Anda di halaman 1dari 18

REFERAT HERPES ZOSTER

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran UMY di RSU Panembahan Senopati

Diajukan Kepada Dr. Sugijantini, Sp.KK Disusun Oleh : Desy Hartini 99310106

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2005

HALAMAN PENGESAHAN REFERAT HERPES ZOSTER

Disusun Oleh : Desy Hartini 99310106

Telah Disetujui Juni 2005

Dosen Pembimbing

(Dr. Sugijantini, Sp.KK)

ii

KATA PENGANTAR Assalaamualaikum Wr. Wb. Puji syukur ke hadirat Allah SWT penyusun panjatkan, yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini yang berjudul HERPES ZOSTER yang disusun untuk memenuhi sebagian syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Bagian Penyakit Dalam RSU Tidar Magelang. Dalam penulisan referat ini penyusun banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya tidak ketinggalan pula penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Sugijantini, Sp.KK 2. Teman-teman sejawat penulis. 3. Keluarga penulis dan semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna perbaikan referat ini. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, Amin. Wassalaamualaikum Wr. Wb. Yogyakarta, Mei 2005

Penulis

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................i HALAMAN PENGESAHAN.............................ii KATA PENGANTAR............................iii DAFTAR ISI..............................iv BAB I PENDAHULUAN..................................1 I.1 I.2 II.1 II.2 II.3 II.4 II.5 II.6 II.7 II.8 II.9 II.10 II.11 II.12 BAB II I Latar Belakang.................................1 Tujuan Penulisan........................... 2 Definisi...............................................................................3 Epidemiologi..................................................................... 3 Etiologi...............................................................................3 Gambaran Klinik................................................................4 Histopatologik................................................................... 6 Patogenesis.........................................................................7 Komplikasi.........................................................................7 Diagnosis klinik dan laboratorik........................................8 Diagnosis Banding............................................................9 Pencegahan.........................................................................9 Penatalaksanaan.................................................................9 Prognosis..........................................................................11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................3

KESIMPULAN...................................12

DAFTAR PUSTAKA................................................v LAMPIRAN

iv

Daftar pustaka

1. Mulyono, Pedoman pengobatan penyakit kulit dan kelamin, edisi I, CV median mulya jaya, jakarta,1986, hal 64-65. 2. Siregar, Saripati Penyakit Kulit, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2005, hal 84-86. 3. Djuanda.A., Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin, Edisi Ketiga, Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2002, hal 107-109. 4. Mansjoer.A., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Penerbit Media Aesculapius, 2000, hal 128-129. 5. Marwali .H., Ilmu Penyakit Kulit,cetakan I, Penerbit Hipokrates, Jakarta, 2000, hal 92 94. 6. www.skinsite.com 1997 - 2003 7. www.eyeatlas.com/box/305.htm 8. http://www.qualitaetspraxen.de/apis2000/azu-herpes-zoster.htm , 1999 9. www.zoster.info/ 10. http://www.infoderma.com/infoderma/html/banco/diapos/herpes_zoster12. htm 11. http://www.derm.ubc.ca/atlas/atlaszost.htm

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Herpes zoster merupakan radang kulit akut, mempunyai sifat khas yaitu vesikel-vesikel yang tersusun berkelompok sepanjang persarafan sensorik kulit sesuai dermatom.1 Herpes zoster disebabkan oleh virus Varisela Zoster, merupakan salah satu dari empat virus herpes yang menimbulkan penyakit pada manusia. Herpes zoster termasuk dalam kelompok virus sedang berukuran 150-200 nm dan berinti DNA. Secara morfologik semua virus herpes tidak dapat dibedakan satu sama lain. Terdapat beberapa faktor pencetus timbulnya keadaan ini antara lain pembedahan, trauma, penyinaran, pemakaian imunosupresan, penyakit ganas, tuberkulosis, dan lain-lain.1,2 Penyakit ini terdapat diseluruh dunia. Menyerang laki-laki dan wanita, terutama pada usia di atas 50 tahun. Jarang pada anak-anak. Herpes zoster dapat menimbulkan neuralgia pascaherpetik, yang biasa timbul pada umur diatas 40 tahun, persentase 10-15 %. Makin tua penderita makin tinggi persentasenya. Paralisis motorik terdapat pada 1-5 % kasus. pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi optik.3,4 ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuris

I.2. Tujuan Penulisan

vi

Tujuan penulisan referat ini adalah agar kita dapat mengetahui definisi, patofisiologi, frekuensi, gambaran klinis, penyebab, sehingga dapat memberikan pengobatan yang tepat.

BAB II
vii

TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.5 II.2. EPIDEMIOLOGI Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini seperti yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.3 II.3. ETIOLOGI Herpes zoster disebabkan oleh varicella-zoster virus (VZV). VZV merupakan virus berinti DNA.2 VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 unit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, detergen, enzim proteolitik, panas dan lingkungan pH yang tinggi.5

viii

II.4. GAMBARAN KLINIK Gejala prodromal lokal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi atau bersama-sama dengan kelainan kulit. Gejala prodromal sistemik, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5 % penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.2,3,5 Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.5 Erupsi mulai dengan makulopapulo-erimatous. Dua belas hingga 24 jam kemudian terbentuk vesikula yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema.vesikel ini cepat membesar dan menyatu sehingga membentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh (berwarna abu-abu), dan dapat pula bercampur darah. Vesikel dapat menjadi pustula pada hari ke-3 atau jika terjadi absorbsi vesikula atau bula mengering menjadi krusta seminggu sampai 10 hari kemudian. Krusta ini dapat menetap selama 2-3 minggu. 2,3,5 Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anakanak (jarang), hanya timbul keluhan ringan dan erupsinya cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita usia lanjut dapat menetap, walaupan krustanya sudah menghilang.5

ix

Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum).3 Menurut daerah penyerangannya dikenal: 1. 2. 3. 4. 5. 6. herpes zoster oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata. Herpes zoster servikalis : menyerang pundak dan lengan. herpes zoster torakalis herpes zoster lumbalis herpes zoster sakralis herpes zoster otikum : menyerang dada dan perut. : menyerang bokong dan paha. : menyerang sekitar anus dan genitalia : menyerang telinga.5

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka ( Bells palsy), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran,

nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. Daerah yang yang paling sering terkena infeksi adalah daerah torakal, kemudian daerah mata, walaupun daerah-daerah lain tidak jarang. 3,5 Herpes zoster generalisata terdapat kelainan kulit yang unilateral dan segmental disertai kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikula dengan umbilikasi. Kasus ini terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma maligna.3,5 Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Bentuk lain herpes zoster yaitu herpes zoster hemoragika (vesikula-vesikulanya tampak berwarna merah-kehitaman karena berisi darah).3,5

II.5. HISTOPATOLOGI Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum granulosum, kadang-kadang subepidermal. Yang penting adalah temuan sel balon yaitu sel stratum pinosum yang mengalami degenerasi dan membesar, juga badan inklusi (lipschutz) yang tersebar dalam inti sel epidermis, dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis : dilatasi pembuluh darah dan sebukan limfosit.2 Ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemorargi fokal, dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen VZV dapat dilihat secara imunofluoresensi.5

xi

II.6. PATOGENESIS Melihat data epidemiologi klinik dan histopatologik, patogenesis herpes zooster mirip dengan infeksi herpes simpleks kambuhan. Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti kehilangan daya infeksinya.5 Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat.5 VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.5 II.7. KOMPLIKASI Neuralgia pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daeerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Sepertiga kasus diatas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usis muda hanya terjadi pada 10 % kasus. 1 Makin tua penderita makin tinggi persentasenya.3

xii

Pada penderita tanpa disertai difisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai difisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks.5 Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik. Paralisis motorik terdapat pada 1-5 % kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara perkontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis motorik terjadi terutama bila virus juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya dimuka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, anus. Umumnya akan sembuh spontan.3,5

