pengertian

tersebut :

a) Robert J. Mockler berpendapat bahwa pengawasan manajemen adalah

suatu usaha sitematik untuk menetapkan standart pelaksanaan dengan

tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi, umpan balik,

membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang telah ditetapkan

sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpanganpenyimpangan

serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin

bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara

efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.28

27
M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia , Jakarta: Rajawali:
2013, hlm.172.
28
Zamani, Manajemen Jakarta: IPWI, 1998, hlm. 132.
28

b) Pengawasan menurut Fahmi yang dikutip oleh Erlis Milta Rin Sondole

dkk, bahwa pengawasan secara umum didefinisikan sebagai cara suatu

oganisasi mewujudkan kinerja yang efektif dan efisien, serta lebih jauh

mendukung terwujudnya visi dan misi organisasi29

Pengawasan ialah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah

hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan

rencana, tujuan, kebijakan yang telah ditentukan). Jelasnya pengawasan harus

berpedoman terhadap hal-hal berikut:30

a. Rencana (Planning) yang telah ditentukan

b. Perintah (Orders) terhadap pelaksanaan pekerjaan (Performance)

c. Tujuan

d. Kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan, bahwa pengawasan adalah proses

untuk menjaga agar kegiatan terarah menuju pencapaian tujuan seperti yang

direncanakan dan bila ditemukan penyimpangan-penyimpangan diambil tindakan

koreksi.

2. Jenis-Jenis Pengawasan
29
Erlis Milta Rin Sondole dkk, Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi dan Pengawasan terhadap
Kinerja Karyawan pada PT. Pertamina (Persero) Unit Pemasaran VII Pertamina BBM Bitung, Jurnal
EMBA, 2015, Vol. 3, hlm. 652.
30
Maringan Masry Simbolon, Dasar – Dasar Administrasi dan Manajemen Jakarta: Ghalia
Indonesia : 2004, hlm. 61.
29

Adapun jenis-jenis pengawasan yang dilakukan untuk mengawasi proses

kegiatan adalah :31

a. Pengawasan Intern dan Ekstern.

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau badan

yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan

dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan langsung atau

pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin

oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk

setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan

Kementerian Dalam Negeri. Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan

oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi.

b. Pengawasan Preventif dan Represif.

Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang

dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat

mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan

pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan pelaksanaan

keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara lebih besar. Di sisi

lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan anggaran dapat

berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat

dan bermakna jika dilakukan oleh atasan langsung, sehingga penyimpangan yang

31
Saiful Anwar, Sendi-sendi Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Glora Madani Press, Hlm.
127
30

kemungkinan dilakukan akan terdeteksi lebih awal. Di sisi lain, pengawasan represif

adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu

dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di

mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu,

dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan

terjadinya penyimpangan.

c. Pengawasan Aktif dan Pasif.

Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang

dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan

pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan

pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan buktibukti

penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan

kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap

pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu

terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil

mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap

pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut

diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.” Pengawasan kebenaran formil

menurut hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud

tujuan pengeluaran (doelmatigheid). Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan

negara, pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi,


31

penyelewengan, dan pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau

pegawai negeri.” Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan

dan pertanggung jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana

direncanakan. Jenis dan isi pengawasan dilakukan semata-mata menurut atau

berdasarkan ketentuan undangundang, sehingga pengawasan tidak berlaku atau tidak

diterapkan hal yang tidak ditentukan atau berdasarkan undang-undang”. Mencermati

pengertian pengawasan tersebut maka dapat ditarik beberapa unsur yang terkandung

didalamnya, yakni:

a. Adanya aturan hukum sebagai landasan pengawasan

b. Adanya aparat pengawas

c. Adanya tindakan pengamatan

d. Adanya obyek yang diawasi

3. Sistem Pengawasan

Sistem pengawasan yang efektif harus memenuhi beberapa prinsip

pengawasan yaitu adanya rencana tertentu dan adanya pemberian instruksi serta

wewenang-wewenang kepada bawahan. Rencana merupakan standar atau alat

pengukur pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut menjadi

petunjuk apakah sesuatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. Pemberian

instruksi dan wewenang dilakukan agar sistem pengawasan itu memang benarbenar

dilaksanakan secara efektif. Wewenang dan instruksi yang jelas harus dapat
32

diberikan kepada bawahan, karena berdasarkan itulah dapat diketahui apakah

bawahan sudah menjalankan tugas-tugasnya dengan baik. Atas dasar instruksi yang

diberikan kepada bawahan maka dapat diawasi pekerjaan seorang bawahan.

Sistem pengawasan akan efektif bilamana sistem pengawasan itu memenuhi

prinsip fleksibilitas. Ini berarti bahwa sistem pengawasan itu tetap dapat

dipergunakan, meskipun terjadi perubahan terhadap rencana yang diluar dugaan.

Menurut Duncan dalam Harahap mengemukakan bahwa beberapa sifat pengawasan

yang efektif sebagai berikut :

a. Pengawasan harus dipahami sifat dan kegunaannya. Oleh karena itu

harus dikomunikasikan. Masing-masing kegiatan membutuhkan

system pengawasan tertentu yang berlainan dengan sistem

pengawasan bagi kegiatan lain. Sistem pengawasan untuk bidang

penjualan dan system untuk bidang keuangan akan berbeda. Oleh

karena itu sistem pengawasan harus dapat merefleksi sifat-sifat dan

kebutuhan dari kegiatan yang harus diawasi. Pengawasan dibidang

penjualan umumnya tertuju pada kuantitas penjualan, sementara

pengawasan dibidang keuangan tertuju pada penerimaan dan

penggunaan dana. Pengawasan harus mengikuti pola yang dianut

organisasi. Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada

manusia, sebab manusia itulah yang melakukan kegiatan dalam badan

usaha atau organisasi yang bersangkutan. Karyawan merupakan aspek


33

intern perusahaan yang kegiatan-kegiatannya tergambar dalam pola

organisasi, maka suatu sistem pengawasan harus dapat memenuhi

prinsip berdasarkan pola organisasi. Ini berarti bahwa dengan suatu

sistem pengawasan, penyimpangan yang terjadi dapat ditunjukkan

pada organisasi yang bersangkutan.

4. Tujuan Pengawasan

Tujuan utama diadakannya pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang

direncanakan menjadi kenyataan. Sedangkan tujuan pengawasan menurut Sukarno

adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana

yang digariskan.

b. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan

instruksi serta asas-asas yang telah diinstruksikan. Untuk mengetahui

kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.

c. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan dengan efisien

d. Untuk mencari jalan keluar, bila ternyata dijumpai kesulitankesulitan,

kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan ke arah perbaikan.

Penulis berpendapat bahwa tujuan utama diadakannya pengawasan adalah

mengusahakan agar apa yang direncanakan itu menjadi kenyataan, hal ini sejalan

dengan pendapat M.Manullang. Pelimpahan tugas pengawasan harus dibarengi

dengan tanggung jawab yang dipikulkan kepundak si penerima tugas tersebut, dalam
34

arti tanggung jawab itu adalah keharusan dilaksanakan tugas sebaikbaiknya sebagai

suatu kewajiban, sehingga hak untuk melakukan suatu tindakan jangan

disalahgunakan. Masalah pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah antar

satu instansi dengan instansi lainnya dipengaruhi oleh jenis dan sifat pekerjaan, dalam

arti jarak antara unit kerja yang diawasi dengan jumlah tugas/aktivitas hendaknya

dapat terkendali. Dan juga faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi seperti faktor

objektif, karena hal ini berada di luar pribadi pejabat yang harus melaksanakan

pengawasan.

Di samping itu terdapat juga faktor subjektif yang bersumber dan berkenaan

dengan diri pribadi pejabat yang harus melaksanakan pengawasan, antara lain

berkenaan dengan pengalaman kerja, kecakapan, pengetahuan bidang kerja yang

diawasi. Singkatnya agar pengawasan berjalan secara efektif, sebaiknya seorang

pejabat atasan terlebih dahulu melakukan koordinasi dengan personil bawahan dan

hal ini dilakukannya supaya tidak terlalu banyak unit-unit pelaksananya. Jadi

mengawasi bukanlah suatu hal yang mudah dilakukan, akan tetapi suatu pekerjaan

yang memerlukan kecakapan, ketelitian, kepandaian, pengalaman bahkan harus

disertai dengan wibawa yang tinggi, hal ini mengukur tingkat efektivitas kerja dari

pada aparatur pemerintah dan tingkat efesiensinya dalam penggunaan metode serta

alat-alat tertentu dalam mencapai tujuan.


