Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA KEPALA

OLEH

KELOMPOK 4

SRI HARTINA HM

RULYANIS

ISLAMIAH
BUNGA LESTARI

A. ARDIANSYAH

A.M. ABD. WAHAB BR

PRODI KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2019

1
A. KONSEP MEDIS

1. KONSEP TRIAGE CEDERA KEPALA

Triage adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau

penyakit untuk menentukan jenis perawatan gawat darurat serta transportasi

selanjutnya. Tindakan ini merupakan proses yang berkesinambungan sepanjang

pengelolaan musibah terutama musibah yang melibatkan massa.

Triase memiliki beberapa kategori, antara lain:

a. Prioritas Pertama (Merah)

Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan

medik dan transport segera untuk tetap hidup. Prioritas tertinggi untuk

penanganan atau evakuasi.

b. Prioritas kedua (Kuning)

Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat

dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu

dekat. Meliputi kasus yang memerlukan tindakan segera terutama kasus bedah.

c. Prioritas ketiga (Hijau)

Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera,


memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang

berkala. Penanganan tidak terlalu mendesak dan dapat ditunda jika ada korban

lain yang lebih memerlukan penanganan atau evakuasi.

d. Prioritas nol (Hitam)

Diberikan kepada mereka yang meninggal atau mengalami cedera yang

mematikan.Pelaksanaan triage dilakukan dengan memberikan tanda sesuai

dengan warna prioritas.Tanda triage dapat bervariasi mulai dari suatu kartu

khusus sampai hanya suatu ikatandengan bahan yang warnanya sesuai

dengan prioritasnya. Jangan mengganti tanda triage yang sudah ditentukan.

2
Bila keadaan penderita berubah sebelum memperoleh perawatan maka label

lama jangan dilepas tetapi diberi tanda, waktu dan pasang yang baru.

Seleksi (triage) penderita dengan cidera kepala tergantung pada beratnya

cidera dan fasilitas yang tersedia. Walaupun demikian, penting untuk

melakukan persiapan persetujuan pengiriman dengan rumah sakit yang

mempunyai fasilitas yang lebih lengkap, dengan demikian penderita dengan

cidera kepala sedang dan berat dapat segera dikirim untuk mendapatkan

perawatan yang memadai. Konsultasi segera dengan ahli bedah saraf pada

saat pengobatan dan perawatan penderita sangat dianjurkan(1), khususnya

pada penderita dengan koma dan atau penderita dengan kecurigaan adanya

lesi massa intrakranial. Keterlambatan dalam perujukan dapat memperburuk

keadaan penderita dan selanjutnya akan menurunkan luaran cidera kepala.

2. LINGKUP KEPERAWATAN GAWAT DARURAT CEDERA KEPALA

Insiden cidera kepala meningkat dari tahun ketahun seiring dengan

meningkatnya mobilitas penduduk. Dibanding dengan trauma lainnya, cidera

kepala menduduki tingkat morbiditas dan mortalitas tertinggi, oleh karena itu

diperlukan pemahaman dan pengelolaan yang lebih baik terutama untuk petugas
kesehatan yang berada digaris depan, dimana sarana diagnostik dan sarana

penunjang untuk tindakan operasi tidak memadai.

Pada fasilitas-fasilitas kesehatan, dimana tidak dapat dilakukan tindakan

diagnostik ataupun operatif yang memadai, perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut : Penanganan A,B,C,D, dan E, pencegahan cidera otak sekunder dan

merujuk penderita secepat mungkin bila keadaan memungkinkan.

Dari keseluruhan kasus cidera kepala, 10% adalah cidera kepala berat

dengan angka kematian kurang lebih sepertiganya. Sepertiga lainnya hidup

dengan kecacatan dan sepertiga sisanya sembuh (tidak tergantung pada orang

3
lain). Namun demikian mereka mungkin masih mengalami gangguan

kepribadian dan kesulitan dalam berkomunikasi dalam jangka waktu lama.

