Anda di halaman 1dari 22

PERTEMUAN KE-9

PENDAHULUAN:
Pada Bab ini kita akan dijelaskan tentang lembaga pembiayaan bisnis, yang meliputi
Sewa Guna Usaha (Leasing), Modal Ventura (Venture Capital), Anjak Piutang (Factoring),
Usaha Kartu Kredit (Credit Card Company), pembiayaan konsumen (Consumer Finance
Company).

RELEVANSI:
Sebelum mengikuti perkuliahan ini, mahasiswa diharapkan telah mengetahui tentang :
Lembaga Pembiayaan Bisnis yang meliputi :
(1) Pengertian lembaga pembiayaan bisnis
(2) Sewa Guna Usaha (Leasing)
(3) Modal Ventura (Venture Capital)
(4) Anjak Piutang (Factoring)
(5) Usaha Kartu Kredit (Credit Card Company)
(6) Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance Company)

STANDAR KOPETENSI/TUJUAN PEMBELAJARAN:


Setelah mengikuti perkulihan ini, umum, diharapkan mahasiswa dapat memahami
tentang memahami tentang lembaga pembiayaan bisnis, yang meliputi Sewa Guna Usaha
(Leasing), Modal Ventura (Venture Capital), Anjak Piutang (Factoring), Usaha Kartu Kredit
(Credit Card Company), pembiayaan konsumen (Consumer Finance Company).
PENYAJIAN:
LEMBAGA PEMBIAYAAN BISNIS

A. Pendahuluan
Awal mula keberadaan dibutuhkannya lembaga pembiayaan, pertama kali disebutkan di
dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tanggal 20 Desember 1988, dan dijabarkan
lebih lanjut melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20
Desember 1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan.
Adapun bidang-bidang usaha yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan antara lain
meliputi bidang-bidang seperti :
1. Sewa Guna Usaha (Leasing)

2. Modal Ventura (Venture Capital)

3. Anjak Piutang (Factoring)

4. Usaha Kartu Kredit


5. Pembiayaan Konsumen

B. Sewa Guna Usaha (Leasing)


1. Pengertian
Fungsi leasing sebenarnya hampir sama setingkat dengan bank, yaitu sebagai sumber
pembiayaan jangka menengah (dari satu tahun sampai lima tahun), kegiatan leasing dapat
dilakukan secara finance lease artinya kegiatan sewa guna usaha di mana penyewa guna usaha
pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha
berdasarkan nilai sisa yang disepakati bersama, maupun secara operating lease dimana penyewa
guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha.
Dalam usaha leasing terdapat beberapa pihak yang tersangkuta dalam perjanjian leasing
yang terdiri dari :
1) Pihak yang disebut lessor, yaitu pihak yang menyewakan barang, dapat terdiri dari
beberapa perusahaan.

2) Pihak yang disebut lesee, yaitu pihak yang menikmati barang tersebut dengan
membayar sewa dan yang mempunyai hak opsi.
3) Pihak kreditur atau lender atau disebut juga debt-holders atas loan participants dalam
transaksi leasing. Terdiri dari bank, insurance company, trusts, yayasan.

4) Pihak supplier, yaitu penjual dan pemilik barang yang disewakan.

2. Manfaat Leasing
Dengan leasing, perusahaan dapat memperoleh barang modal dengan jalan sewa beli,
yang dapat diangsur setiap bulan atau setiap triwulan kepada lessor. Usaha pembiayaan melalui
leasing ini dapat diperoleh dalam waktu yang cepat. Bagi perusahaan yang modalnya lemah,
dengan perjanjian leasing akan memberikan kesempatan pada perusahaan tersebut untuk
bernafas dan perusahaan juga dapat memiliki barang modal yang bersangkutan.
Dengan perjanjian leasing, suatu perusahaan akan terasa lebih menghemat dalam hal
pengeluaran dana tunai dibanding dengan membeli secara tunai.
Antara lesee dan lessor di dalam perjanjian leasing dapat mengadakan kesepakatan dalam
hal menetapkan besarnya dan banyaknya angsuran sesuai dengan kemampuan lesee. Dalam hal
kredit, besar dan banyaknya angsuran ditentukan oleh kreditor, berdasarkan perkiraan dan hal
analisis dari bank.
Dalam Hukum Perdata, ada 3 (tiga) bentuk perikatan yang mirip satu sama lain namun
berlainan dalam hukumnya, yaitu sewa guna usaha (leasing), sewa beli (Hire Purchase), dan jual
beli secara angsuran (Credit Sale).
Persamaan antara leasing dengan kedua perjanjian di atas adalah bahwa pada perjanjian
leasing, lesee membayar imbalan jasa kepada lessor dalam waktu tertentu. Sedangkan pada
perjanjian sewa beli dan jual beli dengan angsuran, pembeli membayar angsuran, pembeli
membayar angsuran kepada penjual dalam waktu tertentu sesuai dengan perjanjian.
Sedangkan perbedaannya dapat diuraikan sebagai berikut :

