Anda di halaman 1dari 23

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sampah


Menurut UU Nomor 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah, mengatakan
bahwa sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang
berbentuk padat. Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi,
dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
Sampah juga didefinisikan oleh organisasi di dunia seperti American Public
Health Association (APHA), yaitu sesuatu yang tidak dapat digunakan, dibuang, yang
berasal dari kegiatan atau aktifitas manusia. Sedangkan menurut World Health
Organization (WHO), sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai,
tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya. Banyak sampah organik masih mungkin digunakan
kembali atau pendaurulangan (re-using), walaupun akhirnya akan tetap merupakan
bahan atau material yang tidak dapat digunakan kembali (Dainur, 2009).
Menurut Pramono (2003), sampah adalah limbah atau buangan yang bersifat
padat, setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiataan perkotaan atau
siklus kehidupan manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Sumber limbah padat
(sampah) perkotaan berasal dari permukiman, pasar, kawasan perkotaan dan
perdagangan, kawasan perkantoran dan sarana umum, kawasan industri, peternakan
hewan, dan fasilitas lainnya.
Berdasarkan SNI 19-2454 tahun 2002, sampah adalah limbah yang bersifat
padat terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang dianggap tidak berguna
lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan dan melindungi
investasi pembangunan, Sampah perkotaan adalah sampah yang timbul di kota.
11

2.2 Sumber-sumber Sampah


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan
Sampah, sumber sampah adalah asal timbunan sampah. Sedangkan menurut
Tchobanoglous (1993), sumber sampah antara lain berasal dari daerah pemukiman,
perdagangan, perkantoran/pemerintah, industri, lapangan terbuka,taman, pertanian
dan perkebunan.
Sampah berasal dari kegiatan penghasil sampah seperti pasar, rumah tangga,
perkotaan (kegiatan komersial/ perdagangan), penyapuan jalan, taman, atau tempat
umum lainnya, dan kegiatan lain seperti dari industri dengan limbah yang sejenis
sampah. Menurut Tchobanoglous (1993), Beberapa sumber sampah dapat
diklasifikasikan menjadi antara lain:
1. perumahan
2. komersil
3. institusi
4. konstruksi dan pembongkara
5. fasilitas umum perkotaan
6. lokasi instalasi pengolahan
7. industri
8. pertanian
Menurut Darmasetiawan (2004), sumber-sumber timbunan sampah adalah
sebagai berikut:
1. Sampah pemukiman, yaitu sampah rumah tangga berupa sisa pengolahan
makanan, perlengkapan rumah tangga bekas, kertas, kardus, gelas, kain,
sampah kebun/halaman, dan lain-lain.
2. Sampah pertanian dan perkebunan. Sampah kegiatan pertanian tergolong
bahan organik, seperti jerami dan sejenisnya. Sebagian besar samapah yang
dihasilkan selama musim panen dibakar atau dimanfaatkan untuk pupuk.
Untuk sampah bahan kimia seperti pestisida dan pupuk buatan perlu
12

perlakuan khusus agar tidak mencemari lingkungan. Sampah pertanian adalah


lembaran plastik penutup tempat tumbuh-tumbuhan yang berfungsi untuk
mengurangi penguapan dan penghambat pertumbuhan gulma namun plastik
ini bisa didaur ulang.
3. Sampah dari sisa bangunan dan konstruksi gedung. Sampah yang berasal dari
kegiatan pembangunan dan pemugaran gedung ini bisa berupa bahan organik
maupun anorganik. Sampah organik, misalnya kayu, bambu, dan triplek.
Sampah anorganik, misalnya: semen, pasir, ubin, besi, baja dan kaleng.

2.3 Timbulan Sampah


Timbulan sampah pada permukiman perkotaan berasal dari rumah tangga,
warung, bangunan umum, dan industri rumah tangga. Pertumbuhan penduduk di
kawasan permukiman perkotaan menimbulkan permasalahan pengelolaan sampah
mulai dari masalah timbulan sampah, kebutuhan tempat pemrosesan akhir sampah,
serta biaya lingkungan yang ditimbulkan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang
sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah. Model pengelolaan sampah yang dikenal saat ini antara lain
penanganan di tempat, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan
akhir (Damanhuri, 2004).
Besarnya timbulan sampah secara nyata diperoleh dari hasil pengukuran
langsung di lapangan terhadap sampah dari berbagai sumber melalui sampling yang
representativ. Menurut SNI 19-3983-1995 mengenai spesifikasi Timbulan Sampah
untuk kota kecil dan sedang di Indonesia, bila data pengamatan lapangan belum
tersedia, maka untung menghitung besaran timbulan sampah perkotaan dapat
digunakan nilai timbulan sampah berdasarkan klasifikasi kota, yaitu sebagai berikut:
13

