Anda di halaman 1dari 37

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta'ala yang telah memberikan kekuatan
sehingga kami dapat membuat proposal penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan
Elemen Jejak Cu2+ dan Modifikasi Jenis Elektroda pada Efektivitas Microbial Fuel Cell
(MFC) terhadap Reduksi Logam Berat Cr (VI) dengan Reaktor Dual Chamber Sistem
Kontinyu”.

Selama penyusunan proposal ini, kami banyak sekali mendapat bimbingan, dorongan,
serta bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, kami ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar besarnya kepada :

1. Bapak Juwari, S.T., M.Eng., Ph.D., selaku Kepala Departemen Teknik Kimia FTI-ITS
Surabaya.
2. Ibu Dr. Ir. Sri Rachmania Juliastuti, M.Eng , selaku Kepala Laboratorium Pengolahan
Limbah Industri, Departemen Teknik Kimia FTI-ITS yang sekaligus Dosen
Pembimbing kami atas bimbingan, saran dan motivasi yang telah diberikan
3. Bapak dan Ibu Dosen pengajar serta seluruh karyawan Departemen Teknik Kimia.
4. Orang tua dan saudara-saudara kami serta teman-teman, atas doa, bimbingan,
perhatian, dan kasih sayang yang selalu tercurah selama ini.
5. Bapak/Ibu Pimpinan PT. Energi Agro Nusantara yang telah membantu dalam
penyediaan molasses sebagai bahan penelitian kami.
Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan proposal ini, yang
membutuhkan saran yang konstruktif demi penyempurnaannya.

i
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.....................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................... I-1
I.1 Latar Belakang ............................................................................................................... I-1
I.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... I-3
I.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................... I-3
I.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................................... I-3
I.5 Batasan Penelitian .......................................................................................................... I-3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................... II-1
II.1. Kromium (Cr) ............................................................................................................. II-1
II.2 Molasses ...................................................................................................................... II-2
II. 3. Shewanella oneidensis MR-1 .................................................................................... II-3
II. 4. Fuel Cell .................................................................................................................... II-5
II.5. Microbial Fuel Cell ..................................................................................................... II-8
II.5. 1 Jenis Desain Microbial Fuel Cell ........................................................................ II-9
II.5.2 Material Elektroda Microbial Fuel Cell ............................................................. II-11
II.5.3 Sistem Penukar Kation ........................................................................................ II-12
II. 5.4 Faktor Operasi Microbial Fuel Cell ................................................................... II-14
II.6 Penelitian-Penelitian Terdahulu ................................................................................ II-15
BAB III METODE PENELITIAN ...................................................................................... III-1
III.1. Kondisi Operasi ....................................................................................................... III-1
III.2. Variabel Penelitian .................................................................................................. III-1
III.3. Bahan,Skema dan Alat Penelitian ........................................................................... III-2
III.3.1 Bahan Penelitian ................................................................................................ III-2
III.3.2. Alat Penelitian .................................................................................................. III-2
III.3.3. Skema Alat Penelitian ...................................................................................... III-3
III.3.4. Diagram Alir Penelitian .................................................................................... III-4
III.3.5. Prosedur Penelitian ............................................................................................... III-5
III.3.5.1. Persiapan Penelitian ....................................................................................... III-5
III.3.5.2. Proses Eksperimen ........................................................................................ III-7
III.3.6. Tahap Analisa Penelitian ...................................................................................... III-8
III.3.7. Rencana Jadwal Kegiatan..................................................................................... III-9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................D-1

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Industri di Indonesia mengalami pertumbuhan yang cukup pesat di tiap tahunnya, tak
terkecuali dengan industri penyamakan kulit, yang mana mengalami peningkatan ekspor
produk alas kaki kulit sebesar 6,53 % pada tahun 2017. Tingginya ekspor dari produk
berbahan kulit Indonesia menjadi yang keempat di dunia dengan kontribusi produksi sebesar
4,4 % dari total produksi alas kaki dunia sekaligus juga menyumbang PDB nasional sebesar
1,6 %. Peningkatan tersebut secara otomatis juga meningkatkan jumlah limbah industri
penyamakan kulit. Pada penyamakan 1 ton kulit basah diperlukan air ± 40 m3 dan kemudian
dibuang sebagai limbah cair yang tercampur dengan bahan kimia sisa proses dan komponen
kulit yang terlarut selama penyamakan. Proses produksi di industri penyamakan kulit
mengkonsumsi bahan Kromium dengan jumlah paling banyak dan 85% kulit di dunia
disamak dengan bahan kulit (Sugihartono, 2016).
Kromium yang terkandung dalam limbah cair industri penyamakan kulit dapat
membahayakan lingkungan dan ekosistem bila dilepas secara langsung ke badan air. Pada
umumnya, kromium yang terkandung dalam limbah cair penyamakan kulit berbentuk sebagai
kromium heksavalen (Cr6+) yang memiliki toksisitas 100 kali lebih besar dari Cr3+. Selain itu,
kromium heksavalen juga bersifat korosif, karsinogenik, iritasi, dan gangguan saluran
pernafasan apabila berkontak pada tubuh manusia (Rahmawati dan Suhendar, 2015).
Kromium heksavalen dapat terakumulasi pada tubuh manusia yang mengonsumsi ikan yang
hidup pada ekosistem yang tercemar limbah kromium. Untuk meminimalisir dampak toksik
dari kromium, perlu dilakukan pengolahan limbah cair pada industri penyamakan kulit
sebelum limbah dibuang ke sungai atau badan air.
Terdapat beberapa metode konvensional dalam mengolah limbah Cr6+ antara lain
reduksi dengan senyawa ferrosulfat (Moncekova,2016),atau dengan nanofilter membrane
(Wei,2019).Tetapi metode tersebut memerlukan biaya yang tidak murah,sehingga diperlukan
cara alternatif untuk mengurai limbah Cr6+. Microbial Fuel Cell (MFC) menjadi salah satu
alternatif untuk mengurai limbah limbah Cr6+ dan menghasilkan bioelektrik
MFC adalah sistem bio-elektrokimia yang secara langsung mengubah energi kimia
dalam substrat organik menjadi energi listrik dengan reaksi katalitik bakteri dalam kondisi
anaerob. MFC terdiri dari anoda dan katoda yang dipisahkan oleh membran penukar proton.
Bakteri elektrogenik mengoksidasi substrat di anoda untuk melepaskan elektron, proton, dan

I-1
CO2. Elektron kemudian diangkut melalui sirkuit eksternal ke katoda di mana mereka
dikonsumsi oleh zat pengoksidasi. Komponen utama dalam MFC adalah elektroda (yaitu,
anoda dan katoda), yang mempengaruhi pelekatan mikroba, transfer elektron, resistansi
internal, dan laju reaksi permukaan elektroda. Efek ini bervariasi dalam bahan elektroda yang
berbeda karena perbedaan dalam sifat fisik dan kimianya (Thygesen,2016). Dalam hal
ini,selain logam berat, limbah organik berupa molases juga menjadi perhatian khusus karena
jumlah produksinya di Indonesia yang tinggi. Pada industri gula tebu, selain menghasilkan
gula tebu, juga dihasilkan molase yang merupakan produk sampingan selama proses
pemutihan gula. Di beberapa pabrik gula, molase ini di ekspor keluar negeri dengan harga
yang relatif murah, dibanyak tempat, limbah ini sangat kecil daya gunanya dan sering
menjadi masalah pencemaran lingkungan karena molase mengandung kalsium oksida yang
dapat mengurangi kadar oksigen tanah. Molase mengandung nutrisi cukup tinggi untuk
kebutuhan bakteri, sehingga dijadikan bahan alternatif sebagai sumber karbon
(Fifendy,2013).
Pemanfaatan kedua limbah yaitu limbah logam berat kromium dan limbah molase
dengan MFC mampu memperoleh tiga manfaat sekaligus, yaitu pengolahan logam berat,
pengolahan limbah molase, dan produksi bioenergi dari MFC yang dihasilkan. Selama ini,
MFC yang dikembangan masih menggunakan sistem batch. Penggunaan sistem batch
memiliki beberapa kekurangan dalam skala industri,yaitu membutuhkan volume dan ruang
yang besar dan bakteri yang digunakan banyak. Oleh karena itu perlu dikembangkan MFC
dengan sistem dual batch yang menggunakan sistem kontinyu sehingga volume dan ruang
yang dibutuhkan lebih kecil. Berbagai jenis bakteri digunakan dalam penggunaan MFC,salah
satunya adalah Shewanella oneidensis MR-1.
Shewanella oneidensis MR-1 adalah bakteri anaerobik fakultatif dan merupakan
bakteri elektroaktif dan mampu mendegradasi molases dengan baik dan menghasilkan
densitas energi yang tinggi yaitu 2 W/m2. Selain bakteri,elektroda juga berpengaruh terhadap
berjalannya reaksi reduksi dan oksidasi. Luas permukaan anoda berpengaruh terhadap
aktivitas bakteri dan elektron.Penambahan elemen jejak Cu2+ dapat meningkatkan jumlah
riboflavin dalam bakteri dan pelekatan bakteri pada elektroda,sehingga densitas energi
meningkat (Shang Xu,2016). Elektroda jenis Carbon cloth diketahui dapat meningkatkan
area kontak di anoda. Selain dengan menggunakan elektroda Carbon cloth, limbah cangkang
kelapa sawit (Elaeis guineensis) yang memiliki kandungan karbon dan kalori yang tinggi
dapat dimodifikasi menjadi bahan karbon aktif elektrode organik (Aziz, 2017). Dalam

