Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Penelantaran pada Lansia


1. Pengertian Penelantaran
Penelantaran pada lansia menurut INIA,United Nations-Malta,2007
yaitu suatu keadaan atau tindakan yang menempatkan seseorang dalam
situasi kacau, baik mencakup status kesehatan, pelayanan kesehatan,
pribadi, hak memutuskan, kepemilikan maupun pendapatnya. Lansia yang
terlantar mereka tidak memiliki sanak saudara/ punya anak saudara tetapi
tidak mau mengurusinya.
Penelantaran pada lansia menurut Kozier,2009 yaitu seseorang yang
berusia 60 tahun atau lebih karena factor-faktor tertentu tidak dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani, maupun
social.
Lansia telantar adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas,
mengalami ketelantaran, miskin, tidak ada yang mengurus, tidak memiliki
kemampuan baik fisik maupun ekonomi, tidak mendapatkan pensiun,
tidak memiliki aset, sehingga mereka tidak dapat memenuhi kebutuhan
dasar hidupnya secara layak (Direktorat Pelayanan Sosial Lanjut Usia,
2013).
2. Faktor yang mempengaruhi Penelantaran pada Lansia
Penyebab penelantaran lansia menurut International Institute on
Agening,2006:
a. Ketiadaan sanak keluarga
b. Kesulitan hubungan antara pasien dan keluarga
c. Ketiadaan kemampuan ekonomi/keuangan
d. Kebutuhan tidak dapat dipenuhi melalui lapangan pekerjaan yang ada
e. Beban orang yang merawat Lanjut usia tersebut sudah terlalu berat
f. Kelainan kepribadian dan perilaku lanjut usia dan keluarganya
g. Lanjut usia yang diasingkan oleh keluarganya
Penyebab lain penelantaran lansia dalam keluarga:
a. Perlakuan salah terhadap lanjut usia

1
b. Ketidaksiapan dari orang yang akan merawat lanjut usia
c. Konflik lama diantara lanjut usia dan keluarganya
d. Tidak adanya dukungan masyarakat
e. Keluarga mengalami pemutusan hubungan pekerjaan/kehilangan
pekerjaan
f. Adanya riwayat kekerasan dalam keluarga
3. Karakteristik penelantaran pada Lansia
Untuk dapat mengkategorikan seorang lansia sebagai lansia yang telantar,
hampir telantar ataupun tidak telantar, terdapat beberapa kriteria yang
dijadikan sebagai indikator. Kementerian Sosial Republik Indonesia dan
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia menyepakati tentang kriteria
ketelantaran lansia, yang berdasarkan kriteria hasil uji validitas variabel
PMKS (Kemensos RI & BPS RI 2013). Kriteria Ketelantaran lansia sesuai
dengan kesepakatan Kemensos RI dan BPS RI adalah sebagai berikut:
a. Tidak pernah sekolah atau tidak tamat SD.
b. Makan makanan pokok kurang dari 14 kali dalam seminggu.
c. Makan lauk pauk berprotein tinggi (nabati atau hewani); nabati < 4 kali,
hewani ≤ 2 kali dalam seminggu atau kombinasinya.
d. Memiliki pakaian kurang dari 4 stel.
e. Tidak mempunyai tempat tetap untuk tidur.
f. Bila sakit tidak diobati.
g. Bekerja >35 jam seminggu.
Dari ke-7 kriteria ketelantaran lansia tersebut tidak seluruhnya terdapat
pada seorang lansia telantar. Jika seorang lansia memenuhi satu kriteria
tersebut maka dikategorikan tidak telantar, jika memenuhi dua kriteria maka
dikategorikan hampir telantar, dan jika memenuhi lebih dari dua kriteria
maka dikategorikan sebagai lansia terlantar. (Kemensos RI & BPS RI 2013).
4. Akibat penelantaran pada lansia
Akibat penelantaran lansia menurut advisory council on the aged,2008:
a. Kelainan perilaku berupa rasa ketakutan yang berlebihan menjadi
penurut atau tergantung, menyalahkan diri sendiri,menolak bila
disentuh oleh orang lain,memperlihatkan bahwa miliknya akan

2
diambil orang lain dan adanya kekurangan biaya transport,biaya
berobat
b. Dapat mengakibatkan gejala psikis seperti stress, cara mengatasi
sesuatu persoalan secara tidak benar serta cara mengungkapkan rasa
salah atau penyesalan yang tidak sesuai, baik dari lanjut usia itu
sendiri maupun orang yang melecahkannya atau menelantarkannya
c. Pemenuhan nutrisi kurang
B. Pengabaian pada Lansia
1. Pengertian Pengabaian
Pengabaian adalah kegagalan pemberian pelayanan dalam
menyediakan dengan baik atau kegagalan dalam memerikan pelayanan
yang menimbulkan kondisi bahaya fisik, mental atau menimbulkan sakit
mental, seperti meninggalkan lansia, menolak memberi makan atau
menyiapkan makan ataupun pelayanan yang berhubungan dengan
kesehatan (Maurier & Smith, 2005). Selanjutnya Maurier dan Smith
menyatakan kegagalan dalam pemberian pelayanan yang adekuat dan
kenyamanan pada lansia merupakan perlakuan pengabaian pada lansia.
Pengabaian termasuk kondisi yang dilakukan dengan sengaja atau
tidak sengaja, ketika lansia memerlukan makanan, pengobatan atau
pelayanan pada lansia tidak dilakukan.meninggalkan lansia sendirian
merupakan bentuk pengabaian. Tidak menyiapkan pelayanan pada lansia
sebagai tindakan hukuman untuk lansia yang dilakukan oleh seseorang
juga merupakan bentuk pengabaian pada lansia (Mauk, 2010).
2. Kategori Pengabaian
Menurut Burke dan Laramie (2000) pengabaian dibagi 2, yaitu;
a. Pengabaian aktif. Penolakan atau kegagalan pemberi pelayanan
melakukan kewajibannya yang dilakukan dengan sadar dan sengaja
sehingga menyebabkan pederitaan fisik dan distress emosional pada
lansia.
b. Pengabaian pasif. Penolakan atau kegagalan pemberi pelayanan
melakukan kewajiban dalam memenuhi kebutuhan lansia tanpa

