Anda di halaman 1dari 23

KEWENANGAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD)

DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA BERDASARKAN


UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA
STUDI KASUS
(Desa Tonggolobibi Kecamatan Sojol Kabupaten Donggala)

PROPOSAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penulisan Skripsi Jenjang Strata Satu Ilmu
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Tadulako

Oleh :
Azrul Gazali
D 101 17 001

UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS HUKUM
PALU
2021

i
HALAMAN PENGESAHAN

NAMA : Azrul Gazali


NOMOR STAMBUK : D 101 17 001
BAGIAN : Hukum Tata Negara
JUDUL : Wewenang Badan Permusyawaratan Desa Dalam
Penyusunan Peraturan Desa Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
Tentang desa Studi Kasus ( Desa Tonggolobibi Kecamatan Sojol Kabupaten
Donggala ).

Palu 24 maret 2021


Telah diperiksa dan disetujui pembimbing untuk diajukan pada seminar proposal

Pembimbing 1 pembimbing 2

Dr. Mujahidah, SH, MH Isman Bruaharja, SH, M.Sc


Nip. 196901101998022001 Nip. 197402072003121002

Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Univeristas Tadulako

Dr. H Sulbadana, SH., MH


Nip.196205051988031002

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pemerintah desa sebagai ujung tombak dalam system pemerintah


daerah akan berhubungan dan bersentuhan langsung dengan masyarakat.
Karena itu system dan mekanisme penyelenggaraan pemerintah daerah
sangat didukung dan ditentukan oleh pemerintah desa dan Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai bagian dari pemerintah
daerah.stuktur kelembagaan dan mekanisme kerja di semua tingkatan
pemerintah.khususnya pemerintah desa harus diarahkan untuk
menciptakan pemerintah yang peka terhadap perkembangan dan
perubahan yang terjadi dalam masyarakat.dalam rangka melaksanakan
kewenangan yang dimiliki untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakatnya,dibentuklah Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai
badan legislasi dan wadah yang berfungsi untuk menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.sebagai lembaga desa yang terlibat
melaksanakan fungsi pemerintahan,tetapi tidak secara penuh ikut
mengatur dan mengurus desa.1

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014


Tentang Desa yang dimaksud dengan desa adalah

“Desa adalah desa dan adat atau yang disebut dengan nama
lain,selanjutnya disebut Desa,adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan untuk kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat,hak asal usul,dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati oleh system pemerintahan Negara kesatuan republik Indonesia”.

1
Antlov, Hans, Negara dalam Desa, Yogyakarta: LAPPERA,2002

iii
“Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis”.2

Demokrasi sebagai paham yang memberikan gagasan untuk


membuat perencanaan pembangunan dengan melibatkan seluruh lapisan
masyarakat sebagai pemberi,pembuat dan pelaku termasuk menjadi
sasaran utama dalam keberhasilan perencanaannya salah satu indicator
terciptanya iklim demokrasi adalah adanya partisipasi aktif dan langsung
dari rakyat. Artinya rakyat atau warga Negara diikutsertakan oleh
pemerintah dalam pembuatan keputusan. Disinilah peran pemerintah
menjadi sangat penting untuk menampung aspirasi masyarakat, dan
kemudian memproses menjadi kebijakan-kebijakan. Hal tersebut
menunjukan adanya kekuatan dan dua wewenang masyarakat untuk
mempengaruhi suatu keputusan dan kebijakan yang berkaitsan dengan
kepentingan politik.

Hal tersebut lantas diperburuk dengan dikeluarkanya BPD dari


unsur penyelenggara pemerintahan desa ditambah dengan dikurangi peran
legislasinya. Meski demikian, peran politik BPD dibebani tugas sebagai
penangungjwab penyelenggara musyawarah desa yang merupakan forum
pertemuan dari seluruh pemangku kepentingan yang ada di desa, lembaga
yang merupakan representasi warga desa ini adalah actor politik yang
menjalankan komunikasi politik dengan pemerintahan desa. Komunikasi
politik yang dijalankan hendaknya diarahkan untuk memperkuat
demokrasi desa,ini bisa dilakukan salah satunya adalah dengan
mengadvokasi masyarakat tentang pentingnya keterbukaan informasi
public pemerintahan desa yang juga merupakan badan politik yang
diwajibkan undang-undang untuk menerapkanya. Berdasarkan paparan di
atas,artikel konseptual ini hendak mendiskusikan peran serta wewenang

