Anda di halaman 1dari 9

SKENARIO 5:

Pak Yanto dan Anaknya

Pak Yanto 50 tahun dirujuk dari RSUD Sawahlunto ke RS Dr M Djamil Padang dengan keluhan kedua kaki
lumpuh sejak 1 minggu yang lalu. Awalnya kaki kanan terasa kebas, kemudian diikuti oleh kelemahan,
keesokan harinya kelemahan juga mengenai kaki kiri, hingga tidak bisa jalan. Sejak itu kencing pun tidak bisa
keluar, sehingga dipasang Folley catheter. Dari pemeriksaan fisik didapatkan pasien sadar, kooperatif, tekanan
darah 120/80 mmhg. nadi 84X/menit, nafas 18 x/menit, suhu 36,90C. Kekuatan lengan normal, kekuatan kaki
0/0/0 kiri dan kanan. Ditemukan anestesi mulai dari dermatom torakal 10 ke bawah. Biceps dan Triceps ++/++,
KPR dan APR +++/+++, Reflek Babinsky +/+. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, Pak Yanto dirawat di bangsal
Penyakit Saraf.

Pak Yanto bertanya kepada dokter yang menanganinya, apakah penyakitnya sama dengan penyakit anaknya,
Neni 17 tahun yang mengalami kelemahan pada keempat anggota gerak dan sudah berulang sebanyak 3 kali
sejak 1 tahun ini. Kelemahan biasanya dipicu oleh kelelahan, setelah berkeringat banyak atau setelah mengalami
muntah dan diare. Kalau mengalami kelemahan biasanya Neni harus di rawat, lalu diinfus, kemudian
kelemahannya membaik, sehingga bias beraktivitas seperti biasa dan dokter selalu menyarankan agar banyak
makan pisang, minum air kelapa danbuah-buahan lain yang banyak mengandung elektrolit.

Bagaimana anda menjelaskan apa yang terjadi pada kedua pasien tersebut ?

STEP 1 : TERMINOLOGI

1. Lumpuh : atau disebut juga paralisis merupakan ketidak mampuan kelompok otot untuk bergerak secara
volunter.
2. kebas : atau disebut juha Paresthesia terjadi karena adanya hambatan dari syaraf atau hambatan dari
pembuluh darah yang mensuplai darah ke syaraf. Bila hambatannya tidak terlalu kuat, terjadi kesemutan;
namun bila kuat akan terjadi kebas.
3. Folley catheter : bisa juga disebut kateter balon (balloon catheter) adalat alat medis untuk mengambil urine
dalam sistem tertutup sehingga bebas dari udara dan polusi di sekitarnya. Biasanya foley catheter / balloon
catheter ini dihubungkan ke urine bag atau urometer / urinemeter.
4. dermatom torakal : Dermatom adalah kawasan/area kulit pada satu sisi tubuh yang menerima sinyal dari
satu saraf spinalis. Dermatom merupakan zona dari informasi sensoris atau perasaan yang dibawa oleh
cabang saraf di area tersebut. Ada 8 saraf servikal, 12 saraf torakal, 5 saraf lumbal dan 5 saraf sakral.
Masing masing saraf menyampaikan rangsangan dari kulit yang dipersarafinya ke otak.
5. KPR (Knee Pess Reflex) : orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan
tergantung bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut. Ketuklah
tendon patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps.
6. APR (Achilles Pess Reflex) : tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada
tendon Achilles sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastrocnemius.
7. Reflek Babinsky : Refleks ini adalah khas (spesifik) bagi suatu lesi pada traktus piramidalis. Refleks
ini tidak dapat ditimbulkan pada orang sehat kecuali pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun.
Pada kaki, gerak reflektorik patologik berupa dorso-eksternsi ibu jari kaki dan pengembangan ibu jari-jari
kaki lainnya sebagai jawaban atas penggoresan terhadap bagian lateral dari telapak kaki yang disebut
sebagai Babinski.
Perbedaan gerak refleks antara kelemahan upper motor neuron dan lower motor neuron pada babinski
adalah pada upper motor neuron refleksnya meninggi dan babinskinya positif. Sedangkan pada lower motor
neuron refleksnya menurun atau bahkan tidak ada, dan babinskinya negatif.

STEP 2 : IDENTIFIKASI MASALAH

1. Mengapa harus dilakukan rujukan pada pak yanto dari RSUD sawahlunto ke RS M Djamil dengan keluhan
kedua kaki lumpuh?
2. Mengapa bisa terjadi kedua kaki lumpuh sejak 1 minggu lalu pada Pak Yanto?
3. Mengapa kaki kanan terasa kebas, kemudian esok harinya lemah ke kaki kiri, hingga tidak bisa jalan?
Bagaimana mekanismenya?
4. Mengapa kencing tidak bisa keluar pada pasien Lumpuh kedua kaki?
5. Apa indikasi dipasangnya folley catheter?
6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik Pak Yanto? (pasien sadar, kooperatif, tekanan darah 120/80
mmhg. nadi 84X/menit, nafas 18 x/menit, suhu 36,90C. Kekuatan lengan normal, kekuatan kaki 0/0/0 kiri
dan kanan. Ditemukan anestesi mulai dari dermatom torakal 10 ke bawah. Biceps dan Triceps ++/++, KPR
dan APR +++/+++, Reflek Babinsky +/+. )
7. Mengapa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di bangsal penyakit saraf pada Pak Yanto?
8. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada Pak Yanto di bangsal saraf?
9. Mengapa neni 17 tahun mengalami kelemahan pada keempat anggota gerak dan sudah berulang sebanyak 3
kali sejak 1 tahun ini?
10. Bagaimana hubungan penyakit Pak Yanto sama dengan penyakit anaknya?
11. Mengapa kelelahan, selalu berkeringat banyak, muntah dan diare bisa memicu kelemahan pada keempat
anggota gerak Neni?
12. Mengapa Neni harus dirawat dan diinfus ketika mengalami kelemahan sehingga bisa berkativitas seperti
biasa?
13. Mengapa dokter menyarankan agar banyak makan pisang, minum air kelapa dan buah buah lain yang
banyak mengandung elektrolit pada Neni?