35

5. Fungsi Pengawasan

Dalam rangka melakukan transformasi guna meraih perbaikan kualitas

organisasi publik, perlu dilakukan pengawasan (control) terhadap seluruh tindakan

dan akibat dari proses transformasi tersebut. Melalui pengawasan tersebut dapat

diketahui penyimpangan-penyimpangan yang terjadi secara dini.

Jika kekurangan dan kesalahan diketahui lebih awal maka akan dapat

dilakukan perbaikan dan peningkatan dengan cepat, artinya semua permasalahan

dapat diantisipasi. Dengan demikian akan menghindari terjadinya kebocoran dan

pemborosan untuk membiayai hal-hal yang justru harus direvisi.

Dibawah ini adalah pengertian dan definisi teori dan konsep fungsi

pengawasan oleh beberapa para ahli, yakni sebagai berikut :

mengenai fungsi dari pengawasan, Simbolon mengemukakan bahwa, fungsi

dari pengawasan yaitu:32

a. Mempertebal rasa dan tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas

dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan.

b. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan

prosedur yang ditentukan.

c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian dan

kelemahan, agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan.

32
Simbolon, Maringan Masri. 2004, Dasar-dasar Administrasi dan Manajemen, Ghalia
Indonesia, Jakarta.
36

d. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan

pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan.

Selanjutnya Terry dan Leslie dalam Sule dan Saefullah mengemukakan bahwa

fungsi pengawasan adalah cara menentukan, apakah diperlukan sesuatu penyesuaian

atau tidak dan karena itu ia harus merupakan bagian integral dari sistem manajemen.
33

Sementara Sudarsono dan Edilius mengemukakan bahwa pengawasan

berfungsi agar dapat diperoleh hasil produksi berupa barang dan jasa yang berkualitas

dalam jangka waktu yang sesuai dengan rencana yang talah ditentukan. 34 Sehingga

dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pengawasan adalah

suatu kegiatan yang dilakukan untuk memastikan supaya rencana yang telah

ditetapkan bisa berjalan dengan lancar dan sesuai dengan proses yang telah diatur.

B. Teori Pengelolaan Keuangan Negara

1. Pengertian Keuangan Negara

Arifin P. Soeria Atmadja mendefinisikan keuangan negara dari segi

pertanggungjawaban oleh pemerintah, bahwa keuangan negara yang harus

dipertanggungjawabkan oleh pemerintah adalah keuangan negara yang hanya

berasal dari APBN. Sehingga yang dimaksud dengan keuangan negara adalah

keuangan yang berasal dari APBN.

33
Terry dan Leslie dalam sule dan saefullah, 2005. Pengantar Manajemen, Kencana, Jakarta.
34
Sudarsono, Edilius. 2002, Manajemen Koperasi Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta.
37

Arifin P. Soeria Atmadja menggambarkan dualisme pengertian keuangan

negara, yakni pengertian keuangan negara dalam arti yang luas dan pengertian

keuangan negara dalam arti yang sempit.35 Pengertian keuangan negara dalam arti

luas yang dimaksud adalah keuangan yang berasal dari APBN, APBD, Keuangan

Unit-unit Usaha Negara atau perusahaan-perusahaan milik negara dan pada

hakikatnya seluruh kekayaan negara. Sedangkan pengertian keuangan negara

dalam arti sempit adalah keuangan yang berasal dari APBN saja.

Menurut Hasan Akmal, pengertian keuangan negara adalah merupakan

pengertian keuangan dalam arti luas, dikaitkan dengan tanggung jawab

pemeriksaan keuangan negara oleh BPK.36

Keuangan negara menurut definisi lain, yaitu Van der Kemp adalah semua

hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu (baik berupa

uang maupun barang) yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan

hakhak tersebut.37 Sedangkan menurut Otto Ekstein, dalam public finance

mengemukakan bahwa keuangan negara adalah bidang yang mempelajari akibat

dari anggaran belanja atas ekonomi, khususnya akibat dari dicapainya tujuan

ekonomi yang pokok pertumbuhan, keadilan, dan efisieni.38

Pengertian keuangan negara dalam Pasal 1 angka 1 UUKN memiliki

substansi yang dapat ditinjau dalam arti luas dan dalam arti sempit. Keuangan
35
Arifin P. Soeria Atmadja, Mekanisme Pertanggungjawaban Keuangan Negara, PT. Gramedia,
Jakarta, 1986, hlm.49.
36
Ibid, hlm.50.
37
Nia K. Winayanti, Hand-out Pengertian Keuangan Negara, FH Unpas, 2015.
38
Otto Ekstein, Keuangan Negara, Bina Aksana, Jakarta, 1981.
38

negara dalam arti luas meliputi hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

dengan uang, termasuk barang milik negara yang tidak tercakup dalam anggaran

negara. Sementara itu, keuangan negara dalam arti sempit hanya terbatas pada hak

dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, termasuk barang milik

negara yang tercantum dalam anggaran negara untuk tahun yang bersangkutan.39

Tujuan diadakannya pemisahan secara tegas substansi keuangan negara dalam arti

luas dengan substansi keuangan negara dalam arti sempit agar ada keseragaman

pemahaman.

Pada hakikatnya keuangan negara dalam arti sempit merupakan bagian

keuangan negara dalam arti luas. Dalam hubungan dengan negara, keuangan

negara dalam arti sempit merupakan anggaran pendapatan dan belanja negara atau

anggaran negara. Substansi keuangan negara dalam arti sempit berbeda dengan

substansi keuangan negara dalam arti luas sehingga keduanya tidak boleh

dipersamakan secara yuridis. Dengan demikian, substansi keuangan negara dalam

arti sempit hanya tertuju pada anggaran pendapatan dan belanja negara yang

ditetapkan setiap tahun dalam bentuk undang-undang.40

Dalam hubungan ini, Jimly Asshiddiqie41 mengemukakan kegiatan yang

berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran itu pada mulanya dipahami sebagai

keuangan negara yang kemudian tercermin dalam perumusan ketentuan

39
Muhammad Djafar Saidi, op.cit, hlm. 11.
40
Muhammad Djafar Saidi, op.cit, hlm. 13.
41
Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Rreformasi, PT.
Bhuana Ilmu Komputer, Jakarta, 2008, hlm. 833-834.
39

UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disusun pada

tahun 1945. Karena itu, dapat dikatakan bahwa awalnya, yang dimaksud dengan

uang atau keuangan negara dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 sebelum perubahan adalah anggaran pendapatan dan

belanja negara saja. Dalam pengertian sempit ini diasumsikan bahwa semua ung

negara, masuk dan keluarnya, diperhitungkan seluruhnya melalui anggaran

pendapatan dan belanja negara. Tidak ada uang lain yang termasuk pengertian

uang negara di luar anggaran pendapatan dan belanja negara. Lebih lanjut

dikatakan oleh Jimly Asshiddiqie42 bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara

memiliki dua aspek, yaitu perhitungan pendapatan negara dan perhitungan belanja

negara. Bentuk atau formatnya, penyusunan anggaran pendapatan dan belanja

negara itu dituangkan dalam bentuk undang-undang tentang Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara.

2. Ruang Lingkup Keuangan Negara

Pada hakikatnya, keuangan negara sebagai sumber pembiayaan dalam

rangka pencapaian tujuan negara tidak boleh dipisahkan dengan ruang lingkup

yang dimilikinya. Oleh karena ruang lingkup itu menentukan substansi yang

dikandung dalam keuangan negara. Sebenarnya keuangan negara harus memiliki

ruang lingkup agar terdapat kepastian hukum yang menjadi pegangan bagi

pihakpihak yang melakukan pengelolaan keuangan negara.