I-2
penelitian ini akan dianalisa pengaruh penambahan elemen jejak Cu2+ dan modifikasi jenis
elektroda terhadap densitas energi dari MFC.

I.2 Rumusan Masalah


Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana proses pengolahan limbah molase dan limbah logam berat Cr (VI)
sebagai dalam pengurangan BOD (Biochemical Oxygen Demand) sekaligus
menghasilkan bioenergy alternatif. dengan menggunakan Microbial Fuel Cell dual
chamber sistem kontinyu memanfaatkan bakteri Shewanella oneidensis MR-1.
2. Bagaimana pengaruh penambahan elemen jejak Cu2+ dan modifikasi jenis elektroda
terhadap besar reduksi logam dan energi yang dihasilkan

I.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk menentukan proses pengolahan limbah molases dan limbah logam berat Cr
(VI) dalam pengurangan BOD (Biochemical Oxygen Demand) sekaligus
menghasilkan bioenergy alternatif. dengan menggunakan Microbial Fuel Cell dual
chamber sistem kontinyu memanfaatkan bakteri Shewanella oneidensis MR-1.
2. Untuk mengetahui pengaruh elemen jejak Cu2+ dan modifikasi jenis elektroda
terhadap banyaknya reduksi Cr (VI) dan power density yang dihasilkan.

I.4 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat dari program penelitian ini adalah :
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi salah satu solusi dari pengolahan limbah
organik dan limbah logam berat.
2. Dapat menguarangi toksisitas limbah Cr(VI) sebagai limbah logam yang berbahaya
sekaligus menghasilkan bioenergi dengan sistem yang kontinyu dan hasil yang
optimum.
3. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.

I.5 Batasan Penelitian


Adapun batasan dari penelitian ini adalah :
1. Reaktor yang digunakan dalam sistem Microbial Fuel Cell (MFC) adalah reaktor
dual-chamber.sistem kontinyu.

I-3
2. Reagen di anoda menggunakan larutan organik limbah cair pabrik gula (molases)
dengan konsentrasi 5% (v/v) terhadap campuran substrat organik serta dengan media
nutrient broth 15% (v/v) dari volume total (10 L).
3. Reagen di katoda menggunakan larutan logam Cr(VI) dengan konsentrasi 8 mg/L +
larutan buffer sitrat untuk mengatur pH.
4. Variabel Cu2+ yang ditambahkan pada anoda tidak melebihi 800 mg/L.
5. Sistem penukar kation pada reaktor Microbial fuel Cell (MFC) adalah jembatan
garam. Jembatan garam dibentuk dengan larutan KCl 4% dicampur dengan agar.
6. pH pada anoda adalah pH 7 dan di katoda pH 2.
7. Flowrate limbah yang masuk ke anoda dan katoda masing-masing 0,4 liter per jam
dengan Recycle Ratio sebesar 0,85.

I-4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Kromium (Cr)


Kromium merupakan salah satu logam berat yang memiliki karakteristik berwarna
abu-abu, keras, dan berkilau. Pada tabel periodik, kromium terletak pada golongan VI dengan
nomor atom sebesar 24. Umumnya kromium berfase padat dengan titik didih dan titik lebur
masing-masing sebesar 1857 ℃ dan 2672 ℃. Kromium dapat berbentuk dalam kondisi
trivalen (Cr3+), yang mana merupakan bentuk yang paling stabil, maupun berbentuk
heksavalen (Cr6+) yang mana menjadi agen pengoksidasi yang kuat. Secara natural, kromium
di alam tidak berbentuk unsur tunggal, melainkan dijumpai dalam mineral - mineral kromit
(FeCr2O4). Kromium (III) menjadi salah satu elemen jejak dan mikronutrien yang dibutuhkan
oleh tubuh manusia. Kromium bermanfaat dalam metabolisme insulin dan pembentukan
faktor toleransi glukosa. Secara komersil, logam kromium dimanfaatkan dalam berbagai
aktivitas industri, diantaranya pada industri penyamakan kulit, industri tekstil, konsentrasi
kimia, dan pelapisan logam.
Kromium pada industri tidak hanya ditemukan sebagai sumber bahan baku,
melainkan juga dijumpai pada limbah proses industri. Limbah yang mengandung kromium
bersifat tidak mudah terurai, toksik, dan karsinogenik sehingga berbahaya apabila terlepas
secara langsung ke lingkungan. Kromium dapat masuk ke tubuh manusia melalui makanan
berupa ikan ataupun organisme lain yang hidup di lingkungan yang terpapar limbah
kromium. Akumulasi yang besar dari Kromium dapat menyebabkan kanker serta iritasi pada
saluran pernafasan. Kromium trivalen memiliki toksisitas yang lebih rendah dan tidak bersifat
karsinogenik jika dibandingkan dengan kromium heksavalen, dikarenakan daya larut dan
mobilitasnya yang lebih tinggi.
Secara umum toksisitas kromium dipengaruhi oleh bilangan oksidasi kromium, pH,
dan suhu. Kadar kromium pada air tawar biasanya kurang dari 0,001 mg/l dan pada perairan
laut sebesar 0,00005 mg/l. Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Tahun 2014, baku mutu air limbah ialah mengandung kromium dengan kadar maksimum 0,6
mg/l. Sedangkan batas maksimum kromium untuk keperluan air minum dan kegiatan
perikanan ialah 0,05 mg/l berdasar Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001. Berikut
merupakan baku mutu air yang dibedakan berdasarkan kelas-kelas yang termaktub dalam
Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001.

II-1
Tabel 2.1 Baku Mutu Air terhadap cemaran kromium berdasarkan kelas (PP no. 82
tahun 2001, 2001)
Kelas Kandungan Krom (VI)
I 0,5 mg/l
II 0,5 mg/l
III 0,5 mg/l
IV 0,1 mg/l

Baku mutu kelas satu peruntukannya dapat digunakan sebagai air minum masyarakat
umum, sedangkan untuk kelas dua peruntukannya untuk sanitasi dan rekreasi air. Sedangkan
untuk baku mutu kelas III dan IV berturut-turut peruntukannya pada peternakan agraria dan
air pendingin untuk keperluan industri (Sundstorm, 1973).
II.2 Molasses
Molasses merupakan hasil samping dari proses pembuatan gula, yang mana berbentuk
cairan kental berwarna coklat gelap dengan kandungan gula yang tinggi, yakni berkisar 60-
65%. Selain mengandung gula (sukrosa, glukosa, fruktosa), molasse atau yang dikenal juga
sebagai tetes tebu memiliki kandungan asam amino dan mineral. Tingginya kadar nutrien dari
molasse membuat bahan ini sering digunakan sebagai bahan aditif pakan ternak, yang mana
kehadiran molasse pada ransum dapat meningkatkan palabilitas ransum, penghilangan
karakteristik berdebu ransum, dan pengikatan ransum. Selain dimanfaatkan sebagai pakan
ternak, dewasa ini molasse juga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman, penyedap rasa
(MSG), bahan baku spiritus, dan media tumbuh jamur. Komposisi dari Molasse dapat dilihat
pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kandungan Nutrisi pada Molasses (Reni, 2008)


