PROPOSAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Penulisan Skripsi Jenjang Strata Satu Ilmu
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Tadulako
Oleh :
Azrul Gazali
D 101 17 001
UNIVERSITAS TADULAKO
FAKULTAS HUKUM
PALU
2021
i
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing 1 pembimbing 2
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Univeristas Tadulako
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
“Desa adalah desa dan adat atau yang disebut dengan nama
lain,selanjutnya disebut Desa,adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan untuk kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat,hak asal usul,dan/atau hak tradisional yang diakui dan
dihormati oleh system pemerintahan Negara kesatuan republik Indonesia”.
1
Antlov, Hans, Negara dalam Desa, Yogyakarta: LAPPERA,2002
iii
“Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama
lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang
anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan
keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis”.2
2
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
iv
BPD sebagai unsur masyarakat sipil untuk melakukan advokasi akan
pentingnya implementasi keterbukaan informasi.Ini tidak hanya akan
memperkuat fungsi pengawasan serta wewenang BPD tetapi juga
sekaligus meneguhkan posisi tawar masyarakat dalam proses politik desa
sehingga terjadi check and balance dalam kehidupan demokrasi desa.3
v
perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi
sosial budaya masyarakat desa setempat.6
vi
permusyawaratan Desa Dalam Penyusunan Peraturan Desa
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa
Studi Kasus (Desa Tonggolobibi Kecamatan Sojol Kabupaten
Donggala)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses serta peran Badan permusyawaratan desa dalam
penyusunan peraturan desa ?
2. Apa faktor penghambat bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam
proses penyusunan peraturan desa ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana tinjauan hukum
tentang wewenang BPD dalam penyusunan peraturan desa berdasarkan
Undang-Undang Nomor 2014 tentang desa di desa tonggolobibi
kecamatan sojol kabupaten donggala
2. Untuk mengetahui faktor penghambat BPD dalam proses penyusunan
peraturan desa di desa tonggolobibi kecamatan sojol kabupaten
donggala
D. Kegunaan penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Secara teoritis diharapkan berguna bagi pembangunan ilmu
pengetahuan, terutama terkait dengan pengembangan konsepsi
mengenai wewenang BPD dalam penyusunan peraturan desa
b. Dari pengembangan pemikiran-pemikiran ini, dapat pula menjadi
bahan acuan bagi pihak-pihak yang berminat mengkaji
permasalahan yang sama dalam rangka lebih meningkatkan bobot
ilmiah-teoritis terhadap konsep-konsep dan pemikiran sebelumnya.
vii
c. Berguna dalam rangka memperkaya kepustakaan ilmu hukum
perundang-undangan, sehingga diharapkan dapat menjadi referensi
bagi para pengkaji dan peminat baik mahasiswa, akademisi,
praktisi, birokrat serta kalangan manapun yang memiliki perhatian
dan kepedulian terhadap masalah yang dibahas.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan dasar (bahan hukum) yang dapat dijadikan dasar
dalam proses pembentukan peraturan desa
b. Sebagai informasi dan pertimbangan Pemerintah desa dan
Badan Permusyawaratan Desa dalam merumuskan konsep
penyusunan peraturan desa menurut undang-undang nomor 6
tahun 2014
c. Bagi masyarakat dan lembaga-lembaga seperti lembaga
swadaya masyarakat, diharapkan menjadi bahan yang berguna
dalam rangka memberi masukan pelaksanaan tugas, fungsi dan
tanggungjawab pemerintahan. Sebagai mitra BPD dalam
pengawasan, sehingga dapat memberi koreksi terhadap
kebijakan yang sudah di buat maupun yang masih
direncanakan.
d. Untuk mengumpulkan data sehingga hasil dari penelitian
tersebut bisa bermanfaat bagi dunia akademik dan dapat
menjadi keilmuan yang berguna bagi penelitian yang sama
pada waktu mendatang.
E. Metode Penelitian
viii
hukum yang berlaku di masyarakat dengan menguraikan tentang ketidaksesuaian
yang terjadi antara aturan yang dirumuskan dan penerapanya di masyarakat.