2
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

iv
BPD sebagai unsur masyarakat sipil untuk melakukan advokasi akan
pentingnya implementasi keterbukaan informasi.Ini tidak hanya akan
memperkuat fungsi pengawasan serta wewenang BPD tetapi juga
sekaligus meneguhkan posisi tawar masyarakat dalam proses politik desa
sehingga terjadi check and balance dalam kehidupan demokrasi desa.3

Pemerintah desa harus melaksanakan peraturan perundang-


undangan yang berkaitan dengan desa akan tetapi peraturan perundang-
undangan itu tidak bisa langsung dilaksanakan hal ini karena desa berbeda
kondisi sosial,politik dan budayanya.

Dalam proses pengambilan keputusan di desa dilakukan dua


macam keputusan. 4Pertama, keputusan-keputusan yang beraspek sosial
yang mengikat masyarakat secara sukarela, tanpa sanksi yang jelas.
Kedua, keputusan-keputusan yang dibuat oleh lembaga-lembaga formal
desa yang dibentuk untuk melakukan fungsi pengambilan keputusan.
Bentuk keputusan pertama, banyak dijumpai dalam kehidupan sosial
masyarakat desa, proses pengambilan keputusan dilakukan melalui proses
persetujuan bersama, dimana sebelumnya alasan-alasan untuk pemilihan
alternative diuraikan terlebih dahulu oleh para tetua desa ataupun orang
yang dianggap memiliki kewibawaan tertentu.

Adapun pada bentuk kedua, keputusan-keputusan didasarkan pada


prosedur yang telah disepakati bersama, seperti proses musyawarah
pembangunan desa (Musbangdes) yang dilakukan setiap setahun sekali di
balai desa. Proses pengambilan keputusan tersebut dilakukan oleh pihak-
pihak secara hukum memang diberi fungsi untuk itu5, yang kemudian
disebut dengan peraturan desa (Perdes). Peraturan desa adalah produk
hukum tingkat desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
3
Ikbal Hidayat “Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Desa Di Desa Pagerharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo” ilmu pemerintahan
program strata satu APMD,2018 hal 2
4
Kushandajani,Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Prespektif Socio Legal,(Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fisip UNDIP,Semarang,2008),hlm,70-71
5
Ibid

v
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi
sosial budaya masyarakat desa setempat.6

BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa,


menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD
sebagai badan permusyawaratan rakyat yang berasal dari masyarakat
desa,di samping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung
antara kepala desa dengan masyarakat desa juga harus menjalankan fungsi
utamanya, yakni fungsi representasi (Perwakilan).7

Namun dengan demikian terkadang apa yang telah disepakati oleh


pemerintah desa dengan BPD tidak sesuai dengan yang diinginkan oleh
masyarakat, sebagai tambahan saat ini di daerah kabupaten donggala
khusunya di desa tonggolobibi kecamatan sojol sudah diganti yang baru
pergantian BPD yang lama ke yang baru tidak menutup kemungkinan
meninggalkan permasalahan-permasalahan dalam pembuatan peraturan
desa (Perdes), yang sebelumnya penyusunan dan penetapan peraturan
tidak sesuai apa yang diinginkan masyarakat sehingga masih banyak yang
melanggar peraturan desa tersebut. Kurangnya sosialisasi peraturan yang
dibuat oleh perangkat desa dengan BPD yang menjadi permasalahan yang
dalam proses penyusunan dan penetapan peraturan tidak sesuai dengan
yang diinginkan masyarakat sehingga masih banyak yang melanggar
peraturan desa.

