Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KASUS

GANGGUAN SISTEM SENSORI PERSEPSI: GLAUKOMA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
KELOMPOK 5

1. Veronika Anita Sari Laia 170204084


2. Juliana Simanjuntak 170204027
3. Ayu Mewati Waruwu 170204002
4. Nora Amara Simbolon 170204048
5. Sabran Hadi Pagan 170204066

Dosen Pengajar : Ns. Amila, M. Kep.

PROGRAM STUDI NERS

FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA

MEDAN

2019
2

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan judul asuhan keperawatan glaukoma tepat pada waktunya.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah
ini.

Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada:

1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Taruli Sinaga SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan
Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas
Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
5. Ns. Amila, M.Kep selaku dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan,
arahan dan saran kepada kelompok dalam menyelesaikan tugas mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah III

Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengajaran dan pembuatan
makalah ini yang namanya tidak kami cantumkan satu persatu, demikian makalah
asuhan keperawatan glaukoma ini di buat semoga bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 30 September 2019

Penyusun

Kelompok 5
3

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1

A. Latar belakang......................................................................................1
B. Tujuan penulisan .................................................................................1
1. Tujuan umum ................................................................................1
2. Tujuan khusus ...............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................2

A. Definisi glaukoma...............................................................................2
B. Klasifikasi glaukoma ..........................................................................2
C. Etologi glaukoma.................................................................................4
D. Patofisiologi glaukoma........................................................................4
E. Manifestasi klinis glaukoma................................................................6
F. Pemeriksaan penunjang glaukoma.......................................................6
G. Penatalaksanaan glaukoma..................................................................7
H. Asuhan keperawatan glaukoma...........................................................8
1. Pengkajian......................................................................................8
2. Diagnosa .......................................................................................9
3. Intervensi ......................................................................................9
4. Evaluasi .......................................................................................15

BAB III PENUTUP............................................................................................16

A. Kesimpulan .......................................................................................16
B. Saran .................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................18

BAB I
4

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang

Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting untuk
kehidupan manusia. Terlebih lebih dengan majunya teknologi, indra penglihatan
yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Apalagi dengan
sempitnya lapangan kerja, hanya orang-orang yang sempurna dengan segala
indranya saja yang mendapat kesempatan kerja termasuk matanya.mata
merupakan anggota badan yang sangat peka. Trauma seperti debu sekecil apapun
yang masuk kedalam mata, sudah cukup untuk menimbulkangangguan yang
hebat, apabila keadaan ini diabaikan, dapat menimbulkan penyakit yang sangat
gawat.

Peran penglihatan dalam kehidupan sulit digantikan karena sangat


personal dan bersifat sangat intim. Penglihatan ini merupakan kesatuan, pikiran,
badan, dan dunia. Jaras visual merupakan sistem mulidimensional dengan banyak
struktur dan proses yang rentan menimpa mata. Bila terdapat gangguan
disepanjang jaras ini dapat menyebabkan hilangnya penglihatan.

Salah satu penyakitnya yaitu glaukoma. Glaukoma adalah penyebab


kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Diperkirakan 66 juta penduduk
dunia sampai tahun 2010 akan menderita gangguan penglihatan karena glaukoma.
Kebutaan karena glaukoma tidak bisa disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus
glaukoma dapat dikendalikan.

Glaukoma disebut sebagai pencuri penglihatan karena sering berkembang


tanpa gejala yang nyata. Penderita glaukoma sering tidak menyadari adanya
gangguan penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut.
Diperkirakan 50% penderita glaukoma tidak menyadari mereka menderita
penyakit tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh glaukoma tidak dapat
diperbaiki, maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini
mungkin.

1.2 Tujuan penulisan

1. Tujuan umum:
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
terstruktur sistem persepsi sensori dan untuk memberikan wawasan kepada
mahasiswa/i tentang glaukoma dan tindakan asuhan keperawatan pada
pasien dengan penyakit glukoma.

2. Tujuan khusus:
5

a. Untuk mengetahui definisi dari glaukoma.


b. Untuk mengetahui klasifikasi glaukoma.
c. Untuk mengetahui etiologi glaukoma.
d. Untuk mengetahui patofisiologi glaukoma.
e. Untuk mengetahui manifestasi klinis glaukoma.
f. Untuk mengetahuipemeriksaan medis glaukoma.
g. Untuk mengetahui penatalaksanaan glaukoma.
h. Untuk mengetahui asuhan keperawatan glaukoma.

