Anda di halaman 1dari 10

Larasati, et al.

Amerta Nutr (2018) 392-401 392


DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

RESEARCH STUDY Open Access

Hubungan antara Kehamilan Remaja dan Riwayat Pemberian ASI


Dengan Kejadian Stunting pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pujon
Kabupaten Malang

The Correlation Between Adolescent Pregnancy, Breastfeeeding Practice and


Stunted Children at Puskesmas Pujon Kabupaten Malang
Dwi Agista Larasati*, Triska Susila Nindya1, Yuni Sufyanti Arief2

ABSTRAK

Latar Belakang: Stunting adalah kejadian gagal tumbuh yang sering terjadi pada anak. Prevalensi
stunting di Indonesia sendiri masih tinggi. Tingginya jumlah anak yang mengalami stunting merupakan
hasil dari tingginya faktor yang memengaruhinya seperti; pernikahan dini yang menyebabkan
terjadinya kehamilan pada remaja dan pemberian ASI yang tidak eksklusif.
Tujuan: Menganalisis apakah terdapat hubungan antara kehamilan remaja dan riwayat pemberian ASI
eksklusif terhadap kejadian stunting pada balita.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik, menggunakan metode case – control. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 58 anak, yang dipilih menggunakan metode multiple stage sampling
dan dibagi menjadi dua kelompok yaitu stunting dan non – stunting. Data yang dikumpulkan meliputi
pengukuran panjang badan anak dan kuisioner riwayat pemberian ASI eksklusif, kuisoner usia ibu
pertama kali hamil dan identitas responden. Analisis data menggunakan software SPSS dengan uji Chi
– square untuk menganalisis hubungan variabel dependen dengan independen sedangkan software
WHO Antro digunakan untuk menganalisis status gizi balita (TB/U) menurut z – score.
Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukan hubungan yang signifikan antara kehamilan remaja dengan
kejadian stunting pada balita (p = 0,016) dengan nilai Odds – ratio adalah 3,86. Di samping itu juga
ditemukan hubungan yang signifikan antara pemberian ASI non – eksklusif dengan kejadian stunting
pada balita (p = 0,00) dengan nilai Odds – ratio adalah 3,23. Semakin muda usia ibu mengalami
kehamilan dan anak tidak diberikan ASI eksklusif maka akan semakin besar risiko anak mengalami
stunting.
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa kehamilan remaja dan pemberian ASI non – eksklusif
dapat meningkatkan risiko anak mengalami stunting.

Kata Kunci: stunting, kehamilan remaja (adolescent pregnancy), ASI eksklusif

ABSTRACT

Background: Stunting is growth failure which commonly occurs among children. In Indonesia, the
prevalence of stunted growth is still high. The high number of stunted children is a result of the risk
factors, which are early marriage that causes adolescent pregnancy, and non-exclusive breastfeeding.
Objectives: To analyze the relationship between teenage pregnancy and a history of exclusive
breastfeeding against the incidence of stunting in infants under five years.
Method: This research was a descriptive analysis which used case-control method. The samples in this
research were 58 children, who were selected using multiple stage sampling, and divided into two
groups; stunting and non-stunting. The collected data include the children’s height measurement and

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 393
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

questionnaire of exclusive breastfeeding history, as well as questionnaire of mother’s age at first


pregnancy and the respondents’ identity. The data were analyzed using SPSS software with chi square
test and WHO Anthro
Results: The results of this research revealed significant correlation between adolescent pregnancy and
stunted children (p=0.016), with odds ratio of 3.86. Moreover, significant correlation was also
manifested between non-exclusive breastfeeding and stunted children (p=0.003), with odds ratio of
3.23. The younger the mother at pregnancy and the absence of exclusive breastfeeding resulted in
higher risk of child stunting. Therefore, this research concluded that adolescent pregnancy and non-
exclusive breastfeeding might increase the risk of child stunting.
Conclusion: This research concluded that adolescent pregnancy and non – exsclusive breastfeeding
might increase the risk of stunting in children.