Berdasarkan fakta di atas penulis tertarik untuk membahas dan


melakukan penelitian dengan judul “Kewenangan Badan
6
Pasal 55 pp No 72 Tahun 2005 tentang Desa
7
Sadu Wasistiono, MS.M,Irawan Tahir,Si,Prospek Pembangunan Desa, (Bandung CV Fokus
Media,2007),hlm 35

vi
permusyawaratan Desa Dalam Penyusunan Peraturan Desa
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Studi Kasus (Desa Tonggolobibi Kecamatan Sojol Kabupaten
Donggala)”.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses serta peran Badan permusyawaratan desa dalam
penyusunan peraturan desa ?
2. Apa faktor penghambat bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam
proses penyusunan peraturan desa ?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana tinjauan hukum
tentang wewenang BPD dalam penyusunan peraturan desa berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2014 tentang desa di desa tonggolobibi
kecamatan sojol kabupaten donggala
2. Untuk mengetahui faktor penghambat BPD dalam proses penyusunan
peraturan desa di desa tonggolobibi kecamatan sojol kabupaten
donggala

D. Kegunaan penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis diharapkan berguna bagi pembangunan ilmu
pengetahuan, terutama terkait dengan pengembangan konsepsi
mengenai wewenang BPD dalam penyusunan peraturan desa
b. Dari pengembangan pemikiran-pemikiran ini, dapat pula menjadi
bahan acuan bagi pihak-pihak yang berminat mengkaji
permasalahan yang sama dalam rangka lebih meningkatkan bobot
ilmiah-teoritis terhadap konsep-konsep dan pemikiran sebelumnya.

vii
c. Berguna dalam rangka memperkaya kepustakaan ilmu hukum
perundang-undangan, sehingga diharapkan dapat menjadi referensi
bagi para pengkaji dan peminat baik mahasiswa, akademisi,
praktisi, birokrat serta kalangan manapun yang memiliki perhatian
dan kepedulian terhadap masalah yang dibahas.

2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan dasar (bahan hukum) yang dapat dijadikan dasar
dalam proses pembentukan peraturan desa
b. Sebagai informasi dan pertimbangan Pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa dalam merumuskan konsep
penyusunan peraturan desa menurut undang-undang nomor 6
tahun 2014
c. Bagi masyarakat dan lembaga-lembaga seperti lembaga
swadaya masyarakat, diharapkan menjadi bahan yang berguna
dalam rangka memberi masukan pelaksanaan tugas, fungsi dan
tanggungjawab pemerintahan. Sebagai mitra BPD dalam
pengawasan, sehingga dapat memberi koreksi terhadap
kebijakan yang sudah di buat maupun yang masih
direncanakan.
d. Untuk mengumpulkan data sehingga hasil dari penelitian
tersebut bisa bermanfaat bagi dunia akademik dan dapat
menjadi keilmuan yang berguna bagi penelitian yang sama
pada waktu mendatang.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan ini adalah metode


penelitian Yuridis Empiris. Oleh karena itu untuk mendapatkan data dan bahan
penulisan/penyusunan, penulis melakukan penelitian dan pengamatan tentang

viii
hukum yang berlaku di masyarakat dengan menguraikan tentang ketidaksesuaian
yang terjadi antara aturan yang dirumuskan dan penerapanya di masyarakat.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan didalam penelitian ini adalah


pendekatan undang-undang (satute apporoach), pendekatan konsepsional
(conceptual apporoach), serta untuk memudahkan mendapatkan informasi dari
berbagai aspek mengenai permasalahan yang sedang dicari jawabanya.

a. Pendekatan undang-undang (satute apporoach), dalam metode


pendekatan perundang-undangan peneliti perlu memahami hirarki,dan
asa dalam peraturan perundang-undangan yang ada kaitanya dengan
tulisan ini
b. Pendekatan konseptual (conceptual apporoach), dilakukan penelitian
tidak beranjak dari aturan hukum yang ada, akan tetapi lebih mengarah
pada prinsip-prinsip hukum yakni pandangan-pandangan dan doktrin-
doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.

2. Bahan Hukum

Sumber yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini bahan


hukum primer dan bahan hukum sekunder terkait (referensi) dalam penelitian
tentang Wewenang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam penyusunan
peraturan desa berdasarkan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa,
studi kasus (desa tonggolobibi kecamatan sojolo kabupaten donggala).penelitian
ini menggunakan bahan hukum :

a. Bahan hukum primer

Data primer yaitu sumber data yang berasal dari hasil observasi dan data
berupa keterangan-keterangan dari narasumber, antara lain pemerintahan desa

ix
setempat dan anggota Badan Permusyawaratan Desa,masyarakat,para tokoh
masyarakat setempat dan akademisi.

b. Bahan hukum sekunder


Bahan data sekunder yaitu diperoleh dari bahan bahan pustaka (library
research), yang terutama adalah buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip
dasar ilmu hukum, pandangan-pandangan klasik para sarjana yang
mempunyai kualifikasi tinggi,penjelasan peraturan perundang-undangan
yang terkait, serta symposium para pakar terkait dengan penjelasan dan
permasalahan hukum.