3. DEFINISI

Cedera kepala adalah suatu gangguan trauma dari otak disertai/tanpa

perdarahan intestinal dalam substansi otak, tanpa diikuti terputusnya kontinuitas

dari otak (Nugroho, 2011).

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,

tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung

maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Yuliani, 2001).

Menurut Brain Injury Assosiation of America (2001), cedera kepala adalah

suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif,

tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi

atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan

kognitif dan fungsi fisik.

Cedera kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik

trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neorologis terjadi karena

robekannya subtansia alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemorogik,


serta edema serebral disekitar jaringan otak (Batticaca, 2008).

4. ETIOLOGI

a. Kecelakaan mobil

b. Perkelahian

c. Jatuh

d. Cedera olahraga. ( Elizabeth J.Corwin, 2009 )

5. PATOFISIOLOGI

Otak dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat

terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya

melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi

4
kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan

gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar

metabolisme otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan

koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh,

sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala

permulaan disfungsi cerebral.

Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan

oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi

pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi

penimbunan asam laktat akibat metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan

asidosis metabolik.

Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml / menit

/ 100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output. Trauma

kepala meyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-

myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom

pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia,

fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.


6. KLASIFIKASI

Cedera otak dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glascow

Coma Scale) yaitu:

a. Cedera Otak Ringan (COR)

1) GCS 13-15

2) Tidak terdapat kelainan pada CT Scan otak

3) Tidak emmerlukan tindakan operasi

4) Lama dirawat di rumah sakit < 48 jam

b. Cedera Otak Sedang (COS)

1) GCS 9-12

5
2) Ditemukan kelainan pada CT Scan otak

3) Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial

4) Dirawat di rumah sakit setidaknya 48 jam

c. Cedera Otak Berat (COB)

1) Nilai GCS <8

2) Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intracranial.

3) Bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS <8. (George

Dewanto, 2009)

7. MANIFESTASI KLINIS

a. Pada cedera otak, kesadaran seringkali menurun

b. Pola nafas menjadi abnormal secara progresif

c. Reson pupil mungkin tidak ada atau secara progresif mengalami deteriorasi

d. Sakit kepala dapat terjadi dengan segera atau terjadi bersama peningkatan

tekanan intracranial

e. Muntah dapat terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial

f. Perubahan perilaku, kognitif, dan fisik pada gerakan motorik dan berbicara

dapat terjadi dengan kejadian segera atau secara lambat. Amnesia yang
berhubungan dengan kejadian ini biasa terjadi. (Elizabeth J.Corwin, 2009)

8. KOMPLIKASI

a. Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat

menyertai cedera kepala yang tertutup yang berat, atau lebih sering cedera

kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intrakranial meningkat,dan

sel neuron dan vaskuler tertekan. Ini adalah jenis cedera otak sekunder. Pada

hematoma, kesadaran dapat menurun dengan segera, atau dapat menurun

setelahnya ketika hematoma meluas dan edema interstisial memburuk.

b. Perubahan perilaku dan defisit kognitif dapat terjadi dan tetap ada.

(Elizabeth J.Corwin, 2009)

6
9. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) :

Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan

perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk mengetahui adanya infark /

iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah injuri.

b. MRI

Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.

c. Cerebral Angiography

Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti perubahan jaringan otak

sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

d. Serial EEG

Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

e. X-Ray

Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur

garis(perdarahan/edema), fragmen tulang. (Elizabeth J.Corwin, 2009)

10. PENATALAKSANAAN

Cedera otak ringan dan sedang biasanya diterapi dengan observasi dan tirah
baring.

a. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh darah yang pecah melalui pembedahan

(pengeluaran benda asing dan sel yang mati), terutama pada cedera kepala

terbuka.

b. Dekompresi melalui pengeboran lebang didalam otak, yang disebut burr

hole, mungkin diperlukan.

c. Mungkin dibutuhkan ventilasi mekanik.

d. Antibiotik diperlukan untuk cedera kepala terbuka guna mencegah infeksi.

e. Metode untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat mencakup pemberian

diuretik dan obat anti inflamasi. (Elizabeth J.Corwin, 2009)

7
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

1. PENGKAJIAN

Pengumpulan data klien baik subjektif maupun objektif pada ganguuan

sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk,

lokasi, jenis injuri, dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Pengkajian

keperawatan cedera kepala meliputi anamnesis riwayat penyakit, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan diagnostik, dan pengkajian psikososial.

