Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan yang utama di dunia.


Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Tuberkulosis (TB)
adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia. Pada 2017, 10 juta orang
jatuh sakit dengan TB, dan 1,6 juta meninggal karena penyakit ini. Jumlah kematian
dikarenakan TB ini terlampau besar mengingat sebagian besar dapat dicegah. Hampir 20 tahun
setelah WHO mendeklarasikan bahwasanya TB merupakan masalah kesehatan yang darurat di
dunia, karena di sebagian besar negara didunia, penyakit TB tidak terkendali disebabkan
banyaknya pasien yang tidak bisa disembuhkan terutama yang menular dengan Basil Tahan
Asam (BTA) positif. Tuberkulosis (TB) adalah salah satu dari 10 penyebab utama kematian di
seluruh dunia. Pada 2017, 10 juta orang jatuh sakit dengan TB, dan 1,6 juta meninggal karena
penyakit ini. Sebagian besar estimasi insiden TBC pada tahun 2016 terjadi di Kawasan Asia
Tenggara (45%) dimana Indonesia merupakan salah satu di dalamnya dan 25% nya terjadi di
kawasan Afrika.1

Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per
17 Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki
1,4 kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.
Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain.2

Hubungan antara Diabetes Mellitus (DM) dan TB pertama sekali dicetuskan oleh
Avicenna (980-1027 SM) lebih dari seribu tahun yang lalu. Sejak saat itu hubungan antara DM
dan TB, dan interaksi keduanya yang dapat mengakibatkan kematian, banyak dikemukakan
oleh sejumlah studi epidemiologi. Di awal abad ke 20, efek DM pada TB mendapat perhatian
yang besar dari para peneliti, dengan munculnya pengobatan yang tepat untuk kedua penyakit
tersebut. Dalam beberapa dekade terakhir, dengan meningkatnya prevalensi TB, khususnya
obat Multi Drug Resistant TB (MDR-TB), dan kasus DM di dunia. Hubungan antara DM dan
TB kembali menjadi masalah kesehatan yang signifikan, lebih menonjol pada negara-negara
berkembang dimana TB merupakan endemik dan prevalensi DM meningkat. Usia, gaya hidup,
faktor sosial ekonomi, pertumbuhan populasi menjadi faktor utama meningkatnya prevalensi
DM, khususnya DM tipe 2. Delapan dari sepuluh negara dengan insiden tertinggi diabetes
mellitus (DM) juga diklasifikasikan sebagai negara dengan jumlah Tuberkulosis paru yang
tinggi menurut World Health Organization (WHO). Prevalensi diabetes mellitus (DM) yaitu di
bagian utara dengan presentase 27,9%, diikuti oleh bagian timur dengan persentase 24,7%,
bagian tengah yaitu sebesar 23,7%, dan bagian selatan dengan prevalensi terendah yaitu 18,2.
Prevalensi TB paru meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi diabetes mellitus (DM).
Frekuensi DM pada pasien TB paru dilaporkan sekitar 10-15% dan prevalensi penyakit infeksi
ini 2-5 kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibandingkan dengan kontrol yang nondiabetes.3

WHO telah menetapkan target penurunan insidensi TB sampai dengan 1 kasus per 1
juta penduduk pada tahun 2030 yang sejalan dengan keinginan Indonesia untuk bebas TB di
tahun 2035, untuk itu diperlukan upaya tambahan untuk meningkatkan deteksi TB dan
kesuksesan terapi melalui peninjauan pada populasi khusus dengan faktor resiko TB salah
satunya adalah DM. 2

1. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. World Health Organization.


2018;

2. Kementerian Kesehatan RI Pusat Data dan Informasi Kesehatan. Tuberkulosis.


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018;

3. World Health Organization. Tuberculosis & Diabetes. World Health Organization.


2016;

Anda mungkin juga menyukai