42
Ibid , hlm. 834-835.
40

Ketika berbicara mengenai hukum keuangan negara, berarti membicarakan

ruang lingkup keuangan negara dari aspek yuridis. Ruang lingkup keuangan

negara menurut Pasal 2 UUKN adalah sebagai berikut;

a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang,

dan melakukan pinjaman;

b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum

pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;

c. Penerimaan Negara;

d. Pengeluaran Negara;

e. Penerimaan Daerah;

f. Pengeluaran Daerah;

g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak

lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang

dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada

perusahaan negara/ perusahaan daerah;

h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka

penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;

i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang

diberikan pemerintah.
41

Bidang pengelolaan keuangan negara yang demikian luas dapat

dikelompokkan dalam sub bidang pengelolaan fiskal, sub bidang pengelolaan

moneter, dan sub bidang pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan.

Menurut Undang-Undang No.17 Tahun 2003, ruang lingkup keuangan

negara meliputi:43

a) Pengelolaan moneter

Hal ini dilakukan melalui serangkaian kebijakan di bidang moneter. Kebijakan

moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah agar ada

keseimbangan yang dinamis antara jumlah uang yang beredar dengan barang

dan jasa yang tersedia di masyarakat.

b) Pengelolaan Fiskal

Pengelolaan fiskal meliputi fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan fiskal dan

kerangka ekonomi makro, penganggaran, administrasi perpajakan, administrasi

kepabean, perbendaharaan, dan pengawasan keuangan. Kebijakan fiskal adalah

kebijakan yang dilakukan pemerintah berkaitan dengan penerimaan

(pendapatan) dan pengeluaran (belanja) pemerintah.

c) Pengelolaan Kekayaan Negara

Khusus untuk proses pengadaan barang kekayaan negara, yang termasuk

pengeluaran negara telah diatur secara khusus dalam Keputusan Presiden

Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa

43
www.bppk.depkeu.go.id/webpegawai/index.php
42

Instansi Pemerintah. Di samping itu terdapat pula kekayaan negara yang

dipisahkan (pengelolaannya diserahkan kepada perusahaan yang seluruh

modalnya/ sahamnya dimiliki oleh negara). Perusahaan semacam ini biasa di

sebut Badan Usaha Milik Negara dan Lembaga-Lembaga Keuangan Negara

(BUMN/BUMD).

3. Asas- Asas Pengelolaan Keuangan Negara

Aturan pokok keuangan negara telah dijabarkan ke dalam asas-asas umum,

yang meliputi baik asas-asas yang telah lama dikenal dalam pengelolaan keuangan

negara maupun asas-asas baru sebagai pencerminan penerapan kaidah-kaidah yang

baik dalam penglolaan keuangan negara.

Sebelum berlakunya UUKN, telah ada beberapa asas- asas yang digunakan

dalam pengelolaan keuangan negara dan diakui keberlakuannya dalam

pengelolaan keuangan negara ke depan. Adapun asas- asas pengelolaan keuangan

negara dimaksud adalah sebagai berikut :

a. asas kesatuan, menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara

disajikan dalam satu dokumen anggaran;

b. asas universalitas, mengharuskan agar setiap transaksi keuangan

ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran;

c. asas tahunan, membatasi masa berlakunya anggaran untuk satu tahun

tertentu; dan
43

asas spesialitas, mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci

secara jelas peruntukannya.

4. Pengelolaa Keuangan Negara

A. Pengelolaan Uang Negara

Pengelolaan keuangan negara merupakan bagian dari pelaksanaan

pemerintahan negara. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan

kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan

kewenangannya, yang meliputi ;

1. perencanaan keuangan negara;

2. pelaksanaan keuangan negara;

3. pengawasan keuangan negara; dan

4. pertanggungjawaban keuangan negara.

Pengelolaan uang negara yang berada dalam tanggung jawab menteri

keuangan selaku bendahara umum negara merupakan bagian dari pengelolaan

keuangan negara. Pengertian uang negara adalah uang yang dikuasai oleh

bendahara umum negara yang meliputi rupiah dan valuta asing. Sementara itu,

uang negara terdiri dari atas uang dalam kas negara dan uang pada bendahara

penerimaan dan bendahara pengeluaran kementerian negara/lembaga

pemerintah nonkementerian, dan lembaga negara.

Wewenang bendahara umum negara dalam pengelolaan uang negara yang

dilaksanakan oleh kuasa bendahara umum negara pusat meliputi sebagai


44

berikut;

a. menetapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara;


b. menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka

pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara;

c. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam

pelaksanaan anggaran negara;

d. menyimpan uang negara;

e. menempatkan uang negara;

f. mengelola/menatausahakan investasi melalui pembelian surat utang

negara;

g. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna

anggaran atas beban rekening kas umum negara; dan

h. menyajikan informasi keuangan negara.

Pengelolaan uang negara dapat diperinci ke dalam pengelolaan kas umum

negara, pelaksanaan penerimaan negara oleh kementerian negara, lembaga non

kementerian, dan lembaga negara. Kemudian, pengelolaan uang persediaan

untuk keperluan kementerian negara, lembaga pemerintah non kementerian, dan

lembaga negara. Perincian ini bertujuan untuk membedakan fungsinya, agar

pengelolaan keuangan tetap terarah pada sasaran yang hendak dicapai.

B. Pengelolaan Keuangan Desa


45

Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi

perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban

keuangan desa. Penyelenggaraan kewenangan Desa berdasarkan hak asal usul

dan kewenangan lokal berskala Desa didanai oleh APBDesa. Penyelenggaraan

kewenangan lokal berskala Desa selain didanai oleh APB Desa, juga dapat

didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan

dan belanja daerah.

Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh Pemerintah

didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara. Dana anggaran

pendapatan dan belanja negara dialokasikan pada bagian anggaran

kementerian/lembaga dan disalurkan melalui satuan kerja perangkat daerah

kabupaten/kota. Penyelenggaraan kewenangan Desa yang ditugaskan oleh

pemerintah daerah didanai oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Seluruh pendapatan Desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas Desa

dan penggunaannya ditetapkan dalam APBDesa. Pencairan dana dalam

rekening kas Desa ditandatangani oleh kepala Desa dan Bendahara Desa.

Pengelolaan keuangan Desa meliputi:

1. Perencanaan

2. Pelaksanaan

3. Penatausahaan

4. Pelaporan
46

5. Pertanggung jawaban

Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan Desa.

Dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan Desa, kepala Desa

menguasakan sebagian kekuasaannya kepada perangkat Desa. Pengelolaan

keuangan Desa dilaksanakan dalam masa 1 (satu) tahun anggaran terhitung

mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Pengalokasian Bersumber

dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan

Belanja Daerah. Pemerintah mengalokasikan Dana Desa dalam anggaran

pendapatan dan belanja negara setiap tahun anggaran yang diperuntukkan bagi

Desa yang ditransfer melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah

kabupaten/kota.

Ketentuan mengenai pengalokasian Dana Desa diatur tersendiri dalam

Peraturan Pemerintah, Pemerintah daerah kabupaten/kota mengalokasikan

dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota. setiap tahun

anggaran ADD paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan

yang diterima kabupaten/kota dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah

setelah dikurangi dana alokasi khusus Pengalokasian ADD

mempertimbangkan:44

a. Kebutuhan penghasilan tetap kepala Desa dan perangkat Desa

b. Jumlah penduduk Desa

c. Angka kemiskinan Desa


44
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2014
47

d. Luas wilayah Desa

e. Tingkat kesulitan geografis Desa.


BAB III

FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)


DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA
DESA (APBDES) DI DESA PETIR KECAMATAN PETIR MENURUT
UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

A. Profil Desa Petir

1. Sejarah Desa Petir

Desa Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum

Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk. Sebagai bukti

keberadaanya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam

teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende

landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di Jawa dan Bali,

Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya.

Daerah-daerah itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat

dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa. Negara Republik

Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan

segala peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati

hak-hak asal usul daerah tersebut”.