D. Sistematika Penulisan

RENCANA KOMPOSISI BAB

HALAMAN JUDUL………………………………………………………….
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………...
RENCANA KOMPOSISI BAB………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………...
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan Penelitian....................................................................................
D. Kegunaan Penelitian................................................................................
E. Metode Penelitian....................................................................................
F. Sistematika Penulisan…………………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Wewenang
1. Sumber Kewenangan…………………………………………
2. Sifat Kewenangan…………………………………………….
3. Batasan Kewenangan…………………………………………

x
B. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
1. Pemerintahan Desa……………………………………………
C. Badan Permusyawaratan Perwakilan (BPD)……………………..
1. Pengertian Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……………
2. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa………………………..
3. Hak dan kewajiban Badan Permusyawaratan Desa…………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………

xi
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian Wewenang

Wewenanang pemerintahan,meskipun asas legalitas mengandung


kelemahan, namun ia tetap menjadi prinsip utama dalam setiap Negara hukum.
Tidak disebutkan bahwa asas legalitas merupakan dasar dalam setiap
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan. Dengan kata lain setiap
penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan harus memiliki legitimasi, yaitu
kewenangan yang diberikan undang-undang. Dengan demikian subtansi asas
legalitas adalah wewenang, yakni “Het vermogen tot het verrichten von
bepaalderechtsanlingen”. Yaitu kemampuan untuk melakukan tindakan-tindakan
hukum tertentu.
Mengenai wewenang itu, H.D. Stout mengatakan bahwa :
“wewenang adalah pengertian yang berasal dari hukum organisasi
pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai keseluruhan aturan-aturan yang
berkenaan dengan perolehan dan penggunaan wewenang pemerintahan oleh
subjek hukum public di dalam hubungan hukum public.8
Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama
dengan kekuasaan (mact). Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat
atau tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban
(rechten em plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah hak mengandung
pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri (zelfregelen) dan mengelola sendiri
(zelfbesturen) sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk
menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertical berarti
kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan
Negara secara keseluruhan9.

8
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2016,hlm 99
9
Ibid

1
Dalam Negara hukum yang mendapatkan asas legalitas sebagai sendi
utama penyelenggaraan pemerintahan, wewenang pemerintahan
(bestuurbevoegdheid) itu berasal dari peraturan perundang-undangan.
“Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang diartikan
sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan
sesuatu. Kewenangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan yang diberikan oleh
undang-undang atau dari kekuasaan eksekutif adminstrasi. Menurut Ateng
Syafrudin10 ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang,
kewenangan (authority gezag) adalah apa yang disebut dengan kekuasaan formal,
kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang,
sedangkan wewenang (competence voegdheden)11. Hanya mengenai suatu
“onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan,didalam kewenangan terdapat
wewenang-wewenang (rechtsbe voeghdheden). Wewenang merupakan lingkup
tindakan hukum public, lingkup wewenang pemerintahan (bestuur), tetapi
meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang
serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan
Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum12.
Sedangkan pengertian wewenang menurut Hasibuan,adalah “wewenang adalah
kekuasan yang sah dan legal yang dimiliki seseorang unrtuk memerintah orang
lain, berbuat atau tidak berbuat atau tidak berbuat sesuatu, kekuasaan merupakan
dasar hukum yang sah dan legal untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan”.
Dalam literature ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum serung
ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang.kekuasaan sering
disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan
dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya, bahkan kewenangan sering

10
Ateng Syafrudin, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggungjawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, 2000, hlm 65
11
Ibid.
12
Indrohato, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie Lotulung,
Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1994, hlm, 65.

