Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

GOOD COORPORATE GOVERNANCE

Disusun Oleh : Kelompok 5


Bulan Agustin Putri (170503005)
Rudy Jayadi (170503051)
Jessica (160503015)

S1 AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN

2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala nikmat dan
ridho-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini ditulis untuk memperdalam pembahasan materi dalam matakuliah Etika
Bisnis dan Profesi dari Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen. SE, MAFIS, Ak, CPA, CA
selaku dosen kami. Makalah ini membahas tentang “Tata Kelola Perusahaan yang Baik
(Good Coorporate Governance)
Kami selaku penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk kami berharap
Bapak dapat memakluminya
Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak – banyaknya kepada setiap pihak yang
telah mendukung serta membantu kami selama proses penyelesaian makalah ini hingga
rampungnya makalah ini. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi setiap pembaca
.

Medan, September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1


1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2
1.3. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................. 3


2.1. Pengertian Good Coorporate Governance ................................................... 3
2.2. Prinsip – Prinsip Good Coorporate Governnce ........................................... 3
2.3. Manfaat Good Coorporate Governance ....................................................... 4
2.4. Good Coorporate Governance dan Hukum Perseroan di Indoensia ............ 5
2.5. Organ Khusus dalam Penerapan Good Coorporate Governance ................. 7
2.6. Good Coorporate Governance dalam BUMN.............................................. 9
2.7. Good Coorporate Governance dalam Pengawasan Pasal Modal ................ 9
2.8. Good Coorporate Governance Perbankan di Indoensia ............................... 10

BAB III PEMBAHASAN KASUS .................................................................. 11


3.1. Pembahasan Kasus 1 .................................................................................... 11
3.2. Pembahasan Kasus 2 .................................................................................... 12

BAB IV PENUTUP ......................................................................................... 11


4.1. Simpulan ...................................................................................................... 11
4.2. Saran ............................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 12


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Awal munculnya Tata Kelola Perusahaan yang Baik ( Good Coorporate Governance )
latar belakangi oleh banyaknya terjadi kehancuran dan skandal – skandal besar perusahaan
baik di AS ataupun di Indonesia.
Kehancuran sistem ekonomi komunis pada abad ke – 20 yang menyebabkan
perkembangan sistem ekonomi kapitalis menjadi dominan. Sistem ekonomi kapitalis ditandai
dengan banyak perusahaan yang dimilki oleh seorang/individu atau swasta. Kemudian
perusahaan dengan sistem ekonomi kapitalis berkembang menjadi perusahaan raksasa yang
mampu mempengaruhi kehidupan suatu negara.
Kemampuan perusahaan – perusahaan raksasa dengan sistem kapitalis dalam
menguasai dan mempengaruhi suatu negara telah benar – benar menyebakan praktik bisnis
yang tidak etis. Mereka dengan mudahnya masuk dan terlibat dalam politik pemerintah
dengan memberikan uang ( suap ). Padahal pemerintah merupakan alat pengawasan, penegak
hukum, dan pengendali terakhir disuatu negara.
Praktik bisnis yang tidak etis ini memberi dampak dibeberapa negara Asia ; Thailand,
Korea Selatan, Hongkong, Filipia, dan Malaysia. Penyebab terjadinya krisis ini adalah
ketidakberdayaan pemerintah dalam menegakkan hukum kepada para pelaku bisnis yang
tidak etis ini.
Pola krisis di Indonesia pada tahun 1997 diawali dengan aksi para spekulan mata uang
yang memberikan tekanan pada mata uang lokal. Yang kemudian menyebabkan nilai mata
uang benar – benar merosot. Lalu para perushaan yang berada dibawah naungan konglomerat
meminjam sejumlah uang namun karena nilai uang rupiah dengan dollar benar – benar
merosot menyebabkan suku bunga benar – benar meningkat dan terjadi kredit macet. Yang
kemudian menjadi krisis ekonomi yang mampu mempengaruhi politik, sosial, dan budaya
negara.
Krisis ekonomi semacam ini tidak hanya terjadi di negara Indonesia tetapi juga di
negara – negara super power seperti AS. Namun pada tahun 2000 an AS diguncang dengan
krisis industri yang disebabkan oleh kehancuran Lehman – Brother sebagai kredit investasi
akibat kredit macet. Dana kemudian memaksa pihak bank Sentral Amerika untuk
memberikan kucuran dan sebesar US$700 miliar. dan perekonomian Amerika Serikat ini
yang menjadi pemicu munculnya resesi ekonomi dunia.
Akibat tata kelola perusahaan yang buruk dan tata kelola pemerintahan yang
menyebabkan krisis ekonomi di AS dan dunis. Untuk mengatasi krisis yang terjadi dan
kepanikan dari para investor pemerintahan AS mengeluarkan sebuah undnag – undang
bernama Sarbanes Oxley Act of 2002 yang berisi tentang penataan akuntansi publik, tata
kelola perusahaan, dan perlindungan investor. Yang kemudian UU SOX ini menjadi acuan
bagi Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan Good Coorporate Governance ?
2. Apa saja prinsip – prinsip yang terdapat dalam Good Coorporate Governance ?
3. Apa manfaat Good Coorporate Governance ?
4. Bagaimana hukum perseroan dan Good Coorporate di Indoensia ?
5. Apa saja organ khusus dalam penerapan Good Coorporate Governance ?
6. Bagaimana Good Coorporate Governance dan Badan Usaha Milik Negara ?
7. Bagaimana Good Coorporate Governance dan pengawasan pasar modal di Indonesia ?
8. Bagaimana Good Coorporate Governance pada perbankan di Indonesia ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang penerapan Good Coorporate Governance
2. Mengetahui hukum tentang Good Coorporate Governance di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Good Coorporate Governance
Menurut Cadbury Committe Of United Kingdom ; seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak
kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban.ereka; atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan
Menurut Forum For Coorporate Governance In Indonesia ; seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur,
karyawan, pemerintah, dan pihak kepentingan internal dan eksternal yang berkaitan dengan
hak – hak dan kewajiban yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Menurut Sukrisno Agoes ; tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang
mengatur hubungan para dewan komisaris, peran direksi, pemegang saham, dan pemangku
kepentingan lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses
yang transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaian, dan penilaian kinerjanya.
Menurut Organization Of Economic Coorporate And Development ; suatu struktur
yang terdiri atas para pemegan saham, direktur, manajer, seperangkat tujuan yang ingin
dicapai perusahaan, dan alat – alat yang akan digunakan dalam mencapai tujuan dan
menentukan kinerja.
Menurut Wahyudi Prakarsa ; mekanisme administratif yang mengatur hubungan –
hubungan antara manajemen kepentingan yang lain. Hubungan – hubungan yang
dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan sistem insentif sebagai
kerangka kerja 9 framework 0 yang diperlukan untuk mencapai tujuan – tujuan perusahaan
dan cara – cara pencapaian tujuan – tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.

