Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK MATA KULIAH KODE MATA KULIAH/SMT NAMA

DOSEN PROGRAM STUDI MATA KULIAH PRASYARAT DESKRIPSI MATA KULIAH


Pertemuan Ke-

SILABUS
: : : : : : SISTEM PEMERINTAHAN DESA IP33306 / III Prof. Dr. H. Utang Suwaryo, MA ILMU PEMERINTAHAN Metode

(3 SKS)

Pokok Bahasan

Sub Pokok Bahasan

Evaluasi

Literatur

5&6

Struktur Pemerintahan Desa

Organisasi Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa

- Ceramah - Contoh
Kasus; - Tanya Jawab. ;

Pemerintahan desa memiliki kedudukan dalam sistem pemerintahan NKRI yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingannya berdasarkan adat istiadat dan perundang-undangan yang berlaku. Tujuan yang hendak dicapai berkaitan dengan tujuan pemerintahan NKRI, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia dan keadilan sosial. Tujuan organisasi pemerintahan desa dalam ruang lingkup yang kecil tetapi pada arah dan sasaran yang sama dengan pemerintah pusat, dapat dikatakan bertujuan terselenggaranya pemerintahan yang mewujudkan perlindungan bagi masyarakat dan teritorial desa, mencerdaskan kehidupan dan memajukan kesejahteraan umum masyarakat desa serta keadilan sosial dan ketentraman termasuk ketertiban masyarakat desa. Corak organisasi pemerintahan desa idealnya mencerminkan organisasi pemerintahan modern, tetapi bercermin kepada realitas berpemerintahan saat ini paling tidak dapat menghapus kesan bahwa salah satu yang sulit dipelajari pegawai baru adalah nama dan fungsi dari berbagai bagian, hubungan atasan bawahan, dan siapa mengerjakan apa. (Fremont dan Rosenzeweig, 2002: 235). Di Indonesia bukan saja pegawai baru, pegawai lama saja masih banyak umpamanya di antara PNS antar Departemen, tidak mengetahui nama dan fungsi organisasi, hubungan atasan bawahan dan siapa mengerjakan apa. Bagaimana pula halnya pada jajaran pemerintahan desa? Dengan cara berbaik sangka saja kondisinya tentu tidak berbeda. Sebelum dilanjutkan pada tahap analisis pekerjaan, diuraikan terlebih dahulu bagaimana pengeaturan organisasi

- Apersepsi; - Review; - Penugasa n.

Ndraha, Taliziduhu, 1991. Dimensidimensi Pemerintahan Desa. Jakarta: Bumi Aksara. Tanjung, Salman Husin. 2005. Sistem Pemerintahan Desa. Bandung: Alqaprint; UUD 1945 (Amandemen IV); UU No. 32 Tahun 2004. Pemerintahan Daerah; 6 (enam) Peraturan Daerah Kabupaten Bandung yang Mengatur Mengenai Desa 1. Perda Kab. Bandung No. 9/2007 tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa, dan Perubahan Status Desa menjadi Kelurahan; 2. Perda Kab. Bandung No. 10/2007 tentang Urusan Pemerintahan

pemerintahan desa pasal 200 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004, menentukan: (1) Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pasal 202 ayat (1) dan (2): (1) Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa; (2) Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004 mengenai Pasal 202 ayat (2) adalah: Yang dimaksud dengan perangkat desa lainnya dalam ketetnuan ini adalah pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain. Dari ketentuan perundang-undangan di atas dapat diformulasikan sebagai berikut: 1. 2. 3. Pemeintahan desa terdiri dari pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa; Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa; Perangkat desa terdiri dari sekretaris desa, sekretariat desa, kepala urusan sebagai pelaksana teknis lapangan, kepala dusun atau dengan sebutan lain sebagai unsur kewilayahan.
6. 4. 3.

5.

- Peraturan Bupati Bandung


No. 7 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi, dan Tata Kerja Kecamatan dan Kelurahan di Wilayah Kabupaten Bandung

Kabupaten yang Pengaturannya Diserahkan kepada Desa di LIngkungan Pemerintahan Kabupaten Bandung Perda Kab. Bandung No. 11/2007 tentang Pedoman Organisasi Pemerintahan Desa dan Perangkat Desa; Perda Kab. Bandung No. 12/2007 tentang Lembaga Kemasyarakatan; Perda Kab. Bandung No. 13/2007 tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa; Perda Kab. Bandung No. 14/2007 tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa.

