PENDAHULUAN:
Pada Bab ini kita akan dijelaskan tentang lembaga pembiayaan bisnis, yang meliputi
Sewa Guna Usaha (Leasing), Modal Ventura (Venture Capital), Anjak Piutang (Factoring),
Usaha Kartu Kredit (Credit Card Company), pembiayaan konsumen (Consumer Finance
Company).
RELEVANSI:
Sebelum mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan telah mengetahui tentang :
Lembaga Pembiayaan Bisnis yang meliputi :
(1) Pengertian lembaga pembiayaan bisnis
(2) Sewa Guna Usaha (Leasing)
(3) Modal Ventura (Venture Capital)
(4) Anjak Piutang (Factoring)
(5) Usaha Kartu Kredit (Credit Card Company)
(6) Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance Company)
A. Pendahuluan
Awal mula keberadaan dibutuhkannya lembaga pembiayaan, pertama kali disebutkan di
dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan
lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Adapun bidang-bidang usaha yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan antara lain
meliputi bidang-bidang seperti :
1. Sewa Guna Usaha (Leasing)
2) Pihak yang disebut lesee, yaitu pihak yang menikmati barang tersebut dengan
membayar sewa dan yang mempunyai hak opsi.
3) Pihak kreditur atau lender atau disebut juga debt-holders atas loan participants dalam
transaksi leasing. Terdiri dari bank, insurance company, trusts, yayasan.
2. Manfaat Leasing
Dengan leasing, perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli,
yang dapat diangsur setiap bulan atau setiap triwulan kepada lessor. Usaha pembiayaan melalui
leasing ini dapat diperoleh dalam waktu yang cepat. Bagi perusahaan yang modalnya lemah,
dengan perjanjian leasing akan memberikan kesempatan pada perusahaan tersebut untuk
bernafas dan perusahaan juga dapat memiliki barang modal yang bersangkutan.
Dengan perjanjian leasing, suatu perusahaan akan terasa lebih menghemat dalam hal
pengeluaran dana tunai dibanding dengan membeli secara tunai.
Antara lesee dan lessor di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam
hal menetapkan besarnya dan banyaknya angsuran sesuai dengan kemampuan lesee. Dalam hal
kredit, besar dan banyaknya angsuran ditentukan oleh kreditor, berdasarkan perkiraan dan hal
analisis dari bank.
Dalam Hukum Perdata, ada 3 (tiga) bentuk perikatan yang mirip satu sama lain namun
berlainan dalam hukumnya, yaitu sewa guna usaha (leasing), sewa beli (Hire Purchase), dan jual
beli secara angsuran (Credit Sale).
Persamaan antara leasing dengan kedua perjanjian di atas adalah bahwa pada perjanjian
leasing, lesee membayar imbalan jasa kepada lessor dalam waktu tertentu. Sedangkan pada
perjanjian sewa beli dan jual beli dengan angsuran, pembeli membayar angsuran, pembeli
membayar angsuran kepada penjual dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perbedaannya dapat diuraikan sebagai berikut :
2) Conditional Loan. Modal ventura dapat menikmati laba dan rugi proyek yang
dibiayainya.
3) Equity Investment. Modal ventura yang menyertakan saham untuk mendukug kegiatan
perusahaan yang baru berdiri dan ada kerja sama manajemen antara modal ventura
dengan perusahaan yang dibiayai.
Catatan.:
PPU : suatu perusahaan yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ventura
(PVM)
- Lembaga pembiayaan ini di luar bank
- tidak perlu ada jaminan
2. Potensi Usaha
Kegiaan modal ventura hanya dilakukan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu
Perusahaan Pasangan Usaha untuk hal-hal sebagai berikut :
1) pengembangan penemuan baru;
2) pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya mengalami kesulitan dana;
6) pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru, dan alih teknologi baik dari dalam
maupun luar negeri;
Keuntungan yang diperoleh Perusahaan Modal Ventura (PMV) berasal dari keuntungan
Perusahaan Pasangan usaha (PPU). Umumnya bidang-bidang usaha yang dicakup oleh PMV
adalah pertanian, perikanan, industri kecil dan beberapa agribisnis lainnya.
D. Anjak Piutang (Factoring) adalah :
1. Pengertian
Pembiayaan yang dalam melakukan usaha pembiayaan dilakukan dalam bentuk
pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang/tagihan jangka pendek suatu
perusahaan dari transaksi perdagangan dalam negeri atau luar negeri.