Perjanjian Leasing Perjanjian Sewa Beli dan Jual


Beli Secara Angsuran
1. Lessor adalah pihak yang menyediakan 1. Harga pembelian barang
dana dan membiayai seluruh pembelian sebagian kadang-kadang dibayar
barang tersebut. oleh pembeli. jadi penjual tidak
membiayai seluruh harga beli
barang yang bersangkutan
2. masa leasing biasanya ditetapkan sesuai 2. Jangka waktu tidak
dengan perkiraan umur kegunaan barang. memperhatikan baik perkiraan
umur kegunaan barang maupun
kemampuan pembeli mengangsur
harga barang.
3. Pada akhir masa leasing, lesse dapat 3. Pada akhir masa perjanjian, hak
menggunakan hak opsinya untuk membeli milik atas barang dengan
barang yang bersangkutan, sehingga hak sendirinya beralih pada pembeli.
milik atas barang beralih pada lesse. hak milik atas barang beralih dari
penjual pada pembeli pada saat
barang diserahkan oleh penjual.

C. Modal Ventura ( Venture Capital ) adalah :


1. Pengertian dan Landasan Hukum
Yang dimaksud dengan perusahaan modal ventura (venture capital company) adalah
badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam
perusahaan pasangan usaha (investe company) untuk jangka waktu tertentu. Sedangkan yang
dimaksud dengan Perusahaan Pasangan Usaha (PPU) adalah suatu perusahaan yang memperoleh
pembiayaan dalam bentuk poenyertaan modal dari Perusahaan Modal Ventura (PMV).
Lembaga modal ventura juga merupakan suatu alternatif lembaga pembiayaan lain di luar
bank. Lembaga ini tida memerlukan jaminan (collateral) untuk dapat mengeluarkan dananya
Jenis pembiayaan yang dilakukan modal ventura dibedakan atas 3 (tiga) macam, yaitu :
1) Conventional Loan. Pinjaman dengan jaminan dan bisa pula disertai jaminan.

2) Conditional Loan. Modal ventura dapat menikmati laba dan rugi proyek yang
dibiayainya.

3) Equity Investment. Modal ventura yang menyertakan saham untuk mendukug kegiatan
perusahaan yang baru berdiri dan ada kerja sama manajemen antara modal ventura
dengan perusahaan yang dibiayai.
Catatan.:
PPU : suatu perusahaan yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ventura
(PVM)
- Lembaga pembiayaan ini di luar bank
- tidak perlu ada jaminan

- di Indonesia jangka waktu dibatasi sampai 10 tahun

- hubungan kedua belah pihak : hubungan kepercayaan.

2. Potensi Usaha
Kegiaan modal ventura hanya dilakukan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu
Perusahaan Pasangan Usaha untuk hal-hal sebagai berikut :
1) pengembangan penemuan baru;

2) pengembangan perusahaan yang pada tahap awal usahanya mengalami kesulitan dana;

3) membantu perusahaan yang berada pada tahap pengembangan;

4) membantu perusahaan yang berada dalam tahap kemunduran usaha;

5) pengembangan proyek penelitian dan rekayasa;

6) pengembangan pelbagai penggunaan teknologi baru, dan alih teknologi baik dari dalam
maupun luar negeri;

7) membantu pengalihan pemilikan perusahaan.

