Anda di halaman 1dari 14

.

KEPALA DESA WATUGONG


KABUPATEN SIKKA
PERATURAN DESA WATUGONG
NOMOR…....TAHUN 2017
TENTANG
LEMBAGA ADAT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA DESA WATUGONG,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan, pelestarian dan


pengembangan adat istiadat dan nilai-nilai budaya masyarakat,
perlu dibentuk Lembaga Adat Desa Watugong;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 152 ayat (1)
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa, perlu membentuk Peraturan Desa tentang Lembaga Adat
Desa Watugong;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan
Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat
I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655);
2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran
Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 7, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5945);
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5679);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor
123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5539), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang
Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5717);
5. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 5 Tahun 2007 Tentang
Pedoman Penataan Lembaga Kemasyarakatan;
6. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman
Kewenangan Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal
Berskala Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 158);
7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 Tahun 2016 Tentang
Kewenangan Desa (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 1037);
8. Peraturan Daerah Kabupaten Sikka Nomor 21 Tahun 2007
Tentang Lembaga Kemasyarakatan (Lembaran Daerah
Kabupaten Sikka Tahun 2007 Nomor 21 seri F Nomor 16,
Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Sikka Nomor 30);
9. Peraturan Bupati Sikka Nomor 15 Tahun 2016 Tentang
Pembentukan Produk Hukum Desa;
10.Peraturan Bupati Sikka Nomor 16 Tahun 2016 Tentang
Kewenangan Desa

Dengan Kesepakatan Bersama


BADAN PERMUSYAWARATAN DESA WATUGONG
dan
KEPALA DESA WATUGONG

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DESA TENTANG LEMBAGA ADAT DESA WATUGONG.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Desa adalah DESA WATUGONG.
2. Pemerintah Desa adalah Pemerintah DESA WATUGONG.
3. Kepala Desa adalah Kepala DESA WATUGONG.
4. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disingkat BPD adalah Badan
Permusyawaratan DESA WATUGONG.
5. Lembaga Adat adalah Lembaga Adat yang selanjutnya disebut dua moan
watu pitu adalah dua moan watu pitu DESA WATUGONG.
6. Hukum Adat adalah Nilai, Norma dan kebiasaan yang hidup berlaku dan
berkembang sebagai peraturan adat yang ditaati oleh masyarakat dalam
wilayah desa yang apabila dilanggar maka akan di kenakan sanksi.
7. Pemangku Lembaga Adat adalah Tokoh masyarakat yang merupakan
anggota Lembaga Adat yang merupakan wakil dari kesatuan anggota
masyarakat hukum adat.
8. Atribut adalah tanda atau simbol yang dikenakan oleh anggota lembaga adat.

BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
Maksud
Maksud pembentukan Lembaga Adat Desa adalah sebagai wadah bersama untuk
melakukan pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan Adat istiadat serta
penyelesaian sengketa adat sesuai dengan Norma dan Kaidah hukum yang
berlaku.
Pasal 3
Tujuan
Tujuan pembentukan Lembaga Adat Desa adalah :
a. menyelenggarakan Adat istiadat Masyarakat;
b. menyelesaikan masalah dan atau perselisihan masyarakat;
c. melestarikan dan mengembangkan adat istiadat masyarakat;
d. membantu pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan Desa.

BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 4
Peraturan desa ini meliputi:
a. pembentukan dan asas;
b. kedudukan, Tugas dan Fungsi;
c. susunanan organisasi;
d. hak, Wewenang dan Kewajiban;
e. pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Dua Moan Watu pitu;
f. musyawarah Dua moan watu pitu;
g. pakaian, Lambang, Tanda Kebesaran;
h. larangan dan sangsi
i. pembinaan dan Pengawasan; dan
j. pembiayaan.

BAB IV
PEMBENTUKAN DAN AZAS

Pasal 5
Dua moan watu pitu di bentuk dan berlaku berdasarkan peraturan desa ini.

Pasal 6
Peraturan Desa ini dilaksanakan berdasarkan azas:
a. ketuhanan;
b. keadilan dan kasih sayang;
c. keterbukaan;
d. musyawarah mufakat;
e. toleransi;
f. keseimbangan dan harmonisasi;
g. kesamaan dan kebersamaan;
h. kerukunan dan kekeluargaan; dan
i. pengendalian diri.
BAB V
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI

Pasal 7
(1) Dua moan watu pitu berkedudukan di Desa dan merupakan mitra kerja
pemerintah desa dalam pemberdayaan dan pelestarian Lembaga Adat.
(2) Dua moan watu pitu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki hubungan
kerja dengan pemerintah desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinasi.
(3) Dua moan watu pitu sebagaimana di maksud pada ayat 1 mempunyai
hubungan dengan lembaga kemasyarakatan di desa bersifat koordinasi dan
konsultatif.
(4) Dua moan watu pitu di maksud pada ayat 1 mempunyai hubungan kerja
dengan pihak ke tiga bersifat kemitraaan.