1. Pendekatan Penelitian
2. Bahan Hukum
Data primer yaitu sumber data yang berasal dari hasil observasi dan data
berupa keterangan-keterangan dari narasumber, antara lain pemerintahan desa
ix
setempat dan anggota Badan Permusyawaratan Desa,masyarakat,para tokoh
masyarakat setempat dan akademisi.
D. Sistematika Penulisan
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….
HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………...
RENCANA KOMPOSISI BAB………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang………………………………………………………...
B. Rumusan Masalah...................................................................................
C. Tujuan Penelitian....................................................................................
D. Kegunaan Penelitian................................................................................
E. Metode Penelitian....................................................................................
F. Sistematika Penulisan…………………………………………………
A. Pengertian Wewenang
1. Sumber Kewenangan…………………………………………
2. Sifat Kewenangan…………………………………………….
3. Batasan Kewenangan…………………………………………
x
B. Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa
1. Pemerintahan Desa……………………………………………
C. Badan Permusyawaratan Perwakilan (BPD)……………………..
1. Pengertian Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……………
2. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa………………………..
3. Hak dan kewajiban Badan Permusyawaratan Desa…………..
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………
xi
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Wewenang
8
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2016,hlm 99
9
Ibid
1
Dalam Negara hukum yang mendapatkan asas legalitas sebagai sendi
utama penyelenggaraan pemerintahan, wewenang pemerintahan
(bestuurbevoegdheid) itu berasal dari peraturan perundang-undangan.
“Kata kewenangan berasal dari kata dasar wewenang yang diartikan
sebagai hal berwenang, hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk melakukan
sesuatu. Kewenangan adalah kekuasaan formal, kekuasaan yang diberikan oleh
undang-undang atau dari kekuasaan eksekutif adminstrasi. Menurut Ateng
Syafrudin10 ada perbedaan antara pengertian kewenangan dan wewenang,
kewenangan (authority gezag) adalah apa yang disebut dengan kekuasaan formal,
kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang,
sedangkan wewenang (competence voegdheden)11. Hanya mengenai suatu
“onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan,didalam kewenangan terdapat
wewenang-wewenang (rechtsbe voeghdheden). Wewenang merupakan lingkup
tindakan hukum public, lingkup wewenang pemerintahan (bestuur), tetapi
meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan wewenang
serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan
Secara yuridis pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum12.
Sedangkan pengertian wewenang menurut Hasibuan,adalah “wewenang adalah
kekuasan yang sah dan legal yang dimiliki seseorang unrtuk memerintah orang
lain, berbuat atau tidak berbuat atau tidak berbuat sesuatu, kekuasaan merupakan
dasar hukum yang sah dan legal untuk dapat mengerjakan sesuatu pekerjaan”.
Dalam literature ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum serung
ditemukan istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang.kekuasaan sering
disamakan begitu saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan
dengan istilah kewenangan, demikian pula sebaliknya, bahkan kewenangan sering
10
Ateng Syafrudin, “Menuju Penyelenggaraan Pemerintahan Negara yang Bersih dan
Bertanggungjawab”, Jurnal Pro Justisia Edisi IV, Universitas Parahyangan, Bandung, 2000, hlm 65
11
Ibid.
12
Indrohato, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie Lotulung,
Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang baik, Citra Aditya Bakti, Bandung,
1994, hlm, 65.
2
disamakan juga dengan wewenang. Kekuasan biasanya berbentuk hubungan
dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang
diperintah” (the rule and the ruled).13
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat terjadi kekuasaan yang tidak
berkaitan dengan hukum kekuasaan yang tidak berkaitan dengan hukum oleh
Henc van Maarseven disebut sebagai “blote match”14, sedangkan kekuasaan yang
berkaitan dengan hukum oleh Max Weber disebut sebagai wewenang rasional
atau legal, yakni wewenang yang berdasarkan suatu system hukum ini dipahami
sebagai suatu kaidah-kaidah yang telah diakui serta dipatuhi oleh masyarakat dan
bahkan yang diperkuat oleh Negara15.