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut dengan nama lain,

selanjutnya disebut desa, adalah kesatauan masayarakat hukum yang

48
49

memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakrsa

masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yag diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Desa Petir adalah bagian dari wilayah Kecamatan Petir Kabupaten

Serang Provinsi Banten, dari awal berdirinya desa petir sudah berganti 4

(empat) Kepala Desa hingga periode saat ini dimulai dari tahun 1960-1985

yang dipimpin oleh Kepala Desa yang bernama Marjuk, pada tahun 1985-

2001 di pimpin oleh Zuhdi, pada tahun 2002-2015 dipipmpin oleh Oji

Fahroji, dan yang sampai sekarang masih menjabat kepala desa dipimpin

oleh Hambali. Desa petir merupakan desa yang sentral dan pusat

pemerintahan wilayah Kecamatan Petir, daerah yang sangat strategis dimana

wilayah Kecamatan berada dalam ruang lingkup Desa Petir.

2. Susunan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Petir Kecamatan

Petir

Susunan Kepengurusan Badan Permusyawaratan Desa Petir

Kecamatan Petir Kabupaten Serang berdasarkan Keputusan Bupati

Kabupaten Serang Nomor: 141.2/Kep.72-Huk.DPMD/2020 tertanggal 10

Januari 2020 sebagai berikut :

a. Pimpinan

1) . Ketua : NURHIMAN
50

2) . Wakil Ketua : SIDIK

3) . Sekretaris : MUTMAINAH

b. Bidang

1) Bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat

Desa - REPIANA

2) Bidang Penyelenggaraan Pemerintah Desa dan Pembinaan

Masyarakat Desa - UNGKA WAHYUDI

3) Bidang Pemuda dan Olahraga - GUNTUR BAINALLAH

4) Bidang Agama - CECEP BUSTOMI

Pelaksanaan Fungsi BPD (Badan Permusyawaratan Desa) di Desa

Petir Kecamatan Petir Kabupaten Serang sebagai salah satu unsur

penyelenggara Pemerintahan Desa terbentuk sebagai wahana pelaksanaan

demokrasi di Desa telah menunjukkan peran penting dalam mendukung

perwujudan tata penyelenggaraan pemerintahan Desa yang baik. Sejauh ini

BPD di Desa Petir telah memiliki paradigma yang jelas berpegang teguh pada

konstitusi, serta independen dalam melakukan tugas dan fungsinya. Tetapi

sampai saat ini keberadaan BPD Desa Petir Kecamatan Petir belum maksimal

dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai legislator di tingkat

pemerintahan desa. Pemerintahan Desa dan BPD di Desa Petir dapat berperan

dan berfungsi untuk membahas dan menyepakati rancangan peraturan Desa,

menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa, dan melakukan

pengawasan kinerja Kepala Desa, hal ini sesuai dengan Undang-Undang


51

Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Peraturan Mentri Dalam Negeri

Republik Indonesia Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan

Permusyawaratan Desa.

Pelaksanaan tugas Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terletak pada

sumber daya manusia dan daya dukung anggota di dalamnya atau mekanisme

yang ada, sehingga dengan itu sejumlah alat kelengkapan organisasi yang

didasari oleh Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 6 Tahun 2016

tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

Dilihat dari struktur organisasi Badan Permusyawaratan Desa Petir

diatas bahwa tingkat pendidikan atau Sumber Daya Manusia yang ada dalam

internal BPD memiliki SDM yang berbeda-beda. Mulai dari tingkat

pendidikan Magister sampai tingkatan pendidikan SLTP. Jumlah dari lulusan

Sarjana dalam BPD Desa Petir berjumlah 2 orang, dan yang lainnya ialah

tingkat pendidikannya lulusan dan SLTA berjumlah 4 orang dan SLTP

berjumlah 1 orang. Demi terciptanya suatu produk hukum yang baik atau

Peraturan Desa dalam pemerintahan desa harus ditunjang dengan pendidikan

yang menghimpun, pendidikan ini penting sekali keberadaannya karena

majunya suatu daerah terlihat dari tersedianya pendidikan baik itu formal

maupun informal.

3. Letak Wilayah

Desa Petir adalah desa yang berada di wilayah Kecamatan Petir


52

Kabupaten Serang Provinsi Banten yang memiliki luas wilayah yang cukup

besar, serta daerah administratif Desa Petir jika menilik ke Desa lainnya yang

terdapat di Kecamatan Petir adalah menjadi salah satu desa yang memiliki

wilayah administratif terbesar. Namun demikian, dengan cukup besarnya

wilayah yang harus dikembangkan oleh Pemerintahan Desa Petir maka hal itu

dirasa akan cukup memabantu dalam meningkatkan potensi yang terdapat di

Desa Petir pada masa ke masa.

Secara geografis Desa Petir merupakan salah satu Desa di Kecamatan

Petir yang mempunyai luas wilayah mencapai 369 Ha. Dengan jumlah

penduduk Desa Petir sebanyak 8.000 Jiwa. Desa Petir merupakan salah satu

Desa dari 14 (empat belas) Desa yang ada di kecamatan Petir Kabupaten

Serang, Desa Petir berada pada ketinggian ± 185 dpl dan curah hujan ± 200

mm, rata-rata suhu udara 28º - 32º celcius. Bentuk wilayah daratan atau

pesawahan . Desa Petir terletak di sebelah Utara Kecamatan Petir yang

apabila ditempuh dengan memakai kendaraan hanya menghabiskan waktu

selama ± 5 menit.

Secara geokrafis Desa Petir terletak dibagian selatan Kabupaten

Serang dengan luas wilayah lebih kurang 369 ha dengan batas sebagai berikut

Sebelah Utara : berbatasan dengan Desa Sukamenak Kecamatan Petir.

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Desa Sanding dan Mekar Baru

Kecamatan Petir.
53

Sebelah Barat : berbatasan dengan Desa Nagara Padang Kecamatan

Petir.

Sebelah Timur : berbatasan dengan Desa Sukarja Mekar Baru

Kecamatan Petir.

a. Luas Wilayah

Jumlah luas tanah Desa Petir seluruhnya mencapai 369 ha dan terdiri

dari tanah darat dan tanah sawah dengan rincian sebagai berikut:

1) Tanah pekarangan pemukiman Rakyat lebih kurang : 71 ha

2) Tanah Perkebunan rakyat lebih kurang : 115 ha

3) Tanah Persawahan Rakyat lebih kurang : 150 ha

4) Tanah Peternakan Rakyat lebih kurang : 2 ha

5) Tanah Fasilitas Umum lebih kurang : 5 ha

6) Tanah Perkantoran lebih kurang : 1 ha

Keadaan Topografi Desa Petir dilihat secara umum keadaannya

merupakan daerah daratan dan pesawahan sehingga sebagian masyarakatnya

adalah pedagang dan petani.

b. Sumber Daya Alam

1) Pertanian

2) Perkebunan

3) Lahan tanah

c. Karakteristik Desa
54

Desa Petir merupakan kawasan pedesaan yang bersifat agraris, dengan

mata pencaharian dari sebagian besar penduduknya adalah

perdagangan/wiraswasta terutama sektor pertanian dan perkebunan.

Sedangkan pencaharian lainnya adalah sektor buruh, pertanian, jasa,

perbengkelan, Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Home Industri yang bergerak

di bidang kerajinan. pemanfaatan hasil olahan dan perkebunan hanya sebagian

kecil saja.

4. Visi dan Misi

Penyusunan Visi Desa Petir ini dilakukan dengan pendekatan partisipatif,

melibatkan pihak-pihak yang berkepentingan di Desa Petir seperti

pemerintah desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh agama, lembaga

masyarakat desa dan masyarakat desa. Pertimbangan kondisi eksternal di

desa seperti satuan kerja wilayah pembangunan di kecamatan.

Selain penyusunan visi juga telah ditetapkan misi-misi yang memuat sesuatu

pernyataan yang harus dilaksanakan oleh desa agar tercapainya visi desa

tersebut. Visi berada di atas misi. Pernyataan visi kemudian dijabarkan ke

dalam misi agar dapat di operasionalkan/dikerjakan. Sebagaimana

penyusunan visi, misipun dalam penyusunannya menggunakan pendekatan

partisipatif dan pertimbangan potensi dan kebutuhan Desa Petir

a. Visi Desa

Berdasarkan hasil musyawarah masyarakat Desa Petir dan


55

Pemerintah Desa di sepakati, Visi Desa Petir adalah : “Membangun dan

Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa Petir”

b. Misi Desa

Untuk mencapai tujuan dari Visi di atas maka disusunlah Misi

sebagai langkah-langkah penjabaran dari visi tersebut di atas sebagai

berikut :

a) Meningkatkan produksi pertanian dan perkebunan masyarakat

melalui pengelolaan pertanian intensifikasi yang maju.

b) Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan keagamaan

c) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia melalui

pembangunan sektor pertanian, pendidikan, kesehatan,

kebudayaan, kependudukan dan ketenagakerjaan.

d) Meningkatkan sarana dan prasarana transportasi guna menopang

perekonomian.

e) Meningkatkan infrastruktur desa melalui peningkatan prasarana

jalan, energi listrik, pengelolaan sumber daya air, pengelolaan

lingkungan, penataan ruang dan perumahan.

f) Membuat Sarana Perkantoran Pemerintahan Desa yang nyaman.