Keywords: stunting, adolescent pregnancy, exsclusive breastfeeding

*Koresponden:
larassasmi@gmail.com
1
Departemen Gizi Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga
2
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga

PENDAHULUAN Presentase stunting pada balita di wilayah


kerja Puskesmas Pujon Kabupaten Malang
Stunting merupakan salah satu sendiri pada tahun 2017 mencapai 42,8%,
gangguan pertumbuhan yang seringkali terjadi dengan kategori sangat pendek adalah 9,5%
pada anak. Prevalensi anak stunting di dunia dan pendek/stunted mencapai nilai 33,3%4.
mengalami penurunan antara tahun 1990 Nilai stunting balita di wilayah kerja Puskesmas
hingga 2004 yaitu sebanyak 39,6% menjadi Pujon Kabupaten Malang yang sangat tinggi
23,8%. Persentase ini dalam angka mengalami bahkan melebihi prevalensi global dan nasional
penurunan dari 255 juta menjadi 159 juta menjadi masalah gizi serius yang harus
balita. Asia merupakan daerah dengan mendapat perhatian lebih.
penurunan jumlah anak stunting paling besar. Stunting merupakan gangguan
Penurunan persentase balita stunting 47,6% pertumbuhan linier yang disebabkan adanya
menurun menjadi 25,1%. Sekalipun terjadi malnutrisi asupan zat gizi kronis yang berulang
penurunan nilai stunting yang cukup besar, yang ditunjukan dengan nilai z – score tinggi
namun persentase ini secara global masih badan menurut usia (TB/U) < -2SD berdasarkan
tinggi yaitu sebesar 25,1% dari jumlah standart WHO. Masalah balita pendek
keseluruhan populasi anak di dunia1. (stunting) menggambarkan adanya masalah
Prevalensi balita stunting sendiri pada negara gizi kronis, dipengaruhi dari kondisi ibu atau
berkembang paling tinggi berada pada calon ibu, masa janin, masa bayi atau balita,
kelompok usia 6 – 24 bulan2 termasuk penyakit yang diderita selama masa
Di Indonesia prevalensi balita stunting balita. Seperti masalah gizi lainnya, tidak hanya
(pendek dan sangat pendek) menurut terkait masalah kesehatan namun juga
Riskesdas tahun 2013 adalah 37,2% jika dipengaruhi oleh berbagai kondisi lain yang
dibandingkan dengan tahun 2010 (35,6%) dan secara tidak langsung memengaruhi
tahun 2007 (36,8%) tidak menunjukan kesehatan1.
penurunan atau perbaikan yang signifikan. Menurut framework WHO yang
Diukur menggunakan indikator tinggi badan diterbitkan pada tahun 2013 menyebutkan
menurut umur (TB/U) di Provinsi Jawa Timur bahwa terdapat beberapa penyebab terjadinya
pada tahun 2015 presentase balita stunting stunting pada balita. Penyebab yang pertama
adalah 31% dan mengalami penurunan adalah faktor ibu dan lingkungan sekitar
menjadi 27% pada tahun berikutnya jauh di rumah. Faktor ibu (maternal factor) meliputi
bawah presentase nasional yaitu 37%3. gizi yang buruk saat pra – konsepsi, kehamilan

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 394
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