Adapun terkait hukum public, wewenang berkaitan dengan
kekuasaan,kekuaaan memiliki makna yang sama dengan wewenang karena
kekuasaan yang dimiliki oleh eksekutif, legislative dan yudikatif adalah
kekuasaan formal. Kekuasaan merupakan unsur esensial dari suatu Negara dalam
proses penyelenggaraan pemerintahan di samping unsur-unsur lainya, yaitu :
1. Hukum;
2. Kewenangan (wewenang);
3. Keadilan
4. Kejujuran
5. Kebijakbestarian;dan
6. Kebajikan16
Kekuasaan merupakan inti dari penyelenggaraan Negara agar Negara
dalam keadaan bergerak (de staat in beweging) sehingga Negara itu dapat
berkiprah, bekerja, berkapasitas, berprestasi, dan berkinerja melayani warganya.
Oleh karena itu negar harus diberi kekuasan. Kekuasaan menurut Miriam
13
Miriam Budiarjdo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, hlm, 35-
36.
14
Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu
Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yurudis Pertangunggungjawaban Kekuasaan, Universitas
Airlangga, Jakarta, 1990, hlm, 30.
15
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Pembangunan Masyarakat
Indonesia, Kanisius, Jogjakarta, 1990, hlm, 52
16
Rusadi Kantaprawira, “Hukum dan Kekuasaan”, Makalah, Universitas Islam Indonesia,
Jogjakarta, 1998, hlm, 37-38
3
Budiardjo adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang manusia untuk
memengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa
sehingga tingkah laku itu sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang atau
Negara.17
Agar kekuasaan dapat dijalankan maka dibutuhkan penguasa atau organ
sehingga Negara itu dikonsepkan sebagai himpunan jabatan-jabatan (een amblem
complex) di mana jabatan-jabatan itu diisi oleh sejumlah pejabat yang mendukung
hak dan kewajiban tertentu berdasarkan kontruksi subjek-kewajiban18. Dengan
demikian kekuasaan mempunyai dua aspek, yaitu aspek politik dan aspek hukum,
sedangkan kewenangan hanya beraspek hukum semata. Artinya , kekusaan itu
dapat bersumber dari konstitusi, juga dapat bersumber dari luar konstitusi
(inkonstitusional), misalnya melalui kudeta atau perang, sedangkan kewenangan
jelas bersumber dari konstitusi
Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas,
penulis berkesimpulan bahwa kewenangan (authority) memiliki pengertian yang
berbeda dengan wewenang (competence). Kewenangan merupakan kekuasaan
formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan wewenang adalah suatu
spesifikasi dari kewenangan, artinya barang siapa (subjek hukum) yang diberikan
kewenangan oleh undang-undang, amak ia berwenang untuk melakukan sesuatu
yang disebut dalam kewenangan itu.
a. Sumber Kewenangan
dalam hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utamanya dan
merupakan salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap
penyelenggaraan pemerintahan dan kenegaraan di setiap Negara hukum terutama
bagi Negara-negara hukum dan continental19.
Menurut indroharto bahwa wewenang diperoleh secara atribusi, delegasi,
dan mandate, kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian
17
Miriam Budiardjo, Op Cit, hlm 35.
18
Rusadi Kantaprawira Op Cit, hlm. 39.
19
Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah Sketsa Bayang-
Bayang Konflik dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah, Sinar Mulia, Jakarta, 2002, hlm, 65
4
kekuasaan Negara oleh undang-undang dasar, kewenangan delegasi dan mandate
adalah kewenangan yang berasal dari pelimpahan.
Pada kewenangan delegasi, harus ditegaskan suatu pelimpahan wewenang
kepada organ pemerintahan yang lain, pada mandate tidak terjadi pelimpahan
apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi mandate
bertindak atas nama pemberi mandate. Dalam pemberian mandate, pejaba yang
diberi mandate menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandatory
(pemberi mandat).
kaitan dengan konsep atribusi, delegasi, ataupun mandate, J,G, Brouwer
dan A.E, Schilder, mengatakan
a. With attribution power is granted to an administrative authority by an
independent legislative body, the power is initial (originair), which is
to say that is not derived from a previously existing power. The
legislative body creates independent and previously non existent
powers and assigns them to on authority
b. Delegation is a transfer of an acquired attribution of power from one
administration authority to another, so that the delegate (the body that
the acquired the power) can exercise power in its own name.
c. With mandate, there is not transfer, but the mandate giver ( mandans)
assigns power the body ( mandataris) to make decision or take action
in is name20.