STEP 3 : BRAIN STORMING

1. Mengapa harus dilakukan rujukan pada pak yanto dari RSUD sawahlunto ke RS M Djamil dengan
keluhan kedua kaki lumpuh?
Untuk menatalaksana lebih lanjut dan untuk memastikan diagnosis pada penyakit pasien, selain itu juga untuk
menunjang fasilitas kesehatan pasien

Sebagai langkah awal diagnosis, dokter akan mengajukan beberapa pertanyaan tentang riwayat kesehatan
keluarga dan gejala-gejala yang pasien alami. Kemudian, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik terutama
pemeriksaan saraf motorik dan sensorik penderita.

Dokter juga mungkin akan melakukan serangkaian tes pencitraan untuk mendapatkan gambar bagian dalam
tubuh secara detail. Beberapa jenis tes pencitraan untuk mendiagnosis paraplegia, antara lain:

 Foto Rontgen. Untuk mendeteksi adanya tumor atau retakan pada tulang belakang.
 CT scan. CT scan dapat memahami lebih jauh tentang tingkat keparahan cedera tulang belakang yang
dialami.
 MRI bagian otak dan tulang belakang. Untuk melihat kelainan yang memiliki risiko menekan saraf
tulang belakang.
 Elektromiografi (EMG). Pada pemeriksaan ini, sensor akan mengukur aktivitas listrik pada otot dan
saraf penderita.

2. Mengapa bisa terjadi kedua kaki lumpuh sejak 1 minggu lalu pada Pak Yanto?
Paraplegia adalah kondisi hilangnya kemampuan untuk menggerakkan anggota tubuh bagian bawah yang
meliputi kedua tungkai dan organ panggul. Paraplegia dapat terjadi hanya sementara atau bahkan menjadi
permanen tergantung dari penyebabnya. Berbeda dengan paraparesis yang masih dapat menggerakan kedua
tungkai walaupun kekuatannya berkurang, paraplegia sama sekali tidak dapat menggerakan kedua tungkai.

Jika dilihat berdasarkan efek dan gejalanya pada otot, paraplegia terbagi menjadi:

 Paraplegia spastik. Otot-otot tubuh pada bagian yang mengalami kelumpuhan dalam kondisi kaku dan
tegang.
 Paraplegia flaksid. Otot-otot tubuh pada bagian yang mengalami kelumpuhan dalam kondisi lemas
dan terkulai. Kondisi otot ini cenderung bisa mengkerut.

Penyebab Paraplegia
Umumnya, paraplegia terjadi akibat adanya gangguan di rangkaian sistem saraf yang mengendalikan otot-otot di
area tersebut. Beberapa hal yang menyebabkan seseorang mengalami paraplegia, antara lain:

 Cedera saraf tulang belakang. Saraf tulang belakang berfungsi menyalurkan sinyal dari otak ke seluruh
tubuh. Cedera saraf tulang belakang di bawah bagian leher dapat menyebabkan paraplegia. Saraf tulang
belakang adalah bagian dari sistem saraf utama tubuh, dan menjadi saraf utama yang mengalirkan sinyal
dari dan menuju otak serta tubuh secara keseluruhan. Tingkat keparahan kelumpuhan yang terjadi akan
tergantung dari lokasi cedera atau kerusakan yang dialami. Semakin dekat dengan leher, maka semakin
parah juga kondisinya. Dalam kondisi patah tulang leher, penderita mungkin akan mengalami kelumpuhan
yang dapat mengakibatkan fungsi paru dan otot-otot pernapasan terganggu.
 Multiple sclerosis. Kondisi ini dapat menyebabkan rusaknya selaput pelindung saraf pada otak dan saraf
tulang belakang akibat serangan sistem kekebalan tubuh sendiri. Multiple sclerosis dapat menyebabkan
paraplegia tergantung dari selaput pelindung saraf mana yang terkena.
 Sindrom Guillain-Barré, merupakan kondisi rusaknya sistem saraf perifer yang mengendalikan
pergerakan dan sensasi rasa yang diterima tubuh. Umumnya kelemahan pada sindrom Guillain-Barre mulai
dari kedua tungkai, namun bisa menyebar ke atas. terjadi reaksi abnormal dari sistem kekebalan tubuh yang
menyerang saraf tepi dan menimbulkan peradangan.
 Spina bifida, adalah sebutan untuk kondisi cacat lahir yang memengaruhi perkembangan tulang belakang
dan sistem saraf.
 Hereditary spastic paraplegia, adalah kumpulan gangguan akibat kelainan genetik yang mengakibatkan
tubuh bagian bawah penderita melemah secara perlahan dan menjadi kaku.
 Tropical spastic paraparesis, terjadi akibat infeksi virus T-cell lymphotrophic tipe 1 yang menyerang
sistem saraf dan mengakibatkan kelemahan dan kekakuan kedua tungkai.
 Tumor saraf tulang belakang, baik yang berasal dari saraf tulang belakang maupun akibat penyebaran
dari organ lain, dapat menekan saraf tulang belakang dan menyebabkan paraplegia.
 Infeksi, seperti tuberkulosis saraf tulang belakang (Pott’s paraplegia) atau polio, dapat menyebabkan
paraplegia.
 Sindrom pasca polio, merupakan kelumpuhan yang muncul beberapa dekade setelah terinfeksi virus polio.
terjadi saat virus polio merusak sel saraf motorik (motor neurons), yang berfungsi untuk pergerakan.
 Penyakit dekompresi, merupakan komplikasi akibat menyelam yang menyebabkan kelumpuhan akibat
gelembung gas yang terbentuk dan mengganggu sistem saraf.
 Ataksia Friedreich, ketidakmampuan tubuh memproduksi protein frataxin, protein yang bertugas mengatur
aliran zat besi dalam sel saraf, yang disebabkan karena terjadinya mutasi pada gen GAA. Pada kelainan ini
terjadi penumpukan zat besi di dalam sel saraf yang kemudian menyebabkan kerusakan sel.
 Penyakit Lyme, disebabkan oleh infeksi bakteri yang ditularkan oleh kutu. Pada saat menghisap darah,
kutu tersebut memasukkan bakteri ke dalam darah yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dan
kelumpuhan sementara pada otot wajah.
 Kanker, meliputi kanker otak atau kanker yang tersebar dari organ tubuh lainnya hingga menyerang otak
atau saraf tulang belakang.
 Neurofibromatosis, kelainan genetik yang mengakibatkan pertumbuhan tumor pada saraf, mulai dari saraf
otak hingga saraf tulang belakang.
 Penyakit Motor Neuron, suatu penyakit di mana sel saraf pada otak dan tulang punggung mengalami
degenerasi dan kehilangan fungsinya.

Kelumpuhan dapat terjadi karena faktor bawaan lahir atau kondisi medis tertentu. Cedera juga dapat menjadi
salah satu alasan seseorang menjadi lumpuh, misalnya karena kecelakaan atau tindakan operasi.

Salah satu kelainan yang dapat menyebabkan kelumpuhan adalah celebral palsy. Celebral palsy adalah kelainan
pada otak, bisa karena gangguan dalam proses perkembangannya saat dalam kandungan, atau karena terjadi
cedera pada otak saat proses kelahiran atau setelahnya. Kelainan ini menyebabkan gangguan dalam pergerakan
dan sistem koordinasi anak. Cerebral palsy dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti infeksi saat kehamilan,
kelainan pada pertumbuhan otak janin, perdarahan otak, kelahiran prematur, atau proses melahirkan yang sulit.

Kondisi medis lain yang dapat menyebabkan kelumpuhan di antaranya adalah:

 Stroke. Pada stroke terdapat gangguan aliran darah pada otak. Bagian otak yang aliran darahnya terganggu
akan kekurangan oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk bekerja, sehingga terjadi kerusakan sel-sel di
area tersebut, yang kemudian menyebabkan kelumpuhan.
 Cedera otak. Cedera yang disebabkan oleh benturan keras pada tengkorak dapat merusak pembuluh darah,
otot, dan saraf pada otak. Umumnya, seseorang akan mengalami kelumpuhan pada bagian kiri tubuh jika
kerusakan terjadi pada bagian kanan otak, dan kelumpuhan bagian kanan saat otak kiri yang rusak.

3. Mengapa kaki kanan terasa kebas, kemudian esok harinya lemah ke kaki kiri, hingga tidak bisa
jalan? Bagaimana mekanismenya?
Paraplegia dapat terjadi tiba-tiba maupun secara bertahap. Kelumpuhan tersebut juga dapat terjadi hilang timbul
tergantung penyebabnya. Kelumpuhan yang terjadi tidak hanya di kedua tungkai, namun juga terjadi pada otot
di daerah panggul termasuk organ di dalamnya. Sehingga, penderita paraplegia juga dapat mengalami hilangnya
kontrol terhadap buang air besar dan buang air kecil. Aktivitas seksual dan kesuburan juga dapat terganggu.
Selain kelumpuhan, kedua tungkai dapat mati rasa atau malah menjadi kesemutan dan nyeri.

Beberapa penyebab dari paraplegia dapat mengakibatkan kelumpuhan yang perlahan-lahan naik ke tubuh bagian
atas. Segera cari pertolongan medis bila Anda mengalami kesulitan bernapas.

Kelumpuhan adalah hilangnya kekuatan yang dalam hal ini mempengaruhi anggota tubuh yaitu kaki dan
lengan ataupun kelompok otot.

Fisiologi dan Patofisiologi


Setiap serabut otot yang mengatur gerakan disadari melalui dua kombinasi sel saraf, salah satunya terdapat pada
korteks motorik, serabut – serabutnya berada tepat pada traktus piramida yaitu penyilangan traktus piramida,
dan serat lainnya berada pada ujung anterior medula spinalis, serat – seratnya berjalan menuju otot. Yang
pertama disebut sebagai neuron motorik atas (Upper Motor Neuron/UMN) dan yang terakhir disebut neuron
motorik bawah (Lower Motor Neuron/LMN). Setiap saraf motorik yang menggerakkan setiap otot merupakan
komposisi gabungan ribuan saraf – saraf motorik bawah.