dini, kesehatan mental ibu, kelahiran berat badan rendah akan tinggi pada pasangan
premature, IUGR (Intra Uterine Growt remaja, usia laki – laki dan perempuan sama
Restriction), jarak kelahiran yang pendek dan berpengaruhnya terhadap hal ini. Sebagian
hipertensi. Faktor yang kedua adalah besar remaja putri yang hamil memiliki IMT
pemberian ASI yang kemudian dijabarkan (Indeks Massa Tubuh) dengan kategori
menjadi inisiasi menyusui dini yang terlambat, underweight. Hal ini disebabkan oleh
ASI non – eksklusif, dan penyapihan yang kurangnya asupan gizi dikarenakan
terlalu cepat1. kekhawatiran pada bentuk tubuh selama masa
Seperti yang telah dijelaskan pada remaja dan kurangnya pendidikan tentang gizi.
paragraph sebelumnya bahwa salah satu Kedua hal tersebut kemudian menjadi sebab
penyebab terjadinya stunting pada balita rendahnya kenaikan berat badan ibu selama
adalah kehamilan dini. Di Indonesia prevalensi masa kehamilan. Kenaikan berat badan yang
pernikahan di usia dini cukup tinggi. Menurut tidak sesuai inilah yang kemudian berakibat
hasil Susenas tahun 2012 – 2013 persentase pada kenaikan jumlah bayi lahir premature
wanita umur 10 tahun ke atas yang pernah yang menjadi salah satu faktor terjadinya
melakukan perkawinan di daerah pedesaan stunting pada balita7.
mencapai angka 37,79% di tahun 2012 dan Faktor lain terjadinya stunting pada
37,71% di tahun 2013. Prevalensi perkawinan balita adalah pemberian ASI eksklusif yang
dini di provinsi Jawa Timur sendiri pada tahun sangat berpengaruh terhadap status gizi anak
2013 juga cukup tinggi yaitu berada di posisi ke usia 0 sampai dengan 24 bulan. Ditemukan
dua setelah provinsi Jawa Barat dengan bahwa 16% wanita yang memberikan ASI
prevalensi mencapai 42,77% (pada usia 16 – 18 eksklusif pada anak mereka kurang dari enam
tahun). Prevalensi perkawinan dengan usia bulan, 38,1% diantaranya mengalami stunting
mempelai < 20 tahun di Kabupaten Malang dan mengalami underweight8. Bayi dengan
pada tahun 2013 mencapai 33,02% dan pada usia kurang dari enam bulan yang diberikan ASI
tahun 2014 mencapai 31,43%5. Cakupan ASI eksklusif ternyata memiliki panjang tubuh,
eksklusif di provinsi Jawa Timur tahun 2015 berat badan lebih baik dan cenderung tidak
sebesar 68,8%, angka tersebut menurun menampakan tanda – tanda stunting
dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu dibandingkan dengan anak yan diberikan ASI
72,89%3. Pemberian ASI secara eksklusif sendiri non – eksklusif. Perbedaan nilai signifikansi
di Kabupaten Malang mencapai 57,90% dan terhadap indikator Length for Age (LAZ)
mengalami peningkatan menjadi 64,71% pada sebesar 0,5 antara bayi yang diberikan ASI
tahun 2013 dan meningkat lagi pada tahun eksklusif dan bayi yang diberikan ASI non –
2014 menjadi 66,61%6. Sekalipun mengalami eksklusif. Pengenalan atau pemberian cairan
peningkatan, presentase cakupan ASI eksklusif lain selain ASI sebelum usia empat bulan
ini masih jauh dari target nasional. dikaitkan dengan peningkatan resiko penyakit
Tingginya angka pernikah dini di gastrointestinal. Peningkatan resiko penyakit
Indonesia menyebabkan kehamilan pertama inilah yang kemudian dapat menyebabkan
juga terjadi di usia dini atau saat ibu masih growth retardation, kekurangan mikronutrien
remaja dan sering disebut kehamilan remaja. dan dalam jangka waktu panjang akan
Usia ibu ketika pertama kali hamil sangat meningkatkan resiko mengalami penyakit –
berpengaruh terhadap jalannya kehamilan. penyakit infeksi lain selama dua tahun awal
Usia ideal seorang wanita untuk melahirkan kehidupan9. Penelitian sejenis sering dilakukan
adalah 20 – 25 tahun. Jika usia ibu lebih muda di Indonesia maupun dunia untuk mengetahui
atau lebih tua dari usia tersebut maka akan hubungan kehamilan remaja dengan kejadian
lebih berisiko mengalami komplikasi stunting pada balita, namun penelitian –
kehamilan. Seorang wanita yang hamil pada penelitian tersebut biasanya dilakukan pada
usia remaja akan mendapat early prenatal care balita dengan rentang usia 6 – 59 bulan, tidak
lebih sedikit. Faktor ini yang diprediksi banyak penelitian yang spesifik pada rentang
menyebabkan bayi lahir dengan berat rendah usia baduta (bawah dua tahun) padahal
(BBLR) serta kematian pada bayi. Kematian masalah gizi seringkali terjadi saat 1000HPK
bayi, bayi premature dan bayi lahir dengan pada balita. Di samping itu di wilayah kerja