3
adanya unsur kesengajaan tetapi menimbulkan distress fisik dan
emosional pada lansia.
3. Karaterikstik Pengabaian
Berdasarkan peneltian yang dilakukan Acierno (2009) tentang kejadian
pengabaian, beberapa hal yang merupakan kebutuhan spesifik untuk
mengidentifikasi kejadian pada lansia yaitu transportasi, kebutuhan
makan dan obat, kegiatan menyiapkan makanan/memasak, aktifitas
makan, aktifitas mengambil obat, membersihkan rumah/kegiatan rumah
lainnya, berpindah tempat, berpakaian, mandi dan membayar daftar
tagihan.
Menurut Stevenson (2008) kriteria untuk kejadian pengabaian
berfokus pada kelalaian dalam memberikan pelayanan dalam memenuhi
kebutuhan dasar pada lansia. Selanjutnya Stevenson menyatakan efek
dari pengabaian tersebut dapat dilihat pada adanya kondisi malnutrisi
yang merupakan kondisi physical neglect. Pengabaian merupakan hal-hal
yang berkaitan dengan fungsi tubuh lansia seperti adanya kondisi meliputi
pemenuhan kebutuhan nutrisi, cairan dan kebersihan diri pada lansia.
Menurut Springhouse (2002) beberapa pertanyaan yang dapat diajukan
pada lansia untuk mengidentifikasi adanya kondisi pengabaian.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain:
a. “apakah anda sering ditinggal sendiri?”
b. “apakah seseorang tidak memberikan bantuan atau tidak memberikan
pelayanan saat anda membutuhkan bantuan?”
c. “apakah seseorang tidak menyiapkan kebutuhan finansial anda?”
Bila lansia menjawab ya berarti lansia berisiko untuk mengalami
kondisi pengabaian di masa yang akan datang.
4. Tanda dan Gejala Pengabaian pada lansia
Menurut Mauk (2010) tanda-tanda adanya bentuk perlakuan
pengabaian pada lansia antara lain:
a. Terlambat dalam melakukan pengobatan
b. Dehidrasi, malnutrisi, ulkus decubitus, atau kondisi kebersihan
kurang

4
c. Perubahan dalam pemberian pelayanan kesehatan
d. Kehilangan alat bantu seperti gigi palsu, kacamata,alat bantu dengar
serta alat bantu lainnya.
5. Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian pengabaian pada lansia ditemukan pada seluruh tingkat sosial
ekonomi dan pada seluruh tingkat pendidikan (Maurier & Smith,2005).
Pengabaian dipengaruhi oleh faktor yaitu individu hidup dalam jangka
waktu yang lama sehingga membutuhkan pelayanan dalam jagka waktu
yang lama, terjadinya peningkatan ketergantungan lansia pada keluaga
sebagai pemberi pelayanan (Murray & DeVos, 1997 dalam Burke &
Laramie, 2000). Selanjutnya Burke dan Laraime menyatakan pengabaian
pada lansia dapat diidentifikasi sumber penyebab kejadiannya.
a. Sumber penyebab pada lansia
Kondisi pada individu lansia karena ketergantungan pada orang
lain dalam mendapatkan pelayanan, membuat lansia berisiko
mendapatkan perlakuan pengabaian ataupun perlakuan lainnya
(Stanhope & Lancaster, 2004)
Lansia dengan ketergantungan tinggi berisiko tinggi untuk
mengalami perlakuan pengabaian (Mauk, 2010). Lansia dengan
tingkat ketergantungan yang tinggi dalam mendapatkan pelayanan,
memicu kondisi stress sehingga menjadi penyebab dan kesempatan
bagi lanisa untuk mendapatkan perlakuan pengabaian dan eksploitasi
(Maurier & Smith, 2005).
Faktor risiko yang lain yang dapat memicu kejadian bentuk
pengabaian pada lansia yaitu adanya isolasi sosial dan demensia pada
lansia. Sebagian besar kejadian pengabaian tidak dilaporkan. Hal ini
disebabkan karena adanya kesulitan yang berkaitan dengan perubahan
memori yang dialami oleh lansia. Pada beberapa kasus bentuk
pengabaian pada lansia, terjadi pada lansia dalam kondisi demensia
(Maurier & Smith, 2005)