2. PENGKAJIAN AWAL

a. Airway

Kepatenan jalan napas, apakah ada sekret, hambatan jalan napas.

b. Breathing

Pola napas, frekuensi pernapasan, kedalaman pernapasan, irama

pernapasan, tarikan dinding dada, penggunaan otot bantu pernapasan,

pernapasan cuping hidung.

c. Circulation

Frekuensi nadi, tekanan darah, adanya perdarahan, kapiler refill.

d. Disability
Tingkat kesadaran, GCS, adanya nyeri.

e. Exposure

Suhu, lokasi luka.

3. ANAMNESIS

Identitas klien meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia muda),

jenis kelamin (banyak laki-laki, karena ngebut-ngebutan dengan motor tanpa

pengaman helm), pedidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan

jam masuk rumah sakit, nomor register, diagnosa medis. Keluhan utama yang

sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan tergantung

dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai penurunan tingkat kesadaran.

8
4. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Adanya riwayat trauma yang mengenai kepala akibat dari kecelakaan lalu

lintas, jatuh dari ketinggian,dan trauma langsung ke kepala. Pengkajian yang

didapat meliputi tingkat kesadaran menurun ( GCS <15 ), konvulsi, muntah,

takipnea, sakit kepala, wajah simetris atau tidak, lemah, luka dikepala, paralisis,

akumulasi sekret pada saluran pernafasan, adanya liquor dari hidung dan telinga,

serta kejang. Adanya penurunan tingkat kesadaran dihubungkan dengan

perubahan didalam intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi.

Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif, dan koma.

Perlu ditanyakan pada klien atau keluarga yang mengantar klien ( bila klien

tidak sadar ) tentang penggunaan obat-obatan adiktif dan penggunaan alkohol

yang sering terjadi pada beberapa klien yang suka ngebut-ngebutan.

5. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi,

riwayat cedera kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung ,anemia,

penggunaan obat-obatan antikoagulan, konsumsi alkohol berlebih.

6. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Apakah ibu klien pernah mengalami preeklamsia/ eklamsia, penyakit

sistemis seperti DM, hipertensi, penyakti degeneratif lainnya.

7. PENGKAJIAN PSIKO, SOSIO, SPIRITUAL

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons

emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya. Apakah ada dampak yang

timbul pada klien, yaitu timbul ketautan akan kesadaran, rasa cemas. Adanya

perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran untuk

berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan

klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak

kooperatif. Karena klein harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini

9
memberi dampak pada status ekonomi kilen, karena biaya perawatan dan

pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Cedera otak memerlukan dana

pemeriksaan, pengobatan, dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga

sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klein

dan keluarga.

8. PENGKAJIAN FISIK

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan klien,

pemeriksaan fisik sangat bergguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan persistem ( B1-B6 ).

a. Keadaan Umum

Pada keadaan cedera otak umumnya mengalami penurunan kesadran (

cedera otak ringan GCS 13-15, cedera otak sedang GCS 9-12, cedera otak

berat GCS <8 ) dan terjadi perubahan pada tanda-tanda vital.

b. B1 ( Breathing )

Sistem pernafasan bergantung pada gradasi dari perubahan jaringan

serebral akibat trauma kepala. Akan didapatkan hasil:

1) Inspeksi : Didapatkan klien batuk. Peningkatan produksi sputum,


sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi

pernafasan.

2) Palpasi : Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain akan

didapatkan apabila melibatkan trauma pada rongga thoraks.