Tabel 2.1 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Klasifikasi Kota

No Klasifikasi Kota Satuan Volume Berat


(liter/orang/hari) (Kg/orang/hari)
1 Kota Sedang 2,75-3,25 0,70-0,80
2 Kota 2,5-2,75 0,625-0,70
Sumber : SNI 19-3964-1994
2.4 Komposisi dan Karakteristik Sampah
Damanhuri (2010), menyatakan bahwa sampah dapat dikelompokkan
berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat
basah) atau % volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca,
kain, makanan, dan lain-lain. Komposisi sampah tersebut digolongkan oleh
Tchobanoglous (1993), sehingga masuk ke dalam 2 komponen utama sampah yang
terdiri dari :
1. Organik :
a. Sisa makanan
b. Kertas
c. Karbon
d. Plastik
e. Karet
f. Kain
g. Kulit
h. kayu
2. Anorganik
a. Kaca
b. Alumunium
c. Kaleng
d. Logam
e. Abu dan Debu
14

Pengolongan sampah berdasarkan sifat fisik dan kimianya menjadi :


1. Sampah ada yang mudah membusuk terdiri atas sampah organik seperti sisa
sayuran, sisa daging, daun dan lain-lain
2. Sampah yang tidak mudah membusuk seperti plastik, kertas, karet, logam, sisa
bahan bangunan dan lain-lain
3. Sampah yang berupa debu atau abu dan
4. Sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, serta sampah berasal dari
industri dan rumah sakit yang mengadung zat-zat kimia dan agen penyakit
yang berbahaya (Suarna, 2008).
Selain komposisi sampah, Damanhuri (2010), menyebutkan karakteristik lain
yang biasa ditampilkan dalam penanganan sampah yaitu karakteristik fisika lain yang
biasa ditampilkan dalam penanganan sampah yaitu karakteristik fisika dan kimia
sebagai berikut:
1. Karakteristik Fisika: yang paling penting adalah densitas, kadar air, kadar
volatil, kadar abu, nilai kalor, dan distribusi ukuran.
2. Karakteristik Kimia: khususnya yang menggambarkan susunan kimia sampah
yang terdiri dari unsur C, N, O, P, H, S dan sebagainya.
3. Data mengenai karakteristik kimia sampah dapat dilakukan dengan cara
analisa di laboratorium. Data ini erat kaitannya dengan komposisi fisisknya,
apabila komposisi organik tinggi, nilai kalornya rendah, kadar abunya rendah
dan berat jenisnya tinggi. Data ini penting dalam menentukan pertimbangan
dalam memilih alternatif pengolahan sampah dengan cara pembakaran
(incinerator). Sebagai contoh sampah yang memiliki kadar air tinggi (>55%),
nilai kalor rendah (<1300 kcal/kg), berat jenis tinggi (>200 kg/m3) tidak layak
untuk di bakar untuk dibakar dengan incinerator.
4. Sebagai gambaran mengenai karakteristik sampah di Indonesia, akan
diperlihatkan pada tabel berikut.
15

Karakteristik sampah sangat bervariasi bergantung pada komponen –komponen


sampahnya. Sebagai contoh, sampah bahan organik memiliki karakteristik tertentu
yang terkandung didalamnya. Komponen dan komposisi sampah kota dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Komponen dan Komposisi Bahan Organik Sampah Kota

Bahan Organik Komposisi


Serat Kasar (%) 4,1-6,0
Lemak (%) 3,0-9,0
Abu (%) 4,0-20,0
Air (%) 30,0-60,0
Amonium (mg/g sampah) 0,5-1,14
N organik (mg/g sampah) 4,8-14,0
Total Nitrogen (mg/g sampah) 4,0-17,0
Protein (mg/g sampah) 3,1-9,3
Keasaman (ph) 5,0-8,0
Sumber : Hadiwiyoto 1983
2.5 Jenis-Jenis Sampah
Menurut Spilsbury (2010), sampah dikelompokkan berdasarkan asalnya,
sampah padat dapat digolongkan sebagai:
1. Sampah Organik, terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian,perikanan
atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami.
Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk
sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit
buah, dan daun.
2. Sampah Anorganik, berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti
mineral dan minyak bumi atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini
tidak terdapat di alam seperti plastik dan alumunium. Sebagian zat
anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang
sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama.
16

Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga misalnya berupa botol, botol
plastik, tas plastik, dan kaleng.
Karakter sampah dapat dikenali sebagai berikut:
1. Tingkat produksi sampah
2. Komposisi dan kandungan sampah
3. Kecenderungan perubahannya dari waktu ke waktu.
Karakter sampah tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan penduduk,
pertumbuhan ekonomi dan kemakmuran serta gaya hidup dari masyarakat perkotaan.
Oleh karena itu sistem pengelolaan yang direncanakan haruslah mampu
mengakomodasi perubahan-perubahan dari karakter sampah yang ditimbulkan
(Purnaini, 2011).
Menurut Darmasetiawan (2004), berdasarkan sumbernya sampah dapat
digolongkan menjadi
a. Sampah domestik misalnya sampah rumah tangga, sampah pasar, sekolah
dan sebagainya
b. Sampah non domestik misalnya sampah pabrik, pertanian, perikanan,
industri, dan sebagainya.

