Anda di halaman 1dari 12

PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

Ekstraksi Glutathione dari Akar Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) untuk


Mencegah Tanda-tanda Penuaan pada Kulit
BIDANG KEGIATAN
PKM PENELITIAN

Diusulkan oleh:
Kennedy Napitupulu; F34160084; 2016
BIOKIM
ITP

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


BOGOR
2019
PENGESAHAN PROPOSAL PKM-PENELITIAN

1. Judul Kegiatan :Ekstraksi Glutathione dari Eceng


Gondok (Eichhornia crassipes) untuk
Mencegah Tanda-tanda Penuaan Pada
Kulit
2. Bidang Kegiatan :PKM-PE
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama :Kennedy Napitupulu
b. NIM :F34160084
c. Jurusan :Teknologi Industri Pertanian
d. Universitas/Institut/Politeknik :Institut Pertanian Bogor
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP :Asrama Perwira 88, Jl. Perwira No. 88,
Dramaga, Bogor./081370932351
f. Email :kennedynapitupulu60@gmail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis :2 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar :Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP, M.T.
b. NIDN/NIDK :0003127205
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP :Perumahan Alam Sinarsari A-03,
Dramaga, Bogor, 16680./081380474975
6. Biaya Kegiatan Total
a. Kemristekdikti :Rp 12.450.000,-
b. Sumber lain (sebutkan . . . ) :Rp -
7. Jangka Waktu Pelaksanaan :6 Bulan
Bogor, 27 Agustus 2019
Menyetujui
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Ketua Pelaksana Kegiatan
Kemahasiswaan Fakultas Teknologi
Pertanian

(Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP, M.T.) (Kennedy Napitupulu)


NIP. 19721203 199702 1 001 NIM. F34159001

Wakil Rektor Bidan Pendidikan dan Dosen Pendamping


Kemahasiswaan IPB

(Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si) (Prof. Dr. Ono Suparno, S.TP, M.T.) NIP.
19640324 198903 1 004 NIP. 19721203 199702 1 001
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini masalah lingkungan yang terjadi seringkali terdapat pada
lingkungan perairan. Salah satu masalah tersebut adalah eutrofikasi. Perairan yang
tercemar menyebabkan eceng gondok tumbuh melimpah pada perairan tersebut.
Populasi eceng gondok tersebut menutupi permukaan air dan menghalangi sinar
matahari dan oksigen masuk ke dalam air, sehingga tanaman air tidak dapat
berfotosintesis. Hal ini menyebabkan kematian ekosistem air. Artati et al (2009)
menerangkan bahwa pertumbuhan eceng gondok sebagai gulma air tawar
mempercepat proses pendangkalan, mengurangi produksi ikan, dan menimbulkan
berbagai masalah akibat pertumbuhan yang sangat cepat.

Maka perlu dilakukan penanganan terhadap eceng gondok. Serat eceng


gondok mengandung Glutathione yang bermanfaat sebagai zat anti-aging. Lalitha
dan Jayanthi 2012 dalam jurnalnya menunjukkan hasil review berbagai penelitian
tentang analisis metabolit sekunder dalam eceng gondok dari tahun 1949 hingga
2011 antara lain adanya kandungan senyawa fenolik, flavonoid, Glutathione, tanin,
akaloid, terpenoid, sterol, glikosida, saponin, quinon, antraquinon dan pektin.
Glutathione dapat berfungsi mencerahkan kulit. Hal ini disebabkan oleh
Glutathione yang memiliki fungsi sebagai detoxifier dan pelindung sel terhadap
kerusakan akibat bahan kimia (Nurlaila dan Sriyani 2010). Selain itu Villarama dan
Maibach (2005) menyatakan bahwa Glutathione diketahui berfungsi sebagai
pencerah kulit karena memiliki efek anti-melanogenik. Mekanisme kerja
Glutathione yakni: (1) Melakukan inaktivasi langsung enzim tirosinase dengan cara
berikatan dengan sisi aktif dari enzim yang mengandung tembaga. (2) Mediasi
mekanisme pertukaran bentuk dari eumelanin menjadi produk phaeomelanin. (3)
Meredam radikal bebas dan peroksida yang berkontribusi terhadap aktivasi enzim
tirosinase dan pembentukan melanin. (4) Modulasi agen melanositotoksik dalam
hal kemampuan depigmentasi. Villarama dan Maibach (2005) juga menjelaskan
bahwa Glutathione berfungsi melembutkan dan meningkatkan elastisitas kulit serta
mempunyai efek menyamarkan kerutan kulit. Oleh sebab itu, akan dilakukan
ekstraksi Glutathione dari serat eceng gondok. Hasil ekstraksi tersebut akan
dikemas dalam bentuk bubuk.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat rumusan masalah untuk
penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana keefektifan Glutathione untuk mengatasi tanda-tanda penuaan