Keuntungan yang diperoleh Perusahaan Modal Ventura (PMV) berasal dari keuntungan
Perusahaan Pasangan usaha (PPU). Umumnya bidang-bidang usaha yang dicakup oleh PMV
adalah pertanian, perikanan, industri kecil dan beberapa agribisnis lainnya.
D. Anjak Piutang (Factoring) adalah :
1. Pengertian
Pembiayaan yang dalam melakukan usaha pembiayaan dilakukan dalam bentuk
pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang/tagihan jangka pendek suatu
perusahaan dari transaksi perdagangan dalam negeri atau luar negeri.
Catatan :
Terdapat tiga pihak : Factoring, klien dan customer.
Klien : pengguna jasa factoring
Customer : yang berutang pada klien.
2. Keuntungan Factoring
1) Adanya peningkatan modal kerja
2) Adanya perlindungan kredit.
3) Manajemen kredit. Perusahaan factoring memiliki data kredit yang terpercaya yang
dapat dimanfaatkan klien.
4) Panagihan piutang. Dilakukan oleh perusahaan factoring.
5) Administrasi penjualan. Jurnal penjualan klien akan dikomputerisasikan dengan
sistem yang dimiliki perusahaan factoring.

E. Usaha Kartu Kredit (Credit Card Company) adalah :


Badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan
menggunakan kartu kredit.
Penerbitan kartu kredit merupakan satu pemberian fasilitas kredit oleh suatu bank
penerbit kepada pemagang kartu. Pemberian fasilitas ini tidaklah berdasarkan akte-akte secara
otentik melainkan hanya dengan akte-akte di bawah tangan dan tidak mutlak harus ada jaminan
kredit.
Hukum yang berlaku yang mengatur masalah kartu kredit adalah hukum Kebebasan
Berkontrak antara para pihak berlandaskan Pasal 1338 KUH Perdata.

F. Pembiayaan Konsumen (Consumer Finance Company) adalah :


Badan usaha yang melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen
dengan sistem pembayaran angsuran/berkala.
Lembaga pembiayaan konsumen ini akan memberikan kemudahan bagi mereka yang
memiliki dana tidak cukup untuk membeli barang secara tunai, bahkan kemudahannya melebih
kemudahan yang diberikan oleh bank. Lembaga pembiayaan konsumen akan melihat barang apa
saja yang dibiayai, maka kredit bank, pihak bank cukup memandang siapa konsumen yang akan
mendapat bantuan dana. Kedua lembaga ini mempunyai kesamaan, seperti objeknya sama yaitu
barang-barang konsumsi, dan mengenakan bunga sebagai biaya.

PERMASALAHAN/KASUS
CIDERA JANJI DALAM PERJANJIAN LEASING
 KASUS POSISI
Tanggal 11 Oktober 1983, PT INTI JATI UTAMA dan PT Clipan Leasing
Corporation (PT CLC) menandatangani perjanjian sewa beli (leasing) dalam “Lease
Back Agreement”) No. LBA/038/83. Telah disepakati bahwa PT Clipan menyewa
belikan berbagai peralatan kepada PT INTI seharga Rp. 126.720.000,- dengan uang
sewa sebesar Rp. 13.322.074/bulan, selama 12 bulan. Sehingga seluruh nilai sewa
adalah Rp. 159.864.888,-.

Pada hari yang sama, disepakati pula bahwa pelaksanaan setiap kewajiban PT
INTI terhadap PT Clipant tersebut dijamin sepenuhnya oleh Antonius Sunarto dan
Hendrawan, secara tanggung renteng dalam Guaranty and Indemnity No. LBA/037/83,
semua kesepakatan dituang dalam perjanjian yang ditulis dalam Bahasa Inggris
dihadapan Notaris.

Tanggal 26 Januari 1984, perjanjian yang sama dilakukan kembali dengan para
pihak-pihak yang sama pula. Harga peralatan yang disewa belikan dalam perjanjian
sewa beli (Lease Back Agreement), yang kedua No. LBA/006/84 itu Rp. 182.640.000,-
dengan sewa tiap bulan Rp. 19.200.944. sehingga jumlah sewa keseluruhan Rp.
230.411.328. Pihak penjamin dalam perjanjian kedua ini adalah penjamin dalam
perjanjian pertama, sebagaiman dituang dalam “Guaranty and Indemnity” No.
LBA/006/84 tanggal 25/1/1984.
Tetapi, memenuhi kewajiban, nyatanya tidak semudah membuat
perjanjian. Kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan PT INTI sebagai pihak
penyewa, tidak pernah dipenuhi. Bahkan sampai PT Clipan memperingatkan berkali-
kali melalui surat teguran tanggal 18/3/1985-17/4/1985-5//2/1986-10/3/1986. PT
Clipan juga menegur para penjamin melalui surat beberapa kali, peringatan kepada PT
INTI dan penjamin tidak ada tanggapan. Hal yang demikian tentu sangat merugikan PT
CLC. Hutang yang tercatat dan harus dibayar adalah Rp. 128.514.920 untuk perjanjian
pertama dan Rp. 197.615.040,- untuk perjanjian kedua. Jadi total hutang Rp.
326.134.960,- hingga 31 Desember 1985. Jumlah itu akan terus bertambah, jika tidak
segera dibayar.