5
b. Sumber penyebab pada keluarga
Faktor yang dapat menjadi indicator sehingga pemberi pelayanan
berisiko untuk melakukan atau menjadi pelaku pengabaian yaitu
adanya penurunan kesehatan fisik, kerusakan kognitif, gangguan
emosi atau sakit jiwa, penurunan harapan, ketergantungan secara
emosional dan finansial pada penerima pelayanan, mendapatkan
bentuk perlakuan kekerasan pada masa anak-anak, khususnya lansia
pernah sebagai pelaku kekerasan, isolasi sosial dan kurangnya system
pendukung, adanya konflik dengan individu lansia. Hal ini dapat
menimbulkan stress pada pemberi pelayanan (Burke & Laramie,
2000)
Faktor beban yang dipikul keluarga, dimana keluarga
bertanggungjawab untuk dua generasi yaitu orang tua dan anak. Hal
ini disebabkan karena adanya beban pekerjaan, melakukan pelayanan
pada anak dan orang tua dapat menjadi pemicu terjadinya perlakuan
pengabaian pada lansia (Maurier & Smith, 2005). Pelaku pengabaian
pada lansia yang dilakukan oleh anngota keluarga dapat juga
disebabkan oleh stress karena adanya kesulitan dalam hal finansial
dan pemenuhan kebutuhan anggota keluarga (Mauk, 2010).
Sebagian besar bentuk perlakuan pengabaian dan kekerasan pada
lansia dilakukan oleh anak dewasa ataupun pasangan lansia (Maurier
& Smith, 2005: Meiner & Lueckonette, 2006)
6. Bentuk Pengabaian dalam Keperawatan
Beberapa situasi yang berpotensial menimbulkan tindakan kelalaian
dalam keperawatan diantaranya yaitu (Kozier, 2009) :
a. Kesalahan pemberian obat: Bentuk kelalaian yang sering terjadi. Hal
ini dikarenakan begitu banyaknya jumlah obat yang beredar metode
pemberian yang bervariasi. Kelalaian yang sering terjadi, diantaranya
kegagalan membaca label obat, kesalahan menghitung dosis obat, obat
diberikan kepada pasien yang tiak teoat, kesalahan mempersiapkan
konsentrasi, atau kesalahan rute pemberian. Beberapa kesalahan

6
tersebut akan menimbulkan akibat yang fatal, bahkan menimbulkan
kematian.
b. Mengabaikan Keluhan Pasien: termasuk perawat dalam melalaikan
dalaM melakukan observasi dan memberi tindakan secara tepat.
Padahal dapat saja keluhan pasien menjadi data yang dapat
dipergunakan dalam menentukan masalah pasien.
c. Kesalahan Mengidentifikasi Masalah Klien: Kemungkinan terjadi
pada situasi RS yang cukup sibuk, sehingga kondisi pasien tidak dapat
secara rinci diperhatikan.
d. Kelalaian di ruang operasi: Sering ditemukan kasus adanya benda atau
alat kesehatan yang tertinggal di tubuh pasien saat operasi. Kelalaian
ini juga kelalaian perawat, dimana peran perawat di kamar operasi
harusnya mampu mengoservasi jalannya operasi, kerjasama yang baik
dan terkontrol dapat menghindarkan kelalaian ini.
e. Timbulnya Kasus Decubitus selama dalam perawatan: Kondisi ini
muncul karena kelalaian perawat, kondisi ini sering muncul karena
asuhan keperawatan yang dijalankan oleh perawat tidak dijalankan
dengan baik dan juga pengetahuan perawat terdahap asuhan
keperawatan tidak optimal.
Kelalaian terhadap keamanan dan keselamatan Pasien: Contoh
yang sering ditemukan adalah kejadian pasien jatuh yang
sesungguhnya dapat dicegah jika perawat memperhatikan keamanan
tempat tidur pasien. Beberapa rumah sakit memiliki aturan tertentu
mengenai penggunaan alat-alat untuk mencegah hal ini.
C. Kekerasan pada Lansia
1. Pengertian Kekerasan
Kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman
atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang
atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan
perkembangan atau perampasan hak (Bagong dkk, 2000).

7
2. Kategori Kekerasan Terhadap Lansia
Kekerasan terhadap usia lanjut di bagi menjadi beberapa tipe menurut
(Anne dan Duggan, 1998) :
a. Kekerasan Psikologis
Ketika usia lanjut diperlakukan secara memalukan. Contohnya bisa
berupa: diancam seperti halnya seorang anak kecil; tidak dianggap di
dalam keluarga dan tidak dihiraukan/diabaikan, atau lain-lain, yang
kesemua itu bisa mengakibatkan luka secara emosional.
b. Kekerasan Seksual
Kekerasan Seksual jika usia lanjut terkena resiko untuk diperkosa;
atau ketika ada tindakan memalukan seperti pemaksaan untuk
membuka baju, dll. Penggunaan bahasa yang tidak layak dan sindiran
berbau seks. Kesemua perilaku itu bisa dikategorikan ke dalam
tindakan kekerasan seksual.
c. Kekerasan Finansial
Hal ini bisa terjadi, ketika seseorang yang bertanggung jawab atas
kondisi keuangan seorang usia lanjut , seperti ; mencuri uangnya,
mencegah usia lanjut untuk mengambil uangnya, buat memenuhi
keperluan perawatan yang dibutuhkan atau bahkan sekedar memenuhi
kebutuhan dasarnya.
d. Kekerasan Fisik
Penggunaan kekuatan mengakibatkan tubuh cedera, sakit fisik, atau
gangguan fisik. Kekerasan fisik mungkin melibatkan tindakan seperti
kekerasan yang mencolok mendorong mencubit mendorong
menampar, menendang dan pembakaran. Mungkin juga termasuk
penggunaan obat yang tidak tepat, pembatasan dalam pemberian
makan dan hukuman fisik.
e. Pengabaian atau Penolakan
Penelantaran juga termasuk kegagalan seseorang yang memiliki
tanggung jawab keuangan untuk memberikan perawatan. Kegagalan
pada bagian dari penyedia layanan untuk memberikan asuhan.
Pengabaian berarti penolakan atau kegagalan untuk menyediakan