II.8. DIAGNOSIS KLINIK DAN LABORATORIK Dalam stadium pra-erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Bila erupsi mulai terlihat, diagnosis menjadi mudah ditegakkan.5 Secara laboratorik, pemeriksaan sediaan apusan secara Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak, demikian

xiii

pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologis.5

II.9. DIAGNOSIS BANDING 1. Herpes simpleks : hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks. 2. varisela : biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam. 3. impetigo vesikobulosa : lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran vesikel dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta.2

II.10. PENCEGAHAN Pencegahan penyakit herpes seharusnya mencakup pencegahan infeksi virus laten dan pencegahan reaktivasi virus yang laten tersebut. Tetapi sampai sekarang belum ditemukan cara untuk pencegahan tersebut.5

II.11. PENATALAKSANAAN 1. 2. Terapi umum : pasien sebaiknya beristirahat.1 Terapi sistemik Terapi sistemik hanya bersifat simtomatik, misalnya pemberian analgetika untuk mengurangi neuralgia. Dapat pula ditambahkan neurotropik, vitamin B1, B6 dan B12. 5 Pemberian secara oral prednison 30 mg per hari atau triamsinolon 48 mg sehari akan memperpendek masa neuralgia pasca herpetika,

xiv

terutama pada orang tua dan seyogyanya sudah diberikan sejak awal timbulnya erupsi.5 indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Biasanya diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah eminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisosn setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.3 Pengobatan dengan imunostimulator, seperti isoprinosin dan antivirus seperti interferon dapat pula dipertimbangkan.5 Imunostimulator yang biasa digunakan ialah isoprinosin 50 mg/kg BB/hari, dosis maksimal 3000 mg sehari. Obat ini juga diberikan dalam 3 hari pertama lesi muncul.4 ada pendapat yang mengatakan isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya seminggu.3 Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul karena lewat dari masa ini pengobatan tidak efektif. . Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari, atas pertimbangan biaya dapat digunakan dosis 5 x 400 mg selama 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma

xv

lebih tinggi. Jika lesi baru masih dapat diteruskan dan dihentikan ssudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.3,4 3. Terapi lokal Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik.3 Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu dengan bedak salisil 2 %. Jika terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik lokal misal : salep kloramfenikol 2 %, maupun antibiotik sistemik spektrum luas misalnya kloramfenikol, tetrasiklin.2 Lokal diberi bedak. Losio kalamin dapat diberikan untuk mengurangi rasa tidak enak dan mengeringkan lesi vesikuler.5 IDU 5-40 % dalam 100% DMSO (dimetilsulfoksid) dipakai secara topikal.5 Solusio Burowi : digunakan sebagai kompres.1 II.12. PROGNOSIS Pada orang tua dan anak-anak pada umumnya baik.2 Pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.4

BAB III KESIMPULAN

xvi

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Herpes zoster disebabkan oleh varicella-zoster virus (VZV). Gejala herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena, sakit kepala, malaise, dan demam.Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu unilateral. Erupsi mulai dengan makulopapulo-erimatous, kemudian terbentuk vesikula yang cepat membesar dan menyatu sehingga membentuk bula. Vesikel dapat menjadi pustula atau mengering menjadi krusta Neuralgia pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daeerah bekas penyembuhan. Pada penderita tanpa disertai difisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya dimuka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, anus. Secara laboratorik, pemeriksaan sediaan apusan secara Tzanck membantu menegakkan diagnosis, demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologis. Herpes simpleks : hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks. varisela : biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam.

xvii

Impetigo vesikobulosa : lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran vesikel dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta. pasien sebaiknya beristirahat. Terapi sistemik hanya bersifat simtomatik, untuk mengurangi neuralgia, pemberian kortikosteroid, Pengobatan dengan imunostimulator, obat antiviral . Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik. Pada orang tua dan anak-anak pada umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.

xviii

Anda mungkin juga menyukai