Pasal 8
Dua moan watu pitu mempunyai tugas:
a. menjaga, mengembangkan dan melestarikan adat istiadat;
b. menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan adat-istiadat;
c. memberikan kejelasan status dan kepastian hukum
d. membantu menyukseskan penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan
pembangunan, pembinaan dan ketertiban, pemberdayaan masyarakat dalam
rangka mewujudkan kesejahteraan umum menurut kearifan lokal;
e. memperkokoh nilai adat - istiadat secara bertanggung jawab; dan
f. membangun partisipasi dan semangat gotong royong.

Pasal 9
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Dua Moan
Watu pitu mempunyai fungsi:
a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pembangunan
desa;
b. menanam dan memupuk nilai adat-istiadat demi rasa persatuan dan
kesatuan masyarakat;
c. menyelesaikan perselisihan yang menyangkut hukum adat, adat-istiadat, dan
kebiasaan dalam masyarakat;
d. memberdayakan, melestarikan dan mengembangkan adat-istiadat dan
kebiasaan masyarakat dalam rangka memperkayah budaya masyarakat
untuk menunjang penyelenggaraan pemerintahan desa; dan
e. menciptakan hubungan yang demokratis dan harmonis antara dua moan
watu pitu dan pemerintahan desa.
Pasal 10
Selain berfungsi sebagai dimaksud dalam pasal 9 dua moan watu pitu berperan
sebagai:
a. dewan Pemangku adat desa;
b. dewan Peradilan perdamaian adat;
c. dewan musyawarah adat;
d. dewan Peran adat; dan
e. dewan penata dan kearifan lokal.

BAB VI
SUSUNAN ORGANISASI
Pasal 11
1. Susunan organisasi dua moan watu pitu terdiri Atas:
a. ketua adat;
b. sekretaris; dan
c. anggota.
2. Kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipilih dalam rapat
pemilihan pengurus dan ditetapkan dengan keputusan kepala desa.
3. Jumlah keanggotaan dua moan watu pitu paling sedikit 5 orang dan paling
banyak 7 orang, serta berjumlah ganjil.
4. Susunan organisasi dua moan watu pitu sebagaimana dimaksud pada ayat 1
berupa struktur organisasi tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Desa ini.
Pasal 12
Dalam susunan organisasi dua moan watu pitu dapat di golongkan menjadi 4
bidang berupa:
(1). a. bidang penyelesaian perkara dan upacara adat;
b. bidang pemberdayaan, pelestarian dan pengembangan adat istiadat;
c. bidang hubungan masyarakat; dan
d. bidang ketertiban dan keamanan masyarakat.
(2). Bidang yang dimaksud pada ayat 1 dijabat oleh anggota dua moa watu pitu.

BAB VII
HAK, WEWENANG DAN KEWAJIBAN

Pasal 13
(1) dua moan watu pitu berhak:
a. memberi pertimbangan kepada pemerintah desa berupa: usul saran dan
pendapat secara lisan maupun tertulis berdasarkan penjaringan aspirasi
masyarakat adat;
b. memperoleh insentif sesuai kemampuan keuangan desa;
c. mengajukan dan menetapkan norma adat istiadat bersama pemerintah
desa;
d. mendapatkan perlindungan dari pemerintah desa dalam pelaksanaan
tugasnya; dan
e. menerima bantuan/sumbangan yang tidak mengikat.( Bantuan Pihak
ketiga untuk mendukung lembaga adat desa seperti NJO peduli terhadap
pelestarian adat)
(2) Norma adat istiadat yang dimaksud pada ayat 1 huruf c diatur dengan
peraturan desa.
Pasal 14
Dua moan watu pitu berwenang:
a. menyelenggarakan rapat dan musyawarah adat;
b. menyelesaikan perkara adat;
c. berkuasa dalam upacara atau ritual adat;
d. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan adat istiadat;
e. menghimpun dan mendata adat istiadat masyarakat yang hidup, tumbuh
dan berkembang dalam masyarakat;
f. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dalam pemberdayaan
dan pelestarian adat;
g. memberikan sanksi adat kepada seseorang yang melanggar dari aturan
adat;
h. mengatur tatakrama pergaulan pemuda dan pemudi;
i. menyusun Peraturan Adat sesuai dengan adat istiadat Desa;
j. menjalin hubungan kerja sama dngan pihak lain yang saling
menguntungkan dengan mendapatkan persetujuan kepala desa;
k. melaksanakan kerjasama antar Pemangku lembaga adat; dan
l. mengajukan perubahan hukum adat.