No Kandungan Kisaran (%) Rata-Rata (%)
1 Air 17-25 20
2 Senyawa Organik
Sukrosa 30-40 35
Glukosa 4-9 7
Fruktosa 5-12 9
Gula Reduksi lain 1-5 4
Protein Kasar 2,5-4,5 4

II-2
Asam Amino 0,3-0,5 0,4
3 Senyawa Anorganik
K2O 4,80
MgO 1,20
CuO 0,98
Na2O 0,10
Fe2O3 0,12
SO3 1,90
Cl 1,80
P2O5 0,60
SiO2 tak larut 0,60
4 Wax, Phospolipid, dan 0,40
Sterol
5 Vitamin
Biotin 2
Cholin 8,80
Asam Folat 0,35
Niacin 23
Riboflavin 40
Asam Pantothenat 2,50
Phyridoxine 4
Thiamine 0,80

II. 3. Shewanella oneidensis MR-1


Genus Shewanella telah dikenal keberadaannya pada sedimen laut dan kapasitas
metabolismenya. Shewanella merupakan bakteri gram negatif, anaerob fakultatif yang
berbentuk batang. Shewanella menggunakan oksigen, logam berat dan nitrat sebagai akseptor
elektron dalam konteks transpor elektron. Karena kemampuan-nya dalam degradasi limbah
dan bahan organik, Shewanella acap kali digunakan pada proses bioremidiasi. Sebagai salah
satu bakteri elektroaktif, Shewanella dapat melepas elektron menuju akseptor ekstraselluler
melalui permukaan sel. Pertumbuhan optimal dari Shewanella mencapai temperatur sebesar
30 ℃. (Venkatesvaran, dkk, 2011)

II-3
Secara khusus, Shewanella oneidensis MR-1 yang memiliki ukuran 2-3 μm, dapat
membentuk biofilm pada permukaan zat padat maupun antarmuka fase cair-gas (Wu, 2019).
Shewanella oneidensis memiliki kemampuan khusus untuk melakukan respirasi
menggunakan berbagai akseptor elektron terminal tanpa keberadaan oksigen. Bakteri ini juga
mampu dalam mengoksidasi katoda untuk mengkatalisasi oksigen dan reduksi fumarat,
menunjukkan proses transfer elektron ekstraseluler (EET) MR-1 yang cukup beragam dan
terjadi tidak hanya dari bakteri ke oksida logam atau elektroda solid-state, tetapi juga
sebaliknya dari elektroda ke bakteri (Fu, 2019). Pengembangan di era sekarang, Shewanella
oneidensis MR 1 dimanfaatkan untuk memperoleh energi, salah satunya dalam Microbial
Fuel Cell yang digunakan untuk mengolah air limbah (Logan, 2006). Pada Microbial Fuel
Cell, bakteri mentransfer elektron menuju anode menggunakan flavin sebagai penghubung
elektron. Pembentukan flavin didasarkan pada satu molekul guanosin trifosfat dan satu
molekul ribosa-5-fosfat, yang diubah menjadi riboflavin (RF) oleh protein yang dikodekan
oleh ribBA, ribD, ribH, dan ribE. (Covington, 2010). Menurut Shang-Xu (2016),
penambahan ion jejak dari logam khususnya Cu2+ dapat mengefektifkan kinerja bakteri
Shewanella oneidensis MR1. Penambahan ion jejak Cu2+ nyatanya dapat meningkatkan
produksi riboflavin sealigus meningkatkan transfer elektron menjadi lebih signifikan
sehingga power density yang dihasilkan meningkat 1,3 kali dari MFC tanpa penambahan ion
jejak Cu2+.

Tabel 2.3 Klasifikasi Ilmiah Shewanella oneidensis


Kingdom Bacteria
Filum Proteobacteria
Kelas Gammaproteobacteria
Ordo Alteromonadales
Famili Shewanellaceae
Genus Shewanella

II-4
Gambar 2.1 Bakteri Shewanella oneidensis MR-1 (Oak Ridge National Laboratory,2011)

II. 4. Fuel Cell


Fuel cell merupakan suatu teknologi masa depan yang berupa sel bahan bakar dalam
konteks untuk menghasilkan suatu energi untuk menggerakkan bermacam-macam
peralatan. Fuel Cell menghasilkan listrik searah (DC) melalui proses elektrokimia dengan
kombinasi hidrogen (H2) dan oksigen (O2) (Eniya dkk, 2008). Pengembangan fuel cell
sudah dilakukan sejak 1893 oleh Sir William Robert Grove dan awalnya diaplikasikan
pada teknologi ruang angkasa. Teknologi Fuel cell menjadi makin dilirik karena tendensi
nya yang dapat menggantikan pembangkit listrik ber bahan bakar minyak dan sudah
mulai diaplikasikan dalam penggerak mobil pada tahun 90-an. Pembangkit listrik Fuel
Cell ini termasuk yang tidak menghasilkan polutan dan ramah bagi lingkungan. Hal ini
dikarenakan sisa reaksinya yang hanya berupa panas dan air. Keunggulan-keunggulan
Fuel Cell dibandingkan dengan pembangkit lainnya diantaranya, Memiliki efisiensi yang
tinggi, berkisar 40% - 60 %, Tidak menimbulkan suara bising, dan mampu menanggapi
dengan cepat perubahan oksigen atau bahan bakar (Hasan, 2007). Fuel Cell menjadi
harapan baru dalam menggantikan motor bakar untuk kendaraan bermotor di masa yang
akan datang (Hendrata, 2001).

Gambar 2.2 Blok Diagram Fuel Cell (Hasan, 2007)

II-5
Prinsip kerja Fuel Cell ialah dengan mereaksikan hidrogen dengan oksigen untuk
menghasilkan listrik yang ditunjukkan pada reaksi sebagaimana berikut,
2H2 + O2  2H2O
Pada reaksi diatas, energi panas dibebaskan untuk dirubah menjadi suatu energi listrik.
Fuel Cell sendiri lazimnya terdiri atas kompartemen anoda dan katoda. Kompartemen
katoda dan anoda dipisahkan oleh sebuah area yang dikenal sebagai PEM (Proton
Exchange Membrane). Pada anoda, hidrogen dari asam elektrolit akan terionisasi menjadi
ion hidrogen (H+) dan elektron, serta membebaskan sejumlah energi. Proton dari anoda
akan mengalir ke katoda melalui membran penukar proton (PEM).
2H2  4H+ + 4e-
Sedangkan pada katoda, oksigen akan bereaksi dengan elektron dari elektroda dan juga
proton (ion hidrogen) membentuk air.
O2 + 4e- + 4H+  2H2O
Fuel Cell diklasifikasikan menjadi beberapa tipe berdasar material yang digunakan
sebagai elektrolit, diantaranya adalah
1. Alkaline Fuel Cell (AFC)
2. Proton Exchange Membrane Fuel Cell
3. Phosphoric Acid
4. Molten Carbonate
5. Solid Oxide
6. Direct Methanol Fuel Cell
7. Microbial Fuel Cell
8. Regenerative Fuel Cell
Tabel 2.4. Jenis Fuel Cell dan Karakteristiknya (Hendrata, 2001)
Jenis Elektrolit Karakteristik Penggunaan
Alkaline Kalilauge (KOH) Efisiensi energi Pesawat Ulang
tinggi, memiliki Alik, kendaraan
kepekaan terhadap
CO2
Polymer Exchange Polymer Elektrolyt Kerapatan energi Stasiun Pembangkit
Membrane tinggi, memiliki Panas, Kendaraan
kepekaan terhadap
CO

II-6
Phosphoric Acid Phosphor Acid Efisiensi Energi Kendaraan
Fuel Cell terbatas, memiliki
kepekaan terhadap
CO.
Molten Carbonate Molten Carbonate Problem Korosi Pembangkit energi
panas
Solid Oxyde Lapisan Keramik Efisiensi sistem Pembangkit energi
tinggi, Temperatur panas, Stasiun
operasi perlu pembangkit dengan
diturunkan turbin
Direct Methanol Polymer Elektrolyt Efisiensi sistem Kendaraan
Fuel Cell tinggi.