2
disamakan juga dengan wewenang. Kekuasan biasanya berbentuk hubungan
dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang
diperintah” (the rule and the ruled).13
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak
berkaitan dengan hukum kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum oleh
Henc van Maarseven disebut sebagai “blote match”14, sedangkan kekuasaan yang
berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai wewenang rasional
atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu system hukum ini dipahami
sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan
bahkan yang diperkuat oleh Negara15.
Adapun terkait hukum public, wewenang berkaitan dengan
kekuasaan,kekuaaan memiliki makna yang sama dengan wewenang karena
kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif, legislative dan yudikatif adalah
kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainya, yaitu :
1. Hukum;
2. Kewenangan (wewenang);
3. Keadilan
4. Kejujuran
5. Kebijakbestarian;dan
6. Kebajikan16
Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan Negara agar Negara
dalam keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga Negara itu dapat
berkiprah, bekerja, berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya.
Oleh karena itu negar harus diberi kekuasan. Kekuasaan menurut Miriam

13
Miriam Budiarjdo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm, 35-
36.
14
Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu
Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yurudis Pertangunggungjawaban Kekuasaan, Universitas
Airlangga, Jakarta, 1990, hlm, 30.
15
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Indonesia, Kanisius, Jogjakarta, 1990, hlm, 52
16
Rusadi Kantaprawira, “Hukum dan Kekuasaan”, Makalah, Universitas Islam Indonesia,
Jogjakarta, 1998, hlm, 37-38

3
Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk
memengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa
sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau
Negara.17
Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ
sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een amblem
complex) di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung
hak dan kewajiban tertentu berdasarkan kontruksi subjek-kewajiban18. Dengan
demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum,
sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum semata. Artinya , kekusaan itu
dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi
(inkonstitusional), misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan
jelas bersumber dari konstitusi
Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas,
penulis berkesimpulan bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang
berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan
formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu
spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subjek hukum) yang diberikan
kewenangan oleh undang-undang, amak ia berwenang untuk melakukan sesuatu
yang disebut dalam kewenangan itu.
a. Sumber Kewenangan
dalam hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utamanya dan
merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap Negara hukum terutama
bagi Negara-negara hukum dan continental19.
Menurut indroharto bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi,
dan mandate, kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian

17
Miriam Budiardjo, Op Cit, hlm 35.
18
Rusadi Kantaprawira Op Cit, hlm. 39.
19
Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah Sketsa Bayang-
Bayang Konflik dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah, Sinar Mulia, Jakarta, 2002, hlm, 65

4
kekuasaan Negara oleh undang-undang dasar, kewenangan delegasi dan mandate
adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.
Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang
kepada organ pemerintahan yang lain, pada mandate tidak terjadi pelimpahan
apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandate
bertindak atas nama pemberi mandate. Dalam pemberian mandate, pejaba yang
diberi mandate menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandatory
(pemberi mandat).
kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandate, J,G, Brouwer
dan A.E, Schilder, mengatakan
a. With attribution power is granted to an administrative authority by an
independent legislative body, the power is initial (originair), which is
to say that is not derived from a previously existing power. The
legislative body creates independent and previously non existent
powers and assigns them to on authority
b. Delegation is a transfer of an acquired attribution of power from one
administration authority to another, so that the delegate (the body that
the acquired the power) can exercise power in its own name.
c. With mandate, there is not transfer, but the mandate giver ( mandans)
assigns power the body ( mandataris) to make decision or take action
in is name20.
J.G. Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang
diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lemabag Negara oleh
suatu badan legislative yang independen. Kewenangan yang ada sebelumnya.
Badan legislative mencipatakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan
kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompenten.
Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari
suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainya sehingga delegator
(organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas

20
J.G, Brouwer dan Schilder, A Survey of Dutch Adminstration Law, Ars Aeguilibri, Nijmegen,
1998, hlm 16-17

5
namanya, sedangkan oada mandate, tidak terdapat suati pemindahan kewenangan
tetapi pemberi mandate (mandatory) memberikan kewenangan kepada organ lain
(mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas
namanya.
Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada
atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada
delegasi, berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan
secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan
hukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi tersebut.
Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut21.
a. Delegasi harus difinitif,artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan
sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.
b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya
delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan
untuk itu dalam peraturan perundang-undangan.
c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepegawaian
tidak diperkenankan adanya delegasi.