pada kulit?
2. Bagaimana kondisi optimal pada ekstraksi Glutathione untuk mengatasi
tanda-tanda penuaan pada kulit?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Mengetahui keefektifan Glutathione untuk mengatasi tanda-tanda penuaan
pada kulit.
2. Mengetahui kondisi optimal pada ekstraksi Glutathione untuk mengatasi
tanda-tanda penuaan pada kulit.
1.4 Luaran yang Diharapkan
Luaran yang diharapkan dari penelitian adalah ekstraksi Glutathione untuk
mengatasi tanda-tanda penuaan pada kulit. Selain itu hasil penelitian dapat
dipublikasi secara nasional maupun internasional.
1.5 Manfaaat Penelitian
Hasil penelitian mengenai efektifitas Glutathione untuk mengatasi tanda-tanda
penuaan pada kulit diharapkan dapat memberikan manfaat yang dapat dirasakan
oleh perguruan tinggi, mahasiswa, masyarakat, industri kesehatan dan farmasi.
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat mampu memberikan alternatif produk
kesehatan kulit yang alami, ramah lingkungan, dan aman dikonsumsi. Selain itu
manfaat penelitian ini untuk perguruan tinggi adalah sebagai sumbangsih dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi ekstraksi Glutathione untuk mengatasi tanda-
tanda penuaan pada kulit.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penuaan Kulit
Perawatan kulit dasar sebagai pencegahan terjadinya keluhan kulit yang
sering timbul pada populasi ini perlu diketahui sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidupnya. Faktor penuaan kulit terbagi menjadi 2, penuaan intrinsik /
penuaan kronologis dan ekstrinsik / photoaging. Penuaan kulit yang dialami
individu merupakan kombinasi dari penuaan kulit akibat faktor intrinsik serta
faktor ekstrinsik (Ahmad dan Damayanti 2018).

Penuaan intrinsik terjadi alami pada semua manusia yang dimulai pada
rentang usia tiga puluh sampai empat puluh tahun. Proses ini berjalan lambat,
namun dapat menyebabkan perubahan pada struktur jaringan kulit, seperti
lapisan epidermis yang menipis, kulit mengering, dan gatal pada kulit. Penuaan
ekstrinsik menurut Damayanti (2017) dapat terjadi akibat paparan sinar
matahari yang menyebabkan perubahan epidermal. Perubahan ini dapat berupa
peningkatan pigmentasi (seperti lentigines atau hiperpigmentasi yang disertai
epidermis yang atrofi atau hipertrofi).

2.2 Anti-Aging
Aging menurut Panjaitan et. al (2015) merupakan suatu proses penuaan
yang ditandai dengan penurunan energi seluler yang menurunkan kemampuan
sel untuk memperbaiki diri. Agen kimia seperti polutan, asap rokok, sinar
matahari berlebih yang mengandung radikal bebas dari peroksida yang
mengikat oksigen adalah faktor lingkungan yang dapat mempercepat penuaan
atau yang dikenal dengan penuaan diri.

Anti-aging berarti dapat mengurangi penyebab penuaan dalam tubuh.