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 395
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

Puskesmas Pujon Kabupaten Malang sendiri 153 balita. angka ini adalah jumlah keseluruhan
belum pernah terdapat penelitian yang serupa. balita bukan baduta karena Puskesmas tidak
Penelitian ini mengambil fokus pada memiliki data jumlah baduta stunting dan non
kejadian stunting pada baduta usia 12 – 24 – stunting. Pemilihan sampel sebanyak 29
bulan dengan rumusan masalah apakah baduta dilakukan dengan cara simple random
terdapat hubungan antara kehamilan di usia sampling sehingga semua baduta memiliki
remaja dan riwayat pemberian ASI eksklusif kesempatan yang sama menjadi sampel
dengan kejadian stunting pada balita. Tujuan penelitian. Baduta yang masuk dalam
dari penelitian ini adalah menganalisis apakah kelompok kasus adalah baduta yang memiliki
terdapat hubungan antara kehamilan remaja panjang badan menurut usia (PB/U) < -2SD
dan riwayat pemberian ASI eksklusif terhadap sedangkan baduta non – stunting adalah
kejadian stunting pada balita di wilayah kerja baduta yang memiliki panjang badan menurut
Puskesmas Pujon Kabupaten Malang. usia (PB/U) ≥ -2SD.
Pentingnya penelitian ini adalah dapat Kriteria inklusi sampel yang digunakan
digunakan sebagai bahan tambahan kajian adalah balita yang memiliki buku KIA atau
tentang permasalahan gizi pada balita. Bahwa memiliki catatan pertumbuhan lain yang
masalah stunting pada balita dipengaruhi oleh relevan seperti catatan yang diberikan oleh
beberapa aspek baik aspek spesifik maupun bidan atau petugas kesehatan setempat
aspek sensitive, sehingga penelitian ini dapat sebagai pengganti buku KIA. Sampel penelitian
menjadi pertimbangan dalam penyusunan dihitung menggunakan rumus besar sampel uji
program dan atau kebijakan mengenai upaya hipotesis dan proporsi (Lemeshow et.,al,1990)
penurunan prevalensi stunting di Indonesia. dan diperoleh jumlah 29 balita pada masing –
masing kelompok dengan kriteria inklusi yang
METODE telah disebutkan. Variabel perantara yang
ditanyakan pada ibu adalah tingkat pendidikan
Penelitian yang dilakukan ini merupakan dan pekerjaan sebelum menikah. Tingkat
penelitian analitik dengan desain penelitian pendidikan ibu dikelompokan menjadi dua
case control. Istilah case dan control yaitu pendidikan rendah dan pendidikan tinggi.
menunjukan bahwa, setiap kasus yaitu panjang Pendidikan rendah dimulai dari tidak
badan balita pendek dan atau sangat pendek, bersekolah, sekolah dasar dan sekolah
yang dicarikan kontrolnya yaitu panjang badan menengah sedangkan pendidikan tinggi
balita normal. Penelitian ini menggunakan data dimulai dari sekolah menengah atas, diploma
primer yaitu data yang dikumpulkan sendiri dan sarjana. Pekerjaan ibu sebelum menikah
oleh peneliti melalui pengukuran panjang hanya dikelompokan menjadi bekerja dan tidak
badan. Di samping itu penelitian ini juga bekerja. Variabel bebas dalam penelitian ini
menggunakan data sekunder dari Puskesmas adalah usia ibu pertama hamil dan riwayat
Pujon Kabupaten Malang untuk mengetahui pemberian ASI. Usia ibu pertama hamil didapat
prevalensi kejadian stunting dan tidak stunting menggunakan kuisioner dan ditanyakan
pada masing – masing wilayah desa. Data ini langsung kepada ibu, sedangkan riwayat
hanya digunakan sebagai acuan pemilihan pemberian ASI ditanyakan menggunakan
wilayah yang digunakan sebagai wilayah kuisioner Infant Young Children Feeding
penelitian (pengambilan sampel). Practice (IYCF) dan World Health Organization
Populasi dalam penelitian ini adalah (WHO) tahun 2010. Variabel terikat pada
semua baduta di wilayah kerja Puskesmas penelitian ini adalah status gizi baduta yaitu
Pujon Kabupaten Malang. Sampel penelitian panjang badan menurut usia (PB/U) yang
diambil dengan metode multiple stage diukur menggunakan pengukur panjang badan
sampling. Pertama metode ini dilakukan baduta (length board) dengan tingkat ketelitian
dengan cara purposive sampling dalam 0.1 cm/1 mm dan mikrotoa. Cara pengumpulan
memilih desa dengan prevalensi stunting data usia ibu pertama hamil dan riwayat
paling rendah dan paling tinggi. Populasi balita pemberian ASI ditanyakan langsung pada
stunting yang mengikuti skrining berjumlah responden sedangkan panjang badan bayi
273 balita dan balita non – stunting berjumlah diukur langsung pada responden baduta.