Alkaline Fuel Cell merupakan salah satu jenis fuel cell yang paling muta-
akhir. Fuel cell yang menggunakan alkaline potassium sebagai elektrolit ini
diaplikasikan sebagai komponen dalam pesawat ulang alik NASA. Dikarenakan
biayanya yang mahal, maka jarang digunakan dalam skala komersil.
Polymer Exchange Membrane ialah fuel cell yang tergolong ekonomis dan
sering dimanfaatkan pada alat elektrik, kamera video, dan telepon genggam. Fuel cell
jenis ini memiliki karakter tahan pada suhu rendah dan terdiri atas membran plastik
tipis yang dilapisa oleh platina.
Phosporic Acid Fuel Cell telah lama dikembangkan sebagai pembangkit listrik
di Eropa dan Amerika. Pengembangan pembangkit ini telah mencapai kapasitas
mencapai 50 Kw sampai 11 mW. Biaya perawatan yang tinggi menjadi salah satu
indikator fuel cell jenis ini tak lazim digunakan.
Molten Carbonate Fuel Cell (MCFC) beroperasi pada temperatur yang tinggi
dan telah dikembangkan dengan baik di Jepang dan Italia dengan kapasitas energi
yang dihasilkan mencapai 30 mW sampai dengan 1 mW.
Solid Oxide Fuel Cell (SOFC) merupakan fuel cell yang berbentuk
menggunakan material berupa keramik yang beroperasi pada temperatur tinggi. SOFC
telah dimanfaatkan pada transportasi dan sistem hibrida dengan pembakaran nitrogen.
Kapasitas yang dihasilkan mencapai 1 kW-25 kW.

II-7
Direct Methanol Fuel Cell memiliki karakteristik yang mirip dengan PEM
yakni menggunakan plastik polimer sebagai bahan membran. Pada DMFC, hidrogen
diambil langsung oleh katalisator anoda dari methanol cair, sehingga tidak diperlukan
reformer bahan bakar.
Regenerative Fuel Cell merupakan jenis fuel cell terbaru yang menggunakan
elektrolisa solar cell. Prinsip dari fuel cell jenis ini yakni dengan merubah air menjadi
hidrogen dan oksigen, untuk kemudian diubah menjadi tenaga listrik.

II.5. Microbial Fuel Cell


Microbial Fuel Cell merupakan suatu terobosan dalam pembangkit listrik yang
berbasis pemanfaatan aktivitas mikroorganisme yaitu bakteri. Fuel Cell jenis ini
mengubah energi kimia menjadi energi listrik melalui suatu reaksi katalitik yang
melibatkan mikroorganisme (Ibrahim, 2017). Substrat yang digunakan dalam sistem ini
dapat berupa limbah industri yang memungkinkan adanya kelimpahan nutrisi sebagai
tempat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan pada sistem ini
dapat mengubah energi kimia dalam substrat organik menjadi energi listrik. Mikroba
juga bersifat elektroaktif yang mana metabolisme nya dapat menghantarkan elektron
menuju elektroda untuk menghasilkan daya.
Lazimnya, reaktor MFC terdiri atas dua ruangan yakni anoda dan katoda. Pada anoda,
reaksi berlangsung secara anaerob, yang mana mikroba mengoksidasi substrat seperti
limbah cair, glukosa, ataupun asetat menjadi CO2, elektron dan proton. Proton akan
berpindah menuju katoda melalui membran penukar proton, yang dapat berupa jembatan
garam maupun membran (Li, 2018). Pada katoda, reaksi berlangsung secara aerob, yang
mana proton dari anoda dengan oksigen akan membentuk air. Beda potensial dari anoda
dan katoda bersama dengan aliran elektron akan menghasilkan daya listrik (Ester, 2012).

Reaksi pada anoda yang menggunakan substrat berupa glukosa adalah sebagaimana
berikut,
mikroba
 Pada Anoda : C6H12O6 + 6H2O 6CO2 + 24H+ + 24e- (3)
 Pada Katoda : O2 + 4H+ + 4e- 2H2O (4)
 Reaksi Total : C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O (5)

Mekanisme tranfer elektron pada sistem reaktor Microbial Fuel Cell dari bakteri ke
anoda (menurut Liu, 2008) ialah sebagaimana berikut,

II-8
1. Transfer elektron langsung melalui protein membran sel
Studi genetik dan biokimia dewasa ini menunjukkan bahwasanya membran
luar sitokrom, enzim pada rantai pernafasan bakteri, terlibat dalam tranfer elektron
dari bakteri Shewanella putrefaciens menuju elektrode.
2. Transfer elektron yang dimediasi
Penambahan mediator artifisial seperti metilen biru dapat menyebabkan
transfer elektron menjadi lebih efisien. , yang mampu melintasi membran sel,
menerima elektron dari pembawa elektron intraseluler, keluar dari sel dalam
bentuk tereduksi, dan kemudian melepaskan elektron kepermukaan elektroda..
Beberapa jenis bakteri menghasilkan mediator elektron mereka sendiri yang juga
dapat digunakan oleh spesies lain. Misalnya, Pseudomonas aeruginosa dapat
menghasilkan phenazine untuk menstimulasi transfer elektron untuk beberapa
strain bakteri (Rabaey et al. 2004).
3. Transfer elektron melalui Bacterial Nanowires
Penemuan terbaru menunjukkan struktur pilus yang tumbuh pada membran sel
terlibat dalam transfer elektron ekstraseluler. Identifikasi Nanowires sukses
dilakukan pada beberapa bakteri seperti Shewanella oneidensis MR-1, Geobacter
Sulfurreducens, dan Pelotomaculum thermopropionicum.

II.5. 1 Jenis Desain Microbial Fuel Cell


1. Dual Chamber Microbial Fuel Cell
Pada umumnya, microbial fuel cell memiliki desain dengan sistem dual
chamber, memiliki bentuk yang menyerupai H, terdiri dari dua chamber yang
dihubungkan oleh tabung yang berisi membran pertukaran proton (PEM) atau
jembatan garam, menghasilkan kerapatan daya yang rendah karena resistansi
internal yang tinggi (Logan et al. 2006).
Membran penukar kation menjadi piranti penting dalam reaktor MFC, yang
mana memiliki fungsi untuk mentransfer proton menuju katoda. Nafion menjadi tipe
yang paling umum digunakan sebagai membran penukar kation. Selain Nafion,
beberapa alternatif yang dapat digunakan sebagai membran penukar kation ialah
nanoporous polymers filters, J-cloth, dan membran ultrafikasi.
Keunggulan dari Dual Chamber MFC ialah kondisi yang berbeda dapat
dipertahankan di tiap kompartemen, kinerja katoda dapat ditingkatkan dengan

II-9
mengendalikan pH, membersihkan oksigen murni, meningkatkan laju aliran, dan
menambahkan electronatorator dalam katoda, yang mengarah pada peningkatan total
kinerja MFC (Flimban, 2018).

Gambar 2.3 Reaktor MFC tipe Dual Chamber (Saravanan, 2018)

2. Single Chamber Microbial Fuel Cell


Reaktor bertipe ini memilii desain yang sederhana dengan satu ruang sehingga
substrat dan elektrolit bercampur. Desain ini menjadi pengembangan dari reaktor
bertipe dual chamber dengan tujuan untuk meminimalkan penggunaan membran.
Pada ruang katoda terdapat elektroda berpori membentuk satu sisi dinding yang
memanfaatkan oksigen dari atmosfer dan memungkinkan proton berdifusi
melaluinya.
Keunggulan dari penggunaan Single Chamber MFC ialah keluaran daya yang
lebih besar daripada menggunakan sistem Dual Chamber, laju difusi oksigen hampir
dua kali lipat lebih tinggi, dan lebih ekonomis.