8
kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian, obat-obatan, air,
penampungan, kebersihan pribadi, kenyamanan keamanan diri dan
kebutuhan lainnya termasuk dalam tersirat atau disepakati tanggung
jawab untuk usia lanjut.
f. Pengabaian atau Membelot
Seorang individu yang telah mengambil tanggung jawab untuk
memberikan perawatan kepada usia lanjut tetapi tidak melakukan
tanggung jawabnya dengan baik dan benar sehingga membahayakan
kesehatan fisik dan mental usia lanjut.
3. Indikasi Kekerasan Terhadap Lansia
Kita dapat mengetahui dari berbagai indikasi yang ditimbulkan dari
suatu tindak kekerasan terhadap usia lanjut dengan memperhatikan
beberapa kondisi berikut menurut (Anne dan Duggan, 1998) :
a. Indikator Kekerasan Pada Fisik
1) Memar (pada daerah permukaan yang kulit bagian tubuh)
2) Laserasi (terutama ke mulut, bibir, gusi, mata, telinga)
3) Lecet, goresan , terkilir, dislokasi, patah tulang
4) Terbakar (ditimbulkan oleh rokok, korek api, besi, perendaman
dalam air panas)
5) Tanda bekas muntah, rambut rontok karena ditarik paksa, cidera
pada bagian mata karena bekas tamparan.
b. Indikator Kekerasan Seksual
1) Trauma tentang alat kelamin, payudara, rektum, dan mulut,
2) Cedera pada wajah, leher, dada, perut, paha, pantat,
3) Adanya penyakit menular seksual, dan terdapat gigitan manusia
pada bagian tertentu
c. Indikator Kekerasan Psikologis
1) Demoralisasi, depresi, dan perasaan putus asa / tidak berdaya
2) Terganggu nafsu makan / tidur pola, menangis yang berlarut-larut,
ketakutan berlebihan, agitasi
3) Pengunduran diri tanpa alasan yang tidak jelas dan kebingungan

9
d. Indikator Penyalahgunaan Keuangan
1) Ketidakmampuan untuk membayar tagihan, tiba-tiba uang di
rekening tabungan berkurang, kerusakan properti, dan hilangnya
harta tanpa sepengetahuan usia lanjut
2) Tidak ada dana untuk makanan, pakaian, layanan kesehatan,
3) Disparitas antara kondisi hidup dan aset, dan membuat keputusan
keuangan yang dramatis
e. Indikator Dari Pengabaian
1) Usia lanjut dibiarkan bekerja berat, dehidrasi, malnutrisi
2) Memakai pakaian tidak pantas, usia lanjut terlihat kotor
3) Kebutuhan medis tidak terpenuhi, terpapar dengan berbagai
bahaya atau infeksi penyakit
4) Terpapar dengan berbagai bahaya atau infeksi penyakit
5) Tidak adanya pemberian alat bantu yang dibutuhkan, seperti :
gelas, gigi palsu dll
6) Terdapat luka yang cukup parah di bagian tubuh tertentu
4. Faktor Yang Mempengaruhi
Bagan faktor resiko penyalahgunaan atau sebab-sebab terjadinya
kekerasan terhadap usia lanjut menurut (Lacks, dan Pillemer, 1995)
adalah :
Faktor risiko Mekanisme
Menurunnya kesehatan dan Terbatasnya kemampuan orang tua
fungsional pada usia lanjut untuk mencari bantuan dan
membela diri
Kognitif yang menurunan pada usia Perilaku agresif atau mengganggu
lanjut akibat suatu penyakit mungkin
dimensia. tingkat yang lebih tinggi
dari pelecehan telah ditemukan di
antara pasien dengan dimensia
Substansi atau penyalahgunaan Pelaku suatu waktu kemungkinan
mental pelaku melakukan penyalahgunaan alkohol
atau obat-obatan yang
menyebabkan kehilangan kontrol
sehingga dapat menyebabkan
perilaku kasar terhadap usia lanjut
Ketergantungan pelaku pada korban Pelaku banyak tergantung pada
korban dalam hal finansial dan

10
Faktor risiko Mekanisme
menyalahgunkan hasil berupa uang
oleh seorang kerabat (terutama
anak dewasa) untuk mendapatkan
harta warisan dari orang tua atau
usia lanjut
Pengaturan hidup bersama Orang dewasa yang hidup sendiri
jauh lebih kecil kemungkinannya
untuk disalahgunakan situasi hidup
bersama menyediakan celah yang
lebih besar untuk mendapat tekanan
dan konflik yang mana pada
umumnya menjurus dalam insiden
kekerasan terhadap usia lanjut

