Anda di halaman 1dari 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PNEUMONIA

1. PENGERTIAN Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan jaringan interstitial.
World Health Organization (WHO) mendefnisikan pneumonia hanya berdasarkan
penemuan klinis yang didapat pada pemeriksaan inspeksi dan frekuensi pernapasan.
Organisme penyebab tersering adalah S. Pneumonia dan H, Infliensa, sementara virus
penyebab tersering adalah RSV( respiratory Syncytial virus).

- Batuk yang awalnya kering, kemudian menjadi produktif dengan dahak purulen bahkan
bisa berdarah
- Sesak nafas
- demam
2. ANAMNESIS
- kesulitan makan/minum
- tampak lemah
- serangan pertama atau berulang, untuk membedakan dengan kondisi imunokompromise,
kelainan anatomi bronkus, atau asma
1. Penilaian keadaan umum anak, frekuensi napas dan nadi
2. Kesadaran dan kemampuan makan/minum
3. Distress napas : takupneu, retraksi, pernapasan cuping hidung, batuk, krepitasi,
penurunan suara paru
3.
4. Demam dan sianosis
PEMERIKSAN
5. Anak di bawah 5 tahun mungkin tidak menunjukkan gejala Pneumonia yang klasik,
FISIS
dapat memperlihatkan gejala nyeri yang diproyeksikan ke abdomen

Berdasarkan rekomendasi WHO :


Bayi < 2 bulan :

 Pneumonia berat : napas cepat, dan retraksi berat


 Pneumonia sangat berat : tidak mau menetek/minum, kejang, letargis, dema atau
4. KRITERIA
hipotermia, bradipneu, atau pernapasan irregular
DIAGNOSIS
Anak usia 2 bulan – 5 tahun :

 Pneumonia ringan : pernapasan cepat


 Pneumonia berat : retraksi
 Pneumonia sangat berat : tidak dapat minum/makan, kejang, letargis, malnutrisi
6. TB paru
7. Asma bronchial
5.DIFERENSIAL 8. Edema Paru
DIAGNOSIS
 Darah lengkap
 CRP, LED
 Tuberkulin test bila da riwayat kontak penderita TB
 Thorax foto : hanya pada pasien rawat inap atau pada pasien dengan tanda-tanda
6.PEMERIKSAAN
klinis membingungkan
PENUNJANG
 Foto follow-up hanya bila kolaps lobus, curiga ada komplikasi, pneumonia berat,
gejala yang menetap atau memburuk, atau tidak respon terhadap terapi
 Punksi cairan pleura bila ada efusi

 Pasien dengan SpO2 ≤ 92 % pada saat bernapas dengan udara kamar harus
diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau sungkup untuk
mempertahankan saturasi oksigen > 92 %
 Terapi intravenous pada penderita berat atau tidak dapat minum :
 Ampisillin 100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari atau
 CO-amoxiclav
 Ceftriaxon 50 mg/kgBB/x dosis tunggal/hari max 2 g, atau
 Cefuroxim 50 mg/kgBB/8jam, atau
7. TERAPI
 Cefotaxim 50-100mg/kgBB/hari
 Terapi antibiotic oral pada yang ringan atau pada pneumonia berat dengan
perbaikan :
 Amoxicillin adalah pilihan pertama
 Alternatif lain : co-amoxiclav, cefaclor, eritromisin, claritromisin, dan
azitromisin

Nutrisi : puasa bila distress berat, balans cairan ketat


8. EDUKASI Nutrisi dan sanitasi lingkungan
Ad vitam : dubia ad bonam
9. PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
10. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. H. Pudjiadi, A., Hegar, B., et al. Ikatan Dokter
KEPUSTAKAAN Anak Indonesia 2010
PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

INFEKSI VIRUS DENGUE


Suatu penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus genus flavirus,
family flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotype yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-
1. PENGERTIAN 3, dan DEN-4, melalui perantara nyamuk aedes aegypti atau aedes albopictus
Spektrum klinis infeksi dengue dapat dibagi menjadi
1. Gejala klinis paling ringan tanpa gejala ( silent dengue infection)
2. Demam dengue(DD)
3. Demam berdarah dengue (DBD)
4. Demam berdarah dengue disertai syok (sindrom syok dengue/DSS)
 Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2
– 7 hari
 Disertai lesu, tidak mau makan dan muntah
 Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri
2. ANAMNESIS perut
 Diare kadang-kadang dapat ditemukan
 Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan
mimisan

9. Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush,


muntah, nyeri kepala, nyeri otot, dan sendi, nyeri tenggorokan dengan
faring hiperemis, nyeri dibawah lengkung iga kanan. Gejala penyerta
tersebut lebih mencolok pada DD daripada DPD
10. Sedangkan hepatomegali dan kelainan fungsi hati lebih sering
ditemukan pada DBD
11. Perbedaan antara DD dan DBD adalah pada DBD terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan perembesan plasma,
hipovolemia dan syok
3. PEMERIKSAN FISIS 12. Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam
rongga pleira dan rongga peritoneal selama 24-48 jam
13. Fase kritis sekitar hari ke-3 hingga ke-5 perjalanan penyakit. Pada ssat
ini suhu turun yang dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi
ringan namun pada DBD berat merupakan tanda awal syok
14. Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena ataupun
hematuria