BAB II
6

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi glaukoma

Glaukoma berasal dari bahasa Yunani “glaukos” yang berarti hijau


kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma adalah sekelompok gangguan gangguan yang melibatkan beberapa
perubahan atau gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan
intraokuler (TIO) dengan segalah akibatnya. (Indriana dan N Istiqomah; 2004).

Glaukoma adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya


peningkatan tekanan intraokuler, penggaungan, dan degenerasi saraf oftik serta
defak lapang pandang yang khas. (Tamsuri A; 2010)

Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala peningkatan


tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat mengakibatkan penggaungan atau
pencekungan pupil syaraf optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan
lapang pandang dan penurunan tajam pengelihatan. (Martinelli; 1991 dan
Sunaryo Joko Waluyo; 2009)

Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata


meningkat,sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan
penurunan fungsi penglihatan (Dwindra M; 2009)

Glaukoma merupakan sekumpulan gangguan okular yang ditandai dengan


peningkatan tekanan intraokular, atrofi saraf optik dan kehilangan lapang
pandang. Glaukoma diperkirakan menyebabkan kebutaan pada 80.000 orang di
Amerika Serikat. Insiden glaukoma sekitar 1,5% dan pada ras kulit hitam berusia
45-65 tahun prevalensi meningkat lima kali lipat dibanding kulit putih dengan
rentang umur yang sama. Pada kebanyakan kasus, kebutaan dapat dicegah dengan
pemberian terapi dini.

2.2 Klasifikasi glaukoma


7

1. Glaukoma primer

Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya. Pada galukoma akut yaitu


timbul pada mata yang memiliki bakat bawaan berupa sudut bilik depan
yang sempit pada kedua mata. Pada glukoma kronik yaitu karena
keturunan dalam keluarga, DM Arteri osklerosis, pemakaian kartikosteroid
jangka panjang, miopia tinggi dan progresif dan lain-lain dan berdasarkan
anatomis dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Glaukoma sudut terbuka

Glaukoma sudut terbuka merupakan sebagian besar dari glaukoma (90-


95%), yang meliputi kedua mata. Timbulnya kejadian dan kelainan
berkembang disebut sudut terbuka karena humor aqueous mempunyai
pintu terbuka ke jaringan trabekular. Pengaliran dihambat oleh perubahan
degeneratif jaringan trabekular, saluran schleem, dan saluran yg
berdekatan. Perubahan saraf optik juga dapat terjadi. Gejalaawal biasanya
tidak ada, kelainan diagnose dengan peningkatan TIO dan sudut ruang
anterior normal. Peningkatan tekanan dapat dihubungkan dengan nyeri
mata yang timbul.

b. Glaukoma sudut tertutup

Glaukoma sudut tertutup (sudut sempit), disebut sudut tertutup karena


ruang anterior secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke
depan, menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos
mengalir ke saluran schlemm. Pargerakan iris ke depan dapat karena
peningkatan tekanan vitreus, penambahan cairan diruang posterior atau
lensa yang mengeras karena usia tua. Gejalah yang timbul dari penutupan
yang tiba-tiba dan meningkatnya TIO, dapat nyeri mata yang berat,
penglihatan kabur. Penempelan iris memyebabkan dilatasi pupil, tidak
segera ditangni akan terjadi kebutaan dan nyeri yang hebat.

2. Glaukoma sekunder

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang terjadi akibat penyakit mata


lain yang menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume
cairan di dalam mata. Kondisi ini secara tidak langsung mengganggu
aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan atau reabsorbsi akueos
humor. Gangguan ini terjadi akibat:

- Perubahan lensa, dislokasi lensa , terlepasnya kapsul lensa pada


katarak
8

- Perubahan uvea, uveitis, neovaskularisasi iris, melanoma dari jaringan


uvea

- Trauma, robeknya kornea/limbus diserai prolaps iris

3. Glaukoma kongenital

Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah


kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan di
dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola mata
meningkat terus dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian depan
mata berair, berkabut dan peka terhadap cahaya. Glaukoma Kongenital
merupakan perkembangan abnormal dari sudut filtrasi dapat terjadi
sekunder terhadap kelainan mata sistemik jarang (0,05%) manifestasi
klinik biasanya adanya pembesaran mata, lakrimasi, fotofobia
blepharospme.