2.6 Sampah Khusus


Sampah khusus adalah sampah yang memerlukan penanganan khusus untuk
menghindari bahaya yang akan ditimbulkannya. Sampah khusus meliputi:
1. Sampah dari Rumah Sakit
Sampah rumah sakit merupakan sampah biomedis, seperti sampah dari
pembedahan, peralatan (misalnya pisau bedah yang dibuang), botol infus dan
sejenisnya, serta obat-obatan (pil, obat bius, vitamin). Semua sampah ini mungkin
terkontaminasi oleh bakteri, virus, dan sebagian beracun sehingga sangat berbahaya
bagi manusia dan makhluk lainnya. Cara pencegahan dan penanganan sampah rumah
sakit antara lain:
17

 Sampah rumah sakit perlu dipisahkan


 Sampah rumah sakit harus dibakar di dalam sebuah incenerator milik rumah
sakit.
 Sampah rumah sakit ditampung di sebuah kontainer dan selanjutnya dibakar
di tempat pembakaran sampah.
 Sampah biomedis disterelisasi terlebih dahulu sebelum dibuang ke landfill
2. Baterai Kering dan Akumulator bekas
Baterai umumnya berasal dari sampah rumah tangga dan biasanya
mengandung logam berat seperti raksa dan kadmium. Logam berat sangat berbahaya
bagi kesehatan. Akumulator dengan asam sulfat atau senyawa timbal berpotensi
menimbulkan bahaya bagi manusia. Baterai harus diperlakukan sebagai sampah
khusus. Saat ini di Indonesia, baterai kering hanya dapat disimpan di tempat kering
sampai tersedia fasilitas pengolahan. Jenis sampah khusus lainnya adalah:
 Bola lampu bekas
 Pelarut dan cat
 Zat-zat kimia pembasmi hama dan penyakit tanaman seperti insektisida dan
pestisida
 Sampah dari kegiatan pertambangan dan eksplorasi minyak
 Zat-zat yang mudah meledak dalam suhu tinggi.

2.7 Manfaat Data Timbulan,Komposisi dan Karakteristik Sampah


Perkiraan timbulan sampah diperlukan untuk menentukan jumlah sampah
yang harus dikelola. Kajian terhadap data mengenai timbulan sampah merupakan
langkah awal yang dilakukan dalam pengelolaan persampahan (Tchobanoglous,
1993).
Selain itu, tujuan diketahuinya timbulan sampah adalah sebagai perkiraan
timbulan sampah yang dihasilkan untuk masa sekarang maupun pada masa yang akan
datang yang berguna untuk Tchobanoglous, 1993) :
1. Dasar dari perencanaan dan perancangan sistem pengelolaan sampah.
18

2. Menetukan jumlah sampah yang harus dikelola.


3. Perencanaan sistem pengumpulan (penentuan macam dan jumlah kendaraan
yang dipilih, jumlah pekerjaan yang dibutuhkan, jumlah dan bentuk TPS yang
diperlukan).
Manfaat mengetahui timbulan sampah adalah untuk menunjang penyusunan
sistem pengelolaan persampahan di suatu wilayah, data yang tersedia dapat
diguanakn sebagai bahan penyusun solusi alternativ sistem pengelolaan sampah yang
efisien dan efektif. Selain itu informasi mengenai timbulan sampah yang diketahui
akan berguna untuk menganalisis hubungan antara elemen-elemen pengelolaan
sampah antara lain untuk (Damanhuri, 2004) :
1. Pemilihan peralatan
2. Perencanaan rute pengkakutan
3. Fasilitas untuk daur ulang
4. Luas dan jenis TPA
Komposisi sampah merupakan penggambaran dari masing-masing komponen
yang terdapat dalam buangan padat dan distribusinya. Biasanya dinyatakan dalam
persen berat (%). Informasi tentang komposisi sampah dibutuhkan untuk penentuan
luas areal tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dan pengolahan sampah secara
biologi seperti pengolahan composting. Komposisi sampah dibagi kedalam kategori
sampah yang terdekomposisi (pd) dan sampah yang tidak terdekomposisi (Pnd)
(Azkha dkk, 2006).
Komposisi sampah dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
menentukan pilihan kalayakan pengolahan sampah khususnya daur ulang dan
pembuatan kompos serta kemungkinan penggunaan gas landfill sebagai energi
alternatif (Darmasetiawan, 2004).
Data mengenai komposisi sampah dan karakteristik sampah memiliki
perbedaan khusus. Dari literatur yang telah dikaji, maka terdapat perbedaan dari
kedua data tersebut. Data komposisi sampah lebih kepada komponen fisik yang
19