b. Sifat Kewenangan
Sifat kewenangan secara umum dibagi atas 3 (tiga) macam, yaitu yang bersifat
terikat, yang bersifat fakultatif (pilihan), dan yang bersifat bebas. Hal tersebut
sangat berkaitan dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-
keputusan (besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschhikingen) oleh organ
pemerintahan sehingga dikenal adanya keputusan yang bersifat terikat dan bebas.
Menurut Indroharto, kewenangan yang bersifat terikat terjadi apabila
peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana
kewenangan tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak
menentukan tentang isi dan keputusan yang harus diambil. Pada kewenangan
fakultatif apabila dalam hal badan atau pejabat tata usaha Negara yang
bersangkutan tidak wajib menerapkan kewenangannya atau sedikit banyak masih

21
Philiphus M, Hadjon, Op Cit, hlm, 5

6
ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu
atau keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan dasarnya. Dan yang
ketiga yaitu kewenangan bebas yakni terjadi apabila peraturan dasarnya
memberikan kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha Negara untuk
menentukan sendiri isi dari keputusan yang dikeluarkannya, philipus M Hadjon
membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yaitu kebebasan kebijaksanaan
dan kebebasan penilaian yang selanjutnya disimpulkan bahwa ada dua jenis
kekuasaan bebas yaitu kewenangan untuk memutuskan mandir dan kewenangan
interprestasi terhadap norma-norma tersamar ( nerge norm).
c. Batasan Kewenangan
Negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utama dan merupakan
salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan di setiap Negara hukum terutama bagi Negara-
negara hukum dan system continental22. Philipus M Hadjon memngemukakan
bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga sumber yaitu atribusi, delegasi,
mandate. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan
Negara oleh undang-undang dasar. Kewenangan delegasi dan mandate adalah
kewenangan yang berasal dari pelimpahan. Setiap kewenangan dibatasi oleh isi
atau materi wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek-aspek tersebut dapat
menimbulkan cacat kewenangan.

B. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa

1. Pemerintahan Desa
Desa merupakan organisasi pemerintahan terendah dan merupakan suatu
organisasi pemerintahan yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat.
Dengan demikian desa menjadi sumber utama dan pertama berbagai macam data
serta bermacam-macam keterangan yang diperlukan oleh pemerintah dalam
rangka menysun rencana pembangunan daerah maupun nasional, desa

22

7
memberikan pelayanan, bantuan, dan melaksanakan berbagai urusan pada
masyarakat.23
Penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan oleh pemerintah desa dan
badan permusyawaratan desa (BPD). Pemerintah desa adalah organisasi
pemerintahan desa yang terdiri atas :
1. Unsur pimpinan, yaitu kepala desa
2. Unsur pembantu kepala desa yang terdiri atas:
a. Sekertaris desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh
sekertaris desa
b. Unsur pelaksanaan teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang
melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan,
keagamaan, dan lain-lain.
c. Unsur kewilayahan,yaitu pembantu kepala desa di wilayah kerjanya
seperti kepala dusun.24

C. Badan Permusyawaratan Desa (BPD

1. pengertian Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


Menurut Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa Badan
Permusyawaratan Desa yang kemudian disingkat BPD merupakan wakil
dari penduduk desa yang bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah
yang ditetapkan dengan cara demokratis. Anggota BPD terdiri atas ketua
rukun warga, pemangku adat, golongan profesi, dan tokoh atau pemuka
agama serta masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah enam
tahun dan dapat diangkat atau diusulkan kembali untuk satu kali masa
jabatan berikutnya. Peresmian anggta BPD ditetapkan dengan keputusan
bupati atau wali kota. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD
secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus. BPD

23
Ikbal Hidayat, Peran Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di
Desa Pageharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo, Yogjakarta, 2018,hlm 11-12
24
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan Dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ,2011, hlm 73

8
berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat 25.