Pasal 15
Dua moan watu pitu mempunyai kewajiban:
a. menjunjung tinggi hukum adat desa dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
b. mengikuti setiap upacara atau ritual adat;
c. melaksanakan tugas dan fungsi dengan penuh tanggung jawab;
d. mengenakan pakaian, lambang, tanda kebesaran pada saat upacara atau
ritual adat;
e. memelihara toleransi dan tidak diskriminatif;
f. menggelar rapat untuk menyelesaikan perkara adat;
g. memberikan informasi tentang hukum adat kepada masyarakat;
h. memberikan pembinaan adat kepada masyarakat;
i. melaksanakan ritual adat;
j. menjaga rahasia yang sifatnya harus dirahasiakan;
k. menyampaikan laporan kegiatan kepada kepala desa;
l. menyusun kode etik dan tata tertib; dan
m. menaati kode etik dan tata tertib dua moan watu pitu.

BAB VIII
PEMILIHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN DUA MOAN WATU PITU
Pasal 16
(1) Dua moan watu pitu dipilih dan diangkat dari perwakilan masyarakat pada
setiap dusun di desa.
(2) Pengangkatan dua moan watu pitu sebagaimana dimaksud pada ayat 1
dengan memperhatikan kesetaraan gender.
(3) Persyaratan keanggotaan dua moan watu pitu terdiri dari:
a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. warga Desa;
c. sehat jasmani dan rohani;
d. mengetahui dan memahami hukum adat;
e. dapat membaca dan menulis;
f. berperilaku baik;
g. paling rendah berusia 40 tahun;
h. tidak pernah melakukan pelanggaraan adat;
(4) Masa kerja dua moan watu pitu selama lima tahun terhitung sejak
pengukuhan adat.
Pasal 17
(1) Dalam melakukan pemilihan dan pengangkatan dua moan watu pitu
Kepala desa membentuk panitia pemilihan dan pengangkatan.
(2) (2)Panitia yang dimaksud pada ayat 1 berasal dari unsur perangkat desa,
BPD, dan tokoh masyarakat.
(3) Panitia yang dimaksud pada ayat 1 paling sedikit beranggotakan lima
orang dan paling banyak 7 orang.
(4) Panitia yang dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan keputusan kepala
desa
Pasal 18
(1) Panitia yang dimaksud dalam pasal 17 melaporkan hasil pemilihan dan
pengangkatan dua moan watu pitu kepada kepala desa.
(2) Kepala desa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyampaikan hasil kerja
panitia kepada BPD.
(3) Setelah menerima hasil kerja panitia sebagaimana dimaksud pada ayat 2
BPD mengadakan rapat dengar pendapat untuk meminta penjelasan
kepala desa tentang seleksi dan rekomendasi calon.
(4) Hasil rapat BPD sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berupa rekomendasi
calon anggota dua moan watu pitu dan dibuatkan berita acara.
(5) Kepala desa menetapkan keanggotaan dua moan watu pitu dengan
keputusan kepala desa.
(6) Anggota dua moan watu pitu sebaagaimana dimaksud pada ayat lima
diangkat dan dikukuhkan dengan sumpah atau janji secara adat.
Pasal 19
(1) Dua moan watu berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; dan
c. diberhentikan
(2) Diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c berupa:
a. berhalangan tetap;
b. pindah penduduk; dan
c. melanggar larangan .

BAB IX
MUSYAWARAH DUA MOAN WATU PITU
Pasal 20

(1) Dua moan watu pitu melaksanakan Musyawarah adat paling sedikit 2 kali
dalam satu tahun.
(2) Musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dianggap sah apabila
dihadiri oleh 2/3 (dua pertiga) dari jumlah anggota.
(3) Musyawarah dipimpin oleh ketua dua moan watu pitu, atau salah Satu
Anggota yang disepakati.
(4) Hasil musyawarah pada ayat 3 ditulis pada berita acara disertai daftar hadir
oleh sekretaris dua moan watu pitu.
Pasal 21
(1) Pengambilan keputusan oleh dua moan watu pitu dilakukan secara
musyawarah mufakat.
(2) Dalam hal tidak tercapai kata sepakat dua moan watu pitu melakukan
konsultasi kepada kepala desa.
(3) Hasil konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 menjadi dasar bagi dua
moan watu pitu untuk mengambil keputusan yang bersifat final.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai musyawarah dua moan watu pitu diatur
dalam tata tertib dua moan watu pitu.