Jarak motorik dari otot ke medula spinalis dan juga dari serebrum ke batang otak dibentuk oleh UMN. UMN
mulai di dalam korteks pada sisi yang berlawanan di otak, menurun melalui kapsul internal, menyilang ke sisi
berlawanan di dalam batang otak, menurun melalui traktus kortikospinal dan ujungnya berakhir pada sinaps
LMN. LMN menerima impuls di bagian ujung saraf posterior dan berjalan menuju sambungan mioneural.
Berbeda dengan UMN, LMN berakhir di dalam otot.

Ciri – ciri klinik pada lesi di UMN dan LMN adalah :


- UMN : kehilangan kontrol volunter, peningkatan tonus otot, spastisitas otot, tidak ada atropi otot, reflek
hiperaktif dan abnormal
- LMN : kehilangan kontrol volunter, penurunan tonus otot, paralysis flaksid otot, atropi otot, tidak ada atau
penurunan reflek.

Rangkaian sel saraf berjalan dari otak melalui batang otak keluar menuju otot yang disebut motor pathway.
Fungsi otot yang normal membutuhkan hubungan yang lengkap disepanjang semua motor pathway. Adanya
kerusakan pada ujungnya menurunkan kemampuan otak untuk mengontrol pergerakan – pergerakan otot.

Hal ini menurunkan efesiensi disebabkan kelemahan, juga disebut paresis. Kehilangan hubungan yang komplit
menghalangi adanya keinginan untuk bergerak lebih banyak. Ketiadaan kontrol ini disebut paralisis.

Batas antara kelemahan dan paralisis tidak absolut. Keadaan yang menyebabkan kelemahan mungkin
berkembang menjadi kelumpuhan. Pada tangan yang lain, kekuatan mungkin memperbaiki lumpuhnya anggota
badan. Regenerasi saraf untuk tumbuh kembali melalui satu jalan yang mana kekuatan dapat kembali untuk otot
yang lumpuh. Paralisis lebih banyak disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot mungkin membuat otot
lemah, lembek dan tanpa kesehatan yang cukup, atau mungkin kejang, mengetat, dan tanpa sifat yang normal
ketika otot
digerakkan.

Tipe ParaLisis :
- monoplegia yaitu hanya mengenai satu anggota badan
- diplegia yaitu mengenai bagian badan yang sama pada kedua sisi badan
contohnya : kedua lengan atau kedua sisi wajah
- hemiplegia yaitu mengenai satu sisi badan atau separuh badan
- quadriplegia yaitu mengenai semua keempat anggota badan dan batang tubuh

Penyebab Kelumpuhan
Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam otak atau batang otak (pusat sistem saraf)
atau mungkin di luar batang otak (sistem saraf perifer). Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah :
stroke, tumor, truma (disebabkan jatuh atau pukulan), multiple sclerosis (penyakit yang merusak bungkus
pelindung yang menutupi sel saraf), serebral palsy (keadaan yang disebabkan injuri pada otak yang terjadi sesaat
setelah lahir), gangguan metabolik (gangguan dalam penghambatan kemampuan tubuh untuk
mempertahankannya).

Kerusakan pada batang otak lebih sering disebabkan trauma, seperti jatuh atau kecelakaan mobil. Kondisi
lainnya yang dapat menyebabkan kerusakan saraf dalam atau dengan segera berdekatan pada tulang belakang
termasuk : tumor, herniasi sendi (juga disebut ruptur sendi), spondilosis, rematoid artrirtis pada tulang belakang
atau multiple sklerosis.

Kerusakan pada saraf tepi mungkin disebabkan trauma, carpal tunel sindrom, Gullain Barre Syndrom, radiasi,
toksin atau racun, CIDP, penyakit dimielinisasi.

4. Apa hubungan kedua kaki pasien lumpuh dengan kencing tidak keluar?
Akibat lesi pada Medula Spinalis
Lesi pada mielum tanpa gangguan radiks menyebabkan gangguan pada traktus kortikospinalis dan berakibat
timbulnya paralisis tipe upper motor neuron (mielopati) dengan gambaran berupa spastisitas (hipertonus),
hiper refleks dan respon plantar pada ekstremitas. Pada fase akut seringkali ditemukan ekstremitas
yang flassid (hipotonus) dan hilangnya refleks fisiologis (syok spinal). Lesi pada mileum setinggi segmen
servikal dapat menyebabkan quadriparesissedangkan lesi setinggi segmen thorakal menyebabkan terjadinya
paraparesis.

