Disusun Oleh :
Widya G Simanjuntak
18010006
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatakan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
masih melimpahkan berkat dan kasih - Nya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan
bagaimana mestinya.
Makalah ini berjudul RHINOSINUSITIS, ditulis guna memenuhi
persyaratan selama menjalani Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu THT
Rumah Sakit dr. Djasamen Saragih Medan.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan kepada dr. Djuni
Simatupang, Sp.THT-KL sebagai pembimbing serta dokter-dokter lainnya yang
telah banyak memberikan bimbingannya selama kepaniteraan Klinik di bagian
Ilmu THT.
Penuls menyadari bahawa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu penulis mengharapakan ktirik dan saran dari pemabaca sekalian.
Akhir kata penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua
yang menggunakannya.
Widya G Simanjuntak
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
istilah yang luas yang mencakup beberapa penyakit, termasuk rhinosinusitis akut,
rhinosinusitis kronik dengan polip hidung atau tanpa polip hidung. Di Amerika
Serikat, survei rumah tangga berbasis populasi yang dilakukan oleh National
pada tahun 2009. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang
merupakan infeksi virus, alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat
sinus tersumbat atau terlalu banyak lendir yang menyebabkan satu atau lebih
rongga menjadi meradang atau bengkak. Rhinitis alergi atau asma dapat dikaitkan
dengan sinusitis kronis. Di negara-negara Eropa Barat 40% dari anak-anak saat ini
mengakibatkan gangguan kualitas hidup yang berat, sehingga penting bagi dokter
umum atau dokter spesialis lain untuk memiliki pengetahuan yang baik mengenai
definisi, gejala dan metode diagnosis dari penyakit rhinosinusitis ini. Bahaya dari
1
rhinosinusitis adalah komplikasinya ke orbita dan intrakranial. Komplikasi ini
terjadi akibat tatalaksana yang inadekuat atau faktor predisposisi yang tidak dapat
yang penting.5
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI
Sinus paranasal adalah ruang berisi udara yang terletak di dalam tulang
tengkorak dan wajah. Terdapat empat pasang sinus yaitu maksila, frontal,
hidung. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang mengalami
modifikasi, mampu menghasilkan mukus, dan bersilia. Pada orang sehat sinus
Di setiap sisi ada empat sinus paranasal udara dalam empat tulang tengkorak:
frontal, rahang, ethmoid dan sphenoid. Mereka dibagi menjadi dua kelompok:7
1. Anterior : sinus yang terbuka ke arah anterior basal lamella dari konka di
2. Posterior : sinus yang terbuka kearah posterior dan superior pada basal
lamella dari konka media. Terdiri dari sinus ethmoid dan sinus sphenoid.
Sinus maksilaris adalah sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
3
akhirnya mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml. Sinus maksila berbentuk
pyramid.2
kranina
Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding medial sinus dan
berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1
dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C), dan gigi molar (M3), bahkan akar-
akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi geligi
fetus berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum etmoid.
Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan mencapai
ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun. Ukuran sinus frontal 2 x 2,4 x 2,8 cm
besekat-sekat dan tepi sinus berkelok-kelok. Sinus frontal dipisahkan oleh tulang
yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri. Sinus frontal berdrenase melalui
4
2.1.3 Sinus Sfenoid
Sinus dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya adalah
2,3 x 1,7 x 2 cm. Volumenya bervariasi dari 5-7,5 ml. Saat sinus berkemabang,
pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os sfenoid akan menjadi sangat
berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai indentasi pada dinding sinus
sfenoid. Batas-batasnya:2
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-
akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fikus infeksi bagi
sinus-sinus yang lain. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid
dengan dasarnya di posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2,4
dalam bagian os lateral os etmoid, yang terletak diantara konka media dan dinding
medial orbita. Berdasarkan letak dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang
superior. Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit disebut
resesus frontal yang berhugungan dengan sinus frontal. Di daerah etmoid anterior
5
terdapat suatu penyempitan yang disebut infundibulum, tempat bermuara sinus
maksila. Atap sinus etmoid disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di belakang sinus etmoid posterior
berbatasan dengan papyracea lamina lateral, konka medial, reses frontal superior,
dan sinus maksilaris ostium inferior. Ruang ini meliputi infundibulum ethmoid
yang terdapat di belakang prosesus unsinutis, resesus frontalis, bula etmoid dan
dan ostium sinus maksila.3 Peradangan kronis dan edema dari KOM
6
Gambar 2.1 Anatomi Sinus Paranasal2
Sebagian besar epitel respirasi terdiri 5 jenis sel yang khas. Sel silindris
bersilia adalah sel yang terbanyak. Setiap sel memiliki lebih kurang 300 silia pada
terdapat mitokondria kecil yang menyediakan ATP untuk pergerakan silia. Sel
terbanyak kedua adalah sel goblet mukosa yaitu sel yang pada bagian apikalnya
mengandung droplet mucus yang terdiri atas glikoprotein. Sel silindris selebihnya
dikenal sebagai sel sikat karena banyaknya mikrovili pada permukaan apikalnya.