2.3 Etiologi

Penyebab adanya peningkatan tekanan intraokular adalah perubahan


anatomi sebagai bentuk gangguan mata atau sistemik lainnya, trauma mata, dan
predisposisi faktor genetik. Glaukoma sering muncul sebagai manifestasi penyakit
atau proses patologik dari sistem tubuh lainnya. Adapun faktor resiko timbulnya
glaukoma antara lain riwayat glaukoma pada keluarga, diabetes melitus dan pada
orang kulit hitam.

sekitar 90% glaukoma primer terjadi pada orang dengan sudut terbuka.
Oleh karena tidak ada manifestasi klinis sebagai tanda peringatan awal, maka
pemeriksaan fisik teratur termasuk pemeriksaan tonometri dan pengkajian saraf
mata (diskus) sangat diperlukan. Penyebab utama glaukoma sudut terbuka kronis
merupakan proses degeneratif pada jaringan trabekular sehingga terjadi
penurunan aliran humor aquous. Hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes dan
obesitas berhubungan dengan perkembangan glaukoma. Peningkatan tekanan
intraokular juga terjadi karena uveitis (inflamasi pada uvea, struktur penyaring).
Penekanan akibat tumor yang tumbuh cepat dan penggunaan kortikosteroid
topikal kronis juga dapat menghasilkan manifestasi glaukoma sudut terbuka.
Penyebab glaukoma tekanan rendah atau mengapa saraf optik rusak walaupun
tekanan intraokular normal (antara 12-22 mmHg) tidak diketahui.

2.4 Patofisiologi

Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi humor


aqueus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya aliran keluar
humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung pada keadaan
kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan intraokular dianggap
9

normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer Schiotz
(aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan intraokuli lebih dari 23 mmHg,
diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi
akan menyebabkan terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan
ke retina. Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap.
Apabila terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :

a. Gangguan perdarahan pada pupil yang menyebabkan degenerasi berkas


serabut saraf pada pupil saraf optik.

b. Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan pupil saraf optik
yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola mata.
Bagian tepi pupil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian tengah
sehingga terjadi penggaungan pada pupil saraf optik.

c. Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih belum
jelas.

d. Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan serabut


saraf optik.(Tamsuri M, 2010 : 72-73).
10

Usia ≥ 40 tahun, DM, kortikosteroid


jangka panjang, miopia, trauma mata.

Obtruksi jaringan Peningkatan tekanan


trabekuler vitreus

Hambatan pengaliran Pergerakan iris ke


cairan humor aqueous depan

TIO meningkat Glaukoma TIO meningkat

Nyeri

Gangguan saraf optik Tindakan operasi

Perubahan Anxietas Kurang


pengelihatan perifer pengetahuan

Gangguan persepsi
sensori:
pengelihatan

Kebutaan
11

2.5 Manifestasi klinis

Glaukoma sudut tertutup akut menyebabkan nyeri berat dan penglihatan


kabur atau kebutaan. Beberapa klien melihat gambaran halo (lingkaran seperti
pelangi di sekeliling cahaya), dan beberapa mengalami mual muntah.
Glaukoma sekunder memberikan gejala yang sama dengan glaukoma sudut
tertutup akut. Penyempitan lapang pandang terjadi akibat kehilangan suplai
darah ke area di retina. Respons individu pada tekanan intraokular bervariasi,
beberapa klien dapat mengalami kerusakan akibat tekanan intraokular yang
rendah sedangkan yang lain mengalami kerusakan akibat tekanan akibat
intraokular yang tinggi.

Pemeriksaan mata menunjukan atrofi (warna pucat) dan cupping (identasi)


diskus saraf optik. Pemeriksaan lapang pandang digunakan untuk menentukan
kehilangan penglihatan perifer. Pada glaukoma awal sudut terbuka tampak
skotoma (bintik buta) sebagai garis lengkung. Pada glaukoma sudut tertutup
akut, lapang pandang yang hilang ini lebih luas.

Pada klien dengan glaukoma sudut tertutup, pemeriksaan slit-lamp dapat


menunjukan konjungtiva eritem dan kornea yang berkabut. Humor aquous
pada ruang okuli anterior tampak turbid (berkabut) dan pupil menjadi non-
reaktif. Peningkatan tekanan intraokular meningkat (>23 mmHg)
membutuhkan evaluasi lanjutan. Gonioskopi dilakukan untuk menentukan
kedalaman sudut ruang okuli anterior dan untuk memeriksa lingkar sudut pada
perubahan sistem jaringan filtrasi.