Gangguan kontrol sfingter (kandung kemih dan saluran cerna) dan fungsi seksual sering menyertai kompresi
mielum. Gejala ini sebagai akibat gangguan pada jalur refleks otonom spinalis dan atau hubungannya dengan
pusat yang lebih tinggi yang terletak di batang otak, lobus frontalis dan hipotalamus. Miksi

Fungsi miksi merupakan campuran kontrol otot volunter. Pengosongan kandung kemih terutama
diatur oleh sistem parasimpatisdimana stimulasinya akan menyebabkan kontraksi otot detrusor dan
relaksasi sfingter internal. Impuls ini berasal dari segmen sakral S2,3,4 (sacral bladder centre)
bedasarkan impuls afferen yang menunjukkan kandung kemih penuh. Sensasi akan penuhnya kandung
kemih dibawa ke pusat yang lebih tinggi yang terletak di pons, vermis serebelar, ganglia basalis dan lobus
frontalis medialis. Sistem lain yang ikut mengatur proses miksi adalah sistem simpatis yang berasal
dari mielum segmen Th12, L1 dan L2 dengan impuls eferen berjalan melalui pleksus hipogastrik.
Stimulasi sistem ini menyebabakan kontraksi sfingter internal dan relaksasi detrusor. Otot volunter
yang mengatur sfingter eksterna berasal dari segmen S2,3 dan 4. Impuls ini berjalan melalui nervus pudendus
dan menyebabkan kontraksi sfingter. Mekanisme inilah yang mengatur miksi selam batuk dan
memungkinkan menahan miksi sementara meskipun otot detrusor berkontraksi. Gangguan miksi pada
umumnya dapat berupa urgensi, inkontinensia, retensi akut dan frekuensi. Gejala yang ada tidak
dapat

5. Apa indikasi dipasangnya folley catheter pada pasien tsb?


Indikasi Diagnostik

Indikasi diagnostik kateterisasi uretra adalah sebagai berikut:


- Mengambil spesimen urin tanpa terkontaminasi
- Monitoring dari produksi urin (urine output), sebagai indikator status cairan dan menilai perfusi renal
(terutama pada pasien kritis)
- Pemeriksaan radiologi pada saluran kemih
- Diagnosis dari perdarahan saluran kemih, atau obstruksi saluran kemih (misalnya striktur atau
hipertropi prostat) yang ditandai dengan kesulitan memasukkan kateter

Indikasi Terapi

Kateterisasi uretra digunakan sebagai terapi pada kondisi berikut:

- Retensi urin akut (misalnya pada benign prostatic hyperplasia, bekuan darah, gangguan neurogenik)
- Obstruksi kronik yang menyebabkan hidronefrosis, serta tidak dapat diperbaiki dengan obat atau
tindakan bedah
- Inkontinensia urin yang tidak tertangani dengan terapi lainnya, yang juga dapat menyebabkan iritasi
pada kulit sekitar kemaluan
- Inisiasi irigasi kandung kemih berkelanjutan
- Dekompresi intermiten pada gangguan kandung kemih neurogenic
- Pemeliharaan kondisi higiene atau sebagai terapi paliatif (pasien terminal) pada kondisi pasien yang
memerlukan istirahat (bedrest) dalam waktu lama
- Tindakan bedah urologi

6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik Pak Yanto?


Pasien sadar, kooperatif,
Tekanan darah 120/80 mmhg : Normal
Nadi 84X/menit : Normal
Nafas 18 x/menit
Suhu 36,90C
Kekuatan lengan normal
Kekuatan kaki 0/0/0 kiri dan kanan
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.
– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

Cara menilai kekuatan otot :


• Dengan menggunakan angka dari 0-5.
– 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
– 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus
digerakkan oleh otot tersebut.
– 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat ( gravitasi ).
– 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
– 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
– 5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Ditemukan anestesi mulai dari dermatom torakal 10 ke bawah


Thoracic Nerves (T6 – T12)
Saraf pada level ini, mempengaruhi otot perut dan punggung tergantung dari level trauma medulla spinalis.
Biasanya trauma menyebabkan keluhana paraplegia dengan kekuatan ekstremitas atas dalam kondisi
normal. Pasien masih mampu mengendalikan kemampuan dan keseimbangan tubuh untuk duduk dan
mampu batuk produktif selama otot abdominal masih intak. Biasanya tidak terdapat gangguan berkemih
ataupun defekasi.

Lumbar Nerves (L1-L5)


Secara umum trauma ini menyebabkan gangguan fungsi panggul dan kaki. Tidak terdapat kontrol atau
tedapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi tersebut
sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat. Tergantung kekuatan kaki, pasien mungkin memerlukan alat
bantu untuk berjalan.

Sacral Nerves ( S1-S5)