terdapat pada sampah sehinga apabila dilihat secara kasat mata akan dapat langsung
dibedakan apa saja komponen-komponennya dalam sebuah gundukan sampah
(apakah itu kertas, sisa makanan, kayu,plastik atau lainnya) tanpa harus mengadakan
penelitian laboratorium terlebih dahulu. Sedangkan untuk mengetahui karakteristik
sampah harus dilakukan serangkaian perhitungan dan analisis laboratorium terlebih
dahulu. Karakteristik sampah dapat berupa kondisi fisisk (seperti berat jenis, faktor
pemadatan, ukuran dan distribusi partikel), kondisi kimia (kelembapan, kadar volatil,
kadar abu, rasio C/N, dan kandungan energi) serta kondisi biologinya (seperti jumlah
lalat atau mikroorganisme pembentuknya). Analisis karakteristik sampah sangat
diperlukan dalam perencanaan sistem penegelolaan sampah kota, terutama dalam hal
pengelolaaan sampah kota, terutama dalam hal pengolahan sampah. Berikut ini
adalah manfaat dari karakteristik sampah tersebut (Azkha dkk, 2006).
1. Karakteristik Fisik
Karakteristik fisik penting dalam hal pemilihan dan pengoperasian peralatan
dan fasilitas pengolahan. Karakteristik fisik yang dianalisis adalah berat jenis,
kelembapan, ukuran dan distribusi partikel serta penentuan angka kompaksi atau
faktor pemadatan.
a. Berat jenis
Diukur dengan satuan kg/liter atau gram/liter. Elemen yang diukur untuk
mengetahui biasanya berdasarkan komposisi sampahnya. Misalnya berat
jenis sampah kertas adalah 0,07 kg/liter
b. Faktor pemadatan
Faktor pemadatan (angka kompaksi) merupakan perbandingan volume
akhir dan volume awal sampah, faktor pemadatan ini diperlukan untuk
menentukan besarmya timbulan sampah dalam satuan volume.
20

c. Ukuran dan Distribusi Partikel


Penentuan ukuran dan distribusi partikel sampah digunakan untuk
menetukan jesnis pengolahan sampah, terutama untuk memisahkan
partikel besar dengan partikel kecil.
2. Karakteristik Kimia
Penentuan karakteristik kimia sampah diperlukan dalam mengevaluasi
alternatif suatu proses dan sistem recovery yang adapat dilakukan pada suatu limbah
padat, misalnya untuk mengetahui kelayakan proses pembakaran sampah dan
pengolahan biologis.
a. Kelembaban (Kadar Air)
Dengan mengetahui kelembapan atau kadar air sampah dapat ditentukan
frekuensi pengumpulan sampah. Frekuensi pengumpulan sampah
dipengaruhi oleh komposisi sampah yang dikandungnya. Kelembapan
sampah juga dipengaruhi oleh komposisi sampah, musim dan curah hujan.
b. Kadar Volatil
Penentuan kadar volatil sampah bertujuan untuk memperkirakan seberapa
besar efektivitas pengurangan (reduksi) sampah menggunakan metode
pembakaran berteknologi tinggi (incinerator)
c. Kadar Abu
Kadar abu merupakan sisa proses pembakaran pada suhu tinggi. Dengan
penentuan kadar abu ini akan dapat dilihat bagaimana keefektifan kinerja
dari proses pembakaran tersebut.
d. Rasio C/N
Rasio C/N merupakan faktor penting dalam mendesain pengolahan
sampah biologi seperti dalam pembentukan kompos.
e. Kandungan Energi
Penentuan kandungan energi sampah diperlukan dalam proses pengolahan
sampah terutama pengolahan secara thermal. Kandungan energi sampah
21

domestik diukur dengan satuan Btu/lb. Untuk menentukan rata-rata


kandungan energi sampah domestik, maka hasil ini dikalikan dengan
presentasi komposisi masing-masing jenis sampah, sehingga didapatkan
rata-rata kandungan energi sampah domestik.
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi dapat menggunakan indikator kehadiran (jumlah) lalat
dalam sampel sanpah.
a. Jumlah lalat
Kehadiran atau jumlah lalat dalam sampel sampah dilakukan dengan
meletakkan alat Fly Grill di atas tumpukan sampah sesuai dengan masing-
masing klasifikasinya. Dengan demikian, semakin besar timbulan sampah
dan komposisi sampah makanannya, jumlah kehadiran lalat pun semakin
besar.
2.8 Pengelolaan Sampah
Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan
kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Dari sudut
pandang kesehatan lingkungan, pengelolaan sampah dipandang baik jika sampah
tersebut tidak menjadi media berkembang biaknya bibit penyakit serta sampah
tersebut tidak menjadi medium prantara menyebar luasnya suatu penyakit. Syarat
lainnya yang harus dipenuhi, yaitu tidak mencemari udara, air dan tanah, tidak
menimbulkan bau (tidak mengganggu nilai estetis), tidak menimbulkan kebakaran
dan yang lainnya (Suarna, 2008).
Menurut SNI 19-2454-2002 tentang Tata Cara Teknik Operasional
Pengelolaan Sampah Perkotaan, faktor-faktor yang mempengaruhi sistem
pengelolaan sampah perkotaan, meliputi :
1. Kepadatan penduduk dan penyebaran penduduk
2. Karakteristik fisik lingkungan dan sosial ekonomi
3. Timbulan dan karakteristik sampah
22