- Himpunan

Peraturan dan Petunjuk Pelaksanaan Pemerintahan Desa dan Kelurahan: PPRI No. 72/2005 Tentang Desa; PPRI No. 73/2005 Tentang Kelurahan; Permendagri No. 27/2006 Tentang Penetapan dan Penegasan Batas Desa; Permendagri No. 28/2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan, Penggabungan Desa, dan Perubahan Status Desa Menjadi Kelurahan; Permendagri No.

Berikut ini adalah contoh sederhana Bagan Organisasi Pemerintaan Desa:

Badan Permusyawaratan Desa

Kepala Desa

Sekretaris Desa

29/2006 Tentang Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa; Permendagri No. 30/2006 Tentang Tatacara Penyerahan Urusan Pemerintahan Kabupaten/Kota Kepada Desa; Permendagri No. 31/2006 Tentang Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Kelurahan; Permendagri No. 32/2006 Tentang Pedoman Administrasi Desa.

Ka. Sub Ur.

Ka. Sub Ur.

Ka. Ur.

Ka. Ur.

Ka. Ur.

Kadus

Kadus

Kadus

Bagan Organisasi Pemerintaan Desa


Keterangan: Kaur = Kepala Urusan Ka. Sub Ur. = Kepala Sub Urusan Kadus = Kepala Dusun = Garis Komando = Garis Koordinasi

Gambar di atas menunjukkan kesatuan komando (unity of command), bahwa kepala desa adalah pemimpin, sebagai penanggung jawab utama pada jajaran pemerintah

desa yang langsung membawahi sekretaris desa, kepala urusan, dan kepala dusun. Sekretaris desa membawahi langsung kepala sub urusan di samping berfumgsi juga mengkordinasikan tugas-tugas kepala urusan dan kepala dusun. Penekanan fungsi ganda sekretaris desa setara dengan kedudukannya sebagai pegawai negeri sipil (pasal 202 ayat (3)). Badan Permusyawaratan Desa dan Lembaga Keswadayaan Masyarakat Desa Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menurut UU No. 32 Tahun 2004 a. Keanggotaan Berdasarkan pasal 210 ayat (1) anggota BPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Ketentuan yang menyebutkan keanggotaan BPD merupakan wakil dari penduduk desa yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Ketentuan ini sangat bertolak belakang dengan ketentuan menurut UU No. 22 Tahun 1999 yang menetapkan anggota Badan Perwakilan Desa dipilih dari dan oleh penduduk desa yang memenuhi persyaratan. Ketentuan yang pertama keanggotaannya bersifat penunjukkan yang kemudian dimusyawarahkan untuk persetujuan bersama. Sedangkan ketetnuan yang kedua keanggotaannya merupaka hasil pemilihan oleh dan dari penduduk desa. Ketentuan pertama bernuansa kekeluargaan, dan yang kedua bernuansa demokratis. Kedua-duanya sama-sama baik, akan tetapi yang terakhir lebih bermakna dalam kehidupan bernegara. UU No. 32 Tahun 2004 menjelaskan lebih lanjut tentang pasal 210 ayat (1) mengenai penyebutan wakil dari penduduk desa, maksudnya adalah penduduk desa yang memangku jabatan seperti Ketua Rukun Warga (RW), pemangku adat, dan tokoh masyarakat lainnya. Apabila dibandingkan dengan rumusan UU sebelum zaman reformasi (UU No. 5 taun 1979) dalam hal yang sama, makna UU No. 22 Tahun 2004 ini memiliki suasana demokrasi yang mutunya sama rendah. Sebagai contoh kita simak pasal 17 UU No. 5 Tahun 1979, yaitu: Lembaga Musyawarah Desa (LMD) adalh lembaga permusyawaratan/permufakatan yang keanggotaannya terdiri atas kepalakepala dusun, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan pemukapemuka masyarakat di desa yang bersangkutan. Anggota BPD atau anggota LMD berdasarkan dua ketentuan di atas adalah sama-sama berasal dari aparat desa, pemangku adat/lembaga kemasyarakatan dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya serta kettnuan itu menegaskan tidak adanya pemilihan langsung dari dan oleh penduduk