B. Arah Kebijakan Pembangunan Desa

1. Arah Pengelolaan Pendapatan Desa

a. Pendapatan desa bersumber dari APBDesa, Pemerintah Kabupaten,


56

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat

b. Identifikasi Sumber pendapatan Asli Desa (PAD)

c. Menyusun Regulasi berupa Peraturan Desa untuk dapat mengelola

sumber-sumber pendapatan asli desa.

d. Penyiapan perangkat-perangkat yang mengelola pendapatan desa.

e. Semua pendapatan desa wajib dicatat dan dibukukan untuk sebagai

bahan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada masyarakat.

2. Arah Kebijakan Pembangunan dan Keuangan Desa

a. Meningkatkan pendapatan masyarakat.

b. Meningkatkan pengelolaan keuangan desa yang transparan,

akomodatif dan akuntabel.

c. Belanja Kepala Desa dan Perangkat Desa.

d. Operasional Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPM).

e. Insentif Dusun, RW dan RT serta kelembagaan desa lainnya.

f. Tunjangan Operasinonal BPD.

g. Program Operasional Pemerintahan Desa.

h. Program pelayanan dasar infrastruktur.

i. Program pelayanan pertanian dan perkebunan.

j. Program pelayanan dasar kesehatan.

k. Program pelayanan dasar pendidikan.

l. Program penanggulangan kemiskinan.

m. Program penyelenggaraan pemerintahan desa.


57

n. Program peningkatan kapasitas masyarakat, kelembagaan desa,

aparatur desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) melalui

pelatihan-pelatihan.

o. Program ekonomi kerakyatan yang produktif.

p. Program peningkatan pelayanan masyarakat.

q. Program dana bergulir, agribisnis dan manajemen usaha.

r. Program pengelolaan tata ruang desa.

s. Program penyusunan peraturan desa dan perencanaan pembangunan

desa.

t. Program penyelenggaraan keagamaan dan akhlakul karimah.

u. Program pemberdayaan lembaga adat.

v. Program kerjasama desa dan antar desa.

w. Program peningkatan kualitas lingkungan dan perumahan.

3. Kebijakan Umum Peraturan Desa

Pemerintah Desa dan BPD melaksanakan musyawarah guna

membahas dan menyepakati anggaran yang dibutuhkan selama setahun

dengan menggunakan tolok ukur tahun sebelumnya dan kemudian

dituangkan dalam APBDesa.

4. Program Pembanguanan Desa

Program pembangunan desa merupakan penjabaran yang lebih detail

dari Visi dan Misi yang telah disusun. Berdasarkan evaluasi dan review

terhadap RKP dan RPJM Desa tahun sebelumnya melalui proses


58

musyawarah desa, maka secara umum Program Pembangunan Desa sama

dengan arah kebijakan pembangunan desa yakni sebagai berikut :

a. Meningkatkan pendapatan masyarakat

b. Meningkatkan pengelolaan keuangan desa yang transparan,

akomodatif dan akuntabel.

c. Belanja Kepala Desa dan Perangkat Desa

d. Operasional Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPM)

e. Insentif Dusun, RW dan RT serte kelembagaan desa lainnya

f. Tunjangan Operasinonal Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

g. Program Operasional Pemerintahan Desa

h. Program pelayanan dasar infrastruktur

i. Program pelayanan pertanian dan perkebunan

j. Program pelayanan dasar kesehatan

k. Program pelayanan dasar pendidikan

l. Program penanggulangan kemiskinan

m. Program penyelenggaraan Pemerintahan desa

n. Program peningkatan kapasitas masyarakat, kelembagaan desa,

aparatur desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) melalui

pelatihan-pelatihan

o. Program ekonomi kerakyatan yang produktif

p. Program peningkatan pelayanan masyarakat

q. Program dana bergulir, Agribisnis dan manajemen usaha


59

r. Program pengelolaan tata ruang desa

s. Program penyusunan peraturan desa dan perencanaan pembangunan

desa

t. Program penyelenggaraan keagamaan dan akhlakul karimah.

u. Program pemberdayaan lembaga adat

v. Program kerjasama desa dan antar desa

w. Program peningkatan kualitas lingkungan dan perumahan.

5. Strategi Pencapaian

a. Strategi pencapaian pembangunan desa adalah sebagai berikut:

b. Menjadikan dokumen RPJM Desa ini sebagai satu-satunya dokumen

perencanaan Pembangunan desa selama 6 (enam) tahun.

c. Bersama masyarakat desa, Pemerintah Desa bersinergi dan bersatu

padu dalam kebersamaan dan kegotongroyongan dalam membangun

desa dengan asas-asal keadilan, partisipatif, transparan dan

bertanggung jawab.

d. Menyusun langkah-langkah konkrit dan operatif prioritas

pembangunan desa.

e. Melaksanakan pembangunan desa berdasarkan aturan dan petunjuk

yang ada.

f. Melakukan pengawasan terhadap proses-proses pembangunan desa.

g. Melakukan pemanfaatan dan pelesarian kegiatan.

h. Memberikan penghargaan dan sanksi yang proporsional dan


60

bertanggung jawab kepada pelaku pembangunan desa.

C. Pengelolaan Dan Pengawasan Anggaran Desa Petir

1. Transparansi Pengelolaan Dana Desa

Pengelolaan dana desa menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60

Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran

Pendapatan Dan Belanja Negara, dalam peraturan tersebut memaknai

bahwa pengelolaan keuangan desa dimulai dari perencanaan, pelaksanaan,

pelaporan, dan pertanggungjawaban. Pengelolaan keuangan desa juga

harus didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik (good

governance). Hal yang menjadi perhatian penting dalam good governance

yaitu transparansi dan akuntabilitas. Pemerintah desa tidak akan kuat dan

otonom tidak akan berjalan bagi masyarakat jika tidak ditopang dengan hal

tersebut.

Keuangan desa menurut UU No 6 Tahun 2014 menjelaskan semua hak

dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu

yang berupa uang dan barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak

dan kewajiban desa. Keuangan desa tertuang dalam Laporan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDesa. APBDesa

merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah desa yang dibahas dan

disetujui oleh pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD),


61

dan ditetapkan dalam Peratran Desa (Perdes).

Sumber pendapatan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu

alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa

Dana Desa APBDes. Dana Desa dibahas dikarenakan kewenangan yang

diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah desa melalui Undang-

Undang Desa. Pemerintah pusat menempatkan pemerintah desa sebagai

ujung tombak pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Desa diberikan kewenangan dan diberikan sumber dana untuk bisa

menjalankan kewenangannya dan bertujuan untuk meningkatkan ekonomi

dan kesejahteraan masyarakat. Setiap tahun pemerintah pusat telah

menganggarkan dana desa yang cukup besar untuk diberikan kepada desa.

Berikut rincian dana desa yang di terima di Desa Petir:

a. Tahun 2016 : Rp.1.033.721.000,00

b. Tahun 2017 : Rp. 1.211.232.000,00

c. Tahun 2018 : Rp. 1.080.821.000,00

d. Tahun 2019 : Rp. 1.298.276.200,00

e. Tahun 2020 : Rp.1.220.602.163,00

Mengenai dana desa yang diterima untuk setiap tahunnya berbeda-

beda. Pengalokasian APBDesa untuk dana desa tergantung dari kemampuan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Perhitungan

pengalokasian dana desa berpatok pada Peraturan Pemerintah (PP) No 60

Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan
62

dan Belanja Negara. Berikut adalah pengalokasian yang tertuang dalam

Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2015 pasal (11) :

a) Dana desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah

desa.

b) Alokasi dana desa dialokasikan berdasarkan: Alokasi dasar

dan alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah

penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan kesulitan

geografis desa setiap kabupaten/kota.

c) Tingkat kesulitan yang ditunjukkan oleh indeks kemahalan

konstruksi.

d) Data jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah,

indeks kemahalan konstruksi bersumber dari kementrian yang

berwenang.

e) Dana desa setiap kabupaten/kota ditetapkan dalam peraturan

presiden mengenai rincian APBN.

2. Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Terhadap Pengelolaan APBDes

Di Desa Petir Kecamatan Petir

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mempunyai Fungsi melakukan

pengawasan kinerja Kepala Desa, yaitu Kepala desa Menyampaikan

laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada

BPD (Badan Permusyawaratan Desa) setiap akhir tahun anggaran.


63

Dalam upaya pengawasan penggunaan Dana Desa BPD Desa Petir

mengambil upaya pengawasan administratif dan riil di lapangan. Upaya

administratif diawali dengan perencanaan dan penyalur aspirasi-aspirasi

masyarakat yang dilakukan saat musrenbangdus dimana ditentukan bagian

mana yang dibutuhkan, disetiap dusun kemudian BPD mengajukan saat

musyawarah desa dan menentukan proyek yang masuk dalam skala 1

(meliputi pembangunan jalan), skala 2 (pembangunan irigasi), skala 3

(piparisasai) kemudian di serahkan terhadap perangkat Desa yang

berwenang. Tingkat Perencanaan pembangunan dilakukan saat

musrenbangdus kemudian dibawa ketingkat musrenbangdus dan ditentukan

skala prioritas 1 2 3 dan dilaksanakan oleh perangkat Desa. Setiap Badan

Permusyawaratan Desa dalam Musrenbangdes harus membawa misi

masing-masing dari setiap dusun untuk diperjuangkan. Karena Badan

Permusywaratan Desa berangkat dari tujuan yang sama yakni memberikan

hak-hak masyarakat maka diperlukan BPD yang tidak hanya menjadi

pelengkap lembaga saja melainkan mampu kritis dalam menyikapi apa

yang diharapkan masyarakat atau persoalan dalam masyarakat. Kemudian

di tunjuk TPK (tim pekerja lapang) untuk melalukan pemabangunan atau

pengelolaan Dana Desa dilapangan. Setelah di lapangan pun BPD wilayah

di tunjuk langsung untuk mengawasi penggunaan atau pun pengeleolaan

Dana Desa di wilayah masing-masing guna terhindarnya pihak-pihak yang

ingin menyelewengakan Dana Desa ,tetapi Badan permusywaratan Desa


64

(BPD) menghimbau agar masyarakat ikut serta mengawasi karena bisa saja

apa yang di rencanakan dengan apa yang terjadi dilapangan tidak sama,

karena bagaimana pun tujuan dari pengawasan tersebut agar tercapainya

kesejahteraan masyarakat dan dengan adanya upaya pengawasan secara

langsung guna merealisasikan gagasan-gasaan yang dilakukan oleh Kepala

Desa memang benar-benar diejawentahkan kepada masyaraktmasyarakat

yang membutuhkan pelayanan terutama tentang Dana Desa.


65
BAB IV

ANALISIS FUNGSI PENGAWASAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA


(BPD) DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN
BELANJA DESA (APBDES) DI DESA PETIR KECAMATAN PETIR
MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA

A. Analisis Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam


Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa Petir
Kecamatan Petir

1. Dasar Yuridis fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa (APBDes) Di
Desa Petir Kecamatan Petir
Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengelolaan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) di desa petir di dasari oleh

beberapa ketentuan peraturan perundangan-undangan yang terkait yaitu

berdasarkan pasal 55 undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan

pasal 11 peraturan daerah kabupaten serang nomor 9 tahun 2016 tantang Badan

permusyawaratan desa menjelaskan bahwa badan permusyawaratan desa


45
mempunyai fungsi yaitu :

a) Membahas dan meyepakati rancangan peraturan desa dan kepala desa,

b) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan

c) Melakukan pengawasan kinerja kepala desa.


45
pasal 55 undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa menjelaskan bahwa badan
permusyawaratan desa
67

Ketentuan pasal 55 ini mendasari bahwa badan permusyawaratan desa

(BPD) mempunyai kewenangan dalam melakukan pengawasan terhadap desa.

Kemudian di perjelas kembali terkait arah di lakukannya pengawasan yaitu

dalam pasal 61 undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan pasal 12

peraturan daerah kabupaten serang no 9 tahun 2016 tentang badan

permusyawaratan desa (BPD) yaitu badan permusyawaratan desa harus:

1) Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan

pemerintah desa kepada pemerintah desa.

2) Menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintah desa,

melaksanakan pembangunan, pembinaaan kemasyarakatan desa,

dan pemberdayaan masyarakat desa.

3) Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya

dari anggaran pendapatan belanja desa.

Dalam ketentuan pasal pasal tersebut maka Badan Permusyawaran

Desa (BPD) yaitu selalu mengawasi kinerja kepala desa dan anggota yang

lainnya yang berada di dalam perangkat desa serta meminta keterangan

tentang penyelenggaraan dan laporan pertanggungjawaban di pemerintahan

desa. Pelaksanaan fungsi pengawasan dalam pengelolaan anggaran

pendapatan dan belanja desa (APBDes) oleh badan permusyawaratan desa

(BPD) dilaksanakan dari tahap perencanaan Anggaran, tahap pelaksanaan

anggaran dan tahap laporan pertanggung jawaban anggaran. Pada tahap

perencanaan dan tahap laporan pertanggung jawab BPD mengesahkan


68

bersama kepala desa dalam kurun waktu 1 Tahun yang di awasi langsung oleh

badan permusyawaran desa (BPD).

Berdasarkan pasal-pasal yang telah tercantum dan hasil penelitian

wawancara dengan Nuriman selaku ketua dari badan permusyawaratan desa di

desa petir kecamatan petir dapat dilihat bahwa peran Badan Permusyawaratan

Desa (BPD) dalam melaksanakan pengawasan terhadap dana desa yang

digunakan di Desa petir, diprioritaskan oleh pemerintah Desa Petir dalam

pembangunan Desa Petir dan pemberdayaan masyarakat Desa Petir untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa petir, Tetapi sebelum dana desa

itu digunakan masyarakat Desa Petir melakukan musyawarah desa yang

berdasarkan pada Pasal 54 UU No 6 Tahun 2014 pada ayat 1 menjelaskan

bahwa musyawarah desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti

oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Pemerintah Desa, dan Unsur

Masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam

penyelenggaeaan pemerintah desa. Dari hasil observasi yaitu musyawarah

Desa Petir merupakan forum pertemuan dari seluruh elemen masyarakat yang

memiliki kepentingan yang ada di Desa Petir saat membuat rancangan

peraturan desa, untuk menggariskan hal-hal yang dianggap penting oleh

Pemerintah Desa Petir dan menyangkut kebutuhan dari masyarakat desa.46

Hasil dari musyawarah Desa Petir yang berbentuk kesepakatan

bersama dalam musyawarah akan dijadikan landasan dasar oleh Badan


46
Nuriman, ketua badan permusyawaratan desa petir, wawancara, 17 mei pukul 10:00 WIB
69

permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa Petir yang bersifat strategis

meliputi :

1. Penataan Desa.

2. Perencaan Desa

3. Kerja sama Desa

4. Rencana Investasi Yang Masuk Ke Desa

5. Rencana Pembentukan BUM Desa

6. Penambahan dan Pelepasan Aset Desa

7. Kejadian Luar Biasa.

Musyawarah desa dilaksanakan paling kurang sekali dalam satu tahun.