5. Tanda Dan Gejala Kekerasan


Kita bisa mengetahui ketika terjadi kekerasan pada lansia, dengan
memperhatikan beberapa kondisi berikut:
a. Ketegangan atau argumentasi yang kerap terjadi antara lansia dan
perawat
b. Perubahan perilaku atau kepribadian pada lansia
c. Kehilangan berat badan,
d. Tanda-tanda malnutrisi (kekurangan nutrisi)
e. Dehidrasi
f. Kecemasan
g. Depresi
h. Putus harapan hidup, dan keinginan untuk bunuh diri
i. Tanda-tanda trauma fisik
j. Kondisi tempat tinggal yang tidak bersih
k. Kondisi fisik lansia yang kotor/tidak dimandikan
l. Pengabaian lansia di tempat umum.
Gejala yang lebih spesifik terhadap jenis kekerasan tertentu bisa kita
lihat sebagai berikut:
a. Kekerasan fisik: tanda luka yang tidak jelas, seperti memar, bekas
parut; patah tulang, dislokasi, pembengkakan; pecah kaca mata; tanda
bekas dicekik; perawat yang tidak mengizinkan anda untuk
menengok/mengunjungi lansia.

11
b. Kekerasan emosional: perilaku perawat yang suka mengancam, sering
menghilang; perilaku lansia yang terlihat “kehilangan kesadaran”
seperti berbicara sendiri, bergoyang-goyang, menghisap-hisap sesuatu.
c. Kekerasan seksual: luka pada payudara atau daerah genital; infeksi
genital; perdarahan pada vagina atau anus; menemukan pakaian yang
robek atau tidak berpakaian.
d. Kekerasan finansial: penarikan uang secara signifikan dari rekening
lansia; perubahan mendadak pada kondisi keuangan; kehilangan uang
atau barang di rumah lansia; tagihan yang belum terbayarkan, kurang
perawatan medis, meskipun lansia tersebut memiliki cukup uang;
pembelian barang yang tidak perlu.
D. Pencegahan Penelantaran, Pengabaian Dan Kekerasan
1. Untuk Individu
a. Tetap bergaul sesuai usia; pertahankan dan tingkatkan jaringan kerja
Anda bersama teman-teman dan kerabat.
b. Pertahankan hubungan dengan teman-teman lama dan tetanggajika
anda pindah ke tempat kerabat atau ke alamat baru
c. Berpartisipasi aktivitas komunitas selama yang anda bias
d. Menjadi sukarelawan atau anggota atau petugas organisasi.
Berpartisipasi secara teratur
e. Dapatkan nasihat hokum tentang pengaturan yang dapat anda buat
untuk kemungkinan ketidakmampuan di masa yang akan dating,
termasuk kekuatan kuasaan hokum, perwalian, atau perlindungan.
f. Jangan tinggal bersama orang yang memiliki latar belakang perilaku
kekerasan atau penyalahgunaan alcohol atau obat-obatan.
g. Jangan menerima perawatan perseorangan dengan bayaran transfer
atau penyerahan barang-barang atau asset-aset anda kecuali jika
pengacara, advokat, atau orang kepercayaan lainnya bertindak sebagai
saksi transaksi.
h. Jangan mendatangani dokumen kecuali jika seseorang yang anda
percaya sudah membacanya

12
2. Untuk keluarga
a. Pertahankan ikatan yang erat dengan kerabat dan teman yang sudah
lansia. Ikuti perbuahan-perubahan kesehatan dan kemampuan mereka
untuk hidup mandiri.
b. Diskusikan keinginan lansia yang berkaitan dengan perawatan
kesehatan, alternative perawatan medis terminal, perawatan di rumah
dalam kasus inkapasitas, dan penempatan asset-aset pribadinya
c. Temukan sumber-sumber bantuan dan gunakan. Layanan rumah
tangga, membersihkan rumah, mengirim makanan ke rumah, rekreasi
utnuk lansia, day care, perawatan temporer, dan bantu transportasi
yang tersedia di banyak komunitas.
d. Antisipasi kemungkinan inkapasitas dengan merencanakan sebagai
keluarga siapa yang akan bertanggung jawab, misalnya sebagai kuasa
hokum, pemberi perawatan di rumah, jika lansia tersebuut menjadi
tidak berkapasitas.
e. Periksa dengan cermat kemampuan keluarga anda untuk memberika
perawatan di rumah jangka panjang untuk kerabat yang sudah lemah
dan memilliki ketergantungan tinggi. Pertimbangkan keterbatasan
fisik keluarga.
f. Eksplorasi alternative sumber-sumber perawatan, termasuk panti
jumbo atau rumah kerabat lainnya, untuk berjaga-jaga seandainya
keadaan anda berubah.
g. Jangan memberikan perawatan di rumah secara pribadi kecuali jika
anda memahami sepenuhnya dan dapat memenuhi tanggung jawab
dan biaya yang terlibat.
h. Periksa kebutuhan-kebutuhan lansia tersebut, jangan menunggu
sampai lansia lemah tersebut pindah ke tempat anda. Ada harus
mempertimbangkan akses, keamanan, penahanan, dan kebutuhan-
kebutuhan khusus.
i. Jangan mengharapkan kebiasaan-kebiasaan atau masalah-masalah
yang peka (mis., penyalahgunaan alcohol) akan berhenti atau dapat
dikendalikan setelah lansia tersebut pindah ke rumah anda