1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).


2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3. Mual, muntah, berkeringat.
4. Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5. Visus menurun.
6. Edema kornea.
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut
terbuka).
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9. TIO meningkat.

2.6 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan tajam pengelihatan.

a. Tonometri

Tonometri diperlukan untuk mengukur tekanan bola mata. Dikenal


empat cara tonometri, untuk mengetahui tekanan intra ocular yaitu :
12

— Palpasi atau digital dengan jari telunjuk


— Indentasi dengan tonometer schiotz
— Aplanasi dengan tonometer aplanasi goldmann

— Nonkontak pneumotonometri

Tonometri Palpasi atau Digital

Cara ini adalah yang paling mudah, tetapi juga yang paling tidak cermat,
sebab cara mengukurnya dengan perasaan jari telunjuk. Dpat digunakan dalam
keadaan terpaksa dan tidak ada alat lain. Caranya adalah dengan dua jari telunjuk
diletakan diatas bola mata sambil pendertia disuruh melihat kebawah. Mata tidak
boleh ditutup, sebab menutup mata mengakibatkan tarsus kelopak mata yang
keras pindah ke depan bola mata, hingga apa yang kita palpasi adalah tarsus dan
ini selalu memberi kesan perasaan keras. Dilakukan dengan palpasi : dimana satu
jari menahan, jari lainnya menekan secara bergantian.Tinggi rendahnya tekanan
dicatat sebagai berikut :

 N : normal
 N+1 : agak tinggi
 N+2 : untuk tekanan yang lebih tinggi
 N–1 : lebih rendah dari normal

 N – 2 : lebih rendah lagi, dan seterusnya

b. Gonioskopi

Gonioskopi adalah suatu cara untuk memeriksa sudut bilik mata depan
dengan menggunakan lensa kontak khusus. Dalam hal glaukoma
gonioskopi diperlukan untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata
depan.

c. Oftalmoskopi

Pemeriksaan fundus mata, khususnya untuk mempertahankan keadaan


papil saraf optik, sangat penting dalam pengelolaan glaukoma yang
kronik. Papil saraf optik yang dinilai adalah warna papil saraf optik
dan lebarnya ekskavasi. Apakah suatu pengobatan berhasil atau tidak
dapat dilihat dari ekskavasi yang luasnya tetap atau terus melebar.

2. Pemeriksaan lapang pandang

a. Pemeriksaan lapang pandang perifer :lebih berarti kalau glaukoma


sudah lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang
pandang akan ditemukan di daerah tepi, yang kemudian meluas ke
tengah.
13

b. Pemeriksaan lapang pandang sentral: mempergunakan tabir Bjerrum,


yang meliputi daerah luas 30 derajat. Kerusakan – kerusakan dini
lapang pandang ditemukan para sentral yang dinamakan skotoma
Bjerrum.

2.7 Penatalaksanaan

Pengobatan dilakukan dengan prinsip untuk menurunkan TIO, membuka


sudut yang tertutup (pada glaukoma sudut tertutup), melakukan tindakan suportif
(mengurangi nyeri, mual, muntah, serta mengurangi radang), mencegah adanya
sudut tertutup ulang serta mencegah gangguan pada mata yang baik (sebelahnya).

Upaya menurunkan TIO dilakukan dengan memberikan cairan


hiperosmotik seperti gliserin per oral atau dengan menggunakan manitol 20%
intravena. Humor aqueus ditekan dengan memberikan karbonik anhidrase seperti
acetazolamide (Acetazolam, Diamox). Dorzolamide (TruShop), methazolamide
(Nepthazane). Penurunan humor aqueus dapat juga dilakukan dengan memberikan
agens penyekat beta adrenergik seperti latanoprost (Xalatan), timolol (Timopic),
atau levobunolol (Begatan).

Untuk melancarakan aliran humor aqueus, dilakukan konstriksi pupil


dengan miotikum seperti pilocarpine hydrochloride 2-4% setiap 3-6 jam.
Miotikum ini menyebabkan pandangan kabur setelah 1-2 jam penggunaan.
Pemberian miotikum dilakukan apabila telah terdapat tanda-tanda penurunan TIO.