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 396
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

Penelitian ini menggunakan analisis status bekerja responden sebelum menikah.


univariat dengan tujuan untuk menganalisis Identifikasi ini hanya sebatas pada responden
deskripif variabel penelitian. Analisis univariat memiliki pekerjaan atau tidak sebelum
digunakan untuk mengestimasi parameter menikah, tanpa melihat apa jenis pekerjaan
populasi yaitu karakteristik ibu diantaranya responden. Pertanyaan mengenai pekerjaan
yaitu usia yang dikategorikan menjadi ibu sebelum menikah ini ditanyakan untuk
kehamilan remaja (≤ 19 tahun) dan hamil usia mengetahui apakah status bekerja pada ibu
normal (> 19 tahun); status riwayat pemberian memengaruhi keputusan untuk menikah di
ASI yang dibagi menjadi ASI eksklusif dan ASI usia dini atat tidak. Pada penelitian ini
non – eksklusif. Selain itu, status gizi balita didapatkan bahwa ibu yang tidak bekerja
yaitu panjang badan dikelompokan menjadi sebelum menikah pada kelompok kasus (balita
stunting (< - 2SD) dan tidak stunting (≥ -2SD), stunting) sejumlah 17 orang atau mencapai
status gizi ini dianalisis ini menggunakan 58,7% sedangkan yang bekerja berjumlah 12
software WHO Antro. Analisis bivariate orang atau 41,3%. Pada kelompok balita
digunakan untuk mengeatahui besarnya faktor kontrol (balita non – stunting) ibu yang tidak
risiko usia ibu pertama hamil dan riwayat bekerja sejumlah 15 orang atau mencapai
pemberian ASI terhadap panjang badan balita 51,7% sedangkan ibu yang bekerja sejumlah 14
dengan menggunakan Odds ratio. Untuk orang atau mencapai 48,3%. Pada tabel 1 dapat
mengetahui hubungan antara usia ibu pertama diketahui bahwa ibu pada kelompok balita
hamil dan riwayat pemberian ASI dengan kasus yang memiliki pendidikan rendah lebih
panjang badan balita menggunakan uji Chi – besar dibandingkan dengan kelompok balita
square. Uji statistic ini menggunakan software kontrol. Hal ini sejalan dengan pekerjaan ibu
computer SPSS 21. sebelum menikah, bahwa ibu pada kelompok
balita kasus yang tidak memiliki pekerjaan
HASIL DAN PEMBAHASAN sebelum menikah lebih besar dibandingkan
dengan kelompok balita kontrol.
Karakteristik ibu yang diteliti dalam Tingkat ekonomi keluarga akan
penelitian ini adalah tingkat pendidikan dan berpengaruh terhadap tingkat pendidikan
status bekerja sebelum ibu menikah. Kedua anggota keluarga. Rendahnya pendapatan
karakteristik ini dianggap menjadi faktor ekonomi keluarga akan memaksa si anak untuk
terkuat pengambilan keputusan untuk putus sekolah dan tidak melanjutkan
menikah. Rendahnya tingkat pendidikan dan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.
tidak adanya pekerjaan sebelum menikah di Tinggi rendahnya usia kawin pertama
pihak perempuan selalu dikaitkan dengan berhubungan dengan tinggi rendahnya akses
tingkat ekonomi yang rendah yang kepada pendidikan10. Tingkat pendidikan
mengakibatkan pernikahan terjadi pada usia maupun pengetahuan anak yang rendah akan
muda (asumsi penulis). Pada penelitian ini mengakibatkan adanya kecenderungan
didapatkan bahwa status pendidikan ibu yang melakukan pernikahan di usia dini11. Tidak
memiliki pendidikan rendah pada kelompok adanya pekerjaan pada responden selalu
balita kasus (balita stunting) sejumlah 22 orang dikaitkan dengan keadaan ekonomi yang
atau mencapai 75,8% sedangkan pendidikan rendah. Anggota keluarga dewasa yang tidak
tinggi sejumlah 7 orang atau mencapai 24,2%. bekerja dianggap sebagai beban ekonomi
Pada kelompok balita kontrol (balita non – keluarga sehingga pernikahan merupakan
stunting) ibu yang memiliki latar belakang salah satu jalan untuk membantu
pendidikan rendah adalah 16 orang atau perekonomian keluarga. Dalam hal ini keluarga
mencapai 55,2% sedangkan pendidikan tinggi memiliki hambatan dalam memenuhi
mencapai 13 orang atau 44,8%. Pekerjaan kebutuhan anaknya yaitu kebutuhan yang
responden yang diidentifikasi merupakan diperlukan setelah semua kebutuhan primer