J.G. Brouwer berpendapat bahwa atribusi merupakan kewenangan yang
diberikan kepada suatu organ (institusi) pemerintahan atau lemabag Negara oleh
suatu badan legislative yang independen. Kewenangan yang ada sebelumnya.
Badan legislative mencipatakan kewenangan mandiri dan bukan perluasan
kewenangan sebelumnya dan memberikan kepada organ yang berkompenten.
Delegasi adalah kewenangan yang dialihkan dari kewenangan atribusi dari
suatu organ (institusi) pemerintahan kepada organ lainya sehingga delegator
(organ yang telah memberi kewenangan) dapat menguji kewenangan tersebut atas
20
J.G, Brouwer dan Schilder, A Survey of Dutch Adminstration Law, Ars Aeguilibri, Nijmegen,
1998, hlm 16-17
5
namanya, sedangkan oada mandate, tidak terdapat suati pemindahan kewenangan
tetapi pemberi mandate (mandatory) memberikan kewenangan kepada organ lain
(mandataris) untuk membuat keputusan atau mengambil suatu tindakan atas
namanya.
Ada perbedaan mendasar antara kewenangan atribusi dan delegasi. Pada
atribusi, kewenangan yang ada siap dilimpahkan, tetapi tidak demikian pada
delegasi, berkaitan dengan asas legalitas, kewenangan tidak dapat didelegasikan
secara besar-besaran, tetapi hanya mungkin dibawah kondisi bahwa peraturan
hukum menentukan mengenai kemungkinan delegasi tersebut.
Delegasi harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut21.
a. Delegasi harus difinitif,artinya delegasi tidak dapat lagi menggunakan
sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu.
b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan perundang-undangan, artinya
delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan yang memungkinkan
untuk itu dalam peraturan perundang-undangan.
c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hierarki kepegawaian
tidak diperkenankan adanya delegasi.
b. Sifat Kewenangan
Sifat kewenangan secara umum dibagi atas 3 (tiga) macam, yaitu yang bersifat
terikat, yang bersifat fakultatif (pilihan), dan yang bersifat bebas. Hal tersebut
sangat berkaitan dengan kewenangan pembuatan dan penerbitan keputusan-
keputusan (besluiten) dan ketetapan-ketetapan (beschhikingen) oleh organ
pemerintahan sehingga dikenal adanya keputusan yang bersifat terikat dan bebas.
Menurut Indroharto, kewenangan yang bersifat terikat terjadi apabila
peraturan dasarnya menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana
kewenangan tersebut dapat digunakan atau peraturan dasarnya sedikit banyak
menentukan tentang isi dan keputusan yang harus diambil. Pada kewenangan
fakultatif apabila dalam hal badan atau pejabat tata usaha Negara yang
bersangkutan tidak wajib menerapkan kewenangannya atau sedikit banyak masih
21
Philiphus M, Hadjon, Op Cit, hlm, 5
6
ada pilihan, sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal tertentu
atau keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh peraturan dasarnya. Dan yang
ketiga yaitu kewenangan bebas yakni terjadi apabila peraturan dasarnya
memberikan kebebasan kepada badan atau pejabat tata usaha Negara untuk
menentukan sendiri isi dari keputusan yang dikeluarkannya, philipus M Hadjon
membagi kewenangan bebas dalam dua kategori, yaitu kebebasan kebijaksanaan
dan kebebasan penilaian yang selanjutnya disimpulkan bahwa ada dua jenis
kekuasaan bebas yaitu kewenangan untuk memutuskan mandir dan kewenangan
interprestasi terhadap norma-norma tersamar ( nerge norm).