2.2 Prinsip – Prinsip Good Corporate Governnace


Dalam Good Coorporate Governance ada prinsip – prinsip yang menjadi acuan dan aturan
dalam melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik. Secara ringkas, prinsip – prinsip
sebagai berikut ;
a. Perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan ( fairness )
b. Transparansi ( Transparency )
c. Akuntabilitas ( Accountability )
d. Responsibility ( Responsibility )
Dalam kode CGC , National Committee on Governance mengemukakan lima prinsip CGC
yaitu ;
a. Transparansi ( Tranparency )
b. Akuntabilitas ( Akuntability )
c. Responsibilitas ( Responsibility )
d. Independensi ( Independency )
e. Kesetaraan ( Fairness )
Prinsip – prinsip yang dikemukan oleh national committe on governance juga diterapkan oleh
mneteri BUMN dalam keputusan menteri Nomor Kep – 117/M – MBU/2002 tentang
Penerapan CGC ada lima prinsip keputusan yaitu;
a. Perlakuan Yang Setara ( Fairness ), merupakan prinsip agar para pengelola
memperlakukan semua pemangku kepentingan secara adil dan setara, baik pemangku
kepentingan primer maupun kepentingan sekunder. Hal ini yang memunculkan
konsep stakeholder bukan hanya kepentingan stockholder.
b. Prinsip tranparansi, artinya kewajiban untuk para pengelola menjalankan prinsip
keterbukaan dalam proses keputusan dan penyampaian informasi.
c. Prinsip akuntabilitas, adalah prinsip dimana para pengelola berkewajiban untuk
membina sistem akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan yang
dapat dipercaya.
d. Prinsip responsibilitas, adalah prinsip dimana para pengelola wajib memberikan
pertanggungjawaban atas semua tindakan dalam mengelola perusahaan kepada para
pemangku kepentingn sebagai wujud kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Tanggung jawab ini memiliki 5 dimensi yaitu ; ekonomi ,hukum, moral, sosial, dan
spriritual
e. Kemandirian, sebagai tambahan prinsip dalam mengelola BUMN, artinya suatu
keadaan di mana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan bersifat
profesional, mandiri, bebas dari konflik kepentingan dan bebas dari tekanan/pengaruh
dari mana pun yang bertentangan dengan perundang – undangan yang berlaku dan
prinsip – prinsip pengelolaan.