Musyawarah desa dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Dalam Pasal 61 UU No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada ayat 1 menjelaskan

bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berhak mengawasi dan meminta

keterangan tentang penyelenggaraan pemerintah desa kepada pemerintah

desa. Dari hasil observasi bahwa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa

Petir melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah Desa dan

juga memintai keterangan tentang penyelenggaraan pemerintah melalui

musyawarah desa yang dilakukan setiap tahunnya. Lalu dalam hal mengawasi

dari penyelenggaraan pemerintahan atau mengontrol proses penyelenggaraan

pemerintahan melalui sikap kepedulian dan kerja sama yang baik antara

Pemerintah Desa Petir dengan Badan Permusyawaratan Desa Petir untuk


70

mesukseskan segala rencana kegiatan yang sudah diagendakan oleh

Pemerintah Desa Petir. Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa Petir

bukan hanya dalam anggaran, namun dalam semua kegiatan desa merupakan

tanggungjawab dari perangkat desa dan Badan permusyawaratan Desa (BPD).

Dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa Petir harus ikut serta dalam

memantau kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Petir.

Selain mengawasi dari penggunaan dana desa Badan Permusyawaratan

Desa Petir juga menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintah desa,

pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa. Lalu,

Badan Permusyawaratan mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas

dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Dalam

hal ini berarti Badan Permusyawaratan Desa Petir sudah memenuhi unsur

dalam melaksanakan perananannya dalam memenuhi kewajibannya dalam

melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penggunaan dana desa di Desa

Petir yaitu mengawasi dan meminta keterangan penyelenggaraan pemerintah

desa kepada pemerintah desa dan juga pencanaan desa dan rencana

pembentukan BUMDes. Hal ini terbukti bahwa Badan Permusyawaratan Desa

Petir dalam menyelenggaraan musyawarah atau MUSRENBANGDES, bahwa

Badan Permusyawaratan Desa Petir sangat berperan penting dalam proses

pembentukan rancangan desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan

kepala desa dan perangkat desa lainnya memiliki hubungan kemitraan antara
71

satu dengan yang lain untuk mencapai suatu tujuan yang diharapkan dan

menciptakan suatu kesejahteraan, kemakmuran, dan kemajuan bagi

masyarakat di Desa Petir.

2. mekanisme pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa

Petir Kecamatan Petir

Pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintah merupakan salah satu

alasan terpenting mengapa badan permusyawaratan desa (BPD) perlu di

bentuk. Pengawasan oleh BPD terhadap pelaksanaan pemerintah desa di

petir yang di pimpin oleh kepala desa merupakan tugan dari BPD itu sendiri.

Upaya pengawasan yang dilakukan oleh BPD untuk mengurangi adanya

penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan

pemerintah desa.

Mekanisme pengelolaan dana desa di Desa Petir dimulai dengan Tim

Penyusun Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) yang dibuat oleh

pemerintah desa sesuai dengan pasal 2 dan 3 nomor 5 tahun 2017 tentang

rencana kerja pemerintah desa (RKP desa). Anggota dalam tim ini

melibatkan masyarakat secara umum yaitu kepala desa sebagai pembina,

carik desa, kepala urusan perencanaan, lembaga-lembaga yang ada di desa,

serta BPD. Dengan dibuatnya tim rencana kerja pemerintah desa yang

memiliki tujuan agar pembangunan desa dapat lebih terarah guna untuk
72

meningkatkan kualitas hidup masyarakat desa.

Mekanisme pembentukan tim penyusunan RKPDes yang dibuat oleh

Pemerintah Desa Petir telah sesuai dengan Pemendagri No 114 Tahun 2014

tentang pedoman pembangunan desa mengenai pembentukan tim

penyusunan RKPDes pasal (2) yang berisi mengenai penyelenggaraan

pemerintah desa, wajib disusun perencanaan pembangunan desa sebagai satu

kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan

pembangunan desa tersebut meliputi: Rencana pembangunan jangka

menengah desa dan rencana kerja pembangunan desa. Dalam rangka

menyusun perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga

kemasyarakatan desa dan pemuka masyarakat secara individu. Tujuan

diadakannya tim sebelum adanya musyawarah pembangunan adalah agar

forum musyawarah lebih terarah dan untuk tim tersebut dapat mempelajari

dari RKPDes tahun sebelumnya.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Mempunyai Fungsi melakukan

pengawasan kinerja Kepala Desa, yaitu Kepala desa Menyampaikan laporan

keterangan penyelenggaraan pemerintahan secara tertulis kepada Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) setiap akhir tahun anggaran.

Dalam upaya pengawasan penggunaan Dana Desa BPD Desa Petir

mengambil upaya pengawasan administratif dan riil di lapangan. Upaya

administratif diawali dengan perencanaan dan penyalur aspirasi-aspirasi

masyarakat yang dilakukan saat musrenbangdus dimana ditentukan bagian


73

mana yang dibutuhkan, disetiap dusun kemudian BPD mengajukan saat

musyawarah desa dan menentukan proyek seperti:

a. Pembangunan jalan

b. Pembangunan irigasi

c. Pembangunan sarana dan prasarana desa.

kemudian di serahkan terhadap perangkat Desa yang berwenang. Tingkat

Perencanaan pembangunan dilakukan saat musrenbangdus kemudian dibawa

ketingkat musrenbangdes dan ditentukan skala prioritas 1 2 3 dan

dilaksanakan oleh perangkat Desa. Setiap Badan Permusyawaratan Desa

dalam Musrenbangdes harus membawa misi masing-masing dari setiap

dusun untuk diperjuangkan. Karena Badan Permusyawaratan Desa berangkat

dari tujuan yang sama yakni memberikan hak-hak masyarakat maka

diperlukan BPD yang tidak hanya menjadi pelengkap lembaga saja

melainkan mampu kritis dalam menyikapi apa yang diharapkan masyarakat

atau persoalan dalam masyarakat. Kemudian di tunjuk TPK (tim pekerja

lapang) untuk melakukan pemabangunan atau pengelolaan Dana Desa

dilapangan. Setelah di lapangan pun BPD wilayah di tunjuk langsung untuk

mengawasi penggunaan atau pun pengeleolaan Dana Desa di wilayah

masing-masing guna terhindarnya pihak-pihak yang ingin menyelewengkan

Dana Desa, tetapi Badan permusyawaratan Desa (BPD) menghimbau agar

masyarakat ikut serta mengawasi karena bisa saja apa yang di rencanakan

dengan apa yang terjadi dilapangan tidak sama, karena bagaimana pun
74

tujuan dari pengawasan tersebut agar tercapainya kesejahteraan masyarakat

dan dengan adanya upaya pengawasan secara langsung guna merealisasikan

gagasan-gasaan yang dilakukan oleh Kepala Desa memang benar-benar

dijalankan kepada masyarakatnya guna membantu dan yang membutuhkan

pelayanan yang berada di desa.

Berdasarkan hasil penelitian dalam wawancara yang dilakukan di

lapangan, memang sebagian besar anggaran yang di habiskan untuk belanja

pegawai serta keperluan pembangunan desa, Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) desa petir selama ini melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) terkesan sudah berjalan

dengan oftimal, ini dapat di lihat dari kinerja Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) dalam proses pengolahan dana (APBDes). hal ini berarti badan

permusyawaratan desa sudah menjalankan fungsinya dengan baik dan

pemerintah desa petir juga secara terbuka dan transparan memperlihatkan

laporan pertanggung jawaban yang kemudian di periksa oleh Badan

Permusyawaratan Desa (BPD). Dari pengawasan terhadap APBDes ini

pemerintah desa petir melakukan pembangunan desa kearah yang lebih baik.

Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Desa petir berpedoman kepada

kebijakan yang telah disepakati bersama yaitu program kerja APBDes serta

berbagai peraturan perundang- undangan pengawasan terhadap pelaksanaan

peraturan perundang-undangan oleh pemerintah desa. Tujuan dilakukan

pengawasan yaitu agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dengan


75

dan mencapai hasil sebagaimana yang telah direncanakan atau diprogramkan

sebelumnya. Pengawasan APBDES ini dapat dilihat dalam laporan

pertanggungjawaban setiap akhir tahun anggaran. Adapun Mekanisme

pengawasan yang dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa

petir terhadap pelaksanaan Pendapatan dan Belanja (APBDes), antara lain:

1) Perencanaan Kegiatan Pemerintah Desa

a. melibatkan Pimpinan BPD dalam memimpin musyawarah desa

untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam

penyelenggaraan pemerintahan desa.

b. memusyawarahkan rancangan peraturan desa tentang APBDes

bersama dengan Kepala Desa.