Penanganan nyeri, mual, muntah, dan peradangan dilakukan dengan


memberikan analgesik seperti pethidine (Demerol), anti muntah atau
kostikosteroid untuk reaksi radang.

Jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan operasi untuk membuka


saluran schlemm sehingga cairan yang banyak diproduksi dapat keluar dengan
mudah. Tindakan pembedahan dapat dilakukan seperti trabekulektomi dan laser
trabekuloplasti. Bila tindakan ini gagal, dapat dilakukan siklokrioterapi
(Pemasanag selaput beku).

Penatalaksanaan keperawatan lebih menekankan pada pendidikan


kesehatan terhadap penderita dan keluarganya karena 90% dari penyakit
glaukoma merupakan penyakit kronis dengan hasil pengobatan yang tidak
permanen. Kegagalan dalam pengobatan untuk mengontrol glaukoma dan adanya
pengabaian untuk mempertahankan pengobatan dapat menyebabkan kehilangan
pengelihatan progresif dan mengakibatkan kebutaan.

Klien yang mengalami glaukoma harus mendapatkan gambaran tentang


penyakit ini serta penatalaksanaannya, efek pengobatan, dan tujuan akhir
pengobatan itu. Pendidikan kesehatan yang diberikan harus menekan bahwa
14

pengobatan bukan untuk mengembalikan fungsi pengelihatan, tetapi hanya


mempertahankan fungsi pengelihatan yang masi ada.

2.8 Asuhan keperawatan glaukoma

1. Pengkajian
1. Identitas
a. Nama
b. Alamat
c. Jenis kelamin
d. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
e. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit
5 kali dari kulit putih (dewit, 1998).

f. Pekerjan, terutama yang beresiko besar mengalami trauma mata

2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama: Pasien biasanya mengeluh berkurangnya lapang
pandang dan mata menjadi kabur.
b. Riwayat kesehatan sekarang: Pasien mengatakan matanya kabur dan
sering menabrak, gangguan saat membaca
c. Riwayat kesehatan dahulu: kaji adanya masalah mata sebelumnya
atau pada saat itu, riwayat penggunaan antihistamin (menyebabkan
dilatasi pupil yang akhirnya dapat menyebabkan Angle Closume
Glaucoma), riwayat trauma (terutama yang mengenai mata),
penyakit lain yang sedang diderita (DM, Arterioscierosis, Miopia
tinggi).

d. Riwayat kesehatan keluarga: kaji apakah ada kelurga yang


menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.

3. Psikososial: kaji kemampuan aktivitas, gangguan membaca, resiko jatu,


berkendaraan.

4. Pemeriksaan fisik

— Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskop


untuk mengetahui adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus
optikus menjadi lebih luas dan lebih dalam. Pada glaucoma akut
primer, kamera anterior dangkal, akues humor keruh dan pembuluh
darah menjalar keluar dari iris.

— Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut lapang


pandang cepat menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan
menurun secara bertahap.
15

— Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya


inflamasi mata, sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil
sedang yang gagal bereaksi terhadap cahaya. Sedangkan dengan
palpasi untuk memeriksa mata yang mengalami peningkatan TIO,
terasa lebih keras dibanding mata yang lain.

— Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau


open angle didapat nilai 22-32 mmHg, sedangkan keadaan akut atau
angle closure ≥ 30 mmHg. Uji dengan menggunakan gonioskopi
akan didapat sudut normal pada glaukoma kronik. Pada stadium
lanjut, jika telah timbul goniosinekia (perlengketan pinggir iris pada
kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada glaukoma akut
ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada waktu
TIO normal sudutnya sempit. (Indriana N dan Istiqomah; 2004)

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intraokuler (TIO)

b. Gangguan persepsi sensori: pengelihatan berhubungan dengan ganguan


penerimaan, gangguan status organ indra.

c. Ansietas berhubungan dengan faktor fisiologis, perubahan status


kesehatan; adanya nyeri; kemungkinan/kenyataan kehilangan
pengelihatan.

d. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan pengobatan


berhubungan dengan kurang terpajan/tak mengenal sumber, kurang
mengingat, salah interpretasi informasi.