3) Perkusi : Adanya suara redup sampai pekak pada keadaan melibatkan

trauma pada thoraks.

4) Auskultasi : Bunyi nafas tambahan seperti nafas berbunyi, ronkhi pada

klein dengan pengingkatan produksi sekret dan kemampuan batuak yang

menuurn sering didapatkan pada klien cedera kepala dengan penurunan

tingkat kesadaran koma.

10
Klien biasanya terpasang ETT dengan ventilator dan biasanya klien

dirawat diruang perawatan intensif sampai kondisi klien menjadi stabil pada

klien dengan cedera otak berat dan sudah terjadi disfungsi pernafasan.

c. B2 ( Blood )

Pada sisitem kardiovaskuler didapatkan syok hipovolemik yang sering

terjadi pada klien cedera otak sedang sampa cedera otak berat. Dapat

ditemukan tekanan darah normal atau berubah, bradikardi, takikardi, dan

aritmia.

d. B3 ( Brain )

Cedera otak menyebabakan berbagai defisit neurologi terutama

disebabkan pengaruh peningkatan tekanan intrakranial akibat adanya

perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan

epidural hematoma. Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan

GCS.

e. B4 ( Bladder )

Kaji keadaan urin meliputi waran, jumlah, dan karakteristik. Penurunan

jumlah urine dan peningkatan retensi urine dapat terjadi akibat menurunnya
perfusi ginjal. Setelah cedera kepala, klien mungkin mengalami

inkontinensia urinw karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan

kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena

kerusakan kontrol motorik dan postural.

f. B5 ( Bowel )

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual, muntah pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan

adanya peningkatan produksi asam lambung. Pola defekasi biasanya terjadi

konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

11
g. B6 ( Bone )

Disfungsi motorik paling umum adalah kelemahan pada seluruh

ekstremitas. Kaji warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit. (Arif

Muttaqin, 2008)

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah,

edema serebral.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (

cedera pada pusat pernafasan otak).

c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.

d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan kerusakan persepsi atau

kognitif.

e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau

kognitif. (Doengose, 2000)

10. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan penghentian

aliran darah, edema serebral.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, GCS, tingkat

kesadaran, kognitif, dan fungsi motorik klien membaik.

Kriteria Hasil :

a. Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK

b. Tingkat kesadaran membaik.

c. GCS klien meningkat.

Intervensi :

1. Tentukan faktor-faktor yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak

dan peningkatan TIK.

12
R/ : Penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam

pemulihannya setelah serangan awal, menunjukkan perlunya klien dirawat

diperawatan intensif.

2. Pantau atau catat status neurologis secara teratus dan bandingkan dengan

nilai GCS

R/ : Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan

bermanfaatdalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan

kerusakan saraf pusat.

3. Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan, seperti lingkungan

yang tenang.

R/ : Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan

meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan

neurovaskuler.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien mampu

mempertahankan pola pernafasan efektif melalui pemasangan ETT.

Kriteria Hasil :
a. Pola nafas kembali efektif

b. Nafas spontan.

Intervensi :

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan

pernafasan.

R/ : Perubahan daoat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau

menandakan lokasi / luasnya keterlibatan oyak. Pernafasan lambat, periode

apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanik.

2. Diposisikan head up (300).

R/ : Untuk menurunkan tekanan vena jugularis

13
3. Berikan oksigen.

R/ : Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam

pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan

ventilasi mekanik.

Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur

invasif.

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien bebas dari tanda-

tanda infeksi.

Kriteria Hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu kalor (panas), rubor (kemerahan),

dolor (nyeri tekan), tumor (membengkak), dan fungsi ulesa.

Intervensi :

1. Berikan perawatan aseptik,pertahankan teknik cuci tangan yang baik.

R/ : Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial.

2. Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan.

R/ : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan

tindakan dengan segera dan peegahan teradap komplikasi selanjutnya.


3. Pantau suhu tubuh secara teratur.

R/ : Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya

memerlukan evaluasi atau tindakan segera.