13
j. Jangan abaikan keterbatasan anda dan memaksa diri anda. Dapat
terjadi pengabaian pasif.
3. Untuk Komunitas
a. Buat cara-cara baru untuk memberikan bantuan langsung kepada
keluarga pemberi perawatan. Perbaiki respons krisis untuk membantu
keluarga yang menghadapi keputusan sulit untuk menghentikan
perawatan di rumah.
b. Melalui program kewaspadaan umum, lakukan advokasi terhadap
penyebab keluarga pemberi perawatan dan kebutuhan korban salah
perlakuan.
c. Minta kelompok komunitas lainnya untuk lebih terlibat dalam
program layanan lansia,termasuk mereka yang berada di panti jompo
atau proyek perumahan pensiunan. Keterlibatan mereka dapat
mengarah ke perbaikan fasilitas dan layanan.
d. Publikasikan layanan pendukung yang tersedia dan professional yang
tersedia untuk pemberi perawatan seperti pusat penitipan lansia,
layanan pendamping, dan layanan rumah tangga. Pemberi perawatan
mungkin tidak mengetahui tentang hal ini.
e. Berikan pelatihan dasar penatalaksanaan kasus dan respons pada
karyawan-karyawan lembaga umum. Mereka dapat dilatih untuk
mengenali beberapa penyebab pengabaian atau penganiayaan lansia
dan dapat membantu dalam memberi dukungan.
f. Berikan pelatihan kepada penjaga pintu komunitas dan pekerja
pelayanan (dokter, perawatan primer, pekerja social dan kesehatan
masyarakat, petugas hokum, dll) untuk membantu mereka mengenali
situasi berisiko dan melakukan tindakan yang tepat.
g. Perluas program Neighborhood Watch dan kelompok-kelompok
komunitas serupa untuk memasukkan pelatihan tentang perawatan di
rumah terhadap lansia lemah, identifikasi tanda-tanda salah perlakuan,
dan tindakan-tindakan pencegahan untuk mengurangi korban.
h. Ketahui bahwa berbagai bentuk salah perlakuan atau penganiayaan
merupakan tindakan criminal. Sukarelawan dapat membantu korban

14
mengajukankeluhan formal, mencari kompensasi atas kehilangan,
menuntut pihak-pihak yang bersalah dan memberikan bantuan kepada
korban untuk mengajukan tuntutan. Tuntutan tersebut dapat
menyebabkan hukuman, pengalihan, pelatihan, konseling, atau
layanan bantuan keluarga jenis lain sebagai pengganti sanksi criminal.
i. Jangan mengabaikan keluarga pemberi perawatan lansia. Mereka
merupakan bagian signifikan dari komunitas. Mereka yang berisiko
atau hidup terisolasi dapat mengalami kekurangan pengetahuan atau
informasi dan dapat menjadi di luar jangkauan komunitas. (Stanley,
2006)

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Kasus

Kakek J (78 tahun) mengalami hemiparese kanan akibat stroke, tinggal


bersama anak laki- lakinya (Tn. B) yang sudah memiliki 4 orang anak. Setiap
hari Tn.B bekerja dari pagi hingga larut malam, sehingga jarang
berkomunikasi dengan Kakek J. Istri Tn.B seorang ibu rumah tangga yang
mengurus semua pekerjaan rumah dan empat orang anak yang semuanya
sekolah. Kondisi rumah yang sempit hanya ada 2 kamar, membuat Kakek J
tidak memiliki kamar sendiri hanya kasur kecil yang berantakan dan kotor di
sudut ruang tamu. Kakek mengatakan jarang mandi karena tidak ada yang
membantunya mandi, begitu juga ganti baju karena tidak ada yang
mencucikan kadang kakek tidak ganti baju selama satu minggu. Kakek J
tampak kurus dan bibir yang kering, istri Tn.B menyarankan kakek agar
sedikit minum agar tidak sering buag air kecil karena tidak ada yang
membantu.

B. Pengkajian Lansia Adaptasi Teori Model Carol A Miller


 Identitas Klien
Nama : Kakek ” J”
Umur : 78 tahun
Agama : Islam
Alamat asal : Kec. Suka Damai
 Data Keluarga
Nama : Tn . “A”
Hubungan : Anak kandung
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Kec. Suka Damai

16
 Status Kesehatan Sekarang : Klien terlihat lemah dan tidak
bersemangat. Klien juga Nampak kotor karena jarang mandi. Bajunya
tidak pernah dicuci karna tidak ada yang menyucikan.
Keluhan Utama : klien beranggapan bahwa dirinya sudah tua dan hanya
merepotkan serta menjadi beban bagi anak.
Usaha yang dilakukan untuk mengatasi keluhan : tidak ada.
 Age Related Changes (Perubahan Terkait Proses Menua) :
Fungsi fisiologis
a. Kondisi Umum
Ya Tidak
Kelelahan : 
Perubahan BB : 
Perubahan nafsu makan : 
Masalah tidur : 
Kemampuan ADL : Mandiri
Keterangan : Klien terlihat lelah, klien nampak kurus dan birir kering
b. Integumen
Ya Tidak
Lesi / luka : 
Pruritus : 
Perubahan pigmen : 
Memar : 
Pola penyembuhan lesi : - -
Keterangan : Kulit klien Nampak kering dan seperti
bersisik, kulit klien juga Nampak
kendor
c. Hematopoetic
Ya Tidak
Perdarahan abnormal : 
Pembengkakan kel limfe : 
Anemia : 
Keterangan : Tidak ada keluhan