3. Intervensi keperawatan
NO. Tujuan Intervensi Rasionl

1. Tujuan: Setelah Mandiri


16
diberikan tindakan
keperawatan Pertahankan tirah baring - Tekanan pada
ketat pada posisi semi- mata
diharapkan nyeri dapat Fowler dan cegah meningkatkan
berkurang atau tindakan yang dapat jika tubuh
terkontrol. meningkatkan TIO (batuk, datar dan
bersin, mengejan) manuver
Kriteria hasil:
Berikan lingkungan gelap valsalva
 Klien dapat dan tenang. diaktifkan
mengidentifikasi seperti pada
penyebab nyeri. aktivitas
tersebut.
 Klien dapat
mengetahui faktor- — Obsevasi tekanan darah,
faktor yang dapat nadi dan pernapasan tiap
meningkatkan nyeri. 24 jam jika klientidak
 Klien mampu menerimah agens osmotik— Stres dan sinar
melakukan tindakan secara intravena dan tiap 2 akan
untuk mengurangi jam jika klien menerimah meningkatkan
nyeri. agens osmotik intravena. TIO yang dapat
— Observai derajat nyeri mencetuskan
mata tiap 20 menit selama nyeri.
fase akut. — Mengidentifikasi
kemajuan atau
penyimpanan dari
— Observasi ketajaman hasil yang
pengelihatan setiap waktu diharapkan.
sebelum penetesan obat
mata yang diresepkan.
Koaborasi

— Berikan obat mata yang


diresepkan untuk
glaukoma dan beri tau
dokter jika terjadi
hipotensi, haluaran urin
<24 ml/jam, nyeri pada
mata tidak hilang dalam
waktu 30 menit setelah
— Mengidentifikasi
terapi obat, tajam
kemajuan atau
pengelihatan turun terus
penyimpangan
menerus.
dari hasil yang
diharapkan.
— Mengidentifikasi
kemajuan atau
penyimpangan
dari hasil yang
diharapkan.

— Agens osmotik
intravena akan
menurunkan TIO
dengan cepat.
Agens osmitik
bersifat
— Berikan analgesik hiperosmolor dan
narkotik yang diresepkan
17

4. Evaluasi
Setelah mendapat implementasi keperawatan, maka pasien dengan
glaukoma diharapkan sebagai berikut:
a. Nyeri dapat berkurang dan hilang
b. Pasien dapat mempertahankan lapang pengelihatan dengan optimal
dan mencegah kehilangan pengelihatan lebih lanjut
c. Kehawatiran pasien berkurang dan hilang
d. Pasien mengetahui tentang kondisi dan cara penanganan penyakit
yang dideritanya.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan gejala yang tidak
langsung, yang secara bertahap menyebabkan penglihatan pandangan mata
semakin lama akan semakin berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi
buta. Hal ini disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata
terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan menekan
saraf mata yang berada di belakang bola mata yang akhirnya saraf mata tidak
mendapatkan aliran darah sehingga saraf mata akan mati

Glaukoma dapat diklasifikasi menjadi 3 yaitu: glaukoma primer, sekunder


dan kongenital. Adapun tanda dan gejalanya adalah kornea suram, sakit
kepala , nyeri, lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah
kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan berbagai terapi obat-obatan,
sala satunya adalah dengan pemberian terapi timolol yang bertujuan untuk
menurunkan intraokuler (TIO).

3.2 Saran
1. Bagi petugas kesehatan atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya pada glaukoma untuk pencapaian kualitas
keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan selalu
dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan
yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh
sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai
manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan glaukoma.
18
19

DAFTAR PUSTAKA
1. Anas Tamsuri. Klien gangguan mata dan pengelihatan: keperawatan
medical-bedah. Jakarta: EGC, 2010.
2. Doungoes, marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke 3. Jakarta:
EGC. 1999.
3. Black M. Joyce & Hawks Hokanson Jane. Keperawatan Medikal Bedah
edisi 8 buku 3. Singapura: Elsevier, 2004.

4. Indriana dan N Istiqomah.

Pustaka jurnal

1. Andrea Lalita. Pencapaian tekanan intraokuler pasca pemberian timolol


maleat 0,5% pada glaukoma susut terbuka primer di poloklinik mata
RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado tahun 2012-2014. Manado:
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi; 2016.
2. Dina Ameliana. Perbandingan penurunan tekanan intraokuler pada terapi
timolol maleat dan dorsalamid pasien glaukoma. Semarang: Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 2014

Anda mungkin juga menyukai