11. IMPLEMENTASI

Implementasi atau tindakan adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

12. EVALUASI

Evaluasi adalah tahap penilaian dari tindakan yang telah direncanakan.

Untuk malsalah kegawatdaruratan hipoglikemi ini adalah kesadaran klien dapat

14
kembali seperti semula, cairan dalam tubuh terpenuhi dan tanda-tanda vital klien

normal.

C. ASKEP KASUS PADA Tn. W

Tn.W (28 tahun) dibawa ke IGD RSUD Sukamaju pada tanggal 14 Februari

2016 pukul 19.30 WIB akibat kecelakaan lalu lintas, pasien mengalami penurunan

kesadaran. Hasil pengkajian terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma pada

kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 4 x 5 cm + luka

robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x 1 cm, perdarahan dari hidung.

Tanda-tanda vital, Nadi: 104 x/menit, Temp: 380C, RR : 29 x/mnt, TD :100/60

mmHg. GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7). Hasil CT Scan menunjukkan Sub Dural

Hematoma (SDH) dextra, Fraktur maxilla sinistra.

Tanggal masuk : 14 februari 2016

Jam masuk : 19.30 WIB

Tanggal Pengkajian : 14 februari 2016

Ruangan : IGD

No register : 6264xx
Dx : Cidera Kepala Berat

1. PENGKAJIAN

a. Identitas Klien

Nama : Tn. W

Umur : 28 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Karyawan

Agama : Islam Islam

Suku : Jawa

15
Alamat : Purwokerto

Penanggung jawab

Nama : Tn. X

Umur : 66 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Hub dengan klien : Ayah

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan utama

Pasien mengalami penurunan kesadaran

2) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien dibawa ke IGD pada tanggal 14 februari 2016 pukul 19.30

WIB. Pasien bertabrakan dengan kendaraan bermotor dan mengalami

penurunan kesadaran. Terdapat perdarahan aktif telinga kanan,

hematoma pada kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis

kiri ukuran 4 x 5 cm + luka robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada pipi kiri

ukuran 1 x 1 cm, lecet pada bibir atas, perdarahan dari hidung.

3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Penyakit yang pernah dialami: Klien tidak pernah mengalami

penyakit yang berat, hanya flu dan demam biasa. Riwayat MRS (-),

Riwayat DM (-), sakit jantung (-), asma (-), hipertensi (-)

Alergi : Riwayat alergi terhadap makanan, obat dan benda lain (-)

Kebiasaan: Kebiasaan merokok (-), minum kopi (-), minum alkohol

(-)

4) Primary survey

a) Airway : terdapat sumbatan jalan nafas berupa darah dan lendir,

ada suara nafas tambahan (gurgling) seperti orang berkumur

b) Breathing

16
(1) Look : adanya penggunaan otot bantu pernafasan, gerakan dada

simetris

(2) Listen : terdengar bunyi nafas tambahan (gurgling)

(3) Feel : hembusan nafas tidak begitu terasa

c) Circulation : Akral dingin,basah, kulit pucat,terdapat perdarahan di

telinga, hidung, mulut, CRT > 3 detik, terdapat sianosi di kuku

d) Disability :

(1) A (Allert) : klien tidak sadar

(2) V (verbal) : ketika dipanggil klien tidak berespons, hanya merintih

(3) P (pain) : klien masih berespons terhadap rangsang nyeri yang

diberikan

(4) U (unresponsive) : klien masih dalam keadaan responsive

e) Exposure : Terdapat perdarahan aktif telinga kanan, hematoma pada

kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada alis kiri ukuran 4

x 5 cm + luka robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada pipi kiri ukuran 1 x

1 cm, lecet pada bibir atas, perdarahan dari hidung.

5) Secondary survey
Kesadaran : Sopor

KU : Jelek

GCS :7

TTV : Nadi: 104 x/menit, Temp: 380C, RR: 29 x/mnt, TD:

100/60 mmHg. GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7)

6) Pemeriksaan fisik

a) B1 (breathing)

RR 29x/menit, bunyi nafas tambahan (gurgling) seperti orang

berkumur, penggunaan otot bantu nafas.