17
d. Kepala
Ya Tidak
Sakit kepala : 
Pusing : 
Gatal pada kulit kepala : 
KETERANGAN : Pada saat dilakukan inspeksi dan palpasi tidak
terdapat benjolan, bentuk tengkorak simetris, kulit kepala tidak
mengalami peradangan, gatal-gatal, tumor, maupun bekas luka. Klien
mengeluh sakit kepala karena kebanyakan berbaring
e. Mata
Ya Tidak
Perubahan penglihatan : 
Pakai kacamata : 
Kekeringan mata : 
Nyeri : 
Gatal : 
Photobobia : 
Diplopia : 
Riwayat infeksi : 
Keterangan : klien mengatakan terjadinya perubahan penglihatan
setelah menikah
f. Telinga
Ya Tidak
Penurunan pendengaran : 
Discharge : 
Tinitus : 
Vertigo : 
Alat bantu dengar : 
Riwayat infeksi : 
Kebiasaan membersihkan : 
Dampak pada ADL :

18
Keterangan : Klien kesulitan mendengar, keluarga klien
mengatakan harus dengan nada tinggi
g. Hidung

Ya Tidak
Rhinorrhea : 
Discharge : 
Epistaksis : 
Obstruksi : 
Snoring : 
Alergi : 
Riwayat infeksi : 
Keterangan : Tidak ada keluar cairan / sekret dari hidung, tidak
ada mimisan, tidak ada sumbatan, tidak ada ngorok / snoring, dan
tidak ada alergi serta tidak ada riwayat infeksi

h. Mulut, tenggorokan
Ya Tidak
Nyeri telan : 
Kesulitan menelan : 
Lesi : 
Perdarahan gusi : 
Caries : 
Perubahan rasa : 
Gigi palsu : 
Riwayat Infeksi : 
Pola sikat gigi : Klien jarang sikat gigi
Keterangan : Mulut klien Nampak kotor, terdapat
banyak karang gigi
i. Leher
Ya Tidak
Kekakuan : 

19
Nyeri tekan : 
Massa : 
Keterangan : Setelah dilakukan inspeksi, palpasi, dan teknik
gerakan leher klien dapat melakukan gerakan leher secara
terkoordinasi tanpa gangguan.
j. Pernafasan
Ya Tidak
Batuk : 
Nafas pendek : 
Hemoptisis : 
Wheezing : 
Asma : 
KETERANGAN : Tidak ada keluhan

k. Kardiovaskuler
Ya Tidak
Chest pain : 
Palpitasi : 
Dipsnoe : 
Paroximal nocturnal : 
Orthopnea : 
Murmur : 
Edema : 
KETERANGAN : Tidak ada keluhan

l. Gastrointestinal
Ya Tidak
Disphagia : 
Nausea / vomiting : 
Hemateemesis : 
Perubahan nafsu makan : 
Massa : 

20
Jaundice : 
Perubahan pola BAB : 
Melena : 
Hemorrhoid : 
Pola BAB : Klien jarang BAB
Keterangan :Setelah dilakukan pemeriksaan fisik abdomen
normal, dan simetris. makan 2x sehari dengan porsi makan sedikit,
klien jarang BAB.
m. Perkemihan
Ya Tidak
Dysuria : 
Frekuensi : 1-2 x sehari
Hesitancy : 
Urgency : 
Hematuria : 
Poliuria : 
Oliguria : 
Nocturia : 
Inkontinensia : 
Nyeri berkemih : 
Pola BAK : Bila kencing selalu tuntas, tidak ada
rasa sakit atau gangguan lainnya
Keterangan : Klien jarang BAK
n. Reproduksi (pria)

Ya Tidak
Lesi : 
Discharge : 
Postcoital bleeding : 
Nyeri : 
Prolap : 

21
Aktifitas seksual :
Pap smear :
Keterangan : Tidak ada masalah
o. Muskuloskeletal
Ya Tidak
Nyeri Sendi : 
Bengkak : 
Kaku sendi : 
Deformitas : 
Spasme : 
Kram : 
Kelemahan otot : 
Masalah gaya berjalan : 
Nyeri punggung : 
Pola latihan : Kurang
Dampak ADL : ADL klien harus dibantu oleh orang
lain
KETERANGAN : Klien mengalami nyeri pada lutut,
sulit berjalan dan harus dibantu oleh
keluarga.
p. Persyarafan
Ya Tidak
Headache : 
Seizures : 
Syncope : 
Tic/tremor : 
Paralysis : 
Paresis : 
Masalah memori : 
KETERANGAN : Tidak ada keluhan

 Potensi Pertumbuhan Psikososial dan Spiritual :

22
Psikososial YA Tidak
Cemas : 
Depresi :
Ketakutan :
Insomnia : 
Kesulitan dalam : 
mengambil keputusan
Kesulitan konsentrasi : 
Mekanisme koping : Klien merasa tidak ada yang peduli dengan
dirinya, tidak ada yang perhatian dengan klien
Persepsi tentang kematian : Klien menyadari bahwa dirinya sudah tua
dan nantinya pasti akan meninggal.
Dampak pada ADL : Klien sudah tidak mampu melakukan aktivitas
keseharian klien secara mandiri.
Spiritual
- Aktivitas ibadah : klien rajin beribadah
- Hambatan : tidak ada keluhan
Keterangan : Klien merasa tidak dipedulikan
 Lingkungan :
- Kamar : klien tidak memiliki kamar sendiri, hanya kasur kecil
dan kotor di sudut ruang tamu
- Kamar mandi : kamar mandi cukup bersih, lantai tidak licin,
pencahayaan terang, tidak terdapat pegangan di dinding kamar
mandi
- Dalam rumah. : lantai tidak licin, pencahayaan baik, tidak
terdapat area yang membahayakan bagi lansia
- Luar rumah : terdapat taman