Catatan :
Terdapat tiga pihak : Factoring, klien dan customer.
Klien : pengguna jasa factoring
Customer : yang berutang pada klien.
2. Keuntungan Factoring
1) Adanya peningkatan modal kerja
2) Adanya perlindungan kredit.
3) Manajemen kredit. Perusahaan factoring memiliki data kredit yang terpercaya yang
dapat dimanfaatkan klien.
4) Panagihan piutang. Dilakukan oleh perusahaan factoring.
5) Administrasi penjualan. Jurnal penjualan klien akan dikomputerisasikan dengan
sistem yang dimiliki perusahaan factoring.
PERMASALAHAN/KASUS
CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN LEASING
KASUS POSISI
Tanggal 11 Oktober 1983, PT INTI JATI UTAMA dan PT Clipan Leasing
Corporation (PT CLC) menandatangani perjanjian sewa beli (leasing) dalam “Lease
Back Agreement”) No. LBA/038/83. Telah disepakati bahwa PT Clipan menyewa
belikan berbagai peralatan kepada PT INTI seharga Rp. 126.720.000,- dengan uang
sewa sebesar Rp. 13.322.074/bulan, selama 12 bulan. Sehingga seluruh nilai sewa
adalah Rp. 159.864.888,-.
Pada hari yang sama, disepakati pula bahwa pelaksanaan setiap kewajiban PT
INTI terhadap PT Clipant tersebut dijamin sepenuhnya oleh Antonius Sunarto dan
Hendrawan, secara tanggung renteng dalam Guaranty and Indemnity No. LBA/037/83,
semua kesepakatan dituang dalam perjanjian yang ditulis dalam Bahasa Inggris
dihadapan Notaris.
Tanggal 26 Januari 1984, perjanjian yang sama dilakukan kembali dengan para
pihak-pihak yang sama pula. Harga peralatan yang disewa belikan dalam perjanjian
sewa beli (Lease Back Agreement), yang kedua No. LBA/006/84 itu Rp. 182.640.000,-
dengan sewa tiap bulan Rp. 19.200.944. sehingga jumlah sewa keseluruhan Rp.
230.411.328. Pihak penjamin dalam perjanjian kedua ini adalah penjamin dalam
perjanjian pertama, sebagaiman dituang dalam “Guaranty and Indemnity” No.
LBA/006/84 tanggal 25/1/1984.
Tetapi, memenuhi kewajiban, nyatanya tidak semudah membuat
perjanjian. Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan PT INTI sebagai pihak
penyewa, tidak pernah dipenuhi. Bahkan sampai PT Clipan memperingatkan berkali-
kali melalui surat teguran tanggal 18/3/1985-17/4/1985-5//2/1986-10/3/1986. PT
Clipan juga menegur para penjamin melalui surat beberapa kali, peringatan kepada PT
INTI dan penjamin tidak ada tanggapan. Hal yang demikian tentu sangat merugikan PT
CLC. Hutang yang tercatat dan harus dibayar adalah Rp. 128.514.920 untuk perjanjian
pertama dan Rp. 197.615.040,- untuk perjanjian kedua. Jadi total hutang Rp.
326.134.960,- hingga 31 Desember 1985. Jumlah itu akan terus bertambah, jika tidak
segera dibayar.
Dalam Provisi:
Meletakkan sita jaminan (revindicatoir atau conservatoir beslag) atas harta
kekayaan yang berada di lokasi pabrik Tergugat I di jalan Raya Bekasi Km 18 Jakarta
Timur.
Sejumlah tanah-tanah.
2. Menyatakan Tergugat I telah melakukan cidera janji terhadap kedua Lease Back
Agreement
3. Menyatakan Tergugat II dan Tergugat III melakukan cidera janji terhadap kedua
Guaranty and Indemnity
4. Menyatakan secara hukum, bahwa hutang yang telah diterima Tergugat dalam
gugat Konpensi I adalah sebesar Rp. 278.432.000,- dikurangi deposit 10% yang
harus dibayar dan dikurangi dengan sebagai hutang yang telah dibayar
sebelumnya.
5. Menyatakan secara hukum bahwa Tergugat II dan Tergugat III dalam gugat
Konpensi adalah tidak terikat dengan Lease Back Agreement, dengan segala
akibat hukumnya.