II-10
Gambar 2.4 Reaktor MFC tipe Single Chamber (Karmakar, 2010)

II.5.2 Material Elektroda Microbial Fuel Cell


1. Anoda
Anoda mengambil peran sebagai akseptor elektron terakhir untuk sel dan
dengan demikian secara efektif meningkatkan pembangkitan listrik. Bahan elektroda
anoda membutuhkan konduktivitas listrik yang tinggi, bio-kompatibilitas yang kuat,
stabilitas kimia dan luas permukaan yang besar. Material berbasis karbon adalah
yang paling umum digunakan sebagai bahan anaoda. Hal ini dikarenakan karbon
lebih stabil secara kimia, berkonduktivitas unggul, dan juga fleksibilitas untuk
menciptakan luas permukaan kontak yang besar. Beberapa jenis karbon yang
digunakan sebagai anoda diantaranya adalah graphite rods, plain graphite, granule
graphite, carbon paper, carbon cloth, carbon felt dan carbon graphite fiber. Jenis
material Carbon cloth dan Carbn Fiber adalah yang paling efektif dalam
meningkatkan kinerja MFC karena luas permukaan yang besar, konduktivitas yang
tinggi, dan juga sifat permukaan yang menguntungkan untuk pengembangan biofilm
(Liu, 2008). Beberapa penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa penggunaan
carbon cloth sebagai material elektroda menghasilkan power density yang besar
yakni berkisar dari 1221 mW/m2 hingga 7200 mW/m2 (Li, 2018).
Modifikasi secara fisik maupun kimiawai pada anoda dapat pula meningkatkan
kinerja dari MFC. Beberapa modifikasi yang dilakukan diantaranya dengan
pelapisan permukaan elektroda dengan self-assembled monolayers (Crittenden et al.
2006). Modifikasi permukaan elektroda dengan Mn (IV), Fe (III), netral merah (Park
dan Zeikus 2003), dan juga penambahan dedak padi untuk memperluas permukaan
kontak elektroda. Selain itu, modifikasi elektroda dengan karbon aktif menjadi
terobosan yang menarik, salah satunya elektroda karbon aktif organik yang berasal
dari tempurung kelapa sawit (Thygesen, 2016). Tempurung kelapa sawit, yang
cenderung dibuang sebagai limbah, memiliki kalori yang cukup tinggi dan
diharapkan dapat menjadi bahan untuk elektroda (anoda maupun katda) yang lebih
ekonomis, khususnya untuk daerah tropis.

2. Katoda
Pengembangan material katoda yang memiliki kinerja tinggi dan berbiaya rendah
penting untuk keberhasilan penerapan teknologi MFC dalam remediasi air limbah.

II-11
Bahan karbon seperti pelat grafit (Tender et al. 2002) carbon felt (xafenias. 2013)
dan carbon cloth (Li, 2018) dapat langsung digunakan sebagai katoda. Penggunaan
katalis logam yang berkinerja tinggi yang dikembangkan baru-baru ini, seperti besi
pirolisa (II) phthalocyanine atau cobalt tetramethoxyphenylporphyrin (Cheng et al.
2006b; Zhao et al. 2006) untuk katoda MFC dapat menjadi alternatif untuk
mengurangi biaya bahan katoda. Selain menggunakan katalis, penggunaan bio
katode yakni dengan memanfaatkan bakteri seperti bakteri pereduksi sulfat. Bakteri
yang melekat pada katoda menghasilkan kawat nano yang dapat digunakan untuk
menerima elektron dari katoda (Kalathil, 2017). Biokatode menunjukkan kinerja
tinggi dalam hal pengolahan air limbah, generasi saat ini, dan stabilitas.

II.5.3 Sistem Penukar Kation


Sistem Penukar Kation menjadi suatu piranti yang penting dalam Microbial Fuel
Cell. Sistem penukar kation menjadi tempat mengalirnya proton dari anoda menuju
katoda. Ketiadaan sistem penukar kation/ pemisah akan meningkatkan difusi oksigen dan
substrat sehingga dapat menurunkan efisiensi Coulombic dan aktivitas bioelectrocatalytic
dari mikroorganisme anoda (Liu et al., 2005). Selain itu, percepatan laju difusi substrat
akan mengarah pada penonaktifan katoda dan menurunkan kinerja MFC (Tartakovsky
dan Guiot, 2006).Maka dari itu penggunaan separator/ penukar kation telah diakui untk
memastikan kinerja MFC tetap efektif dan efisien.
Jenis-jenis penukar kation yang dikembangkan dalam beberapa dekade terakhir
diantaranya ialah termasuk membran pertukaran kation (CEM),anion exchange
membrane (AEM), membran bipolar (BPM), membran mikrofiltrasi (MFM), membran
ultrafiltrasi(UFM), jembatan garam, serat kaca, bahan berpori lainnya. Menurut
karakteristik penyaringan,bahan pemisah ini dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
kategori utama: ion exchange membrane (IEMs), pemisah selektif dan jembatan garam.

Tabel 2.5. Perbandingan antara jenis pemisah (Ping Sheng, 2011)


Jenis Pemisah Keunggulan Kekurangan
Tanpa Pemisah Laju transfer proton tinggi, Permeasi oksigen serius,
power density tinggii, biaya kehilangan substrat tinggi
rendah,
konfigurasi sederhana

II-12
Membran Penukar Ion Isolasi efektif dari larutan / Transfer proton terbatas,
katoda anodik dan katodik, pemisahan pH, , biaya tinggi
Membran Filtrasi Mikropori Transfer proton tinggi dan Permeasi oksigen tinggi,
akumulasi pH rendah, biaya resistansi internal tinggi
sedang
Course Pore Filters Transfer proton tinggi dan Kehilangan substrat tinggi
akumulasi pH rendah, yang disebabkan oleh
berbiaya rendah biofilm pada filter, daya
tahan lebih rendah
Jembatan Garam Konfigurasi sederhana, Resistensi Internal yang
berbiaya rendah tinggi

Jembatan garam menjadi salah satu pemisah yang cukup ekonomis apabila
dibandingkan dengan sistem pemisah yang lain. Jembatan garam yang terdiri dari
tabung kaca yang berisikan elektrolit. Elektrolit inert seperti larutan KCl jenuh (Romo.
2017) dan larutan buffer fosfat (Min et al., 2005) sering digunakan dalam jembatan
garam untuk konduksi ion, sementara agar sering ditambahkan untuk membantu
mencegah pencampuran cairan. Dibandingkan dengan membran Nafion, jembatan
garam lebih sederhana dan murah. Selain itu, difusi oksigen hampir tidak terdeteksi di
jembatan garam agar-agar (Min et al., 2005). Permeabilitas oksigen rendah dari
jembatan garam memastikan durasi produksi listrik yang lebih lama dibandingkan
dengan CEM-MFC (Liu dan Li, 2007).
Namun, umumnya jembatan garam MFC menghasilkan output daya yang rendah
karena resistensi internal yang tinggi. Karena konduktivitas jembatan garam sangat
tergantung pada jenis dan konsentrasi elektrolit, sangat dimungkinkan untuk
mengurangi resistansi internal dengan memilih komposisi dan konsentrasi elektrolit
secara tepat. Peningkatan luas permukaan jembatan garam yang bersentuhan dengan
ruang anoda dan katoda juga bisa menjadi pendekatan yang efisien untuk meningkatkan
kinerja pembangkit daya dari jembatan garam. Selain itu, konsentrasi agar pada
jembatan garam berelektrolit KCl juga memepengaruhi kinerja MFC terutama dalam
power density yang dihasilkan. Konsentrasi agar menunjukkan permeabilitas gel yang
memfasilitasi transfer proton.Konsentrasi agar yang optimum dalam jembatan garam

II-13
dengan elektrolit KCl ialah sebesar 10 %. Dengan penambahan agar dengan
konsentrasi optimum dapat meningkatkan tegangan serta produksi bioelektrik (Nair,
2013).

II. 5.4 Faktor Operasi Microbial Fuel Cell


Faktor operasional yang dapat mempengaruhi kinerja Microbial Fuel
Cell diantaranya meliputi substrat, pH larutan, dan temperatur.

1. Substrat
Variasi dari berbagai macam substrat yang digunakan untuk microbial fuel cell
telah dipelajari, diantaranya termasuk glukosa (), pati (Min dan Logan 2004),
selulosa asetat, butirat, laktat, etanol, sistein, pepton, albumin, dan palm oil mill
efluent. Investigasi lebih lanjut tentang efek substrat pada aktivitas mikroba dan
pembangkit listrik perlu dilakukan baik dalam sistem MFC serupa dengan proses
anoda yang diuji sebagai faktor pembatas atau menggunakan potensiostat, yang
dapat mengkarakterisasi potensi anoda pada arus tetap dan menghilangkan
keterbatasan yang dihasilkan dari katoda dan / atau resistansi internal. Upaya
penelitian juga harus diarahkan pada optimalisasi komunitas mikroba yang aktif
secara elektrokimia yang dapat menghasilkan peningkatan efisiensi transfer elektron
dan degradasi substrat.