Oleh karena segala peringatan tidak diindahkan. PT Clipan menggugat PT INTI


dan Antonius Sunarto dan Hendrawan (penjamin) sebagai Tergugat I-II-III ke
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tuntutan sebagai berikut:

 Dalam Provisi:
Meletakkan sita jaminan (revindicatoir atau conservatoir beslag) atas harta
kekayaan yang berada di lokasi pabrik Tergugat I di jalan Raya Bekasi Km 18 Jakarta
Timur.

Sejumlah tanah-tanah.

 Dalam Pokok Perkara:


1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya

2. Menyatakan Tergugat I telah melakukan cidera janji terhadap kedua Lease Back
Agreement

3. Menyatakan Tergugat II dan Tergugat III melakukan cidera janji terhadap kedua
Guaranty and Indemnity

4. Menghukum para Tergugat secara tanggung menanggung/renteng membayar


kepada Penggugat uang sejumlah Rp. 326.124.960,-. Jumlah mana akan terus
bertambah dengan bunga dan ongkos
5. Menghukum para Tergugat secara tanggung menanggung/renteng membayar
kepada Penggugat uang denda Rp. 1.000.000,- tiap hari lalai menjalankan
putusan ini.

6. Menyatakan sita jaminan adalah sah dan berharga.

7. Dst ……………. Dst ………………… Dst

 Dalam Gugat Rekonpensi:


Para Tergugat dalam gugat Konpensi, disamping memberikan tanggapan terhadap
gugat Konpensi, mereka juga mengajukan gugat Rekonpensi, yang pada pokoknya
menuntut sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya

2. Menyatakan secara hukum, bahwa perjanjian yang dilakukan antara Penggugat


dengan Tergugat adalah perjanjian hutang piutang dengan jaminan mesin-mesin
miliknya Tergugat Konpensi I, PT INTI.

3. Menyatakan secara hukum, bahwa barang-barang modal (peralatan) adalah


miliknya Penggugat Rekonpensi I (PT INTI), bukan barang modal miliknya PT
Clipan Tergugat Rekonpensi I.

4. Menyatakan secara hukum, bahwa hutang yang telah diterima Tergugat dalam
gugat Konpensi I adalah sebesar Rp. 278.432.000,- dikurangi deposit 10% yang
harus dibayar dan dikurangi dengan sebagai hutang yang telah dibayar
sebelumnya.

5. Menyatakan secara hukum bahwa Tergugat II dan Tergugat III dalam gugat
Konpensi adalah tidak terikat dengan Lease Back Agreement, dengan segala
akibat hukumnya.
6. Menyatakan secara hukum bahwa sita jaminan atas tanah milik Tergugat
Konpensi II dan III serta milik orang lain adalah tidak sah.

7. Menyatakan Tergugat dalam Rekonpensi membayar uang paksa rp. 500.000,-


setiap hari, jika lalai melaksanakan putusan Pengadilan.

8. Dst ……………. Dst ………………… Dst

 PENGADILAN NEGERI:
Hakim pertama yang mengadili perkara ini memberikan pertimbangan hukum
yang pokoknya sebagai berikut:
Tuntutan Penggugat berupa sita jaminan atau Sita Revindicatoir telah
dikabulkan berupa sita jaminan sesuai dengan Penetapan No.
219/PDT/G/1986/PN.JKT. PST. Sita jaminan tersebut berguna untuk menjamin
gugatan Penggugat atas Tergugat-Tergugat karena berhutang Rp. 326.134.960,- yang
belum dilunasi.
Para Tergugat dalam eksepsinya menyatakan bahwa tuntutan Penggugat kabur,
karena memasukkan gugatan terhadap PT INTI juga kepada Tergugat II dan III, ini
merupakan Error in Persona. Di samping itu gugatan ditujukan pada pribadi Tergugat
II dan III, padahal semua perjanjian yang dibuat Tergugat I dengan Penggugat, di jamin
sepenuhnya dengan mesin-mesin milik PT INTI dan jaminan tanah lainnya. Eksepsi
tersebut menurut majelis, tidak bersifat ekseptie, karena telah menyangkut materi
pokok perkara. Dengan demikian eksepsi tersebut harus dinyatakan tidak dapat
diterima.