1.

desa. b. Kepemimpinan Pemimpin BPD dipilih dari dan oleh anggota BPD kemudian syarat dan tata cara penetapan anggota dan pimpinan BPD diatur dalam Perda Kabupaten/Kota yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (pasal 210 ayat (2) dan (4)). c. Fungsi Pasal 209 menyebutkan bahqa fungsi BPD adalah menetapkan Peraturan Desa bersama kepala desa,menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Apabila dibandingkan dengan fungsi Badan Perwakilan Desa, maka pada Badan Permusyawaratan Desa terdapat keringanan pekerjaan bagi pengurusan karena 2 (dua) fungsi lain pengayoman adat istiadat serta pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa, dihapus atau tidak lagi menjadi senjata ampuh bagi BPD untuk menjaga keseimbangan kekuatan pemerintahan desa. 2. Lembaga Keswadayaan Masyarakat Desa

Pada jajaran pemerintah desa dan masyarakat desa dijumpai banyak kelompokkelompok manusia berdasarkan norma-norma dan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi ciri dari lembaga tersebut, umpamanya lembaga keagamaan, lembaga kepemudaan, oleh raga, kesenian, arisan, kesukuan, dan lain sebagainya. Dalam bentuk formal, di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan yang bertugas membantu pemerintah desa dan merupakan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa (pasal 211 UU No. 32 Tahun 2004). Adapun lembag-lembaga kemasyarakatan di atas dimaksudkan adalah Rukun Tetangga, Rukun Warga, PKK, Karang Taruna, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (Penjelasan pasal 211). Kelompok-kelompok masyarakat yang dibentuk seperti di atas, dalam aktivitas pemerintah desa sangat positif, bermanfaat, dan sebagai kebutuhan yang tidak terelakkan. RT dan RW adalah wadah yang menjebatani pemerintah desa dengan masyarakatnya, tanpa pemberian imbalan jasa oleh pemerintah desa, bahkan fungsinya seakan-akan lebih besar dari aparat yang digaji sekalipun. Orang dalam keadaan susah, terjepit atau senang dan berbahagia melapornya tetap kepada RT atau RW agar kesulitannya dapat terkurangi atau kesenangannya dapat terbagi. Secara teknis kepemerintahan eksistensinya ada pada peraturan desa atau peraturan daerah yang bersangkutan. Karena keberadaan RT dan RW tetap penting, maka perlu penataan yang jelas dengan instansi resmi tingkat desa seperti kepala dusun dan sekretaris desa. Secara