Trauma menyebabkan kehilangan beberapa fungsi dari panggul dan kaki. Tidak terdapat gangguan kontrol
atau terdapat sedikit kontrol terhadap fungsi berkemih atau defekasi tetapi pasien dapat mengatur fungsi
tersebut sesuai dengan keinginan dengan bantuan alat. Pasien mampu berjalan cukup baik. Biceps dan
Triceps ++/++
Biceps +++
Respon yang terjadi berupa fleksi lengan siku dan tampak kontraksi otot biseps. Hal ini di sebabkan karena
Pada saat ketukan tendo otot biseps (rangsangan), ujung – ujung saraf (reseptor) meneruskan pesan melalui
neuron sensoris ke medulla spinalis. Disini impuls di teruskan melalui interneuron/n.asosiasi ke neuron
motorik. Neuron motorik pada selanjutnya meneruskan impuls ke sepanjang akson lalu ke otot biseps
(efektor). Sehingga terjadi Respon yang berupa fleksi lengan siku dan tampak kontraksi otot biseps, Karena
tidak diolah dalam otak maka berlangsung dengan cepat.
Triceps +++
Respon yang terjadi berupa ekstensi tangan dan kontraksi otot triseps. Hal ini di sebabkan karena Pada saat
ketukan tendo otot triseps (rangsangan), ujung – ujung saraf (reseptor) meneruskan pesan melalui neuron
sensoris ke medulla spinalis. Disini impuls di teruskan melalui interneuron/n.asosiasi ke neuron motorik.
Neuron motorik pada selanjutnya meneruskan impuls ke sepanjang akson lalu ke otot triseps (efektor).
Sehingga terjadi Respon yang berupa ekstensi tangan dan kontraksi otot triseps Karena tidak diolah dalam
otak maka berlangsung dengan cepat.
KPR dan APR +++/+++
KPR +++ Respon yang terjadi berupa ekstensi tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Reaksinya di
sebabkan karena pada saat lutut di ketuk (rangsang), ujung- ujung saraf meneruskan pesan melalui neuron
sensoris ke medulla spinalis. Disini impuls di teruskan melalui interneuron/asosiasi ke neuron motorik.
Neuron motorik pada gilirannya meneruskan impuls ke sepanjang akson lalu ke otot tungkai(efektor).
Sehingga terjadi gerak ekstensi pada tungkai disertai kontraksi otot kuadriseps. Karena tidak diolah dalam
otak maka berlangsung dengan cepat.
APR +++ Respon yang terjadi berupa plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastocnemius, tapi pada
kaki kiri hiperaktif.
Hal ini di sebabkan karena Pada saat ketukan tendo acilles (rangsang), ujung-ujung saraf (reseptor)
meneruskan pesan melalui neuron sensoris ke medulla spinalis. Disini impuls di teruskan melalui
interneuron/asosiasi ke neuron motorik. Neuron motorik pada selanjutnya meneruskan impuls ke sepanjang
akson lalu ke otot gastrocnemus (efektor). Sehingga terjadi respon berupa plantar fleksi dari kaki dan
kontraksi otot gastocnemius karena tidak diolah dalam otak maka berlangsung dengan cepat, tapi karena
kaki kiri pada saat percobaan lagi keseleo, jadi pada saat tendo patella dipukul terjadi refleks yang
hiperaktif karena sakit.
Reflek Babinsky +/+. )
Indikasi adanya penyakit SSP yang mempengaruhi traktus kortikospinal, disebut respons Babinski. Bila
bagian lateral telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores maka terjadi kontraksi jari kaki dan menarik
bersamaan.
Goreskan ujung reflak hammer pada lateral telapak kaki mengarah ke jari, hasil positif pada bayi normal
sedangkan pada orang dewasa abnormal ( jari kaki meregang / aduksi ektensi )

7. Mengapa dilakukan pemeriksaan lebih lanjut di bangsal penyakit saraf pada Pak Yanto?
Semua pasien dengan kecurigaan trauma spinal harus diimobilisasi sampai di atas dan dibawah
daerah yang dicurigai sampai adanya fraktur dapat disingkirkan dengan pemeriksaan radiologi.
Harus diingat bahwa proteksi spinal harus dipertahankan sampai cedera cervical dapat
disingkirkan. Imobilisasi yang baik dicapai dengan meletakkan pasien dalam posisi netral-supine
tanpa memutar atau menekuk kolumna vetebralis. Jangan dilakukan usaha/tindakan untuk
mengurangi deformitas.

Pada penderita dengan kecurigaan trauma spinal, cairan intravena diberikan seperti pada
resusitasi pasien trauma. Jika tidak ada atau tidak dicurigai adanya perdarahan aktif, adanya
hipotensi setelah pemberian cairan 2 liter atau lebih menimbulkan kecurigaan adanya syok
neurogenik. Pasien dengan syok hipovolemik biasanya mengalami takikardia sementara pasien
dengan syok neurogenik secara klasik akan mengalami bardikardia.

8. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada Pak Yanto di bangsal saraf?
Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dikerjakan meliputi pemeriksaan laboratorium darah
dan pemeriksaan radiologis. Dianjurkan melakukan pemeriksaan 3 posisi standar
(anteroposterior, lateral, odontoid) untuk vertebra servikal, dan posisi AP dan lateral untuk
vertebra thorakal dan lumbal. Pada kasus-kasus yang tidak menunjukkan kelainan 34 radiologis,
pemeriksaan lanjutan dengan CT Scan dan MRI sangat dianjurkan. Magnetic Resonance Imaging
merupakan alat diagnostik yang paling baik untuk mendeteksi lesi di medulla spinalis akibat
cedera/trauma.
1. Radiologik
Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan
mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan
dislokasi.Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu
dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2. Pemeriksaan radiologis
proyeksi lateral, anteroposterior (AP) dan gambaran odontoid open mouth harus dilakukan
Pada proyeksi lateral, dasar tengkorak dan ketujuh tulang cervicla harus tampak.
Bahu pasien harus ditarik saat melakukan foto servikal lateral, untuk menghindari luputnya
gambaran fraktur atau fraktur dislokasi di tulang servikal bagian bawah. Bila ketujuh tulang
servikal tidak bisa divisualisasikan pada foto latural, harus dilakukan swimmer view pada
servical bawah dan thorakal atas.
Proyeksi open mouth odontoid harus meliputi seluruh prosessus odontoid dan
artikulasi C1-C2 kanan dan kiri. Proyeksi AP tulang servikal membantu indenfitikasi adanya
diskolasi faset unilateral pada kasus dimana sedikit atau tidak tampak gambaran dislokasi
pada foto lateral. CT-scan aksial dengan irisan 3 mm juga dapat dilakukan pada daerah yang
dicurigai dari gambaran foto polos atau pada servikal bawah bila tidak jelas tampak pada
foto polos.
Foto lateral dapat mendeteksi adanya subluksasi, fraktur kompresi, dan fraktur
Chance. CT scan sendiri berguna untuk mendeteksi adanya faktur pada elemen posterior
(pedikel, lamina, dan prosessus spinosus) jdan menentukan derajat gangguan kanalis spinalis
yang disebabkan burst fraktur. Rekonstruksi sagital dari CT Scan aksial mungkin diperllukan
untuk menentukan fraktur Chance.