 Additional Risk Factor


Riwayat perilaku (kebiasaan, pekerjaan, aktivitas) yang mempengaruhi
kondisi saat ini :

23
Klien tinggal bersama dengan anak, menantu dan juga cucunya. Kllien
jarang diperhatikan oleh anaknya karna sibuk bekerja, sedangkan
menantunya juuga jarang memperhatikan klien. Menantu klien
mengatakan klien harus minum sedikit supaya jarang BAK, karna tidak
ada yang bisa membantu klien ke kamar mandi
 Negative Functional Consequences
a. Kemampuan ADL : skor 100 yaitu dibantu orang lain
b. GDS : skor 9 yaitu cemas
c. Status Nutrisi : 2 yaitu kurang baik
 Hasil pemeriksaan Diagnostik :
Jenis
Tanggal
No pemeriksaan Hasil
Pemeriksaan
Diagnostik
1 TTV 07 Nov 2016 S : 36,50 C,
RR : 20x/menit,
TD : 140/90 mmHg,
N : 88x/menit,
TB 160 cm
BB awal 60 kg
BB sekarang 50 kg

24
C. Analisa Data dan Diagnosa
NO DATA FOKUS PROBLEM
1. Ds : - Klien mengatakan jarang mandi Defisit Perawatan
- Klien mengatakan bajunya tidak pernah Diri : Mandi
dicuci (Nanda 00108,
- Klien mengatakan bajunya dipakai selama Domain 4,
1 minggu Kelas 5
Do : - Klien nampak kotor Hal 258)
- Klien nampak berdaki
- Bibir klien kering

2.

Ds : Hambatan
Klien mengatakan sulit berjalan Berjalan
Klien juga mengatakan harus dibantu dalam (Nanda 00088
mobilisasi Domain 4,
Klien juga mengatakan nyeri pada lutut Kelas 2,
Do : Hal 238 )
3 Klien nampak kesulitan berjalan
Klien Nampak memijat lutut Gangguan Proses
Keluarga
Ds : - Klien mengatakan hanya tinggal di kasur (Nanda 00060,
- Klien juga mengatakan jarang Domain 7,
berinteraksi dengan anaknya karna sibuk Kelas 2,
bekerja Hal 31)
- Klien mengatakan sudah jarang di bantu
oleh anak dan menantu dalam
pemenuhan ADL

25
Do : - klien Nampak menangis
- Klien Nampak murung

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Diagnosa Rencana Keperawatan
Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Defisit Perawatan
Diri : Mandi
(Nanda 00108,
Domain 4,
Kelas 5
Hal 258)

26
DAFTAR PUSTAKA

Acierno et. al. 2010. Prevalence and Correlates of Emotional, Physical, Sexual
and Financial abuse and Potential Neglect in the United States the
National Elder Mistreatment Study. American Journal of Publich Health,
Vol. 100, No. 2

Burke, M.M & Laramie, J.A. 2000. Primary Care Of The Olderadult: A Multi
Disciplinary Approach. Philadelphia: Mosby

Departemen Sosial RI. 2007. Pedoman Pelayanan Social Lanjut Usia. Jakarta:
Direktorat Pelayanan Social Lanjut Usia

Kozier. 2009. Buku Ajar Keperawatan Klinis. Jakarta: EGC

Lach & Pillemer. 2011. Abuse And Neglect Of Elderly Person. The New England
Journal Of Medicine, Vol. 332, No. 7

Loughlin, Anne & Duggan Joseph. 1998. Abuse, Neglect And Mistreatment Of
Older People: An Exploratory Study. National Council On Ageing And
Older People, 52 (Supp.2), 12-16

Mauk, K.L. 2010. Gerntological Nursing: Competencies For Care (Second


Edition). Massachusttes: Jones And Bartlett Publishers

Maurie, F.A & Smith,C.M. 2005. Community Public Health Nursing Practice
Health For Families And Population. Elsevier Saunders.

Meiner,S.E & Lueckonette, G.E. 2006. Gerontologic Nursing (Third Edition). St.
Louis: Mosby Elsevier

Muhibin Syah. 2006. Psikologi Belajar, Bandung: Rajawali Pers

Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor- Faktor Yang Mempengaruhinya, Jakarta:


Rineka Cipta

Springhouse. 2002. Better Elder Care: A Nurse Guide To Caring For Older
Adult. Pennsylvania

Stanhope, M & Lancaster, J.A. 2004. Community And Public Health Nursing. St.
Louis, Missouri: Mosby

Stanley, Mickey. 2006. Gerontological Nursing: A Health Promotion/Protection


Approach, 2nd ed. Pennsylvania

27
Stevenson.2008. Neglect As An Aspect Of The Mistreatment Of Elderly People
Reflections On The Issues. The Journal Of Adult Protection. Vol. 10
Issue. 1

28

Anda mungkin juga menyukai