Bentuk sengketa antara Penggugat dengan Tergugat-Tergugat pada pokoknya


adalah cidera janji, dimana Tergugat-Tergugat tidak melaksanakan kewajibannya
kepada Penggugat, seperti diperjanjikannya.

Majelis akan meneliti apakah Tergugat-Tergugat tidak melaksanakan


kewajibannya kepada Penggugat tersebut.
Antara Penggugat dengan Tergugat I, terbukti telah dua kali mengadakan
perjanjian penyewaan (lease) untuk peralatan-peralatan mesin yang dituang dalam
bentuk “Lease Back Agreement” (bukti P1 dan P3).

Penggugat telah menyerahkan peralatan-peralatan mesin-mesin tersebut kepada


pihak Tergugat I (Appendix dari Lease Back Agreement No. LBA/006/84 Bukti P1 dan
P3), ini tidak disangkal oleh Tergugat I.

Tergugat I, menyatakan bahwa ia tidak memahami perjanjian Leasing yang


dibuatnya di depan Notaris, sebenarnya perjanjian tersebut adalah perjanjian
tersembunyi tentang hutang piutang, ditambah bunga tersembunyi (sebagai uang
lease). Hal itu untuk menutupi usaha Penggugat yang sebenarnya yang tidak boleh
meminjamkan uang.

Dalam pembuatan Akte Notaris, pihak-pihak yang berkepentingan harus


menghadap Notaris. Semua isi Akte Notaris yang akan ditandatangani para pihak,
dijelaskan arti dan maksudnya oleh Notaris yang bersangkutan dan sesudah dimengerti,
barulah ditandatangani semua pihak yang bersangkutan. Oleh karena eksepsi ini
dianggap tidak beralasan, maka Majelis mengesampingkannya.

Perjanjian antara Penggugat-Tergugat, telah disetujui bersama (penyewa –


Tergugat) harus membayar kepada yang menyewakan Penggugat – selama jangka
waktu perjanjian sewa. Terjemahan resmi “Perjanjian Leasing” antara Penggugat –
Tergugat hal 7 butir 3-4, sehingga secara yuridis tidak terdapat hal-hal yang
disembunyikan. Dengan demikian penyangkalan Tergugat dikesampingkan.

Perjanjian antara Penggugat dengan Tergugat-Tergugat (bukti P-1A) tidak


semata-mata suatu usaha meminjamkan uang, tetapi pembelian alat-alat yang oleh
Penggugat kemudian disewa-belikan kembali oleh Penggugat kepada Tergugat I. Oleha
karena itu penyangkalan Tergugat mengenai hal itu, tidak beralasan dan harus
dikesampingkan.
– Hubungan hukum yang telah terjadi antara Penggugat dengan Tergugat I merupakan
suatu perjanjian sewa alat-alat/peralatan mesin-mesin dengan hak membeli kembali.

– Pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut, telah dengan jelas mengerti dan
menyetujui syarat-syarat dalam dua akta tersebut (bukti P1 dan P3), sehingga akibatnya
secara yuridis, mengikat para pihak yang mengadakan perjanjian (vide pasal 1338
KUHPerdata).

Berdasarkan surat-surat teguran yang telah dilakukan Penggugat kepada


Tergugat I (bukti P5-P9), ternyata Tergugat I, tetap tidak melaksanakan kewajibannya
untuk melakukan pembayaran-pembayaran kepada Penggugat, seperti
diperjanjian. Hal ini tidak disangkal oleh Tergugat I. Majelis berkesimpulan bahwa
Tergugat I, ternyata belum melaksanakan kewajibannya, berupa pembayaran uang sewa
seperti dipernjanjikan. Sehingga Tergugat I harus dinyatakan telah cidera janji
(wanprestasi) terhadap Penggugat.

Bukti P2 dan P2A serta bukti P4 dan P4A halaman 2 butir 1 menyebutkan “Kami
yang bertandatangan dibawah ini, dengan menanggung pembayaran kepada yang
menyewakan atas tagihannya semua uang, kewajiban dan tanggung jawab dimanapun
juga, sekarang maupun yang akan datang, yang nyata maupun bersyarat.”