2. pH Larutan
pH sangat penting untuk semua proses berbasis mikroorganisme. Dalam MFC,
pH tidak hanya memengaruhi metabolisme dan pertumbuhan bakteri, tetapi juga
memengaruhi transfer proton, reaksi katoda, dan dengan demikian kinerja MFC.
Sebagian besar MFC dioperasikan pada pH hampir netral pada area anoda untuk
mempertahankan kondisi pertumbuhan yang optimal bagi komunitas mikroba yang
terlibat dalam pembangkit listrik. Konsentrasi proton yang rendah pada pH ini,
bagaimanapun, membuat resistansi internal sel relatif tinggi dibandingkan dengan
sel bahan bakar kimia yang menggunakan elektrolit asam atau basa. Untuk area
katoda, pH dijaga pada kondisi asam yakni optimum pada pH sebesar 2. Hal ini
berkaitan erat dengan laju reduksi dari logam berat, yang mana semakin rendah pH,
maka laju penurunan logam berat Cr (VI) akan semakin besar. Penggunaan buffer
pH dapat membantu memfasilitasi transfer proton, sehingga mengurangi resistensi

II-14
internal dan meningkatkan pembangkit listrik (Fan et al. 2007). Selain itu, buffering
juga membantu menjaga pH yang baik untuk bakteri penghasil listrik. Buffer fosfat
umumnya digunakan dalam MFC karena memiliki kapasitas buffering yang tinggi
pada pH netral, dan yang lebih penting kemampuannya untuk memfasilitasi transfer
proton.

3. Temperatur
Kinetika bakteri, laju transfer massa proton melalui elektrolit, dan laju reaksi
oksigen dalam katoda mengatur kinerja MFC dan semuanya bergantung pada suhu.
Biasanya, konstanta laju reaksi biokimia berlipat ganda untuk setiap kenaikan suhu
10℃ sampai suhu optimal tercapai. Sebagian besar studi MFC telah dilakukan pada
kisaran suhu 28-35℃

II.6 Penelitian-Penelitian Terdahulu

No Peneliti Jurnal Judul Hasil


1 Yu-Shang Xu, Tao Bioresource Trace heavy metal  Penambahan ion
Zheng Xiao-Yu Yong, Technology ions promoted Cu2+ dapat
Dan-Dan Zai, dan Volume 211 extracellular meningkatkan
Rong-Wei Si (2016) electron transfer produksi ribovlafin
yang berperan
dalam mekanisme
transfer elektron, -
 Didapatkan power
density 1,3-1,6 kali
lebih besar dari
kontrol.
2 Anders Thygesen, MDPI Energy A Viable Electrode  Material karbon
Moses Mensah, Journal Material for Use in aktif berbahan
Kwame Tabbica, dan Volume 9/35 Microbial Fuel. dasar cangkang
Felix Offei (2017) kelapa sawit dapat
digunakan sebagai
bahan elektrode

II-15
untuk sistem MFC
yang ekonomis dan
cocok untuk negara
tropis
3 Ramya Nair, International Performance of  Penambahan Agar
Renganathan K, dan Jurnal of Salt Bridge pada jembatan
Venkatraman Advancements microbial fuel cell garam yang
in Research & at various agarose optimum ialah
Technology concentration sebesar 10 %
Volume 2 using hostel dalam rangka
(2013) sewage waste as peningkatan power
Substrate density.
4 Meng Li, Shaoqi Zhou, Chemical Simultaneous  Penggunaan
Yuting Xu Engineering Cr(VI) reduction Carbon Cloth
Journal and bioelectricity sebagai elektroda
Volume 334 generation in a efektif
(2018) dual chamber menghasilkan
microbial fuel cell power density yang
lebih besar
daripada jenis
elektroda karbon
yang lain.
 pH yang digunakan
pada kompartemen
katoda efektif
sebear dua, yang
mana dapat
menghasilkan
removal logam Cr
mencapai 100 %

5 Martiana N & Tri Skripsi (2018) Pengolahan  Digunakan limbah


Wahyuning E.P.S, Limbah Molases organik (molases)

II-16
2018 sebagai Sumber dengan konsentrasi
Energi Listrik serta bakteri shewanella
Reduksi Logam oneidensis MR-1
Berat Cr (VI) 12,5 % (v/v) dan
dengan Reaktor konsentrasi awal
Dual Chamber larutan Cr (VI)
Microbial Fuel yaitu 8 mg/L.
Cell dengan Sistem  Didapatkan hasil
Kontinyu variabel recycle
ratio 0,6 dan pH 3
di katoda adalah
hasil yang terbaik
untuk mereduksi
logam berat Cr
(VI) menjadi Cr
(III) dengan persen
removal sebesar
99,49.
6 Ihyari Fatati Nuryana Skripsi (2019) Pengaruh  Sistem MFC
& Regia Puspitasari Modifikasi dengan modifikasi
Elektroda dan elektroda
Konservasi Bakteri menghasilkan
Pada Efektivitas power density
Microbial Fuel sebesar 690,9
Cell (MFC) dari Mw/m2
Limbah Molases  Reduksi logam
dan Reduksi berat Cr6+ menjadi
Logam Berat Cr Cr3+ dengan persen
(VI) dengan removal sebesar
Reaktor Dual 92,78%.
Chamber Sistem  Semakin tinggi
Kontinyu. konsentrasi bakteri
dan perluasan area

II-17
kontak elektroda
dapat
menghasilkan
listrik yang lebih
besar dan lebih
banyak mereduksi
Cr6+ menjadi Cr3+.

II-18
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara eksperimental di Laboratorium Pengolahan Limbah


Industri, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember, Surabaya pada bulan Oktober 2019 - Januari 2020. Penelitian yang dilaksanakan
meliputi : 1) Perancangan Reaktor Microbial Fuel Cell sistem resirkulasi kontinyu, 2)
Persiapan bakteri, 3) Persiapan reagen di katoda, 4) Proses bio-listrik pada Microbial Fuel
Cell , 5) Analisa pH, produksi listrik, dan kandungan Cr (VI) yang tereduksi.
III.1. Kondisi Operasi
- Suhu = 20-30o C
- Tekanan = 1 atm
- Waktu = 4 Hari
- Elektroda = Carbon Cloth dan Activated
carbon
- pH di larutan anoda = 7 (Dikontrol engan KOH)
- Jenis bakteri di anoda = Shewanella oneidensis MR-1
- Konsentrasi molase = 5% v/v
- Konsentrasi larutan Cr(VI) = 8 mg/L
- Volume larutan = 10 L
- Flowrate limbah masuk anoda = 0.4 liter/jam
- Flowrate limbah masuk katoda = 0.4 liter/jam
- Rasio recycle = 0.85
- pH di ruang katoda =2

III.2. Variabel Penelitian 1.Anoda dan katoda


- Modifikasi Elektroda =
menggunakan elektroda
Carbon Cloth

2. Anoda dan katoda dengan


Activated Carbon dari
tempurung kelapa sawit.

- Konsentrasi Cu2+ yang ditambahkan = 1 μg/L,100 μ/L,1 mg/L,100 mg/L

III-1
III.3. Bahan,Skema dan Alat Penelitian
III.3.1 Bahan Penelitian
Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
- Aquadest
- Biakan bakteri Shewanella oneidensis MR-1
- Nutrient Broth
- D-Glucose
- Padatan Kalium Klorida (KCl)
- Agar batang
- Asam Sitrat (C6H8O7)
- Natrium Klorida atau Sodium Klorida (Na3C5H6O7)
- Disodium Fosfat (Na2HPO4)
- Padatan Kalium Dikromat (K2Cr2O7)
- Molasses
- Monosodium Fosfat (NaH2PO4)
- HCl 37%
- Padatan CuSO4
- Carbon Cloth
- Carbon Powder dari tempurung kelapa sawit
- Kawat tembaga
- Kawat besi
- Lem silicon
- Kapas lemak
III.3.2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
- Hemasitometer
- Deck glass
- Mikroskop
- Autoclave
- pH meter
- DO meter
- Hot plate dan stirrer
- Magnetic stirrer
- Rak tabung reaksi

III-2
- Tabung reaksi
- Pipet tetes
- Pipet ukur
- Suction bulb
- Labu erlenmeyer
- Gelas beaker
- Gelas ukur
- Pompa
- Flowmeter
- Multimeter

III.3.3. Skema Alat Penelitian

Gambar 3.1 Rangkaian alat Microbial Fuel Cell


Keterangan Gambar :
1. Multimeter 5. Ruang Katoda 9. Pompa Recycle 13. Flowmeter
2. Ruang Anoda 6. pH Meter 10. Valve
3. Jembatan Garam 7. Bak Sisa Molase 11. Tangki Molases
4. Elektroda 8. Bak sisa logam Cr 12. Tangki Larutan Logam