4. Budaya sikap dan prilaku masyarakat


5. Jarak dari sumber sampah ke tempat pembungan akhir sampah
6. Rencana tata ruang dan pengembangan kota
7. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir
8. Biaya yang tersedia
9. Peraturan daerah setempat
Pengelolaan sampah perkotaan juga memiliki faktor-faktor pendorong dan
penghambat dalam upaya peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah. Menurut hasil penelitian Nitikesari (2005), faktor-faktor tersebut diantaranya
adalah tingkat pendidikan, penempatan tempat sampah di dalam rumah, keberadaan
pemulung, adanya aksi kebersihan, adanya peraturan tentang persampahan dan
penegakan hukumnya.
Selain itu, menurut Suarna (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi
pengelolaan sampah diantaranya :
a. Sosial politik, yang menyangkut kepedulian dan komitmen pemerintah
dalam menentukan anggaran APBD untuk pengelolaan lingkungan
(sampah), membuat keputusan publik dalam pengelolaan sampah serta
upaya pendidikan, penyuluhan dan latihan ketrampilan untuk
meningkatkan kesadaran dan pertisipasi masyarakat dalam pengelolaan
sampah.
b. Aspek sosial demografi, yang meliputi sosial ekonomi (kegiatan
pariwisata, pasar dan pertokoan, dan kegiatan rumah tangga.
c. Sosial budaya, yang menyangkut keberadaan dan interaksi antar lembaga
desa/adat, kegiatan ritual upacara adat/keagamaan), nilai struktur ruang
Tri Mandala, jiwa pengabdian sosial yang tulus, sikap mental dan perilaku
warga yang apatis.
d. Keberadaan lahan untuk tempat penampungan sampah
23

e. Finansial (keuangan) keberadaan lembaga swadaya masyarakat (LSM),


dan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam penanggulanan masalah
lingkungan (sampah).
2.8.1 Enam Elemen Fungsional
Menurut (Tchobanoglous, 1993) adalah pemilihan dan penerapan teknologi
dan manajemen untuk mencapai tujuan pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah
terpadu dapat dilakukan setelah melakukan evaluasi terhadap seluruh elemen unit
fungsional sistem persampahan, yaitu:
1. Timbulan sampah (waste generation)
2. Penanganan, pemilahan, pewadahan, dan pemrosesan sampah
disumbernya
3. Pengumpulan
4. Pemilahan dan pemrosesan serta transformasi/perubahan bentuk dari
sampah
5. Pemindahan dan pengangkutan
6. Pembuangan

Pengangkutan

Pewadahan Pengumpulan
dan
pemindahan
Sumber Pembuangan
Sampah Akhir

Gambar 2.1 Pengelolaan Sampah


Sumber : Tchobanoglous, 1993
24

2.8.2 Pengolahan Sampah


(Tchobanoglous, 1993) dalam bukunya menyebutkan hierarki pengolahan
sampah dari alternative pilihan pada urutan pertama dan pilihan terbaik
setelahnya adalah sebagai berikut :
1. Penguranagan limbah pada sumbernya (Source reduction)
2. Daur ulang (Recycling)
3. Perubahan bentuk limbah (Waste Transformation)
4. Landfilling
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pengolahan
sampah menurut (Tchobanoglous, 1993), adalah sebagai berikut :
1. Jumlah limbah
Apabila jumlah limbah sedikit setidaknya dapat dengan mudah untuk kita
tangani sendiri. Sedangkan apabila jumlah limbah banyak, maka
membutuhkan penanganan khusus tempat dan sarana pembuanagan yang
memadai.
2. Sifat fisik dan kimia limbah
Sifat fisik mempengaruhi pilihan tempat pembuangan, sarana
pengangkutan dan pilihan pengolahannya sifat kimia dari limbah padat
akan merusak dan mencemari lingkungan dengan cara membentuk
senyawa-senyawa baru.
3. Kemungkinan pencemaran dan kerusakan lingkungan
Lingkungan memiliki batas daya dukungnya terhadap pencemaran,
sehingga perlu memperhatikan dampak yang akan ditimbulkan dari lokasi
Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
4. Tujuan akhir dari pengolahan
Terdapat tujuan akhir dari pengolahan yaitu bersifat ekonomis dan besifat
non-ekonomis. Tujuan pengolahan yang bersifat ekonomis adalah dengan
meningkatkan efisiensi pabrik secara menyeluruh dan mengambil kembali
25