c. Batasan Kewenangan
Negara hukum dikenal asas legalitas yang menjadi pilar utama dan merupakan
salah satu prinsip utama yang dijadikan dasar dalam setiap penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan di setiap Negara hukum terutama bagi Negara-
negara hukum dan system continental22. Philipus M Hadjon memngemukakan
bahwa kewenangan diperoleh melalui tiga sumber yaitu atribusi, delegasi,
mandate. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan
Negara oleh undang-undang dasar. Kewenangan delegasi dan mandate adalah
kewenangan yang berasal dari pelimpahan. Setiap kewenangan dibatasi oleh isi
atau materi wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek-aspek tersebut dapat
menimbulkan cacat kewenangan.
1. Pemerintahan Desa
Desa merupakan organisasi pemerintahan terendah dan merupakan suatu
organisasi pemerintahan yang secara langsung berhubungan dengan masyarakat.
Dengan demikian desa menjadi sumber utama dan pertama berbagai macam data
serta bermacam-macam keterangan yang diperlukan oleh pemerintah dalam
rangka menysun rencana pembangunan daerah maupun nasional, desa
22
7
memberikan pelayanan, bantuan, dan melaksanakan berbagai urusan pada
masyarakat.23
Penyelenggaraan pemerintahan desa dilakukan oleh pemerintah desa dan
badan permusyawaratan desa (BPD). Pemerintah desa adalah organisasi
pemerintahan desa yang terdiri atas :
1. Unsur pimpinan, yaitu kepala desa
2. Unsur pembantu kepala desa yang terdiri atas:
a. Sekertaris desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh
sekertaris desa
b. Unsur pelaksanaan teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang
melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan,
keagamaan, dan lain-lain.
c. Unsur kewilayahan,yaitu pembantu kepala desa di wilayah kerjanya
seperti kepala dusun.24
23
Ikbal Hidayat, Peran Permusyawaratan Desa Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di
Desa Pageharjo Kecamatan Samigaluh Kabupaten Kulon Progo, Yogjakarta, 2018,hlm 11-12
24
Hanif Nurcholis, Pertumbuhan Dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa ,2011, hlm 73
8
berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung
dan menyalurkan aspirasi masyarakat 25.
pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang wakil
ketua, dan 1 (satu) orang sekertaris. Pimpinan BPD dipilih dari dan oleh
anggota BPD secara langsung dalam rapat BPD yang diadakan secara khusus.
Rapat pemilihan pimpinan BPD untuk pertama kali dipimpin oleh anggota
tertua dan dibantu oleh anggota termuda.27
25
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 61 ayat 2
26
Bambang Trisantono Soemantri, 2011, Pedoman Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Fokus
Media Bandung.
27
Hanif Nurcholis,Op Cit , hlm 78
9
4. anggota BPD mempunyai kewajiban sebagai berikut :
a. Mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang–Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 dan mentaati segala peraturan
perundangundangan.
b. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintah desa.
c. Mempertahankan dan memelihara hukum Nasional serta keutuhan
Negara Republik Indonesia.
d. Menyerap, menampung, menghimpun, dan menindak lanjuti aspirasi
masyarakat
e. Memproses pemilihan Kepala Desa (membentuk panitia pemilihan
Kepala Desa, menetapkan calon Kepala Desa yang berhak di pilih,
menetapkan calon Kepala Desa terpilih dan mengusulkan calon Kepala
Desa terpilih kepada Bupati/Walikota untuk di sahkan menjadi Kepala
Desa terpilih).
f. Mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi,
kelompok dan golongan.
g. Menghormati nilai-nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat
setempat.
h. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga
kemasyarakatan
10
DAFTAR PUSTAKA
J.G, Brouwer dan Schilder, A Survey of Dutch Adminstration Law, Ars Aeguilibri,
Nijmegen, 1998
11
Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Paradoksal Konflik dan Otonomi Daerah
Sketsa Bayang-Bayang Konflik dalam Prospek Masa Depan Otonomi Daerah,
Sinar Mulia, Jakarta, 2002
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Keputusan menteri dalam negeri nomor 64 tahun 1999 tentang pedoman umum
pengaturan mengenai desa
12