III-3
III.3.4. Diagram Alir Penelitian

III-4
III.3.5. Prosedur Penelitian
III.3.5.1. Persiapan Penelitian
a. Pembuatan Larutan Buffer
Membuat larutan Asam Sitrat 0.1 M (21.04 Asam Sitrat dalam 1 L aquades). Lalu
mencampur 46.5 mL larutan Asam Sitrat 0.1 M + 3.5 mL larutan Sodium Sitrat
0.1 M dan melarutkan dengan aquadest hingga volume 100 mL.
b. Pembuatan Larutan Buffer Fosfat pH 7
Menimbang NaH2PO4 sebanyak 0.4063 gram dan Na2HPO4 sebanyak 0.9247
gram. Kemudian melarutkan dengan aquades hingga 500 mL.
c. Pembuatan Larutan Logam Cr(VI)
Larutan Cr(VI) 8mg/L untuk 10L dibuat dengan menghitung kebutuhan kalium
dikromat (K2Cr2O7) secara kuantitas. Kemudian melarutan dengn aquades hingga
5L lalu menambahkan 5L larutan buffer sitrat
d. Regenerasi Bakteri Shewanella oneidensis MR-1
Membuat media agar miring pada tabung reaksi besar, menggunakan nutrient
broth agar. Membuat Nutrient Broth Agar dengan melarutkan agar batang pada
500 mL aquades mendidih, kemudian memasukkan 4 gram Nutrient Broth dan 1.5
gram D-Glucose ke dalam larutan agar. Kemudian membagi larutan NBA ke
dalam beberapa tabung reaksi dan disterilisasi pada suhu 121oC selama 15 menit
menggunakan autoclave. Setelah disterilisasi, tabung dimiringkan 15o hingga
dingin dan mengeras. Setelah media mengeras, bakteri dari indukan diinokulasi ke
dalam tabung reaksi pada saat bakteri melalui fase log (Eksponensial) pada suhu
30oC yaitu setelah 0.5 jam dengan menggunakan teknik gores (Jeong dkk,2006).
e. Pembuatan Media Cair dan Biakan Bakteri
Membuat media Nutrient Broth cair dengan menambahkan 12 gram Nutrient
Broth Powder, glukosa 4.5 gram, dan aquades 1500mL. Kemudian menutup
larutan media dalam erlenmeyer dengan kapas berlemak, lalu mensterilkan dengan
autoclave selama 15 menit pada suhu 121oC. Setelah itu mendinginkan media
hingga suhu ruang ebelum inokulasi. Setelah itu melakukan inokulasi bakteri
secara aseptik dengan biakan bakteri di atas agar. Banyaknya goresan
menyesuaikan dengan variabel bakteri. Setelah inokulasi, melakukan inkubasi
media selama 13 jam sebelum mencampurkan dengan molases sebagai
substratnya.

III-5
f. Preparasi Substrat Molases
Mensterilkan molases sebanyak 500 mL dengan autoclave untuk membunuh
bakteri atau jamur yang mungkin hidup di dalamnya. Kemudian mensterilkan
aquades sesuai dengan kebutuhan substrat dan larutan dalam anoda dan katoda.
Setelah itu, menetralkan pH molases yang asam dengan larutan KOH atau basa
kuat dan secara berkala pH dicek dengan pH meter hingga 7. Kemudian
menambahkan larutan buffer phospat pH 7. Setelah itu menambahkan biakan
starter Shewanella oneidensis MR-1 lalu menambahkan aquades steril hingga
volume 10L.
g. Pembuatan Jembatan Garam
Melarutkan 100 gram agar batang dalam 100mL air yang mendidih,kemudian
menambahkan 40 gram Kalium Klorida. Kemudian memasukkan cairan dalam
pipa dan menunggu hingga agar menjadi padat. Kemudian menghubungkan
jembatan garam dengan kompartemen anoda dan katoda.
h. Pembuatan Elektroda Carbon Cloth
Carbon cloth dipotong dengan panjang dan lebar masing masing 10 x 10 cm
kemudian menyucinya dengan larutan aseton, lalu dipanaskan dalam furnace pada
suhu 450oC selama 30 menit. Kemudian menempelkan Carbon cloth ke pipa PVC
menggunakan lem silicon dan menghubungkan dengan anoda dan katoda dengan
kawat tembaga.
i. Preparasi Karbon Aktif Cangkang Kelapa Sawit
Cangkang kelapa sawit dikarbonisasi pada suhu 400oC selama 4 jam kemudian
dihaluskan dan diayak dengan menggunakan ayakan berukuran 45 μm dan 63 μm.
j. Proses Aktivasi Karbon Aktif
Proses aktivasi dilakukan dengan perendaman dengan KOH 10 M menggunakan
perbandingan masa karbon dan KOH 1:4 dan didiamkan selama ± 4 jam. Karbon
dimasukkan ke dalam furnance pada suhu 400oC selama 4 jam. Selanjutnya
dilakukan pencucian dengan menambahkan HCl 0,1 M sampai pH 7, dan
dilanjutkan pencucian dengan akuades. Karbon aktif yang dihasilkan, dipanaskan
pada suhu ± 1050C.
i. Pembuatan Larutan Cu2+
Mengambil padatan CuSO4 sebanyak 1 mg lalu melarutkan hingga mencapai
volume 1 L dengan aquades. Kemudian mengambil 1 ml dari sampel lalu
melarutkan kambali hingga mecapai volume 1 L dengan aquades untuk

III-6
mendapatkan konsntrasi larutan 1𝜇g/L. Kemudian melakukan pengenceran
kembali sesuai dengan variabel dalam percobaan.

III.3.5.2. Proses Eksperimen


a. Proses eksperimen microbial fuel cell
Berikut ini adalah langkah-langkah yang dilakukan untuk meresirkulai bottom
product (proses kontinyu).
1) Ruang katoda dan anoda dipisahkan menggunakan jembatan garam
2) Larutan molases (fresh feed) dibuat sebanyak 10 L setiap harinya selama 4
hari dengan konsentrasi molases 5% dan volume media bakteri 15% volume
total fresh feed dengan konsentrasi bakteri sebanyak 1011sel/ml. Kemudian
memasukkan larutan tersebut ke dalam chamber fresh feed diatas chamber
utama anoda.
3) Memasukkan larutan Cu2+ yang telah dibuat sesuai dengan variabel sebanyak
0.3 ml ke dalam ruang utama anoda.
4) Pembuatan larutan Cr(VI) baru (fresh feed) sebanyak 10 L dengan konsentrasi
88 ppm dan kondisi pH 2 setiap harinya selama 4 hari. Kemudian
memasukkan larutan tersebut kedalam bak penampung diatas reaktor utama
kompartemen katoda.
5) Membuka valve pada reaktor utama yang menuju ke chamber bottom product
pada masing-masing kompartemen setelah alat dijalankan 24 jam.
6) Membuka valve dan mengatur flowrate pada aliran fresh feed menuju ke
chamber utama dengan flowrate sebesar 0.4 liter/jam, maka aliran recycle
sebesar 0.34 liter/jam.
7) Menyalakan pompa dan mengatur flowrate aliran dari bottom product ke
dalam chamber utama dengan cara membuka valve sesuai dengan recycle ratio
0.85. Sehingga ketika aliran fresh feed sebesar 0.4 liter /jam, maka alira
recycle sebesar 0.34 liter/jam.
8) Mengamati proses recycle dan menjaga flowrate agar tetap konstan agar tidak
terjadi overflow.
Parameter yang dianalisa dan dihitung selama 4 hari penelitian antara lain power
density setiap 6 jam, pH, BOD, dan reduksi logam Cr(VI).

III-7
b. Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan per 12 jam kemudian dianalisa pH molase dan larutan
kromium Cr(VI), Jumlah populasi bakteri, BOD. Sedangkan analisa produksi listrik
dilakukan setiap 6 jam.