Dari bukti itu, Tergugat II dan III adalah “Penanggung” dalam perjanjian antara
Penggugat dengan Tergugat I, atas pembayaran uang sewa Rp. 159.864.888,- dan Rp.
230.411.328,- dari Tergugat I kepada Penggugat. Hal tersebut tidak disangkal oleh
Tergugat II dan III, sehingga secara yuridis Tergugat II dan III, “turut bertanggung
jawab” dan menanggung pembayaran uang sewa peralatan mesin-mesin, sebesar Rp.
390.276.216,-, bilamana Tergugat I, tidak melakukan pembayaran kepada
Penggugat. Oleh karena Tergugat I sudah dinyatakan melakukan cidera janji, maka
secara yuridis “Penanggung” Tergugat II dan III harus melaksanakan pembayaran uang
sewa peralatan sebesar rp. 390.276.216,- atas nama Tergugat I kepada Penggugat.
Penggugat telah menegur Tergugat II dan III, agar melaksanakan kewajibannya
kepada Penggugat, sebagai Penanggung (bukti P9 dan P10), tetapi tidak melaksanakan
kewajibannya membayar Rp. 390.276.216,- kepada Penggugat, seperti diatur pada bukti
P2/P2A dan P4/P4A. Dengan demikian Tergugat II dan IIII harus dinyatakan telah
melakukan cidera janji kepada Penggugat.

Oleh karena telah terbukti Tergugat I, II dan III melakukan cidera janji terhadap
Penggugat, berdasarkan bukti P1-4, maka haruslah secara tanggung renteng para
Tergugat melakukan pembayaran uang sewa peralatan seperti disebut dalam lampiran I
bukti P1/P1A dan P2/P2A sebesar Rp. 159.864.888,- plus Rp. 230.411.328 = Rp.
390.276.216,- kepada Penggugat, sebagaimana dimaksud dalam petitum ke-4 gugatan.

Tuntutan Penggugat agar para Tergugat membayar secara tanggung renteng


sebesar Rp. 326.134.960,- kepada Penggugat. Majelis harus menolaknya, karena tidak
terbukti darimana asal usul perhitungannya.

Untuk menjamin terlaksananya pembayaran jumlah uang tersebut, cukup


beralasan jika kepada Tergugat-Tergugat dikenakan “uang paksa” (dwangsom) Rp.
1.000.000,-/hari, jika lalai menjalankan putusan ini.

Sita jaminan atas harta benda Tergugat I sesuai berita acara sita jaminan tanggal
2/6/1986 dan tanggal 28/7/1987 adalah sah dan berharga, dengan pertimbangan
supaya ada jaminan dikemudian haris atas tuntutan Penggugat.

Tuntutan agar putusan dapat dijalankan lebih dulu, haruslah ditolak, mengingat
SEMA RI No. 03 tahun 1978. Dari pertimbangan tersebut Majelis berpendapat bahwa
gugatan Penggugat dapat dikabulkan untuk sebagian dan menolak selebihnya.

 Dalam gugat Rekonpensi:


Segala pertimbangan dalam gugat Konpensi dianggap seluruhnya terkutip dalam
pertimbangan tentang gugatan dalam Rekonpensi ini. Dalil gugat Rekonpensi telah
dipertimbangkan dalam bagian gugatan Konpensi, yang mana pertimbangan dan
kesimpulannya telah diambil seperti diuraikan dimuka, maka Majelis berkesimpulan
bahwa gugatan Rekonpensi didukung dalil-dalil yang sama seperti dalam jawaban
gugatan Konpensi, oleh karenanya cukup beralasan untuk dinyatakan tidak dapat
diterima.

Karena masih ada tuntutan alternatif/subsidair yaitu mohon putusan seadil-


adilnya, maka putusan ini, menurut Majelis sesuai dengan bentuk penyelesaian dalam
gugatan Konpensi dimuka.

Atas dasar pertimbangan tersebut Majelis memberi putusan yang amarnya sebagai
berikut:

 MENGADILI
A) Dalam Konpensi:
Dalam Eksepsi: Menyatakan bahwa Eksepsi para Tergugat, tidak dapat diterima.
Dalam Pokok Perkara:
– Mengabulkan gugatan untuk sebagian.