6. Menyatakan secara hukum bahwa sita jaminan atas tanah milik Tergugat
Konpensi II dan III serta milik orang lain adalah tidak sah.
PENGADILAN NEGERI:
Hakim pertama yang mengadili perkara ini memberikan pertimbangan hukum
yang pokoknya sebagai berikut:
Tuntutan Penggugat berupa sita jaminan atau Sita Revindicatoir telah
dikabulkan berupa sita jaminan sesuai dengan Penetapan No.
219/PDT/G/1986/PN.JKT. PST. Sita jaminan tersebut berguna untuk menjamin
gugatan Penggugat atas Tergugat-Tergugat karena berhutang Rp. 326.134.960,- yang
belum dilunasi.
Para Tergugat dalam eksepsinya menyatakan bahwa tuntutan Penggugat kabur,
karena memasukkan gugatan terhadap PT INTI juga kepada Tergugat II dan III, ini
merupakan Error in Persona. Di samping itu gugatan ditujukan pada pribadi Tergugat
II dan III, padahal semua perjanjian yang dibuat Tergugat I dengan Penggugat, di jamin
sepenuhnya dengan mesin-mesin milik PT INTI dan jaminan tanah lainnya. Eksepsi
tersebut menurut majelis, tidak bersifat ekseptie, karena telah menyangkut materi
pokok perkara. Dengan demikian eksepsi tersebut harus dinyatakan tidak dapat
diterima.
– Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut, telah dengan jelas mengerti dan
menyetujui syarat-syarat dalam dua akta tersebut (bukti P1 dan P3), sehingga akibatnya
secara yuridis, mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian (vide pasal 1338
KUHPerdata).
Bukti P2 dan P2A serta bukti P4 dan P4A halaman 2 butir 1 menyebutkan “Kami
yang bertandatangan dibawah ini, dengan menanggung pembayaran kepada yang
menyewakan atas tagihannya semua uang, kewajiban dan tanggung jawab dimanapun
juga, sekarang maupun yang akan datang, yang nyata maupun bersyarat.”
Dari bukti itu, Tergugat II dan III adalah “Penanggung” dalam perjanjian antara
Penggugat dengan Tergugat I, atas pembayaran uang sewa Rp. 159.864.888,- dan Rp.
230.411.328,- dari Tergugat I kepada Penggugat. Hal tersebut tidak disangkal oleh
Tergugat II dan III, sehingga secara yuridis Tergugat II dan III, “turut bertanggung
jawab” dan menanggung pembayaran uang sewa peralatan mesin-mesin, sebesar Rp.
390.276.216,-, bilamana Tergugat I, tidak melakukan pembayaran kepada
Penggugat. Oleh karena Tergugat I sudah dinyatakan melakukan cidera janji, maka
secara yuridis “Penanggung” Tergugat II dan III harus melaksanakan pembayaran uang
sewa peralatan sebesar rp. 390.276.216,- atas nama Tergugat I kepada Penggugat.
Penggugat telah menegur Tergugat II dan III, agar melaksanakan kewajibannya
kepada Penggugat, sebagai Penanggung (bukti P9 dan P10), tetapi tidak melaksanakan
kewajibannya membayar Rp. 390.276.216,- kepada Penggugat, seperti diatur pada bukti
P2/P2A dan P4/P4A. Dengan demikian Tergugat II dan IIII harus dinyatakan telah
melakukan cidera janji kepada Penggugat.
Oleh karena telah terbukti Tergugat I, II dan III melakukan cidera janji terhadap
Penggugat, berdasarkan bukti P1-4, maka haruslah secara tanggung renteng para
Tergugat melakukan pembayaran uang sewa peralatan seperti disebut dalam lampiran I
bukti P1/P1A dan P2/P2A sebesar Rp. 159.864.888,- plus Rp. 230.411.328 = Rp.
390.276.216,- kepada Penggugat, sebagaimana dimaksud dalam petitum ke-4 gugatan.
Sita jaminan atas harta benda Tergugat I sesuai berita acara sita jaminan tanggal
2/6/1986 dan tanggal 28/7/1987 adalah sah dan berharga, dengan pertimbangan
supaya ada jaminan dikemudian haris atas tuntutan Penggugat.