fungsional tugas-tugas RT/RW dari aspek kewilyahan terkadang mungkin berhimpit. Tugas sekretariat desa dengan RT/RW dari sisi pelayanan mungkin sama. KOndisi ini perlu diperjelas dalam norma-norma yang disepakati bersama. Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) sebagi wadah kaum ibu di perdesaan, secara jujur diakui sangat bermanfaat. Walaupun masih tersisa kesan buram wadah PKK untuk kepentingan penguasa masa lalu, hendaknya tidak menyurutkan apresiasi terhadap urgensi organisasinya. Masalahnya sekarang bagaimana memberdayakan merreka untuk kemajuan kaum ibu beserta keluarga yang selalu menghormati mereka, yang penting adalah organisasi PKK harus dikembangkan melalui aktivitas-aktivitas kreatif, ekonomi, dan religius tanpa beban-beban politik apa pun. Kreatif maksudny, kaum perempuan dapat berinovasi sendiri, ekonomi artinya kaum perempuan berperilaku hemat, menggunakan waktu denga baik dan mengoptimakan penghasilankeluarga secara tepat dan meningkat. Religius artinya kaum perempuan terdepan dalam pembinaan dan penegmbangan kehidupan beragama di tengah keluarga. Karang taruna atau organisasi-oganisasi kepemudaan lainnya memiliki arti strategis dalam pembinaan fungsi ketentraman dan ketertiban. Pemuda adalah pagar desa, orang-orang tua adalah teladan dan pemberi arah, dan anak-anak adalah bunga kehidupan di desa. Oleh karena itu pemuda harus dapat dimotivasi dan dibentuk untuk memelihara kehidupan desa yang tentram dan tertib tanpa adanya celah berbuat menyimpang. Instrumen olahraga, kesenian, remaja masjid, pesantren kilat, pramuka, outbond dan lain sebagainya adalah sarana-sarana yang efektif untuk mewadahi kreasi mereka. Lembaga pemberdayaan masyarakata adalah lembaga kemasyarakatan yang sengaja dibentuk dengan tujuan untuk menjebatani pemerintah desa dengan masyarakat, berkaitan dengan kegiatan-kegiatan sosial, penyuluhan, keagamaan, ekonomi pembangunan, partisipasi, swadaya, dan gotong-royong masyarakat. Sebelumnya telah digarisbawahi bahwa masyarakat dalam setiap aspek kehidupan perlu peran sertanya dimobilisasi guna meningkatkan keterlibatan mereka dalam setiap proyek pengembangan. Implementasi konsep peran serta ini diharapkan dilakukan oleh lembaga pembersayaan masyarakat. Dalam banyak hal, pemicuan semangat untuk turut memberikan kontribusi dalam kehidupan bersama dapat tergantung kepada tata nilai, kejujuran, solidaritas dan keteladanan para pemuka lembaga pemberdayaan. Oleh karena itu dalam pembentukan dan rekrutmen lembaga perlu dilakukan secara baik dan selektif serta secara organisatoris dipertegas batas wewenang dan tanggung jawab dengan kepala desa. Sekali pun lembaga ini mitra kerja kepala desa yang non-struktural, akan tetapi keberadaannya perlu diatur tersendiri dalam perdes. Diharapkan pengaturannya dalam perdes tidak dilakukan melalui sudut pandang birokratis, akan tetapi lebih diarahkan kepada prinsip proposionalitas, profesionalitas, dan akuntabilitas.

1.

Hubungan Kerja Pemerintahan Desa dan Kerjasama Eksternal Pemerintah Desa Hubungan Kerja Pemerintahan Desa a. Hubungan kerja kepala desa dengan BPD Hubungan kerja kepala desa dengan BPD dilakukan melalui pengertian dan kedudukan, tugas dan fungsi serta kemampuan melaksanakan tugas dan fungsi tersebut. Tugas dan fungsi kepala desa dalam UU No. 32 Tahun 2004 tidak merinci apa saja yang menjadi tugas dan fungsinya tersebut, tetapi menekankan supaya diatur lebih lanjut oleh perda Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi kepala desa adalah: 1) 2) 3) 4) Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa; Membina kehidupan masyarakat desa dalam arti sosial dan ekonomi; Memelihara kehidupan yang harmonis di tengah-tengah masyarakat desa; Mewakili desa dalam beberapa peristiwa hukum dan atau menunjuk kuasa hukumnya.

BPD yang anggota-aggotanya merupakan wakil dari penduduk desa yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat, berfungsi menetapkan perdes bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. (Pasal 210 ayat (1) dan pasal 209 UU No. 32 Tahun 2004) Kedudukan kepla desa dan BPD dapat dikatakan, pertama, sebagai pihakpihak yang bermitra kerja dalam proses penyelenggaraan pemerintahan desa, karena BPD bersama kepala desa menetapkan perdes. Di samping itu kepala desa memimpin penyelenggaraan pemerintah desa, BPD secara institusional mewakili penduduk desa bertindak sebagai pengawas terhadap penyelenggaraan pemerintah desa. Di sisi lain adanya fungsi BPD untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; kedua, kepala desa bertanggung jawab kepada penduduk desa melalui BPD dalam arti kultural dan etika. Hal yang sama berlaku dalam mekanisme penyusunan dan pengesahan perdes. Rancangan perdes dapat dibuat oleh kepala desa atau BPD dan mendapat pengesahan dari salah satunya.

Hubungan kerja BPD, secara institusional mewakili penduduk desa, bertindak sebagai pengawas terhadap penyelengaraan pemerintah desa.

b.