2.3 Manfaat Good Coorporate Governance


Praktik tata kelola perusahaan yang baik memberikan banyak manfaat bagi
perusahaan – perusahaan saat ini. Ada lima alasan mendasar mengapa Good Coorporate
Governance itu penting diterapkan dan bermanfaat antara lain ;
a. Berdasarkan survei yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company menunjukan
bahwa pra investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap perusahaan –
perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG
b. Berdasarkan berbagai analisis, ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia dengan lemahnya tata kelola
perusahaan
c. Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar finansial dan pasar modal –
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG
d. Kalaupun GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis, sistem ini dapat menjadi
dasar bagi berkembangnya sisrem nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap bisnis
yang kini telah banyak berubah
e. Secara teoritis praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan.
Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavandana manfaat dari penerapan GCG antara lain ;
a. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing
b. Mendapatkan biaya modal ( Cost of capital ) yang lebih murah
c. Memberikan keputusa yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi
perusahaan
d. Meningkatnya keyakinan dan kepercayaan dari para pemangku kepentingan terhadap
perusahaan
e. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

2.4 Good Coorporate Govrnance dan Hukum Perseroan Di Indonesia


Pada awalnya perusahaan perseoroan terbatas didasarkan pada UU No. 1 Tahun 1995
yang kemudian diubah menjadi UU RI No. 40 Tahun 2007. Perubahan ini terjadi karena
adanya perubahan dn perkembangan yang cepat berkaitan dengan teknologi, ekonomi,
harapan masyarakattentang perlunya peningkatan pelayanan dan kepastian hukum, kesadaran
sosial dan lingkungan, serta tuntutan pengelolahan usaha yang sesuai dengan prinsip – prinsip
pengelolahan perusahaan yang baik. Beberapa ketentuan lama masih relevan dan ada
beberapa ketentuan tambahan yang ditetapkan antara lain ;
a. Dimungkinkan mengadakan RUPS dengan memanfaatkan teknologi informasi yang
ada seperti ; telekonferensi, video dokumentasi, atau sarana media elektronik lainnya (
Pasal 77 )
b. Kejelasan mengenai tata cara pengajuan dan pemberian pengesahan status badan
hukumdan pengesahan Anggaran Dasar Perseroan ( Bab II )
c. Memperjelas dan mempertegas tugas dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris termasuk mengatur mengenai komisaris independen dan komisaris utusan (
Bab VII )
d. Kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan (
Bab V )
Wewenang dari ketiga organ diatur dalam Bab I Pasal 1 berikut ;

Ayat 4 Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ
perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi
atau dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang – undang
ini dan/atau anggaran dasa.

Ayat 5 Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun diluar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran .

Ayat 6 Dewan Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan


pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar
serta memberi nasehat kepala direksi.
Secara spesifik wewenang, tugas, dan tanggung jawab ketiga organ ini dapt diringkas sebagai
berikut;
RUPS
a. Menyetujui dan menetapkan perubahan anggaran dasar perusahaan (Pasal 19 ayat 1)
b. Menyetujui pembelian kembali dan pengalihan saham perseroan (pasal 38 ayat 1)
c. Menyetujui penambahan dan pengurangan modal perseroan (pasal 41 ayat 1 dan pasal
44 ayat 1)
d. Menyetujui dan mengesahkan laporan tahunan termasuk laporan keuangan direksi
serta laporan tugas pengawasan komisaris (pasal 69)
e. Menyetujui dan menetapkan penggunaan laba bersih, penyisihan cadangan dan
deviden serta deviden intern (pasal 71 dan pasal 72)
f. Menyetujui penggabungan, peleburan, pengambialihan atau pemisahan, pengajuan
pailit, perpanjangan jangka waktu berdirinya, dan pembubaran perseroan (pasal 89)
g. Menyetujui pengangkatan dan pemberhentian anggota direksi dan komisaris(pasal 94
dan pasal 111)
h. Menetapkan besarnya gaji dan tunjangan anggota direki dan komisaris (pasal 96 dan
pasal 113)
Dewan Komisaris
a. Melakukan tugas dan tanggung jawab pengawasan atas kebijakan pengurusan,
jalannya pengurusan pada umumnya, dan memberikan nasehat kepada direksi ( pasal
108 dan pasal 114 )
b. Bertanggungjawab renteng secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya (Pasal 114 ayat 3 & 4)
c. Bertanggung jawab renteng secara pribadi atas kepailitan perseroan bila disebabkan
oleh kesalahan dan kelalaian dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian
nasihat ( pasal 115 )
d. Diberi wewenang untuk membentuk komite yang diperlukan untu mendukung tugas
dewan komisaris (pasal 121)
Dewan Direksi
a. Menjalankan pengurusan perseroan untukkepentingan perseroan sesuai dengan
kebijakan yang dianggap tepat dengan batas yang ditetapkan UU dan anggaran dasr
perseroan ( pasal 92 )
b. Bertanggung jawab renteng dan penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bila
yang bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya ( Pasal 97 )
c. Mewakili perseroan baik didalam maupun diluar pengadilan ( pasal 98 )
d. Wajib membuat daftar pemegang saham, risalah RUPS, risalah rapat direksi ( Pasal
100 ayat 1 a )
e. Wajib membuat laporan tambahan ( Pasal 100 ayat 1 b )
f. Wajib memelihara seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan, dan dokumen
perseroan lainnya ditempat kedudukan perseroan ( pasal 1c dan pasal 2 )
g. Wajib meminta persetujuan RUPS untuk mengalihkan kekayaan perseroan, atau
menjadikan jaminan utang perseroan ( Pasal 102 )