17
b) B2 (blood)

Pasien tampak pucat, Terdapat perdarahan aktif telinga kanan,

hematoma pada kepala kanan atas ukuran 3 x 3 cm, hematoma pada

alis kiri ukuran 4 x 5 cm + luka robek ukuran 2 x 1 cm, lecet pada

pipi kiri ukuran 1 x 1 cm, lecet pada bibir atas, perdarahan dari

hidung, Akral dingin, kulit pucat,terdapat perdarahan di telinga,

hidung, mulut, CRT > 3 detik, TD 100/60 mmHg, N 104x/menit

c) B3 (Brain)

GCS = E: 2 V: 2 M: 3 (GCS = 7) dan kesadaran sopor

d) B4 (Bladder)

Perut simetris, tidak ada jejas, tidak terdapat nyeri tekan kandung

kemih, terpasang kateter, warna urin kuning

e) B5 (Bowel)

Bentuk simetris, tidak terdapat jejas, bising usus normal, turgor

kulit elastis, tidak ada nyeri tekan, perkusi timpani (redup pada

organ)

f) B6 (Bone)
Pergerakan terbatas karena mengalami penurunan kesadaran

7) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan Laboratorium

N
Jenis Pemeriksaan Hasil Normal
o

1Haemoglobin 9,4 13,0-18,0 gr/dl

Hematokrit 33 40-50%

3 Leukosit 21.200 4000-11000/mm3

4 150.000-
Trombosit 198000
400.000/mm3

18
b) Pemeriksaan CT- Scan

Sub Dural Hematoma (SDH) dextra, Fraktur maxilla sinistra

c) Terapi pengobatan

IVFD RL 30 tts/menit

Dexa metahson 3x1, injeksi ampul (iv)

Citicolin 3x1 ampul, injeksi (iv)

Asam transamin 3x1 ampul, injeksi (iv)

Vit k 3x1 ampul, injeksi (iv)

Keterolac 3x1 ampul, injeksi(iv)

Cefotaxime 2x1 gr, injeksi ST (-) / IV

Kateter

Suction

2. ANALISA DATA

Nama : Tn W No registrasi : 6264xxx

Umur : 28 tahun Ruangan : IGD

No Data Etiologi Masalah

1. DS : Tidak dapat dikaji Kerusakan neuro Domain 11


DO : muskular Class 2

- Terdapat sumbatan darah Ketidakefekt

dan lendir Defisit Motorik ifan bersihan

- Bunyi nafas tambahan jalan nafas

(gurgling) Defisit refleks (00031)

- Frek nafas : > 29x/mnt motorik

- Nafas tidak teratur.

Refleks batuk

menurun

19
Penumpukan sekresi

di tenggorokan dan

mulut

2. DS: Tidak dapat dikaji Trauma kepala Domain 4

D O: Class 4

- Tingkat kesadaran sopor Kerusakan pada Risiko

- GCS 7(E 2,M3,V2) tulang tengkorak ketidakefekti

- Akral dingin, basah, pucat fan perfusi

- CRT > 3 detik Perdarahan jaringan

- RR 29x/menit serebral

- CT scan: Sub Dural Penambahan volume (00201)

Hematoma (SDH) tipis intakranial pada

dextra, Fraktur maxilla cavum serebral

sinistra

- Febris 380C Proses desak ruang

- N 104x/menit pada area otak

kompresi pada vena

sehingga terjadi

stagnasi aliran darah

Peningkatan TIK

Penurunan aliran

darah ke otak

Risiko

20
ketidakefektifan

perfusi jaringan

serebral

3. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) b.d kerusakan neuromuskular

(cedera pusat pernapasan di otak)

b. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (00201) b.d edema

serebral, peningkatan TIK

4. INTERVENSI KEPERAWATAN

NANDA NOC NIC

Ketidakefektifan Domain II level 3 Status Manajemen jalan napas

bersihan jalan nafas pernapasan: Kepatenan (3140)