2) Pelaksanaan Kegiatan

a. meminta keterangan dan/atau mengajukan pertanyaan tentang

penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa.

b. menyampaikan usul dan/atau pendapat atas penyelenggaraan

pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa.

c. membahas terkait pengelolaan kekayaan milik desa bersama

dengan kepala desa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah.

d. menerima laporan hasil pemantauan dan berbagai keluhan

terhadap pelaksanaan pembangunan desa dari masyarakat desa.


76

3) Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa

Kepala Desa wajib memberikan Laporan Keterangan Penyelenggaraan

Pemerintahan Desa (untuk selanjutnya disebut ‘LKPPD’) secara

tertulis yang paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan desa kepada

Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran.

Bentuk pengawasan BPD tersebut berupa monitoring dan evaluasi yang

menjadi bagian dari laporan kinerja BPD sebagai wujud

pertanggungjawaban pelaksanaan tugas BPD kepada masyarakat desa.

Evaluasi pelaksanaan tugas kepala desa selama 1 (satu) tahun anggaran

dilakukan berdasarkan prinsip demokratis, responsif, transparansi,

akuntabilitas dan objektif. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sendiri

dalam pemanfaatan aset desa ini memberikan dukungan kepada Hukum Tua

terhadap penggunaan keuangan desa yang di peruntukan bagi kepentingan

masyarakat desa petir. Laporan pertanggung jawaban pemerintah desa

melalui badan permusyawaratan desa (BPD) dapat di pertanggungjawabkan

dalam pelaksanaanya. Pengawasan terhadap pelaksanaan anggaran

pendapatan dan belanja desa (APBDes) dilaksanakan dengan penuh

tanggung jawab dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di desa petir.


77

B. Kendala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pengelolaan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Di Desa Petir Kecamatan Petir

Dari hasil observasi penelitian di lapangan terkait badan

permusyawaratan desa (BPD) dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan

belanja desa (APBDes) didesa petir kecamatan petir berjalan dengan baik

dan yang mana tugas dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam

mengawasi kinerja pemerintah desa dan anggotanya telah sesuai dengan

undang undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa dan peraturan daerah

kabupaten serang nomor 9 tahun 2016 tentang badan permusyawaratan desa

(BPD) yang berlaku. Yang mana dari mulai perencanaan, pelaksanaan

maupun hasil dari laporan anggaran keuangan sangatlah terbuka dan

transparan sehingga peran dan fungsi badan permusyawaratan desa (BPD)

dengan mudah memantau dan mengawasi kinerja pemerintah desa. Hanya

saja di desa petir masih ada kekurangan yaitu belum terelasinya badan usaha

milik desa yang disebut BUMdes, karena anggaran dari pemerintah pusat

terbilang masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan desa khususnya

mendirikan BUMdes karna masih banyak yang lebih penting seperti

pembangunan jalan, pembangunan irigasi, dan pembangunan sarana dan

prasarana Desa. jadi untuk saat ini belum bisa membangun BUMdes.

padahal dengan adanya BUMdes dapat membantu menjalankan usaha di

bidang ekonomi atau pelayanan umum di pemerintahan desa dan dapat juga

untuk mengembangkan usaha, pembangunan desa, pemberdayaan desa,


78

pemberian bantuan untuk masyarakat miskin serta yang lainnya dengan

tujuan khusunya membangun desa dan umumnya untuk masyarakat desa,

dengan hal ini pemerintah desa dan BPD tidak tinggal diam untuk

mendirikan menjalankan dan memajukan serta memperioritaskan BUMdes

tersebut demi kemajuan dan kesejahteraan desa.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai fungsi pengawasan badan

permusyawaratan desa (BPD) dalam pengelolaan anggaran pendapatan dan

belanja desa (APBDes) di desa petir kecamatan petir menurut undang-undang

nomor 6 tahun 2014 tentang desa, sebagaimana yang telah diuraikan pada bab-

bab sebelumnya, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Dalam mekanisme fungsi pengawasan pengolahan anggaran pendapatan dan

belanja desa di laksanakan dari tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan

pertanggungjawaban berjalan lancar dan oftimal. Pemerintah desa Dalam

menjalankan tugas dan hasil laporan pengelolaan anggaran keuangan desa dari

tahun ke tahun selalu terbuka dan transparan.

2. Badan permusyawaratan desa (BPD) dalam menjalankan fungsi mengawasi

pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes) di desa petir

kecamatan petir sudah berjalan dengan baik dan selalu memperhatikan dan

selalu memantau kinerja pemerintah desa.kemudian hal tersebut telah di

perjelas dalam pasal 55 ayat 3 dan pasal 61 ayat 1 undang undang no 6 tahun

2014 tentang desa.


80

B. SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis buat, terdapat beberapa saran atau

masukan kepada pihak yang berkaitan dalam penelitian ini sebagai bentuk

masukan yang bersifat membangun dan bertujuan sebagai bahan evaluasi dari

beberapa pihak terkait:

1. Bagi badan permusyawaratan Desa (BPD) untuk tetap konsisten dalam

menjalankan tugas dan fungsinya dalam hal pengawasan dan lebih bisa

melakukan pendekatan terhadap masyarakat agar masyarakat bias lebih ikut

berpartisipasi dalam menyalurkan aspirasi mereka, mengingat BPD merupakan

penyalur aspirasi masyarakat di tingkat desa.

2. Badan permusyawaratan desa meningkatkan peran pengawasan dari segala

tindakan yang dilakukan oleh pemerintah desa agar terciptanya pengawasan

yang lebih efektif dan efisien kedepannya. Bagi pihak pemerintah desa untuk

lebih meningkatkan sosialisasi baik dalam hal perencanaan pelaksanaan,

pengawasan pembangunan desa


81

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Alfin Sulaiman, Keuangan Negara Pada BUMN Dalam Perspektif Ilmu Hukum,
PT. Alumni, Bandung, 2011.

Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Rajawali


Pers, Jakarta, 2004.

Budiman Sudjatmiko dan Yando Zakaria, Desa Kuat Indonesia Hebat, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta, 2015.

Fahroni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Rineka Cipta,


Jakarta, 2006.

HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli, Bulat Dan Utuh, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.

Jimly Asshiddiqie, Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca


Rreformasi, PT. Bhuana Ilmu Komputer, Jakarta, 2008.

Kaelan M.S., Metode penelitian Kualitatif Bidang Filsafat (Paradigma Bagi


Pengembangan Penelitian Bidang Filsafat, Budaya, Sosial, Simiotika,
Sastra, Hukum, dan Seni), Paradigma, Yogyakarta, 2005.

Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Fakultas


Hukum UMS, Surakarta, 2004.

M. Kadarisman, Manajemen Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rajawali,


Jakarta, 2013.

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbani, Penelitian Teori Hukum pada Penelitian
Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013.

Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi Negara, Ghalia


Indonesia, Bogor, 2004.

Sirajun dkk, Hukum Pelayanan Publik, Setara Press, Malang, 2012.


82

Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Alfabeta, Bandung,


2013.

W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, PT. Grasindo, Jakarta, 2006.


Yohannes Yahya, Pengantar Manajemen, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006.

Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2016.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan


Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemeritahan Daerah

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintahan

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 Peraturan Pelaksanaan Undang-


Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Perubahan atas Peraturan


Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 110 Tahun 2016 Tentang Badan
Permusyawaratan Desa

Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Urusan


Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Kabupaten Serang

Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pembentukan


Produk Hukum Daerah Kabupaten Serang

Peraturan Daerah Kabupaten Serang Tentang Nama-Nama Desa, Penyebutan


Desa, Kepala Desa, BPD, dan Perangkat Desa.

Peraturan Daerah Kabupaten Serang Nomor 9 Tahun 2016 Tentang BPD.


83

C. SKRIPSI

Fadhel Abdillah, Skripsi, Fungsi Legislasi Badan Permusyaawartan Desa (BPD)


Dalam Pembentukan Peraturan Desa Di Desa Mekar Baru Kecamatan
Petir Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa,
Fakultas Hukum, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, 2020.

Tesa Visi Valeria Wawointana, Skripsi, Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan


Desa (BPD) Dalam Pengelolaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Desa
Tahun 2015 Di Desa Esandom Kecamatan Tombatu Timur, Fisip, Unsrat,
2015.

Anda mungkin juga menyukai