2.5 Organ Khusus Dalam Penerapan GCG


Organ ini diatur dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas No 40 Tahun 2007.
Namun walaupun sudah diatur dalam Undang-Undang, dalam praktiknya organ ini belum
mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat dikarenakan dalam
Undang-Undang tersebut hanya mengatur ketentuan-ketentuan secara garis besar saja tanpa
adanya petunjuk-petunjuk lebih lanjut.
Menurut Indra Surya dan Ivan Yustiavananda, setidaknya harus ada 4 organ tambahan untuk
melengkapi penerapan GCG yaitu ;
1. Komisaris Independen
2. Direktur Independen
3. Komite Audit\
4. Sekretaris Perusahaan

Komisaris dan Direktur Independen


Indra Surya dan Ivan Yustiavananda mengungkapkan ada 2 pengertian independen
terkait dengan konsep komisaris dan direktur independen tersebut. Pertama, komisaris dan
direktur independen adalah seseorang yang ditunjuk untuk mewakili pemegang saham
independen (pemegang saham minoritas). Kedua, Komisaris dan Direktur Independen adalah
pihak yang ditunjuk tidak dalam kapasitas mewakili pihak manapun dan semata-mata
ditunjuk berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalaman, dan keahlian profesional yang
dimilikinya untuk sepenuhnya menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan.
Adapula pengertian ketiga yang dapat kita pakai dalam kode etik akuntan publik,
yakni dikenal dengan istilah Independent in Fact dan Independent in Appearance.
Independent In Fact menekankan pada sikap mental dalam mengambil keputusan dengan
pertimbangan profesionalisme tanpa campur tangan atau pengaruh dari pihak luar. Sementara
itu, independent in Appearance, dilihat dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan
calon bersangkutan secara fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan pemangku
kepentingan yang dapat menimbulkan keraguan atas kenetralan yang bersangkutan.

Komite Audit
Munculnya komite audit dikarenakan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan
dan kelalaian yang dilakukan oleh para direktur dan komisaris yang menandakan kurang
memadainya fungsi pengawasan. Adapun tugas, tanggung jawab dan wewenang komite
Audit adalah membantu dewas komisaris, yakni :
1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit
eksternal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit
Sekretaris Perusahaan (Coorporate Secretary)
Sekretaris Perusahaan menempati posisi yang tinggi dan strategis dalam perusahaan dan
berfungsi sebagai pejabat penghubung antara perusahaan dengan pihak diluar perusahaan
(Kedudukannya beda dengan sekretaris eksekutif)

2.6 GCG Dalam Badan Usaha Milik Negara (BUMN)


Masalah Pokok yang dihadapi oleh BUMN secara keseluruhan adalah dalam Return
on Assets (ROA) yang mana masih sangat rendah yakni 3,6 % (Menurut Tjager Dkk).
Selanjutnya Tjager mengungkapkan bahwa rendahnya kinerja BUMN ini ada kaitannya
dengan belum efektifnya penerapan tata kelola perusahaan yang baik di BUMN tersebut.
Menyadari masih rendahnya kinerja BUMN, maka pemerintah melalui Kementrian Negara
BUMN mewajibkkan semua BUMN menerapkan GCG (Good Corporate Governance).
Tujuan GCG untuk BUMN sendiri yaitu ;
a. Memaksimalkan nilai BUMN dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan,
akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar perusahaan memiliki
daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional
b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan, dan efisien, serta
memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ
c. Mendorong agar organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan
dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-
undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN
terhadap para pemangku kepentingan maupun kelestarian lingkungan disekitar
BUMN
d. Meningkatkan kontribusi BUMN dalam perekonomian nasional
e. Menyukseskan program privatisasi
Prinsip – Prinsip GCG untuk BUMN sendiri terdiri dari, Transparansi, Kemandirian,
Akuntabilitas, Pertanggung Jawaban dan Kewajaran.