bahan yang masih berguna untuk di daur ulang atau dimanfaatkan


kembali. Sedangkan tujuan pengolahan yang bersifat non-ekonomis
adalah untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan.
2.9 Potensi Reduksi Sampah
Berbagai komponen sampah menyimpan potensi untuk dapat dimanfaatkan
kembali, atau diolah untuk menghasilkan produk baru non energi melalui proses
recovery dan recycling. Menurut Trihadiningrum (2010), potensi reduksi sampah
kota dapat ditetapkan berdasarkan material balance, dengan memperhitungkan
recovery factor setiap komponen sampah. Yang dimaksudkan dengan recovery factor
adalah persentasi setiap komponen sampah yang dapat dimanfaatkan kmbali, di-
recovery atau didaur ulang. Selebihnya merupakan residu yang memerlukan
pembuangan akhir atau pemusnahan.
Faktor pemulihan biasanya digunakan sebagai dasar pada perencanaan
Material Recovery Facilities (MRF) yang berfungsi untuk mengurangi jumlah
sampah yang akan dibebankan kepada TPA. MRF merupakan komponen utama dari
sistem pengelolaan manajemen sampah. MRF merupakan sebuah fasilitas yang
menerima bahan berupa material sampah yang berasal dari sumber sampah baik
dalam keadaan tercampur maupun sudah mengalami proses berkelanjutan dari
pengelolaan sampah untuk dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku pada
proses selanjutnya (Tchobanoglous, 1993).

Gambar 2.2 Pengolahan Sampah Berbasis Masyarakat


Sumber : Tchobanoglous, 1993
26

2.9.1 Daur Ulang Sampah


Daur ulang sampah adalah penggunaan kembali barang yang sudah tidak
digunakan untuk dijadikan produk lain (Furqonita, 2007). Sedangkan menurut Burnie
(1999), daur ulang adalah proses yang menguraikan suatu produk menjadi bahan-
bahan mentah aslinya sehingga daapat digunakan kembali. Tujuan daur ulang antara
lain mengurangi sampah terutama sampah anorganik, menghindari kerusakan
lingkungan, menjaga keeseimbanagn wkosistem sehingga dapat menghemat energi
dan bahan mentah (Furqonita, 2007). Saat ini prinsip daur ulang bukan hanya terbatas
pada recycling namun lebih dari itu. Di Indonesia saat ini, konsep daur ulang
dipublikasikan kepada masyarakat dalam bentuk 5R (reduce, reuse, recycle, replace,
rethink), yang dibantu oleh Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS). TTPS adalah
wadah adhoc inter-departmen yang bertugas mengkoordinasi kegiatan-kegiatan
pembangunan sanitasi serta merumuskan arah kebijakan strategi pembangunan
sanitasi nasional. TTPS beranggotakan perwakilan dari Bappenas, Departemen
Dalam Negeri, Kementrian Negara Perumahan Rakyat, Departemen Keuangan,
Departemen Perindustrian, Departemen Kesehatan, Departemen Pekerjaan Umum
dan Kementrian Lingkungan Hidup (Sanitasi).
Daur ulang sampah memberikan keuntungan-keuntungan sebagaimana
diuraikan dalam (USEPA, 2006) yaitu :
1. Menghemat penggunaan sumber daya alam
2. Mengurangi emisi gas-gas pencemar udara dan polutan lain
3. Menghemat penggunaan energi
4. Menyediakan bahan baku untuk industri
5. Menyediakan lapangan kerja
6. Menstimulasi perkembangan teknologi ramah lingkunagn
7. Mengurangi kebutuhan akan lahan TPA dan incenerator

Selanjutnya, TTPS akan menjabarkan upaya konsep 3 R untuk daerah


perumahan seperti berikut ini
27

Tabel 2.3 Prinsip Penanganan 3-R di Daerah Perumahan

Penanganan 3-R Prinsip Penanganan


1. Reduce a. Hindari pemakaian dan
pembelian produk ysng
menghsdilksn sampah dalam
jumlah besar.
b. Gunakan produk yang dapat
diisi ulang.
c. Kurangi penggunaan bahan
sekali pakai
d. Jual atau berikan sampah yang
telah terpisah kepada pihak
yang memerlukan.
2. Reuse a. Gunakan kembali
wadah/kemasan untuk fungsi
yang sama atau fungsi lainnya.
b. Gunakan wadah/kantong yang
dapat digunakan berulang-
ulang.
c. Gunakan baterai yang dapat
diisi kembali.
d. Kembangkan manfaat lain dari
sampah.
3. Recycle a. Pilih produk dan kemasan yang
dapat didaur ulang dan mudah
terurai.
b. Lakukan penanganan sampah
untuk sampah organik menjadi
kompos dengan berbagai cara
yang telah ada atau manfaatkan
sesuai dengan kreativitas
masing-masing.
c. Lakukan penanganan sampah
anorganik menjadi barang yang
bermanfaat
Sumber : Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (2009)
Pengelolaan sampah 3R berbasis masyarakat merupakan paradigma
baru dalam pengelolaan sampah. Paradigma baru tersebut lebih ditekankan
kepada metoda penguranagan sampah yang lebih arif dan ramah lingkungan.
Metode tersebut lebih menekankan kepada tingkat perilaku konsumtif dari
28