Pangkahila (2007) menyatakan bahwa proses penuaan dapat diperlambat,
bahkan dikembalikan ke keadaan semula sehingga kualitas hidup dapat
dipertahankan. Pada akhirnya, usia harapan hidup akan meningkat dan tetap
dalam keadaan sehat.

2.3 Glutathione
Glutathione (GSH) adalah salah satu antioksidan yang berperan penting
dalam pemeliharaan kelangsungan hidup sel, replikasi DNA, sintesis
protein, katalisis enzim, transpor transduksi membran, aksi reseptor,
metabolisem antara dan maturasi sel serta regulasi fungsi sel imun. Bila
kadar Glutathione dalam serum rendah menyebabkan penurunan mobilisasi
Ca2+ dan kegagalan fosforilasi tirosin pada beberapa protein, termasuk
pembentukan reseptor sel imun seperti CD3 sehingga regulasi fungis sel
imun tubuh terganggu. Glutathione disintesis oleh rangkaian gen yang
menjadi Glutathione (gen GCS). Sintesis GSH diekspresikan secara genetik
oleh urutan gen yang membentuk protein enzim. Bila ekspresi gen berubah
maka sintesis GSH tersebut terganggu, sehingga tidak terbentuk GSH baru.
Akibat rendahnya GSH maka terjadi keparahan penyakit tuberkulosis paru.
Enzim Glutathione peroksidase berperan penting dalam melindungi sel,
melalui reaksi seperti di atas maupun melalui peroksida organik yang
terbentuk dalam oksidasi kolesterol dan asam lemak. Aktivitas enzim
Glutathione peroksidase mampu mereduksi 70% peroksida organik dan
lebih dari 90% H2O2. Enzim Glutathione peroksidase yang ditemukan
dalam sitoplasma tersebut merupakan tetramer, dan mengandung
selenosistein pada sisi aktifnya. Enzim ini bersifat nukleofilik, yang sangat
mudah terionisasi dan mengakibatkan terlepasnya proton. Glutathione
merupakan antioksidan yang berperan dalam fungsi imun, dan
diekspresikan secara genetik oleh urutan gen yang membentuk protein
enzim Glutathione Peroxidase (Yuniastuti dan Susanti 2013).

2.4 Serat Eceng Gondok


Serat eceng gondok mengandung Glutathione yang bermanfaat sebagai
zat anti-aging. Lalitha dan Jayanthi (2012) dalam jurnalnya menunjukkan
hasil review berbagai penelitian tentang analisis metabolit sekunder dalam
eceng gondok dari tahun 1949 hingga 2011 antara lain adanya kandungan
senyawa fenolik, flavonoid, Glutathione, tanin, akaloid, terpenoid, sterol,
glikosida, saponin, quinon, antraquinon dan pektin. Senyawa aktif yang
terkandung di dalam eceng gondok berperan sebagai antioksidan untuk
menangkal radikal bebas. Tyagi et. al (2017) menyatakan bahwa E.
crassipes berpotensi sebagai sumber aktivitas antioksidan.
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium DIT, Departemen
Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Waktu yang dibutuhkan dalam pengerjaan penelitian ini adalah selama
enam bulan.

3.2 Alat dan Bahan


Pada penelitian ini, bahan utama yang digunakan adalah serat akar eceng
gondok dari danau IPB. Bahan yang digunakan pada pengekstrakan Glutathione
dari serat eceng gondok adalah cairan polar penyari dan cairan menstrum. Bahan
yang digunakan untuk pengujian HPLC berupa

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah bejana tertutup perkolator, bejana
silinder tempat simplisia perkolasi, dan

3.3 Metode Penelitian


Penelitian akan dilakukan melalui 4 tahapan : (1) ekstraksi senyawa aktif
dari serat eceng gondok dengan perkolasi, (2) pengujian kandungan Glutathione
dengan HPLC, (3) pengubahan bentuk ekstrak cair menjadi bubuk, dan (4)
pemasukan bubuk ekstrak ke dalam kapsul.