III.3.6. Tahap Analisa Penelitian


a. Analisa pH
Pengukuran pH menggunakan pH meter. Sampel diambil dari ruang anoda dan
katoda, kemudian diuji pH nya dengan pH meter .
b. Analisa Produksi Listrik
Multimeter digital dihubungkan pada kedua elektroda. Dengan kutub positif di
katoda dan kutub negatif di anoda Pembacaan tegangan dan arus listrik dicatat
setiap 6 jam. Dari data kuat dan arus tegangan, dapat diperoleh nilai power density
(mW/m2), yaitu daya per satuan luas elektroda. Power density dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut (Zalukhu,dkk,2019):

𝑚𝑊 𝐼 (𝑚𝐴) × 𝑉(𝑣𝑜𝑙𝑡)
𝑃𝑜𝑤𝑒𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑦 ( 2
)=
𝑚 𝐴(𝑚2 )

c. Analisa Populasi Bakteri


Analisa bakteri adalah dengan menggunakan prosedur sebagai berikut :
1. Mengencerkan 0.1 mL sampel dengan aquades 9.9 mL (pengenceran 100 kali)
2. Teteskan ke permukaan counting chamber hingga dapat menutupi seluruh
permukaan nya.
3. Letakkan hemasitometer di bawah lensa mikroskop untuk dihitung jumlah
selnya.
4. Dilakukan pengamatan di mikroskop dengan perbesaran 400 kali

Gambar 3.4 Hemasitometer

III-8
- Dihitung jumlah sel yang terlihat di bagian hemasitometer sebanyak 3 kali
- Hitung jumlah sel rata-rata:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑠𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑙𝑖ℎ𝑎𝑡
3

- Hitung jumlah sel per mm


1 1
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 × ×
25 0.1
- Hitung jumlah sel sebenarnya :
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑚𝑚3 × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
d. Analisa BOD
Pengukuran kebutuhan oksigen biologis (BOD) mengacu pada SNI 6989.72:2009.
e. Analisa kandungan Cr(VI)
Pengukuran logam krom mengacu pada SNI 6979.21:2009.
III.3.7. Rencana Jadwal Kegiatan
Tabel 3.1.Rencana dan Jadwal Kegiatan Penelitian Tahun 2019-2020
Bulan
No Kegiatan
Sep-19 Okt-19 Nov-19 Des-19 Jan-20
1 Studi literatur lanjutan

2 Persiapan bahan dan peralatan

3 Penelitian

4 Analisa hasil

5 Pembuatan Laporan

III-9
DAFTAR PUSTAKA

Akhadiarto, S. (2008). Pemanfaatan Limbah Tanaman Tebu untuk Pakan Sapi . Jurnal Peternakan
Volume 4, 150.

Aziz, H., Tetra, O. N., & Alif, A. (2017). Performance Karbon Aktif Dari Limbah Cangkang Kelapa Sawit
Sebagai Bahan Elektroda Superkapasitor. Jurnal Zarah Volume 5 , 2.

Baron, D., & La Belle, E. (2009). Electrochemical Measurement of Electron Transfer Kinetics by
Shewanella oneidensis MR-1. The Journal of Biological Chemistry, 28865-28866.

Edelynna, & Wirespathi. (2012). Pengaruh Kromium Heksavalen (VI) terhadap Tingkat Kelangsungan
Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal lentera biologi UNESA, 75-76.

Fifendy, M., Eldini, & Irdawati. (2013). Pengaruh Pemanfaatan Molase Terhadap Jumlah Mikroba
Dan Ketebalan Nata Pada Teh Kombucha. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung
(hal. 68). Lampung: FMIPA UNILA.

Flimban, S. (2018). Overview of Microbial Fuel Cell (MFC) Recent Advancement from Fundamentals
to Applications: MFC Designs, Major Elements,and Scalability. Journal of Bioresource, 15-21.

Hasan, A. (2007). Aplikasi Sistem Fuel Cell sebagai Energi Ramah Lingkungan di Sektor Transportasi
dan Pembangkit. Jurnal Teknik Lingkungan Volume 8, 277-279.

Hendrata, S. (2001). Fuel Cell Sebagai Penghasil Energi Abad 21. Jurnal Teknik Mesin Vol. 3, 95-97.

Hidup, K. L. (2018). PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. Jakarta:


Pemerintah Republik Indonesia.

Indonesia, P. R. (2001). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001


PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA. Jakarta: DPR .

Kalathil, S., & Patil, S. (2017). Microbial Fuel Cells: Electrode Materials. Electrode Materials
Encyclopedia & Journal, 6-7.

Karmakar, S., Kundu, K., & Kundu, S. (2010). Design and Development of Microbial Fuel cells . Journal
of Applied Microbiology, 1031.

Li, M., & Zhou, S. (2018). Simultaneous Cr(VI) reduction and bioelectricity generation in a dual.
Chemical Engineering Journal, 1622-1623.

Liu, H. (2008). Microbial Fuel Cell: Novel Anaerobic Biotechnology for Energy Generation from
Wastewater. Dalam S. K. Kanal, Anaerobic Biotechnology for Bioenergy Production: Principles
and Applications (hal. 225-227, 236-241). John Wiley.

Mokhtarian, N. (2012). Effect of Different Substrate on Performance of Microbial Fuel Cell. African
Journal of Biotechnology Vol. 11, 3365, 3368.

D-1
Moncekova, M., Novotny, R., & Koplik, J. (2016). Hexavalent chromium reduction by ferrous sulphate
heptahydrate addition into the Portland clinker. International Journal of Ecology and new
Building materials and products, 73-74.

Rabaey, K., Boon, N., & Siciliano, S. (2004). Biofuel cells select for Microbial consortia that self-
mediate electron transfer. Journals of Environment Microbiol, 5374.

Rahmawati, R., & Suhendar. (2015). Sintetis nanokomposit ỹ-Al2O3-Fe2O3 untuk adsorpsi logam Cr
(VI). Jurnal Istek Volume 8 (1), 117.

Regia, P., & Ihyari, F. N. (2019). Pengaruh Modifikasi Elektroda dan Konsentrasi Bakteri Pada
Efektivitas Microbial Fuel Cell (MFC) dari Limbah Molases dan Reduksi Logam Berat Cr (VI)
dengan Reaktor Dual Chamber Sistem Kontinyu. Skripsi Departemen Teknik Kimia ITS.

Revelo Romo, M. e. (2018). Bacterial diversity in the Cr(VI) reducing biocathode of Microbial Fuel Cell
with salt bridge. Revista Argentina De Microbiologia, 3-4.

Rochani, A., & Yuniningsih, S. (2016). Pengaruh Konsentrasi Gula Larutan Molases terh Kadar Etanol
pada Proses Fermentasi. Jurnal Reka Buana Volume 1, 43-44.

Saravanan, N., & Karthikeyan, M. (2018). Study Of Single Chamber And Double Chamber Efficiency
And Losses Of Wastewater Treatment. International Research Journal of Engineering and
Technology Vol 5, 1226.

Shang Xu, Y., & Zheng, T. (2016). Trace heavy metal ions promoted extracellular electron transfer.
Bioresource Technology, 544-545.

Sugihartono. (2016). Pemisahan krom pada limbah cair industri penyamakan kulit menggunakan
gelatin dan flokulan anorganik . Majalah Kulit, Karet, dan Plastik, Volume 32 no.1 , 21.

Sundstrom, D. (1979). Waste Water Treatment. Connecticut: Prentice-Hall Inc.

Thygesen, Ander. (2016). A Viable Electrode Material for Use in Microbial Fuel. MDPI Energy Journal,
2,11.

Venkateswaran, K., & Duane, M. (1999). Polyphasic taxonomy of the genus Shewanella and
description of Shewanella oneidensis sp. now. International Journal of Systematic
Bacteriology, 721.

Wei Li, W., & Pin Sheng, G. (2011). Recent advances in the separators for microbial fuel cells.
Bioresource Technology, 244, 247-248.

Wei, X., Qiang Gan, Z., & Shen, Y. J. (2019). Negatively-charged nanofiltration membrane and its
hexavalent chromium removal performance. Journal of Colloid and Interface Science, 475-
476.

Wu, G., & Jin, F. (2019). Pellicle development of Shewanella oneidensis is an aerotaxis-piloted and
energy-dependent process. Biochemical and Biophysical Research Communications, 1.

D-2
Xafenias, N., & Zhang, Y. (2013). Enhanced performance of hexavalent chromium reducing cathodes
in the presence of Shewanella oneidensis MR-1 and lactate. Environmental Science and
Technology Substrate, 5.

Yanuartono, & Alfarisa, N. (2017). Molasses: dampak negatif pada ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan 27, 25-26.

Zhang, T.-t., & Hu, L. (2019). Cr(VI) removal from soils and groundwater using an integrated
adsorption and microbial fuel cell (A-MFC) technology. Journal of Environmental Pollution
252, 1400.

D-3

Anda mungkin juga menyukai