2.7 GCG Dalam Pengawasan Pasar Modal Di Indonesia


Indikator kemajuan perekonomian modern suatu negara tidak hanya ditandai oleh tumbuhnya
investasi fisik , tetapi juga oleh pertumbuhan pasar modal dan pasar keuangan. Keberadaan
Pasar modal ditentukan oleh lembaga-lembaga dan unsur-unsur penunjang pasar modal,
antara lain :
a. Bapepam LK
b. Bursa Efek
c. Lembaga Kliring
d. Emiten
e. Underwriter
f. Investor/Calon Investor
g. Akuntan Publik
h. Notaris
i. Konsultan hukum
j. Konsultan keuangan
Fungsi dan Peran Bapepam LK dalam aktivitas Pasar Modal suatu negara sangatlah strategis
dikarenakan lembaga inilah yang diberi kewenangan oleh pemerintah untuk mengawasi
segala lembaga yang terkait agar pasar modal di bursa dapat berjalan secara adil, efektif dan
efisien. Kegiatan Pasar modal dikatakan efektif bila para investor dan calon investor tertarik
melakukan transaksi di bursa. Kegiatan Pasar modal disebut Efisien bahwa kegiatan
pelaksanaannya di bursa terselenggara dengan cepat tanpa dibebani biaya yang berlebihan.
Kegiatan pasar modal dianggap adil bila semua pihak terkait tidak merasa dirugikan oleh
kegiatan bursa tersebut.

2.8 GCG Perbankan Di Indonesia


Adanya krisis moneter menjelang akhir abad 20 yang menimpa perbankan Indonesia,
menunjukan bahwa tata kelola perbankan di Indonesia masih sangat lemah. Menyadari hal
ini, Bank Indonesia selaku induk bank di Indonesia mengeluarkan peraturan Bank Indoensia
tentang implementasi GCG oleh Bank-Bank Komersial.
Dalam Peraturan tersebut, terdapat tujuan implementasi GCG, minimal untuk merealisasikan:
a. Kejelasan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Dewan Direksi
b. Kelengkapan dan Implementasi tugas komite dan unit pelaksana fungsi internal audit
bank
c. Kinerja Ketaatan, fungsi auditor internal dan eksternal
d. Implementasi manajemen risiko termasuk sistem pengendalian internal
e. Ketentuan dana pihak-pihak terkait dan dana jumlah besar
f. Rencana strategis bank
g. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
3.1 Pembahasan Kasus 1
Dugaan Korupsi VLCC
Mantan Komisaris Pertamina yang saat ini menjabat Deputi Menteri Negara BUMN, Roes
Aryawijaya, kembali diperiksa penyidik bagian Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung
sebagai saksi dugaan korupsi dalam penjualan kapal tanker raksasa atau very large crude
carrier (VLCC) Pertamina. Seusai pemeriksaan, Roes yang ditanya wartawan soal keputusan
penjualan dua kapal tanker raksasa Pertamina tahun 2004 itu menjawab, “Penjualan tersebut
sebenarnya usulan Direksi Pertamina. Oleh Komisaris dikaji dan dilihat. ‘Kan kalau tidak
dijual perusahaannya bangkrut,” kata Roes. Keputusan menjual VLCC itu melibatkan seluruh
direksi dan komisaris Pertamina. Dalam siaran pers yang dikeluarkan Pusat Penerangan
Hukum Kejaksaan Agung, disebutkan bahwa direksi Pertamina bersama Komisaris Utama
Pertamina, tanpa persetujuan Menteri Keuangan pada 11 Juni 2004 telah melakukan divestasi
dua tanker VLCC milik Pertamina nomor Hull 1540 dan 1541 kepada Frontline dengan harga
US$ 184 juta. Hal tersebut bertentangan dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 89
Tahun 1991 Pasal 12 Ayat 1 dan 2 karena persetujuan Menteri Keuangan baru terbit tanggal
7 Juli 2004. Secara terpisah, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan bahwa tersangka
kasus dugaan korupsi penjualan VLCC itu ternyata lebih banyak dari yang semula
disebutkan.