3.3.1 Prosedur Penelitian


a) Ekstraksi senyawa aktif dari serat eceng gondok dengan perkolasi

Perkolasi merupakan salah satu metode yang biasa digunakan dalam


mengekstraksi senyawa aktif dan merupakan metode sederhana serta murah
diterapkan di industri. Pratiwi (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kadar
andrographolide, senyawa aktif yang diekstraksi dari tanaman Sambiloto, paling
tinggi terdapat pada metode perkolasi saat dibandingkan dengan metode maserasi,
remaserasi, dan reperkolasi.

Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan


penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Serbuk simplisia ditempatkan
dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai keadaaan jenuh atau telah
mengalami pembengkakkan (Anonim, 1986).

Prinsip perkolasi adalah sebagai berikut : serbuk simplisia ditempatkan


dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan
penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan
melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Gerak ke
bawah disebabkan oleh kekuatan gaya beratnya sendiri dan cairan di atasnya
dikurangi dengan daya kapiler yang cenderung untuk menahan. Kekuatan yang
berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan
permukaan, difusi osmosa, adhesi, daya kapiler, dan daya geseran (friksi) (Anonim,
1986).

Larutan yang keluar dari perkolator disebut sari atau perkolat sedangkan
sisa setelah dilakukannya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Anonim,
1986). Serbuk simplisia yang akan diperkolasi tidak langsung dimasukkan ke
dalam bejana perkolator, tetapi dibasahi atau dimaserasi terlebih dahulu dengan
cairan penyari. Maserasi dilakukan dalam bejana tertutup (Anonim, 1986).
b) Pengujian kandungan Glutathione dengan HPLC

Cairan glutathione tereduksi 100 ppm disiapkan dengan air dan disaring
menggunakan SRP 15 jarum suntik dengan diameter filter 0,20 μm (luas filter 1,7
cm2) untuk pembersihan ultra cepat dari sampel. Sampel (1mL) disuntikkan ke
kolom untuk setiap analisis. Fase gerak terdiri dari dua sistem pelarut (A:Asam
trifluoroacetic (TFA) 0,06% dalam air (v / v) dan B:100% asetonitril) dalam gradien
(50% A dan 50% B). suhu kolom dipertahankan pada 0 ° C, laju aliran adalah 1,0
mL / menit dengan waktu analisis 40 menit. deteksi glutathione dilakukan pada
225 nm menggunakan detektor PDA. Penentuan glutathione tereduksi berdasarkan
penelitian Metode Moron et al (1979). cairan ekstrak daun (200 μL) diencerkan
dengan 800 μL air suling dan tambahkan dengan buffer EDTA natrium fosfat
mengandung 0,6 mol / L 5,5-dithiobis (asam 2-nitro benzoat) reagen. Warna dibaca
pada gelombang 412 nm lalu dibandingkan terhadap blanko. Kurva kalibrasi yang
diperoleh dengan konsentrasi yang berbeda (25,50,75,100 dan 125μg) terhadap
standar glutathione.
c) Pengubahan bentuk ekstrak cair menjadi bubuk

Sekarang ini, banyak dijumpai produk bumbu instan bubuk di pasaran.