masyarakat serta kesadaran terhadap kerusakan lingkungan akibat bahan tidak


terpakai lagi yang berbemtuk sampah. Penguramgan sampah dengan metode 3R
berbasis masyarakat lebih menekankan kepada cara pengurangan sampah yang
dibuang oleh individu, rumah, atau kawasan seperti RT ataupun RW. Dari
pendekatan tersebut, maka didalam pelaksanaa pengelolaan sampah 3R berbasis
masyarakat terdapat tiga kegiatan yang harus dilakukan secara sinergi dan
berkesinambunagn, yaitu (Dept PU, 2010) :
1. Proses pengelolaan sampah sejak dikeluarkan oleh masyarakat.
2. Proses pemahaman masyarakat dalam pengelolaan sampah dengan
metode 3R.
3. Proses pendampingan kepada masyarakat pelaku 3R.
2.10 Metode Pengambilan dan Pengukuran Sampel Timbulan dan
Komposisi Sampah Domestik Berdasarkan SNI 19-3964-1994
Dalam menentukan jumlah timbulan, komposisi dan karakteristik sampah
domestik, mengacu kepada standar SNI 19-3964-1994 tentang metodePengambilan
dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Meliputi
beberapa langkah yaitu :
1. Perhitungan jumlah sampel
Jumlah contoh sampel jiwa dan kepala keluarga (KK) berdasarkan kota dapat
dilihat di tabel 2.4
Tabel 2.4 Jumlah Contoh Jiwa dan KK
Kalsifikasi Kota Jumlah Penduduk Jumlah Contoh Jiwa Jumlah KK
Metropolitan 1.000.000-2.500.000 1.000-1.500 200-300
Besar 500.000-1.000.000 700-1.000 140-200
Sedang kecil 3000-500.000 150-350 30-70
Sumber : SNI 19-3964-1994 Metode Pengambilan dan Pengukuran
Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan dan untuk menentukan
berapa banyak sampel yang akan diambil, dapat dihitung berdasarkan rumus di
bawah ini
S = Cd√ps (2.1)
29

Dimana : S = Jumlah sampel (jiwa)


Ps = Populasi (jiwa)
Cd = Koefisien perumahan
Untuk kota besar/metropolitan,Cd=1
Kota sedang, kecil, Cd= 0,5
2. Untuk menentukan jumlah sampling keluarga
𝑆
𝐾=𝑛 (2.2)

Dimana : K = Jumlah sampel keluarga


S = Jumlah sampel jiwa
N = Jumlah jiwa perkeluarga
3. Menentukan lokasi sampling perumhan, kategori perumahan ditentukan
berdasarkan :
a. keadaan fisik perumahan
b. pendapatan rata-rata kepala keluarga
c. fasilitas rumah tangga yang ada
4. menentukan jumlah sampling masing-masing pendapatan
HI = %HI × K (2.3)
MI = %MI × K
LI = %LI × K
Dimana :% HI,MI,LI = proporsi income penduduk(%)
K = Jumlah keluarga (jiwa)
5. Perhitungan timbulan sampah
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑑𝑜𝑚𝑒𝑠𝑡𝑖𝑘 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ (2.4)

6. Perhitungan berat jenis sampah


𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐽𝑒𝑛𝑖𝑠 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ = 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 (2.5)

7. Perhitungan komposisi sampah


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑛𝑒𝑛
𝑘𝑜𝑚𝑝𝑜𝑠𝑖𝑠𝑖 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
× 100% (2.6)
30

8. Perhitungan kadar air sampah


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑥)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑦)
%𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑋)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝐴) (2.7)

9. Perhitungan kadar volatile sampah


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 105℃(𝑥)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 600℃ (𝑦)
% 𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑣𝑜𝑙𝑎𝑡𝑖𝑙 = × 100% (2.8)
𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑥)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑖𝑜𝑛𝑔(𝐴)

10. Perhitungan kadar abu sampah


𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 600℃(𝑥)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 900℃(𝑦)
%𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑏𝑢 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑖 (𝑥)−𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑎𝑤𝑎𝑛 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 (𝐴) × 100% (2.9)