Pertanyaan :
a. Menurut Anda, siapakah yang disebut dengan pemegang saham dari PT Pertamina
tersebut ?
Jawab: Menurut kami pemegang saham dari PT Pertamina adalah Pemerintah Republik
Indonesia, karena Pertamina adalah perusahaan energi nasional yang 100% kepemilikan
sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia, melalui Kementerian Negara Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Kuasa Pemegang Saham.

b. Menurut Anda, apakah tindakan Direksi dan Komisaris Pertamina di atas dapat
dibenarkan bila dilihat dari UU PT ?
Jawab: Dapat dibenarkan, karna Pertamina berubah menjadi persero tahun lalu (2003) maka,
juragan migas itu tunduk pada UU Perseroan Terbatas. Sehingga setiap penjualan aset (bukan
saham) cukup dengan persetujuan komisaris lewat Rapat Umum Pemegang Saham.
c. Menurut Anda siapa yang seharusnya berwenang untuk memutuskan divestasi aset
Pertamina tersebut ?
Jawab: Menurut kami Direksi lah yang berwenang untuk melakukan divestasi aset Pertamina
tersebut.

d. Mengapa kasus seperti penjualan VLCC pada perusahaan Pertamina itu dapat muncul
dan sering menimpa perusahaan BUMN ?
Jawab: Karena penjualan Tanker Pertamina secara bisnis menimbulkan kontroversi karena
perbedaan persepsi soal untung rugi dalam pelegoan itu dan BUMN di anggap tak punya
kuasa menjual tankernya

e. Coba pelajari berbagai peraturan pemerintah tentang penjualan aset BUMN dan
berikan pendapat Anda bagaimana seharusnya menurut prinsip-prinsip penerapan
GCG !
Jawab: Menurut Peraturan Menteri Negara BUMN nomor PER – 02/MBU/2010 bagian
kedua tentang penjualan pasal 5,6 dan7, menyatakan bahwa pemindahtanganan dengan cara
Penjualan dapat dilakukan apabila memenuhi persyaratan, penjualan dilakukan sepanjang hal
tersebut memberikan dampak yang lebih baik bagi BUMN, penjualan dapat dilakukan dengan
cara Penawaran Umum, Penawaran Terbatas, dan Penunjukan Langsung. Sesuai dengan
prinsip GCG, Komisaris serta Direksi harus bersikap profesionalisme untuk menyelamatkan
perusahaan dalam keadaan apapun dan melakukan aktivitas ekonomi sesuai dengan
memperhatikan aspek indepedensi dan profesionalitas agar menghasilkan dampak positif bagi
perusahaan

3.2 Pembahasan Kasus 2


Dugaan Penyimpangan Manajemen Adam Air
Salah satu pihak pemegang saham PT Adam Sky Connection Airlines atau Adam Air, yakni
PT Global Transport Service ( PT GTS ) menyatakan bahwa ada indikasi penyelewengan
keuangan oleh manajemen Adam Air. Hal ini merupakan salah satu penyebab kesulitan
keuangan yang dialami maskapai ini. “Keuangan Adam Air mulai kritis sejak November
2007, tetapi tiap kali saya mengajak manajemen untuk rapat tidak ditanggapi,” kata mantan
Wakil Presiden Direktur (Wapresdir) Adam Air, Gustiono Kustanto,senin 17/3/08. selain
sebagai Wapresdir, Gustiono juga menjabat sebagai Direktur Keuangan Adam Air dan salah
satu Direktur GTS. Karena upaya pembenahan keuangan tidak ditanggapi, Gustiono pun
merekomendasikan GTS untuk menarik investasi dari Adam Air. Pengacara Otman Paris
Hutapea yang mewakili GTS dan PT Bright Star Perkasa (PT BSP) pun menyangkal
pemberitaan bahwa beroperasinya Adam Air disebabkan oleh penarikan modal. “Tidak ada
sedikit pun uang yang ditarik dari Adam Air. Klien kami bahkan belum pernah menerima
dividen,” kata Hotman. Menurut dia, modal yang disetor GTS dan BSP pada 7 Maret 2007
sebesar Rp 157,5 miliar (untuk 50% saham). Perlu diketahui bahwa komposisi saham Adam
Air terdiri atas PT GTS (19%); PT BSP (31%); dan keluarga Presiden Adam Air, Adam
Suherman sebesar 50%. Sedangkan PT GTS dimiliki oleh PT Bhakti Investama Tbk,
perusahaan sekuritas yang telah “go public”. Presiden Direktur Adam Air, Adan Suherman
mengatakan, “Siapa pun dipersilahkan membuktikan bila ada dugaan penyimpangan
keuangan. Selama ini manajemen Adam Air transparan. Buktinya ada wakil GTS yang juga
menjabat direktur keuangan.”
Sebagaimana diketahui, perusahaan penerbangan Adam Air telah beberapa kali
menghadapi musibah kecelakaan pesawat. Kini secara tiba-tiba ada berita perselisihan antar
pemegang saham dan manajemen perusahaan sehingga menyebabkan perusahaan terancam
menghentikan operasinya. Apalagi keputusan penghentian operasi penerbangan ini
bersamaan dengan masa liburan panjang sehingga tentu saja merugikan ribuan calon
penumpang yang telah memiliki tiket Adam Air tersebut. Belum lagi sekitar 3000 karyawan
Adam Air akhirnya mengalami kebingungan dan nasibnya menjadi tidak menentu.