Salah satu pengolahan menjadi bentuk bubuk yaitu dengan alat spray dryer.
Keuntungan pengolahan tersebut yaitu menghasilkan flavor yang masih cukup
tajam dibandingkan dengan flavor bawang putih segar dan juga kadar airnya jauh
lebih rendah sehingga lebih awet. Selain itu memudahkan dalam pengemasan,
transportasi dan penggunaannya. Pengeringan bawang putih dilakukan dengan
proses spray drying karena nutrisi di dalam bawang putih termasuk sensitif terhadap
panas. Selain itu, dalam proses ini diperlukan bahan pengisi. Dengan proses spray
drying dapat dihasilkan produk yang kering namun memiliki mutu yang tinggi.
Penelitian ini menggunakan spray dryer sebagai alat untuk mengubah ekstrak
bawang putih cair menjadi ekstrak bawang putih bubuk. Bahan pengisi yang
digunakan adalah maltodekstrin. Penelitian pendahuluan adalah pembuatan ekstrak
bawang putih yang optimal dengan perbandingan air melalui proses ekstraksi.
Proses ekstraksi bawang putih menggunakan pelarut air, dengan perbandingan
massa bawang putih dan volume air tertentu, yaitu dimulai 1:1. Penelitian utama
adalah pembuatan ekstrak bawang putih bubuk dengan berbagai konsentrasi
maltodekstrin dan variasi temperatur udara masuk terhadap karakteristik ekstrak
bawang putih bubuk hasil proses spray drying. Analisa yang dilakukan pada ekstrak
bawang putih cair adalah kadar air, viskositas dan organoleptik. Analisa yang
dilakukan pada ekstrak bawang putih bubuk adalah kadar air, bulk density,
wettability, solubility dan organoleptik.
d) Pemasukan bubuk ekstrak ke dalam kapsul

Ekstrak yang telah dikeringkan selanjutnya dimasukkan ke dalam kapsul


sebanyak 250 mg tiap kapsulnya, dengan ukuran kapsul yang digunakan adalah
kapsul no. 2. Kapsul yang digunakan terbuat dari gelatin lunak gelatin dimana
gliserin atau alkohol polivalen dan sorbitol ditambahkan supaya gelatin bersifat
elastis seperti plastik (Ansel 1989). Adsorben berupa Mg oksida juga ditambahkan
untuk melindungi serbuk ekstrak dari pengaruh kelembapan yang dapat
menurunkan kualitas dari serbuk ekstrak tersebut. Proses pemasukan bahan ke
dalam kapsul dilakukan secara higienis dengan menggunakan bantuan corong dan
sarung tangan.
BAB 4. BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya


Tabel 1. Rancangan Biaya

No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)


1. Perlengkapan yang diperlukan 2.936.000
2. Biaya Habis Pakai 4.914.000
3. Perjalanan 300.000
4. Lain-lain 4.300.000
Jumlah 12.450.000

4.2 Jadwal Kegiatan


Tabel 2. Jadwal Kegiatan
Daftar Pustaka
Ahmad Z, Damayanti. 2018. Skin aging : pathophysiology and clinical
manifestation. Berkala Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical
of Dermatology and Venereology. 30(3) : 208-209.

Anonim.1986. Sediaan Galenik. Jakarta(ID): Departemen Kesehatan Republik


Indonesia

Damayanti. 2017. Skin aging and basic skin care in elderly. Berkala Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin – Periodical of Dermatology and
Venereology. 29 (1) : 73-80.

Pangkahila W. 2007. Memperlambat penuaan meningkatkan kualitas


hidup[Skripsi]. Bali (ID) : Universitas Udayana.

Panjaitan R, Ni’mah S, Romdhonah, Annisa L. 2015. Pemanfaatan minyak biji labu


kuning (Cucurbita moschata durch) menjadi sediaan nanoemulsi tropikal
sebagai agen pengembangan cosmetical anti-aging. Khazanah. 7(2) : 61-
81.

Pratiwi E. 2010. Perbandingan Metode Maserasi, Remaserasi, Perkolasi Dan


Reperkolasi Dalam Ekstraksi Senyawa Aktif Andrographolide Dari
Tanaman Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) [Skripsi].
Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Tyagi, Tulika & Mala, Agarwal. 2017. Antioxidant properties and phenolic
compounds in methanolic extracts of Echhornia crassipes. Research
Journal of Phytochemistry. 11(2) : 85-89,

Yuniastuti A, Susanti R. 2013. Analisis sekuen gen Glutathione peroksidase (gpx1)


sebagai deteksi stres oksidatif akibat infeksi mycobacterium
tuberculosis. Sainteknol. 11 (2) : 103-112.

Anda mungkin juga menyukai