2. Pungsi Lumbal
Berguna pada fase akut trauma medula spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor
serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya
derajat edema medula spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus
dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat dislokasi
yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan
terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut.

3. Mielografi
Dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering
terjadi herniasi diskus intervertebralis

9. Mengapa neni 17 tahun mengalami kelemahan pada keempat anggota gerak dan sudah berulang
sebanyak 3 kali sejak 1 tahun ini?
Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena adanya redistribusi kalium
ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit kalium tubuh total.
Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam menjaga potensial istirahat (resting
potential) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3, SCN4A, dan KCNE3 yakni gen yang mengontrol
gerbang kanal ion (voltagegated ion channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel
otot.

10. Apakah ada hubungan penyakit Pak Yanto dengan penyakit anaknya? Bagaimana hubungannya?
Paralisis periodik hipokalemik (PPH) merupakan salah satu spektrum klinis akibat hipokalemia
yang disebabkan oleh redistribusi kalium secara akut ke dalam cairan intraselular. Paralisis
periodik hipokalemik dapat terjadi secara familial atau didapat. PPH didapat bisa ditemui pada
keadaan tirotoksikosis, disebut thyrotoxic periodic paralysis, sedangkan bentuk PPH familial
disebut familial hypokalemic periodic paralysis.
Familial hypokalemic periodic paralysis (paralisis periodik hipokalemik familial, PPHF) merupakan
kelainan yang diturunkan secara autosomal dominan, ditandai dengan kelemahan otot atau
paralisis flaksid akibat hipokalemia karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular otot
rangka. Kelainan ini dapat mengenai semua ras dengan awitan tersering pada usia 10 tahun
(periode peripubertas).
Risiko PPHF lebih tinggi pada orang Asia dengan rasio lakilaki:perempuan ialah 2:1. Insidens
PPHF di Eropa pada tahun 1994 mencapai 1 tiap 100.000 orang. Sebanyak 50% laki-laki dan
perempuan pembawa gen tidak memiliki gejala atau hanya gejala ringan.

11. Mengapa kelelahan, selalu berkeringat banyak, muntah dan diare bisa memicu kelemahan pada
keempat anggota gerak Neni?
Paralisis periodic :
• Kelumpuhan keempat anggota gerak yang bersifat flaksid.
• Mutlak mengenai motorik serta timbul secara berkala
• Patofisiologi belum jelas tetapi secara klinis ber hubungan dengan elektrolit kalium
• Dikenal 3 jenis yaitu
a. Periodik paralisis hipokalemik familial
b. Periodik paralisis hiperkalemik
c. Periodik paralisis normokalemik

 Paralisis periodik hipokalemik


kelelahan, selalu berkeringat, muntah dan diare berkaitan dengan kadar kalium didalam darah.
Sehingga dapat terjadi hipokalemi. Hipokalemia dapat timbul akibat kurangnya asupan kalium
melalui makanan, kehilangan kalium melalui gangguan saluran cerna atau kulit, atau akibat
redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik (PPH)
merupakan salah satu spektrum klinis akibat hipokalemia yang disebabkan oleh redistribusi kalium
secara akut ke dalam cairan intraselular. Paralisis periodik hipokalemik dapat terjadi secara
familial atau didapat.
• Hipokalemi periodik paralisis (HypoKPP)  salah satu bentuk primer dari periodik paralisis ,
disebabkan oleh satu atau lebih mutasi pada channel ion calcium, sodium dan potasium di membran
otot.
Ada 2 bentuk HypoKPP :
1. Bentuk paralitik
- Lebih sering
- Serangan secara episodik, bervariasi (fattique hingga flaksid).
- Serangan dicetuskan oleh turunnya kadar K di serum.
- Faktor pencetus utama : berkeringat, makanan tinggi CHO dan natrium, tidur dan istirahat setelah
exercise
- Sekitar 25% jatuh ke tipe miopatik atau permanent muscle weakness (PMW)

2. Bentuk miopatik
• Serangan tidak bervariasi
• Kelemahan dirasakan setelah aktivitas berlebihan (pada masa anak) dan setelah usia pertengahan jadi
permanent muscle weakness (PMW).
• Pasien tidak pernah mengalami serangan lumpuh yang episodic

Mengapa pada ekstremitas ?