Pertanyaan :
a. Coba Anda teliti dan berikan penalaran, apakah struktur manajemen dan mekanisme
proses keputusan yang dilakukan oleh Manajemen Adam Air telah sesuai dengan
“tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance—GCG)”?
Jawab: Pengertian Good Corporate Governance adalah:
1. Menurut Cadbury Committee of United Kingdom, GCG adalah : “Seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengelola perusahaan,
pihak kreditur, pemerintah, karywan, serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka; atau dengan
kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”
2. Prinsip-prinsip GCG, menurut Kode Indonesia tentang Tata Kelola Perusahaan yang
Baik, adalah:
 Transparansi (transparancy)
 Akuntabilitas (accountability)
 Pertanggung jawaban (resposibilitas)
 Kemandirian (Independency)
 Kewajaran (fairness)
Struktur manajemen PT Adam Air dimana Perdirnya Adam Suherman yang menguasai 50%
saham dan Wkl Presdir sekaligus Dir Keuangan Gustiono Kustanto (juga mewakili PT Bakti
Investama yang menguasai 50% saham) dan Direksi lainnya yang berasal dari keluarga Adam
Suherman, mencerminkan bahwa kondisi manajemen yang demikian adalh tidak sesuai
dengan prinsip GCG yaitu:
Transparansi: manajemen Adam Air tidak saling terbuka, dalam pengambilan keputusan dan
penyampaian informasi sehingga terjadi ketidak harmonisan antara Dewan Komisaris
Akuntabilitas: manajemen Adam Air saling curiga mengenai laporan kuangan dan
pengelolaan keuangan sehingga hal ini sangat berpengaruh terahadap operasional perusahaan.
Kemandirian: karena dalam struktur manajemen Adam Air tidak ada pemegang saham
mayoritas dan saham minoritas, sehingga hal ini sulit untuk pengambilan kebijakan dan juga
tidak ada pihak yang independent (Komisaris dan Direktur Independen)
Kewajaran: karena manajemen Adam Air hanya mementingkan pemegang saham tidak
mempertimbangkan stakeholder yang lain

b. Coba Anda Identifikasi, siapa saja yang dapat dimasukkan dalam kelompok
pemangku kepentingan (stakeholders), serta apa saja kepentingan untuk Adam Air
tersebut?
Jawab: Stakeholder dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu kelompok primer atau market
stakeholder dan kelompok sekunder atau nonmarket stakeholder.
Kelompok primer adalah mereka yang berinterkasi langsung dengan perusahaan, termasuk
didalamnya adalah: pelanggan, pemasok, pemegang saham, kreditor, serta karyawan
perusahaan.
Kelompok sekunder adalah mereka yang secara tidak langsung berinteraksi dan bertransaksi
dengan perusahaan, tetapi mereka mempunyai kepentingan dan kekuatan yang dapat
mempengaruhi kepentingan perusahaan, termasuk didalamnya adalah: pemerintah, media
massa, lembaga swadaya masyarakat dan sebagainya.
Berdasar teori diatas, maka kepentingan dari pihak primer adalah:
1. Pelanggan/konsumen sangat berkepentingan dengan keselamatan penerbangan dan
pelayanan yang baik dari maskapai Adam Air, apalagi berbagai kecelakaan telah
menimpa Adam Air
2. Pemasok, dalam hal ini adalah: 1) perusahaan leasing pesawat yang menyewakan
pesawatnya kepada Adam Air, mereka tentunnya berkepentingan terhadap ketepatan
pembayaran sewa pesawat, 2) PT Angkasa Pura juga mengharapkan ketepata waktu
atas biaya yang berkaitan dengan penggunaan bandara, apalgi Adam Air sering
mennunggak, 3) PT Pertamina sebagai pemasok bahan bakar, 4) Produsen sparepart
pesawat
3. Pemegang saham, sangat berkepentingan terhadap kinerja perusahaan sehingga
perusahaan selalu dalam keadaan sehat dilihat dari likuiditasnya, solvabilitasnya,
profitabilitasnya dan akhirnya akan dapat berjalan untuk waktu yang lama.
4. Karyawan perusahaan, sangat berkepentingan dengan kelangsungan hidup
perusahaan, karena mereka membutuhkan income yang dapat dipakai sebagai biaya
hidup dirinya sendiri dan keluarag, juga membutuhkan kenyamanan dan kepastian
bekerja.
Kepentingan pihak sekunder adalh:
1. Pemerintah, dalam hal ini sebagai pembuat Undang-undang dan Departemen
Perhubungan sebagai atoritas pemerintah dalam menetapkan peraturan atau keputusan
yang berhubungan dengan penerbangan.
2. Media massa, sebagai sumber informasi kepada masyarakat akan semua hal yang
harus diterima oleh masyarakat, baik mengenai kinerja perusahaaan, kejadian-
kejadian yang menimpa perusahaan maupaun hal baik yang diterima perusahaan.
3. Lembaga Swadaya Masyarakat, misal serikat pekerja karyawan PT Adam Air ( bagian
dari Asosiasi Karyawan Penerbangan Indoneisia ) berkepentingan terhadap hak dan
kewajiban karyawan dan masa depannya. ( LSM yang berhubungan dengan
penerbangan missal: Asosiasi Pilot Internasional, Federasi Pilot Indonesia, Indonesia
Air Traffic Controllers Association).