Sel sikat mempunyai ujung saraf aferen pada permukaan basalnya dan dipandang
sebagai reseptor semsorik. Sel basal adalah sel bulat kecil yang terletak di atas
lamina basal namun tidak meluas sampai permukaan lumen epitel. Sel ini diduga
7
berkembang menjadi jenis sel yang lain. Jenis sel yang terakhir adalah sel granul
kecil yang mirip dengan sel basal kecuali bahwa sel ini memiliki banyak granul
neuroendokrin difus.7
Sinus paranasal adalah rongga tertutup dalam tulang yang dilapisi oleh
epitel respirasi yang lebih tipis dan sedikit mengandung sel goblet. Lamina
8
Gambar 2.2 Histologi Sinus Paranasal10
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus digantikan dengan tulang, hanya
kenyataan sinus-sinus yang besar tidak terletak diantara hidung dan organ-
9
3. Meningkatkan resonansi suara
kualitas suara.
turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus dari meatus medius.
hidung dan sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rinitis sehingga
yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.
Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Bila mengenai beberapa
pansinusitis.5,8
2.5 ETIOLOGI
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,
bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip
hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan
diskenesia silia seperti pada sindrom Kartgener, dan di luar negeri adalah penyakit
fibrosis kistik. Faktor predisposisi yang paling lazim adalah poliposis nasal yang
10
timbul pada rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan menyumbat
sinus.3,5
2.7 PATOFISIOLOGI
yang terjadi saat inflamasi pada rhinosinusitis akan menghambat pegerakan silia
pada KOM akibat perlekatan dari mukosa siliar. Sekret yang terkumpul
merupakan media yang baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret
11
menjadi purulen. Keadaan ini disebut rhinosinusitis akut bakterial. Jika tidak
diobati atau terapi tidak berhasil, inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan
12
2.8 GEJALA KLINIK
nyeri atau rasa tekanan pada muka dan ingus yang purulent. Ingus sering kali
turun ke tenggorok dimana pada pemeriksaan rinoskopi anterior akan terlihat post
nasal drip.5
Nyeri tekan pada sinus yang terkena merupakan ciri khas pada sinusitis
akut. Neri pada pipi merupakan tanda sinusitis maksila, nyeri di ke dua bola mata
sinusitiss frontal. Nyeri alih ke gigi dan telinga bisa terjadi pada sinusitis maksila.
Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia atau anosmia, halitosis. Pada anak-anak
gejala berupa batuk lebih bayak ditemukan dari hiposmia atau nyeri tekan pada
wajah.5
2.9 DIAGNOSIS
keluhan seperti nyeri pada wajah, hidung tersumbat, sekret pada hidung dan
lebih dari gejala tersebut dan sudah berlangsung lebih dari 7 hari. Pada
rhinosinusitis kronis, ditemukan 2 atau lebih gejala dan sudah berlangsung lebih
dari 8 minggu.5
Tanda khas pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal adalah pus yang
ditemukan di meatus media. Pus pada meatus superior ditemukan pada sinusitiss
13
etmoid posterior dan sfenoid. Pada rhinosinusitis akut ditemukan mukosa edema
dan hiperemis.5
1. Foto polos
Posisi PA dan lateral, Waters umumnya hanya mampu menilai sinus-sinus besar
14
Gambar 2.5 Foto polos posisi lateral12
2. CT Scan
15
3. Pemeriksaan transiluminasi
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap.
4. Pemeriksaan mikrobiologik
Pemeriksaan mikrobilogik dilakukan untuk mendapat anti biotik yang tepat guna.
5. Sinuskopi
melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi sinus maksila
2.10 PENATALAKSANAAN
A. Rhinosinusitis Akut
Amoksisilin merupakan terapi pilihan untuk bakteri gram positif dan negatif. Jika
atau jenis sefalosporin generasi kedua. Pilihan terapi lini pertama yang lain adalah
menembus sawar darah otak. Ceftriakson merupakan pilihan terapi yang baik
karena ceftriakson dapat menembus sawar darah otak. Pada rhinosinusitis yang
16
Klindamisin dapat menembus cairan serebrospinal. Antibiotik diberikan selam 10-
untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah menggantikan
hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan hasil yang lebih
memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal. Indikasi tindakan ini
berupa sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis
kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya
2.11 KOMPLIKASI
1. Komplikasi orbita
sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak dekat orbita dan dapat
17
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita
ini.
b. Selulitis orbita. Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif
d. Abses orbita. Pada tahap ini, pus telah menembus periosteum dan
bercampur dengan isi orbita tahap ini disertai gejala sisi neuritis optik
2. Komplikasi oseus/tulang
Penyebab tersering dari infeksi tulang adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri
takan dahi setempat yang sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise,
demam, dan menggigil. Pembengkakan di atas alis mata juga sering terjadi
18
3. Komplikasi intrakranial
b. Abses dura. Terdapat kumpulan pus di antara dura dan tabula interna
intrakranial.9
ke dalam otak.9
19
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
hidung dan sinus paranasal. Terdapat 4 sinus disekitar hidung yaitu sinus
utama sinusitis adalah infeksi virus, diikuti oleh infeksi bakteri. Gejala umum
rhinosinusitis yaitu hidung tersumbat disertai dengan rasa nyeri tekan pada wajah
dan ingus purulent, yang seringkali turun ke tenggorol (post nasal drip).
Klasifikasi dari sinusitis berdasarkan klinis yatu sinusitis akut, dan kronik.
Amoksisilin merupakan terapi pilihan untuk bakteri gram positif dan negatif. Jika
atau golongan sefalosporin generasi kedua. Terapi lain yang dapat diberikan jika
20
DAFTAR PUSTAKA
21