Hubungan kerja kepala desa dengan perangkat desa Hubungan kerja ini bersifat hirarkis, acuannya adalah norma umum bahwa kepala desa ialah pemimpin bagi terselenggaranya pemerintahan desa. Maksud dari hubungan secara hikrarkis adalah hubungan kerja atasan dengan bawahan melalui pembagian tugas kepala desa sebagai pimpinan dalam menyelengarakan pemerintah desa dan perangkat desa sebagai pelaksana yang membantu kepala desa. Dalam bentuk lebih konkrit hubungan tersebut berupa: 1) Kepala desa sebagai pimpinan bertugas dalam pengambilan keputusan, pemberi arahan dan motivasi serta keteladanan. Sedangkan perangkat desa sebagai bawahan melaksanakan keputusan yang telah diambil kepala desa serta memperhatikana arahan dan ketetladanan yang telah diberikan; Hubungan kerja selanjutnya akan muncul dalam pelayanan administrasi, keuangan, kepegawaian (personalia), peralatan, dan tata surat menyurat bagi sekretaris desa.

2)

c.

Hubungan kerja kepala desa dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan Salah satu tugas dan kewajiban kepala desa adalah memelihara kehidupan yang harmonis di tengah-tengah masyarakat desa. Bentuk tugas itu secara tradisional umpanya telah diperankan dengan baik seperti mendamaikan perselisihan di desa. Kedekatan hubungan kepala desa dengan lembaga-lembaga masyarakat/adat desa hasilnya banyak diatasi. Bantuan lembaga adat bersifat informal dalam arti tidak mengikat kepala desa, tetapi dalam keseharian kepala desa tetap berhutang secara moral karena para pemimpin adat sangat dihormati masyarakatnya melebihi penghormatannya daripda pejabt-pejabat formal. Hubungan kerja kepala desa dengan lembaga adat ini menguntungkan dalam praktek pemerintah, persoalan tergantung kepada desa bagaimana membina hubungan yang harmonis, wajar, dan solid. Pasal 211 dan 215 UU No. 32 Tahun 2004 menegaskan hubungan kemitraan kepala desa dengan lembaga kemasyarakatan serta pasal yang disebut terakhir mengisyaratkan kemungkinan-kemungkinan berkembangnya perekonomian desa tersebut. Jika perekonomian masyarakat desa timbul semakin kuat, aktivitas pembangunan desa semakin lancar. Selanjutnya lembaga kemasyarakatan dapat menjembatani masyarakat dengan pemerintah desa untuk pembangunan

dan kesejahteraan masyarakat sendiri.

2.

Hubungan Kerjasama Eksternal Pemerintah Desa a. Hubungan kerjasama kepala desa dengan camat Pasal 126 ayat (3) huruf (f) UU No. 32 Tahun 2004, menentukan bahwa camat bertugas untuk membina penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau kelurahan. Tugas membina penyelenggaraan pemerintahan desa dapat diuraikan dalam berbagai dimensi. Dalam dimensi-dimensi itu pula terbentuk hubungan kerja. Tidak menjadi masalah apakah bersifat hirarkis atau heterarkis. Hampir dapat dipastikan terjalinnya hubungan kerja yang saling membutuhkan keduannya. Dalam penjelasan pasal 126 ayat (3), disebutkan: Yang dimaksud dengan membina ini antara lain dalam bentuk fasilitasi pembuatan perdes, terwujudnya administrasi tata pemerintahan desa yang baik. Uraian di atas menyebutkan 2 (dua) dimensi hubungan kepala desa dengan camat. Pertama tentang fasilitasi pembuatan peraturan desa dan kedua perwujudan administrasi tata pemerintahan desa yang baik. Sadu (2002: 87), menyatakan: Hubungan kerja camat dengan pemerintah desa bersifat koordinatif dan fasilitatif, tidak lagi bersifat hirarkis. Sebagai kesatuan masyarakat yang memiliki kewenangan mengatur dirinya (self governing society), secara organisatoris desa tidak memiliki hubungan hirarkis dengan kabupaten/kota. Akan tretapi dilihat dari kepentingannya, terdapat hubungan yang bersifat hirarkis. Prinsip umum yang dipakai ialah bahwa kepentingan masyarakat yang lebih kecil untuk pada kepentingan masyarakat yang lebih luas. b. Hubungan kerjasama kepala desa dengan pemerintah kabupaten Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku sangat banyak lika-liku hubungan antara kepala desa dengan pemerintah kabupaten/kota. Di bawah ini secara garis besar disebut berurutan hubungan-hubungan kerja tersebut: 1) Peraturan daerah kabupaten/kota dapat menetapkan perubahan status desa menjadi kelurahan (Pasal 200 ayat (3)); 2) Pendanaan perubahan status desa menjadi kelurahan dibebankan