(00031) b.d kerusakan jalan napas (0410) a. Pertahankan kepala dan

neuromuskular (cedera Pertukaran gas (0402) leher tetap posisi datar

pusat pernapasan di Ventilasi (0403) atau tengah (posisi

otak) Kriteria hasil: supinasi)

Batasan karakteristik: a. Tidak terdengar unyi b. Pastikan jalan nafas tetap

a. Bunyi nafas nafas tambahan terbuka

menguntungkan b. Tidak menggunakan c. Pemasangan guedele

b. Sianosis otot bantu nafas dan lakukan

c. Perubahan irama c. Tidak sianosis penghisapan lendir

nafas d. Secret dan lendir d. Observasi fungsi,

d. Perubahan nilai nafas berkurang pernafasan, catat

e. CRT < 3 detik frekuensi pernafasan,

f. RR < 24x/menit dispnea atau perubahan

21
tanda-tanda vital

e. Evaluasi pergerakan

dinding dada dan

auskultasi bunyinya.

f. Berikan terapi O2

sebanyak 3 liter.

g. Evaluasi nilai GCS

klien

h. Pantau TTV klien

Risiko ketidakefektifan Domain II level 3 Status Meningkatkan perfusi

perfusi jaringan neurologi: Kesadaran serebral (2550)

serebral (00201) b.d (0912) a. Pertahankan kepala dan

edema serebral, Kriteria hasil: leher tetap posisi

peningkatan TIK a. Nilai GCS datar (posisi supinasi)

Faktor resiko: meningkat yaitu b. Monitor tanda-tanda

a. Trauma kepala (12-15) pendarahan

b. Gangguan jaringan b. Perdarahan teratasi c. Monitor status

otak c. Kesadaran neurologi

c. Cidera otak membaik yaitu d. Hitung dan monitor

compos mentis tekanan perfusi serebral

d. Tanda-tanda vital e. Monitor TIK dan

normal neurologi untuk

TD :120/80 mmhg, aktivitas perawatan

e. N: 90 x/menit f. Monitor tekanan arteri

RR : 20 x/menit rata-rata

f. S : 37 0C g. Monitor tekanan

kardiovaskuler

22
h. Monitor status respirasi

i. Monitor factor penentu

dari transport oksigen

ke jaringan seperti

PaCO2,SaO2 dan Hb

serta CO2

j. Montor hasil

laboratorium untuk

erubahan oksigenasi

dan perubahan asam

basa

k. Monitor intake dan

output

Monitoring tekanan

intrakranium (2590)

a. Hindari tindakan

valsava manufer

(suction lama,

mengedan, batuk terus

menerus).

b. Berikan oksigen sesuai

pengobatan diatas

c. Lakukan tindakan

bedrest total

d. Minimalkan stimulasi

dari luar.

e. Monitor Vital Sign

23
serta tingkat kesadaran

f. Monitor tanda-tanda

TIK

24
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan defenisi cedera kepala diatas maka penulis dapat menarik suatu

kesimpulan bahwa cedera kepala adalah suatu cedera yang disebabkan oleh trauma

benda tajam maupun benda tumpul yang menimbulkan perlukaan pada kulit,

tengkorak, dan jaringan otak yang disertai atau tanpa pendarahan.

B. SARAN

Untuk memudahkan pemberian tindakan keperawatan dalam keadaan darurat

secara cepat dan tepat, mungkin perlu dilakukan prosedur tetap yang dapat

digunakan setiap hari. Bila memungkinkan , sangat tepat apabila pada setiap unit

keperawatan di lengkapi dengan buku-buku yang di perlukan baik untuk perawat

maupun untuk klien.

25
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, J. Elzabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologis. Edisi revisi 3. Jakarta. EGC

Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf.

Jakarta. EGC

Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan

dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta. EGC

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta. EGC

26

Anda mungkin juga menyukai