Tuntutan agar putusan dapat dijalankan lebih dulu, haruslah ditolak, mengingat
SEMA RI No. 03 tahun 1978. Dari pertimbangan tersebut Majelis berpendapat bahwa
gugatan Penggugat dapat dikabulkan untuk sebagian dan menolak selebihnya.
Atas dasar pertimbangan tersebut Majelis memberi putusan yang amarnya sebagai
berikut:
MENGADILI
A) Dalam Konpensi:
Dalam Eksepsi: Menyatakan bahwa Eksepsi para Tergugat, tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara:
– Mengabulkan gugatan untuk sebagian.
– Menyatakan Tergugat II dan III telah melakukan cidera janji terhadap kedau
“Guaranty and Indemnity.”
PENGADILAN TINGGI:
Tergugat II, Sunarto dan Tergugat III, Hendrawan, menyatakan banding atas
putusan Hakim pertama.
Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memberi pertimbangan hukum yang
pokoknya sebagai berikut:
Dalam Provisi:
Permohonan peletakkan sita jaminan dan/atau sita revindicatoir adalah tidak
tepat diajukan sebagai gugatan dalam provisi. Oleh karena permohonan tersebut,
seharusnya diajukan bersama-sama dengan pokok perkara, maka gugatan provisi
tersebut harus dinyatakan, tidak dapat diterima.
Dalam Eksepsi:
Pertimbangan Pengadilan Negeri dalam Eksepsi, adalah tepat dan benar, serta
dijadikan pertimbangan Majelis Banding sendiri dalam putusan ini. Oleh karenanya
eksepsi Tergugat harus ditolak, bukan dinyatakan tidak dapat diterima.
Hakim Pertama dalam diktum putusannya telah melebihi jumlah yang dituntut
oleh Penggugat, perhitungan Hakim Pertama sendiri menjadi Rp. 390.276.216,- Hal
demikian tidak dapat dibenarkan, karena merugikan para Tergugat, maka Majelis
Banding akan memperbaikinya sampai batas yang dituntut Penggugat, sesuai
perhitungan Penggugat.
Tuntutan lainnya, karena sudah dipertimbangkan dengan benar oleh Hakim Pertama,
maka akan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi.
Mengenai gugat Rekonpensi, pertimbangan dan putusan Hakim Pertama dinilai sudah
benar sehingga akan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi.
Mengadili:
– Menerima permohonan banding.
– Dalam Konpensi:
– Dalam Provisi:
Menyatakan gugatan dalam provisi tidak dapat diterima.
– Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi yang diajukan Tergugat.
Menyatakan Tergugat I telah melakukan cidera janji terhadap kedua “Lease BacK
Agreement.”
Menyatakan Tergugat II dan III melakukan cidera janji terhadap kedua Guaranty
and Indemnity.
– Dalam Rekonpensi:
– Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.
5. Judex facti tidak mempertimbangkan bukti setoran: T1-1, T1-2, T1-3 dan T1-4.
Mengadili:
Menolak permohonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi:
CATATAN:
– Dari putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, dapat diangkat “Abstrak Hukum”
yang digali dari putusan judex facti yang dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai
berikut:
– Pengertian yuridis sales and lease back agreement adalah merupakan suatu
perjanjian leasing – cara pembiayaan dimana pemilik barang modal menjual hak
miliknya kepada Lessor, yang selanjutnya barang modal (equipment) tersebut oleh
Lessor di Lease-kan kembali kepada pemiliknya semula.
KESIMPULAN
Lembaga pembiyayaan bisnis merupakan salah satu sarana untuk dunia perdagangan dan
disesuaikan dengan kebutuhan dari pada kegiatan usaha tersebut,lembaga pembiyayaan bisnis
adalah lembaga yang membantu di bidang dana bagi para pelaku usaha atau individi yang
membutuhkan suatu dana tertentu dalam keperluan perdagagan.
REFERENSI
Abdurrahman, A, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan , jakrta, Pradnya Pramitra,
1991: 150.
Burton Simatupang Richard, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta 1996
Depdikas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balan Pustaka, Jakarta, 1994.
Friedman, Jack. P, Dictionary of Business Term. New York, USA, Baron’s Educational Services,
Inc, 1987:66
Fuadi Munir, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern Di Era Global, Citra Adytya
Bakti, Bandung 2002.
Nurani.nina, Hukum Bisnis Suatu Pengantar, Insan Mandiri, Bandung 2009
Klien : pengguna jasa factoring
Customer : yang berutang pada klien.