2. Fungsi tersebut BPD mempunyai wewenang :


a. Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa.
b. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa dan
peraturan Kepala Desa.
c. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa.
d. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan
aspirasi masyarakat.
e. Menyusun tata tertib BPD26.

pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil
ketua, dan 1 (satu) orang sekertaris. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh
anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus.
Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota
tertua dan dibantu oleh anggota termuda.27

3. Anggota BPD mempunyai hak sebagai berikut:


a. Mengajukan rancangan peraturan desa
b. Mengajukan pertanyaan.
c. Menyampaikan usul dan pendapat.
d. Memilih dan dipilih.
e. Memperoleh tunjangan.

25
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 61 ayat 2
26
Bambang Trisantono Soemantri, 2011, Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Fokus
Media Bandung.
27
Hanif Nurcholis,Op Cit , hlm 78

9
4. anggota BPD mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang–Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan
perundangundangan.
b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintah desa.
c. Mempertahankan dan memelihara hukum Nasional serta keutuhan
Negara Republik Indonesia.
d. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi
masyarakat
e. Memproses pemilihan Kepala Desa (membentuk panitia pemilihan
Kepala Desa, menetapkan calon Kepala Desa yang berhak di pilih,
menetapkan calon Kepala Desa terpilih dan mengusulkan calon Kepala
Desa terpilih kepada Bupati/Walikota untuk di sahkan menjadi Kepala
Desa terpilih).
f. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
kelompok dan golongan.
g. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat
setempat.
h. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
kemasyarakatan

Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan


menjadi kepala desa dan perangkat desa. Pimpinan dan anggota BPD dilarang:
a. Menjadi pelaksana proyek desa
b. Merugikan kepentingan umum, meresahkan sekolompok masyarakat, dan
mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain.
c. Melakukan korupsi,kolusi,nepotisme dan menerima uang,barang dan/atau
jasa dari pihak lain yang dapat memengaruhi keputusan atas tindakan yang
akan dilakukanya
d. Menyalahgunakan wewenang dan
e. Melanggar sumpah/janji jabatan

10
DAFTAR PUSTAKA

Antlov, Hans, Negara dalam Desa, Yogyakarta: LAPPERA,2002


Ateng Syafrudin, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih
dan Bertanggungjawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan,
Bandung, 2000,

A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan


Masyarakat Indonesia, Kanisius, Jogjakarta, 1990, hlm, 52
Rusadi Kantaprawira, “Hukum dan Kekuasaan”, Makalah, Universitas Islam
Indonesia, Jogjakarta, 1998

Bambang Trisantono Soemantri, 2011, Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan


Desa, Fokus Media Bandung

Hanif Nurcholis, Pertumbuhan Dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ,2011

Indrohato, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie


Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, Citra
Aditya Bakti, Bandung, 1994
Ikbal Hidayat, Peran Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa di Desa Pageharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon
Progo, Yogjakarta

J.G, Brouwer dan Schilder, A Survey of Dutch Adminstration Law, Ars Aeguilibri,
Nijmegen, 1998

Kushandajani,Otonomi Desa Berbasis Modal Sosial Dalam Prespektif Socio


Legal,(Jurusan Ilmu Pemerintahan Fisip UNDIP,Semarang,2008

Miriam Budiarjdo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,


1998

Rusadi Kantaprawira, “Hukum dan Kekuasaan”, Makalah, Universitas Islam


Indonesia, Jogjakarta
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2016

Sadu Wasistiono, MS.M,Ira wan Tahir,Si,Prospek Pembangunan Desa, (Bandung


CV Fokus Media,2007
Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung jawab Presiden Republik
Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yurudis
Pertangunggungjawaban Kekuasaan, Universitas Airlangga, Jakarta, 1990

11
Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah
Sketsa Bayang-Bayang Konflik dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah,
Sinar Mulia, Jakarta, 2002

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

PP Nomor 11 Tahun 2019 perubahana kedua atas PP nomor 43 tahun 2014

Permendagri 110 tahun 2016 tentang BPD (pasal 79)

PP Nomor 47 Tahun 2015 perubahan atas PP no 43 tahun 2014 tentang peraturan


pelaksanaan undang-undang nomor 6 tahun 2014 tentang desa

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

PP Nomor 43 Tahun 2014

Keputusan menteri dalam negeri nomor 64 tahun 1999 tentang pedoman umum
pengaturan mengenai desa

12

Anda mungkin juga menyukai