Durasi dan frekuensi serangan paralisis pada PPHF sangat bervariasi, mulai dari beberapa kali setahun sampai
dengan hampir setiap hari, sedangkan durasi serangan mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari.
Kelemahan atau paralisis otot pada PPHF biasanya timbul pada kadar kalium plasma <2,5 mEq/L. Manifestasi
PPHF antara lain berupa kelemahan atau paralisis episodik yang intermiten pada tungkai, kemudian menjalar ke
lengan. Serangan muncul setelah tidur/istirahat dan jarang timbul saat, tetapi dapat dicetuskan oleh, latihan sik.
Ciri khas paralisis pada PPHF adalah kekuatan otot secara berangsur membaik pascakoreksi kalium.3,4 Otot
yang sering terkena adalah
otot bahu dan pinggul; dapat juga mengenai otot lengan, kaki, dan mata. Otot diafragma dan otot jantung jarang
terkena; pernah juga dilaporkan kasus yang mengenai otot menelan dan otot pernapasan.9 Kelainan
elektrokardiogra (EKG) yang dapat timbul pada PPHF berupa pendataran gelombang T, supresi segmen ST,
munculnya gelombang U, sampai dengan aritmia berupa brilasi ventrikel, takikardia supraventrikular, dan blok
jantung

12. Mengapa Neni harus dirawat dan diinfus ketika mengalami kelemahan sehingga bisa berkativitas
seperti biasa?
Pada kasus paralisis hipokalemik berat atau dengan manifestasi perubahan EKG, harus diberikan kalium
intravena (IV) 0,5 mEq/ kg selama 1 jam, infus kontinu, dengan pemantauan ketat. Pasien yang memiliki
penyakit jantung atau dalam terapi digoksin juga harus diberi terapi kalium IV dengan dosis lebih besar (1
mEq/kg berat badan) karena memiliki risiko aritmia lebih tinggi.Faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam pemberian kalium ialah kadar kalium plasma, gejala klinis, fungsi ginjal, dan toleransi pasien.
Suplementasi kalium dibatasi jika fungsi ginjal terganggu. Pemberian oral lebih aman karena risiko
hiperkalemia lebih kecil.

13. Mengapa dokter menyarankan agar banyak makan pisang, minum air kelapa dan buah buah lain
yang banyak mengandung elektrolit pada Neni?
Air kelapa dan buah lain  tinggi kalium  menjaga keseimbangan kalium

Anda mungkin juga menyukai

  • LIPOMA
    LIPOMA
    Dokumen5 halaman
    LIPOMA
    chan park
    Belum ada peringkat
  • LIPOMA
    LIPOMA
    Dokumen5 halaman
    LIPOMA
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Yuu
    Yuu
    Dokumen1 halaman
    Yuu
    chan park
    Belum ada peringkat
  • FDF
    FDF
    Dokumen1 halaman
    FDF
    chan park
    Belum ada peringkat
  • UU No.40 Tahun 2004
    UU No.40 Tahun 2004
    Dokumen14 halaman
    UU No.40 Tahun 2004
    Alfajar
    Belum ada peringkat
  • MESO
    MESO
    Dokumen4 halaman
    MESO
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Laporan HIV
    Laporan HIV
    Dokumen10 halaman
    Laporan HIV
    chan park
    Belum ada peringkat
  • B. Indo
    B. Indo
    Dokumen2 halaman
    B. Indo
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Jytf
    Jytf
    Dokumen20 halaman
    Jytf
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Minggu 2 Blok 3.3
    Minggu 2 Blok 3.3
    Dokumen1 halaman
    Minggu 2 Blok 3.3
    chan park
    Belum ada peringkat
  • HSDLJKHDSLK
    HSDLJKHDSLK
    Dokumen11 halaman
    HSDLJKHDSLK
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Blok 3.3 Minggu 1
    Blok 3.3 Minggu 1
    Dokumen2 halaman
    Blok 3.3 Minggu 1
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Ajisk
    Ajisk
    Dokumen3 halaman
    Ajisk
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Kanker Paru-Wps Office
    Kanker Paru-Wps Office
    Dokumen3 halaman
    Kanker Paru-Wps Office
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Depres I
    Depres I
    Dokumen5 halaman
    Depres I
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Minggu 2 Blok 3.3
    Minggu 2 Blok 3.3
    Dokumen1 halaman
    Minggu 2 Blok 3.3
    chan park
    Belum ada peringkat
  • LP Presbiopia
    LP Presbiopia
    Dokumen10 halaman
    LP Presbiopia
    Rirind
    Belum ada peringkat
  • LP Presbiopia
    LP Presbiopia
    Dokumen10 halaman
    LP Presbiopia
    Rirind
    Belum ada peringkat
  • Hehhs
    Hehhs
    Dokumen2 halaman
    Hehhs
    chan park
    Belum ada peringkat
  • No 3
    No 3
    Dokumen2 halaman
    No 3
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Depres I
    Depres I
    Dokumen7 halaman
    Depres I
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Mekanisme Pertahanan Diri
    Mekanisme Pertahanan Diri
    Dokumen5 halaman
    Mekanisme Pertahanan Diri
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Psikoterapi Lengkap
    Psikoterapi Lengkap
    Dokumen28 halaman
    Psikoterapi Lengkap
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Wfosaj
    Wfosaj
    Dokumen25 halaman
    Wfosaj
    chan park
    Belum ada peringkat
  • HJGHJFJHF
    HJGHJFJHF
    Dokumen8 halaman
    HJGHJFJHF
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Radiologi
    Radiologi
    Dokumen32 halaman
    Radiologi
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Tutorial Skenario 5 Blok 3.2
    Tutorial Skenario 5 Blok 3.2
    Dokumen6 halaman
    Tutorial Skenario 5 Blok 3.2
    chan park
    Belum ada peringkat
  • FJFH
    FJFH
    Dokumen4 halaman
    FJFH
    chan park
    Belum ada peringkat
  • Pielo Glomerulonefritis
    Pielo Glomerulonefritis
    Dokumen6 halaman
    Pielo Glomerulonefritis
    chan park
    Belum ada peringkat