c. Keputusan etis dalam penutupan operasinya Coba Anda jelaskan, apakah menurut
Anda manajemen Adan Air telah memperhatikan proses?
Jawab: Menurut pendapat para ahli :
Velasquez (2005:10), etika merupakan ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan
standar moral masyarakat, yang didukung dengan penalaran yang bagus atau yang jelek.
Bertens (1993:4), istilah ”etika” berasal dari bahasa Yunani kuno. Kata Yunani ethos dalam
bentuk tunggal mempunyai banyak arti, namun dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah
adat kebiasaan. Kata etika ini telah dipakai oleh filsuf Yunani besar Arirtoteles (384-322
s.M.) sudah dipakai untuk menunjukan sifat moral. Maka kata etika berarti: ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988) etika dijelaskan dengan
membedakan tiga arti :1) Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); 2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; 3)
nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
Etika merupakan suatu kehendak yang sistematik melalui penggunaan alasan untuk
mempelajari bentuk-bentuk moral dan pilihan-pilihan moral yang dilakukan oleh seseorang
dalam menjalankan hubungan dengan orang lain.
Teori Etika
Egoisme : tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan sendiri
Utilitarianisme
Utilis berarti ”bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa
manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu-dua orang melainkan masyarakat
secara keseluruhan.
Deontologi : tindakan manusia didasari oleh suatu kewajiban yang harus dikerjakan.
Teori Hak : tindakan manusia dianggap baik apabila memenuhi hak asasi manusia
Teori Teonomi: tindakan manusia harus berdasar norma agama
Dalam kasus penutupan PT Adam Air, berdasar teori etika diatas:
a. Pihak manajemen sangat egois dan hanya memetingkan kepentingannya sendiri
(pemegang saham) karena tidak memperhatikan nasib para karyawan, hal itu
dibuktikan anatara pihak pemegang sahm keluarga Adam Suherman dengan pihak PT
Bhakti Investama yang saling berseteru terhadap penyelesaian karyawan.
b. Pihak manajemen tidak mengambil suatu keputusan yang menyeluruh, yaitu
bagaimana kepentingan para stakeholder yang yang lain harus diperhatikan
c. Pihak manajemen berkewajiban untuk memenhui hak para karyawan, konsumen ,
kreditor, pemegang saham dan pihak lain.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Tata kelola perusahaan yang baik ( Good Coorporate Governance ) sejumlah aturan
yang menjadi acuan bagi para pemangku kepentingan perusahaan agar tidak terjadi
kecurangan atau ketidakseimbangan antara hak dan kewajiban di dalam menjalankan
perusahaan. Peraturan yang diciptakan berdasarkan praktik tata kelola perusahaan yang
baik menghasilkan keseimbangan antara hubungan para karyawan dan atasan.
Di Indonesia tata kelola perusahaan yang sudah cukup banyak perusahaan yang
menerapkannya dan sudah ada hukum yang mengatur perihal ini. Penerapan tata kelola
perushaan yang baik memberikan banyak manfaat bagi perusahaan terutama perushaan
milik negara.

4.2 Saran
Dalam praktik tata kelola perusahaan yang baik ( Good Coorporate Governance )
perlu adanya komitemen yang lebih kuat lagi di dalam perusahaan terutama perusahaan
milik negara yang ada di Indoensia.
Selain itu praktik tata kelola perusahaan ( Good Coorporate Governance ) juga harus
mengikuti perkembangan teknologi dan perubahan sistem yang ada saat ini. Peraturan dan
aturan itu terus berkembang mengikuti perkembangan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :
Agoes, Sukrisno. 2012. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat

Sumber Internet :
https://www.megapolitan.kompas.com/read/2014/06/07/18021652/dirjen.coorporate

Anda mungkin juga menyukai