Penentuan timbulan sampah kota diawali penentuan jumlah sampel. dalam


pelaksanaan sampling, sedapat mungkin diperoleh tingkat kepercayaan atau
keakuratan data yang besar dengan kesalahan sekecil-kecilnya, yaitu berkisar antara
90%-100% dengan tipikal 95%. Untuk itu, dilakukan evaluasi hasil survei dengan
menentukan parameter-parameter berikut :
1. Sampling Ratio (SR),yaitu perbandingan jumlah penduduk yang
disampling dengan jumlah penduduk total.
∑ 𝑃𝑠𝑝
𝑆𝑅 = (2.10)
𝑝𝑡

Dimana : SR = Sampling Ratio


Psp = Populasi penduduk yang disampling
Pt = populasi penduduk kota
2. Percent Sampling Error (PSE), yaitu jumlah berat atau volume sampah
yang tidak disampling dibagi dengan jumlah berat atau volume sampah
total seluruh kota
∑ 𝑄𝑡−∑ 𝑄𝑠𝑝
𝑃𝑆𝐸 = ∑ 𝑄𝑡
(2.11)

Dimana : PSE = Percent Sampling Error


Qsp = Volume sampah sampling
Qt = volume sampah total kota
31

2.11 Gambaran Umum Wilayah Studi Tenayan Raya


2.11.1 Umum
Kecamatan Tenayan Raya merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kota
Pekanbaru, terdiri 116 RW dan 440 RT. atas 13 kelurahan yaitu kelurahan Kulim,
Kelurahan Tangkerang Timur, Kelurahan Rejosari, Kelurahan Bencah Lesung,
Kelurahan Sialang Rampai, Kelurahan Pevatuan, Kelurahan Mentangor, Kelurahan
Pematang Kapau, Kelurahan Sialang Sakti, Kelurahan Tuah Negeri, Kelurahan
Melebung, Kelurahan Industri Tenayan dan Kelurahan Bambu Kuning. Dengan
batas-batas wilayah Tenayan Raya adalah :
 Sebelah Utara : Berbatasan Dengan Sungai Siak
 Sebelah Selatan : Berbatasan Dengan Kabupaten Kampar
 Sebelah Barat : Berbatasan Dengan Sungai Sail
 Sebelah Timur : Berbatasan Dengan Kabupaten Pelalawan Dan
Kabupaten Siak
2.11.2 Demografi
A. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk Kecamatan Bukit Raya mencapai 163.610 jiwa pada tahun 2017.
Angka ini mengalami kenaikan sebesar 3,21 persen dari tahun 2016. Kepadatan
penduduknya mencapai 955 jiwa/km2, dengan kelurahan terpadat adalah Kelurahan
Rejosari.
Tabel 2.5 Data Penduduk Kecamatan Tenayan Raya

No Kelurahan Jumlah KK Perempuan Laki-laki Jumlah Jumlah


RT RW
Jhhj
1 Kulim 869 968 1.073 2.041 9 4
2 Tangkerang 4.586 9.864 10.174 20.038 39 10
Timur
3 Rejosari 5.421 11.090 11.463 22.553 68 17
4 Bencah lesung 4.903 10.846 11.476 22.322 43 10
5 Sialang rampai 1.686 1.851 2.921 4.772 24 7
6 Pebatuan 2.556 5.086 5.386 10.472 24 12
7 Mentangor 4.386 7.201 7.570 14.771 58 18
8 Pematang kapau 4.162 7.465 7.952 15.417 54 13
32

9 Sialang sakti 2.787 10.433 11.192 21.625 64 15


10 Tuah negeri 956 3.073 3.267 6.340 17 7
11 Melebung 138 366 475 845 4 1
12 Industry tenayan 410 1.268 1.285 2.553 9 2
13 Bambu kuning 4.796 9.715 10.146 19.861 49 13
Jumlah 37.904 79.226 84.384 163.610 440 116
Sumber : BPS Kota Pekanbaru, 2018
B. Geologi, Hidrologi Iklim
Kecamatan Tenayan Raya merupakan salah satu kecamata di Kota Pekanbaru dengan
topografi relatif datar dan sebagian bergelombang. Adapun kondisi topografi
kelurahan-kelurahan yang ada di Kecamatan Tenayan Raya berkisar antara 16-74 m
diatas permukaan laut.
Tenayan Raya pada umumnya beriklim tropis dengan rata-rata suhu udara
maksimun berkisar antara 32,10oC - 34,60oC dan suhu minimun berkisar antara
22,00oC - 22,60oC dengan curah hujan 56,0 - 614,0 mm.
Dari segi hidrologinya, Kecamatan Tenayan Raya dilalui oleh sungai-sungai
kecil seperti Sungai Tenayan, Sungai Sail, Sungai Penampuan dan Sungai Pebatuan.
Kawasan Kecamatan Tenayan Raya ini juga berbatasan langsung dengan Sungai
Siak.

Anda mungkin juga menyukai