– Menyatakan Tergugat I, telah melakukan “cidera janji” terhadap kedua “Lease


Back Agreement.”

– Menyatakan Tergugat II dan III telah melakukan cidera janji terhadap kedau
“Guaranty and Indemnity.”

– Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar kepada


Penggugat Rp. 390.276.216,-

– Menyatakan Sita Jaminan …………. Sah dan berharga.

– Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar uang paksa


(dwangsom) Rp. 1.000.000,- setiap hari lalai menjalankan putusan ini.

– Dst ……………. Dst ………………… Dst


B) Dalam Rekonpensi:
– Menyatakan gugatan Rekonpensi tidak dapat diterima seluruhnya.

– Dst ……………. Dst ………………… Dst

 PENGADILAN TINGGI:
Tergugat II, Sunarto dan Tergugat III, Hendrawan, menyatakan banding atas
putusan Hakim pertama.

Majelis Hakim yang mengadili perkara ini memberi pertimbangan hukum yang
pokoknya sebagai berikut:

 Dalam Provisi:
Permohonan peletakkan sita jaminan dan/atau sita revindicatoir adalah tidak
tepat diajukan sebagai gugatan dalam provisi. Oleh karena permohonan tersebut,
seharusnya diajukan bersama-sama dengan pokok perkara, maka gugatan provisi
tersebut harus dinyatakan, tidak dapat diterima.

Mengenai hal ini, Hakim Pertama belum memutus meski sudah


mempertimbangkan. Majelis Banding akan memutusnya sebagaimana pertimbangan
tersebut.

 Dalam Eksepsi:
Pertimbangan Pengadilan Negeri dalam Eksepsi, adalah tepat dan benar, serta
dijadikan pertimbangan Majelis Banding sendiri dalam putusan ini. Oleh karenanya
eksepsi Tergugat harus ditolak, bukan dinyatakan tidak dapat diterima.

 Dalam Pokok Perkara:


Tentang pokok perkara, Majelis sependapat dengan pertimbangan serta putusan
Hakim Pertama, kecuali, yang menyangkut jumlah uang, yang harus dibayar oleh para
Tergugat pada Penggugat serta “uang denda.”
Penggugat, baik dalam positanya, maupun dalam petitum jelas, menuntut agar
para Tergugat secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat uang sejumlah Rp.
326.134.960,- yang merupakan jumlah seluruh hutang para Tergugat, hingga
15/4/1986.

Hakim Pertama dalam diktum putusannya telah melebihi jumlah yang dituntut
oleh Penggugat, perhitungan Hakim Pertama sendiri menjadi Rp. 390.276.216,- Hal
demikian tidak dapat dibenarkan, karena merugikan para Tergugat, maka Majelis
Banding akan memperbaikinya sampai batas yang dituntut Penggugat, sesuai
perhitungan Penggugat.

Mengenai tuntutan agar para Tergugat diharuskan membayar “uang denda”


kepada Penggugat Rp. 1.000.000,-/hari jika lalai melaksanakan putusan, Pengadilan
Tinggi harus menolaknya, karena pada hakekatnya yang dituntut Penggugat adalah
“uang paksa” (dwangsom) yaitu hukuman pembayaran sejumlah yang terhadap yang
dikalahkan bilamana lalai membayar. Hal ini tidak dimungkinkan.

Tuntutan lainnya, karena sudah dipertimbangkan dengan benar oleh Hakim Pertama,
maka akan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi.

Mengenai gugat Rekonpensi, pertimbangan dan putusan Hakim Pertama dinilai sudah
benar sehingga akan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi.

Akhirnya Pengadilan Tinggi memberi putusan yang pokoknya sebagai berikut:

 Mengadili:
– Menerima permohonan banding.

– Memperbaiki putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dimohon banding,


sehingga amar putusan sebagai berikut:

– Dalam Konpensi:
– Dalam Provisi:
Menyatakan gugatan dalam provisi tidak dapat diterima.

– Dalam Eksepsi:
Menolak eksepsi yang diajukan Tergugat.

– Dalam Pokok Perkara:


Mengabulkan gugatan untuk sebagian.

Menyatakan Tergugat I telah melakukan cidera janji terhadap kedua “Lease BacK
Agreement.”

Menyatakan Tergugat II dan III melakukan cidera janji terhadap kedua Guaranty
and Indemnity.

Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng untuk membayar kepada


Penggugat Rp. 326.134.960,-

Menyatakan sita jaminan sah dan berharga.

Dst ……………. Dst ………………… Dst

– Dalam Rekonpensi:
– Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima.

– Dst ……………. Dst ………………… Dst

 MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA


– Para Tergugat I, II dan III menolak putusan Pengadilan Tinggi dan mengajukan
permohonan kasasi dengan keberatan sebagai berikut:

1. Gugatan Penggugat mencampur adukkan perjanjian “Leasing” dengan


perjanjian kredit; serta error in persona, yang digugat disatukan.
2. Tergugat II tidak dapat digugat sebagai Lease, karena yang jadi sengketa
bukan hutang-piutang, tetapi perjanjian Leasing.

3. Judex facti keliru menafsirkan perjanjian antara Tergugat I dengan


Penggugat.

4. Pengadilan Tinggi salah menerapkan perhitungan uang kredit, dengan


jaminan harta milik Tergugat I yang oleh Penggugat didalihkan sebagai
perjanjian leasing.

5. Judex facti tidak mempertimbangkan bukti setoran: T1-1, T1-2, T1-3 dan T1-4.

6. Judex facti tidak mempertimbangkan gugatan Rekonpensi. Padahal


Penggugat memutar fakta dengan mengembangkan perjanjian kredit menjadi
leasing.

– Menanggapi keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat keberatan 1, 2, 3


dan 6 tidak dapat dibenarkan, karena Pengadilan Tinggi, tidak salah menerapkan
hukum.

– Demikian pula dengan keberatan 4 dan 5, tidak dapat dibenarkan, karena


keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat penghargaan
tentang suatu kenyataan. Hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan kasasi ………………. Dst ……………… Dst.

– Berdasar pertimbangan tersebut di atas, maka Mahkamah Agung memberikan


putusan sebagai berikut:

 Mengadili:
Menolak permohonan kasasi yang diajukan pemohon kasasi:

1. PT INTI JAYA UTAMA;


2. ANTONIUS SUNARTO dan HENDRAWAN

 CATATAN:
– Dari putusan Mahkamah Agung tersebut diatas, dapat diangkat “Abstrak Hukum”
yang digali dari putusan judex facti yang dibenarkan oleh Mahkamah Agung sebagai
berikut:

– Sesuai dengan Hukum Perdata dan Yurisprudensi, tuntutan uang paksa


(dwangsom), tidak dapat dibebankan kepada pihak yang melakukan wanprestasi
atas pembayaran sejumlah uang.

– Permohonan Penggugat agar Hakim meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag


atau revindicatoir beslag) yang dituangkan dalam bentuk gugatan/tuntutan
provisionil, secara yuridis tidak dapat dibenarkan. Tuntutan tersebut seharusnya
diajukan bersama-sama dengan materi pokok gugatan. Tidak perlu dipisahkan dari
pokok perkara dalam bentuk tuntutan provisi.

– Pengertian yuridis sales and lease back agreement adalah merupakan suatu
perjanjian leasing – cara pembiayaan dimana pemilik barang modal menjual hak
miliknya kepada Lessor, yang selanjutnya barang modal (equipment) tersebut oleh
Lessor di Lease-kan kembali kepada pemiliknya semula.

KESIMPULAN
Lembaga pembiyayaan bisnis merupakan salah satu sarana untuk dunia perdagangan dan
disesuaikan dengan kebutuhan dari pada kegiatan usaha tersebut,lembaga pembiyayaan bisnis
adalah lembaga yang membantu di bidang dana bagi para pelaku usaha atau individi yang
membutuhkan suatu dana tertentu dalam keperluan perdagagan.

REFERENSI
Abdurrahman, A, Ensiklopedia Ekonomi Keuangan dan Perdagangan , jakrta, Pradnya Pramitra,
1991: 150.
Burton Simatupang Richard, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta 1996
Depdikas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PT. Balan Pustaka, Jakarta, 1994.
Friedman, Jack. P, Dictionary of Business Term. New York, USA, Baron’s Educational Services,
Inc, 1987:66
Fuadi Munir, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern Di Era Global, Citra Adytya
Bakti, Bandung 2002.
Nurani.nina, Hukum Bisnis Suatu Pengantar, Insan Mandiri, Bandung 2009
Klien : pengguna jasa factoring
Customer : yang berutang pada klien.

Anda mungkin juga menyukai