pada APBD kabupaten/kota (Pasal 201 ayat (1)); 3) Syarat-syarat dan tata cara pilkades diatur dengan perda kabupaten/kota berpedoman kepada peraturan pemerintah (Pasal 203 ayat (1)); 4) Kepala desa terpilih dilantik oleh bupati/walikota, paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pemilihan (Pasal 205 ayat (1)); 5) Tugas pembantuan dari antara lain pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintahan desa (Pasal 207); 6) Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa (Pasal 206 huruf b); 7) Tugas dan kewajiban kepala desa dalam memimpin penyelenggaraan pemerintah desa diatur dengan perda kabupaten/kota berdasarkan peraturna pemerintah (Pasal 208); 8) Syarat dan tata cara penetapan anggota pimpinan BPD diatur dalam perda kabupaten/kota, berpedoman pada peraturan pemerintah (Pasal 210 ayat (4)); 9) Hubunga keuangan yang terjadi antara pemerintah desa dengan pemerintah kabupaten/kota sehubungan dengan sumber-sumber pendapatan desa (Pasal 212 ayat (3) dan (6)). Kemudian berkaitan dengan fungsi pembinaan menurut PP No. 20 Taun 2001 serta pasal 217 UU No. 32 Tahun 2004 dalam hal pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan dapat pula dilaksanakan untuk mensukseskan tugas-tugas pembantuan. Pemerintah kabupaten/kota dapat membrikan beberapa urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannnya untuk diatur sendiri oleh pemerintah desa. Apalagi yang menyangkut aktivitas pembanguan kawasan perdesaan yang mengikutsertakan pemerintah desa dan BPD dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasannya. Ruang lingkup tugas dan kewajiban kepala desa dapat dirumuskan dalam perda secara objektif dan memiliki prospek ke depan dalam rangka mewujudkan pemerintahn yang baik, setara dengan kompetensi dan kebutuhan nyata masyarakat desa. Sekretaris Desa yang Diangkat menjadi PNS Salah satu hal yang menarik dari UU No. 32 Tahun 2004 adalah mengenai jabatan sekretaris desa yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memenuhi persyaratan. Pada penjelasan pasal 202 ayat (3) dinyatakan bahwa sekretaris desa yang ada selama ini yang bukan PNS secara bertahap diangkat

menjadi PNS sesuai peraturan perundang-undangan. Kenapa ketentuan ini menarik? Pertama, setelah 25 tahunan ide men-PNS-kan aparat desa, kini kembali muncul. Pasal 22, ,24, 30, dan 31 UU No. 5 Tahun 1979 telah mengubah status desa yang ada di ibukota negara, ibukota provinsi, ibukota kabupaten, kotamadya, kota administratif, dan kota-kota lain menjadi kelurahan serta perangkatnya adalah pegawai negeri. Kedua, diperkirakan jumlah perangkat desa termasuk kepala desa adalah sepuluh orang. Yang berstatus sebagai PNS hanya seorang. Status istimewa yang disandang sekretaris desa memiliki beban psikologis yang amat berat. Wajar-wajar saja jika sembilan orang aparat desa lainnya melempar tugas dan tanggung jawab ke pundak sekretaris desa yang PNS. Akhirnya setiap saat timbul konflik yang menimbulkan apatisme dan merosotnya kinerja aparat desa. Ketiga, gabungan kondisi pertama dan kedua, sekretaris desa yang lama karena tidak memiliki kekuatan apa-apa diganti dengan orang baru yang berstatus PNS. Kemungkinan situasi kerja akan lebih ramai, kinerja semakin memburuk. Demikian kilasan yang kemungkinan terlihat, yang terpenting adalah bagaimana menciptakan kondisi yang kondusif dalam pelaksanaan pemerintahan dan kehidupan masyarakat desa.

DOSEN,

Prof. Dr. H. Utang Suwaryo, MA NIP. 131 567 008

Anda mungkin juga menyukai