4. KRITERIA DIAGNOSIS A. Kriteria Klinis


1. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas,
berlangsung terus menerus selama 2-7 hari
2. Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji bending
positif, petekie, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis, dan/melena
3. Pembesaran hati
4. Syok, ditandai nadi cepat dan lemahserta penurunan tekanan
nadi, hipoteansi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab dan
pasien tampak gelisah
B. Kriteria Laboratorium
1. Trombositopenia ( 100.000/ul atau kurang)
2. Hemokonsentrasi, dilihat dari peningkatan hematokrit 20 %
menurut standard umur dan jenis kelamin
3. Dua criteria klinis pertama disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi, serta dikonfirmasi secara uji serologic
hemaglutinasi

1. Darah perifer, kadar haemoglobin, leukosit, dan hitung jenis,


hematokrit, trombosit, pada apusan darah perifer juga dinilai limfosit
plasma biru, peningkatan 15 % menunjang diagnosis DBD
2. Uji serologis, uji hemaglutinasi inhibisi dilakukan saat fase akut dan
fase konvalesens
a. Infeksi primer, serum akut <1:20, serum konvalesens naik 4x
atau lebih namun tidak melebihi 1:1280
b. Infeksi sekunder, serum akut < 1:20 konvalesens naik 4x atau
lebih
c. Persangkaan infeksi sekunder yang baru terjadi( Presumptive
secondary infection): serum akut 1 : 1280, serum konvalesens
dapat lebih besar atau sama
3. Pemeriksaan radiologis (urutan pemeriksaan sesuai indikasi klinis)
5. .PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaanfoto dada, dilakukan atas indikasi (1) dalam
PENUNJANG
keadaan klinis ragu-ragu namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis pada perembesan plasma 20-40%, (2)
pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan
b. Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama
daerah hilus kanan, hemotoraks kanan lebih radio opak
dibandingkan kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi
daripada kanan, dan efusi pleura
c. USG : efusi pleura, ascites, kelainan(penebalan)dinding
vesica felca san vesica urinaria

1. DBD tanpa syok(derajat I dan II)


a. Medikamentosa
6.TERAPI
 Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan
pemberian parasetamol bukan aspirin
 Diusahakan tidak memberikan obat-obat yang
tidak diperlukan(misalnya antacid,
antiemetic)untuk mengurangi beban
detoksifikasi obat dalam hati
 Kortiksteroid diberikan pada DBD ensefalopati,
apabila terdapat perdarahan saluran cerna
kortikosteroid tidak diberikan
 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati
b. Suportif
 Mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai
akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan
perdarahan
 Kunci keberhasilan terletak pada kemampuan
untuk mengatasi masalah peralihan dari fase
demam ke fase syok disebut time of fever
differvesence denagn baik
 Cairan intravena diperlukan, apabila (1) anak
terus-menerus muntah, tidak mau minum,
demam tinggi, dehidrasi dapat mempercepat
terjadinya syok, (2) nilai hematokrit cenderung
meningkat pada pemeriksaan berkala

2. DBD disertai syok( Sindrome Syok Dengue, derajat III dan IV)

a. Penggantian volume plasma segera, cairan intravena


larutan ringer laktat 10 ml/kgbb secara bolus di berikan
dalam waktu 30 menit. Apabila syok belum teratasi
tetap berikan ringer laktat 20 ml/kgbb ditambah koloid
20-30 ml/kgbb/jam, maksimal 1500ml/hari
b. pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4
jam pasca syok. Volume cairan diturunkan menjadi 7
ml/kgbb/jam, selanjutnya 5 ml, dan 3 ml apabila tanda
vital dan dieresis baik.
c. jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa
sirkulasi membaik
d. pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi 48 jam
setelah syok teratasi
e. oksigen 2-4 l ml/menit pada dbd syok
f. koreksi asidosis metabolic dan elektrolit pada dbd syok
g. indikasi pemberian darah;
terdapat perdarahan secara klinis
 setelah pemberian cairan kristaloid dan
koloid,, syok menetap, hematorit turun, diduga
telah terjadi perdarahan, berikan darah segar
10 ml/kgBB
 Apabila Kadar hematokrit tetap > 40 %, maka
diberikan darah dalam volume kecil
 Plasma segar beku dan suspense trombosit

 Pasien dengan SpO2 ≤ 92 % pada saat bernapas dengan udara kamar


harus diberikan terapi oksigen dengan kanul nasal, head box, atau
sungkup untuk mempertahankan saturasi oksigen > 92 %
 Terapi intravenous pada penderita berat atau tidak dapat minum :
 Ampisillin 100 mg/kgBB/hari + kloramfenikol 100
mg/kgBB/hari atau
 CO-amoxiclav
 Ceftriaxon 50 mg/kgBB/x dosis tunggal/hari max 2 g, atau
7. TERAPI  Cefuroxim 50 mg/kgBB/8jam, atau
 Cefotaxim 50-100mg/kgBB/hari
 Terapi antibiotic oral pada yang ringan atau pada pneumonia berat
dengan perbaikan :
 Amoxicillin adalah pilihan pertama
 Alternatif lain : co-amoxiclav, cefaclor, eritromisin,
claritromisin, dan azitromisin

Nutrisi : puasa bila distress berat, balans cairan ketat


8. EDUKASI Nutrisi dan sanitasi lingkungan
Ad vitam : dubia ad bonam
9. PROGNOSIS Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Pedoman Pelayanan Medis. Jilid 1. H. Pudjiadi, A., Hegar, B., et al.
10. KEPUSTAKAAN
Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010

Anda mungkin juga menyukai