BAB X
PAKAIAN, LAMBANG, TANDA KEBESARAN
Pasal 22
(1) Pakaian yang dikenakan oleh dua moan watu pitu adalah pakaian adat.
(2) Pakaian adat (disesuaikan dengan kondisi adat dan kebiasaan setempat)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi laki-laki terdiri atas:
a. Ragi mitan wiwir merak, lilin dong;
b. Soko manu Ladon;
c. Rebing.
(3) Pakaian adat (disesuaikan dengan kondisi adat dan kebiasaan setempat)
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bagi perempuan terdiri atas:
a. Utan wiwir gete;
b. Labu merak liman gete;
c. kalar bala 8 buah ;
d. legen soking;
e. bahar tibu; dan
f. Kokong wua ta’a;
Pasal 23
(1) Lambang dua moan watu pitu adalah mahe. (Stempel)
(2) Tanda kebesaran dua moan watu pitu adalah ragi gaing saen li’li dan Utan
mitan wiwir gete kirek manu walu.
(3) Ragi gaing saen lili sebagaimana dimakssud pada ayat 2 dikenakan pada
bahu dengan motif leba weran
(4) Utan wiwir gete sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dengan motif manu
walu, koja wulet
BAB XI
PERAN DUA MOAN WATU PITU DALAM PELESTARIAN BUDAYA DAERAH
Pasal 24
(1) Dua moan watu pitu dalam pelestarian budaya daerah berperan:
a. melakukan inventarisasi aktifitas adat istiadat, seni dan nilai sosial budaya
masyarakat;
b. melakukan inventarisasi aset kekayaan budaya dan peninggalan sejarah;
c. melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan
serta pengembangan aktifitas adat, seni/nilai sosial budaya masyarakat
d. melakukan penyusunan rencana dan pelaksanaan kegiatan pemeliharaan
serta pendayagunaan aset kekayaan budaya masyarakat.

BAB XII
LARANGAN DAN SANGKSI
Pasal 25
(1) Anggota dua moan watu pitu dilarang:
a. memanfaatkan jabatan untuk merusak benda warisan adat dan seni
budaya serta segala fasilitas publik yang merugikan kepentingan
umum;
b. memanfaatkan jabatan untuk kepentingan diri, keluarga dan kelompok
tertentu;
c. menyalahgunakan wewenang, tugas dan hak;
d. menjadi provokator dan bertindak diskriminasi terhadap warga atau
golongan tertentu;
e. melanggar sumpah atau janji;
f. menyebarluaskan rahasia dua moan watu pitu;
g. melakukan pelanggaran adat; dan
h. melanggar kode etik dan tata tertib dua moan watu pitu.
(2) Dua moan watu pitu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud
pada ayat 1dikenakan sangksi administratif adat berupa:
a. teguran tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian.
(3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf a diberikan
sebanyak dua kali dengan jangka waktu untuk setiap teguran paling lama
3 hari.
(4) Apabila teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat 3 tidak
dilaksanakan, maka dikenakan sangksi berupa pemberhentian sementara.
(5) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat 4 untuk
jangka waktu paling singkat 3 bulan.
(6) Dalam hal sangksi pemberhentian sementara tidak dilaksanakan dan atau
mengulangi perbuatan dikenakan sangksi pemberhentian.
(7) Selain sangksi administrative sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dua
moan watu pitu dikenakan denda adat sesuai dengan hukum adat yang
berlaku di desa.
BAB XIII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 26
(1) Pembinaan dan pengawasan terhadap dua moan watu pitu dilakukan
oleh Kepala Desa dan BPD.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan cara


memberikan usul, saran dan arahan.

(3) Pengawaasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berupa pemeriksaan


laporan hasil kerja dua moan watu pitu.

(4) Kepala desa dan BPD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berwenang
memberikan nasehat baik di minta maupun tidak demi pengembangan dan
pelestarian adat istiadat dan seni budaya.

BAB XIV

PEMBIAYAAN
Pasal 27
Pembiayaan dua moan watu pitu dapat bersumber dari:
a. APBDES;
b. APBD Kabupaten;
c. APBD Propinsi;
d. APBN; dan
e. Lain- lain pendapatan yang sah.
BAB XV
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Peraturan Desa ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Desa ini dengan penempatannya dalam Lembaran Desa Watugong.

Ditetapkan di Brai
Pada tanggal 19 Desember 2017

KEPALA DESA WATUGONG,

YOHANIS KAPISRANO

Diundangkan di Brai
pada tanggal 22 Desember 2017
SEKRETARIS DESA WATUGONG,

MARTINA MENCIANA

LEMBARAN DESA WATUGONG TAHUN 2017 NOMOR …


NOMOR REGISTER PERATURAN DESA WATUGONG
KABUPATEN SIKKA NOMOR.....
Lampiran

STRUKTUR ORGANISASI
LEMBAGA ADAT DESA WATUGONG

KEPALA DESA KETUA

SEKRETARIS

BIDANG BIDANG BIDANG BIDANG

Penyelesaian Pemberdayaan,Pel Hubungan Ketertiban dan


Perkara dan estarian dan Kemasyarakatan Keamanan
Upacara Adat Pengembangan Masyarakat
Adat Istiadat

Anda mungkin juga menyukai