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 397
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

Tabel 1. Karakteristik Ibu Balita


Kasus Kontrol
Variabel Frekuensi Presentase Frekuensi Presentase
(n) (%) (n) (%)
Pendidikan
Rendah 22 75,8 16 55,2
Tinggi 7 24,2 13 44,8
Status Bekerja
Tidak bekerja 17 58,7 15 51,7
Bekerja 12 41,3 14 48,3

terpenuhi12. Di daerah pedesaan persentase dibandingkan dengan ibu pada kelompok balita
pernikahan remaja wanita mencapai 26,8% kontrol.
lebih tinggi dibandingkan dengan daerah Hasil analisis Chi – square menyatakan
perkotaan yang hanya mencapai 20,5%. bahwa terdapat hubungan yang signifikan
Perbedaan persentase ini juga terjadi antara antara kehamilan dini dengan kejadian
remaja yang mendapatkan pendidikan baik stunting pada balita dengan nilai p – value =
dengan remaja yang tidak mendapatkan 0,016 (p < 0,05). Pada interval kepercayaan (CI)
pendidikan dengan baik. Pada remaja yang 95%, nilai Odds Ratio (OR) yang dihitung (3,86).
menyelesaikan pendidikan hingga ke jenjang Nilai Odds Ratio menunjukan bahwa balita
sekolah menengah pertama pernikahan yang lahir dari ibu yang hamil pada usia remaja
remaja mencapai 44,6% sedangkan pada beresiko 3,86 lebih besar mengalami stunting
kelompok remaja yang menempuh pendidikan dibandingkan dengan balita yang lahir dari ibu
lebih tinggi hanya mencapai 15,5%. Keadaan yang hamil di usia normal. Hasil dari analisis
ekonomi juga berdampak terhadap kejadian tersebut dapat dinyatakan bahwa usia ibu saat
pernikahan di usia dini, di mana anak yang pertama hamil merupakan faktor resiko
memiliki latar belakang ekonomi rendah, terhadap kejadian stunting pada balita.
kejadian pernikahan dini lebih tinggi Usia ibu hamil (maternal age) sebaiknya
dibandingkan dengan anak yang memiliki latar tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua. Usia
belakang ekonomi mampu13. yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35
Dari tabel 2 dapat diketahui bahwa ibu tahun, beresiko tinggi untuk melahirkan.
yang hamil di usia remaja atau usia dini (≤ 19 Manuaba mencatat bahwa kehamilan di
tahun) pada kelompok balita kasus (balita bawah usia 20 tahun akan beresiko mengalami
stunting) lebih tinggi jika dibandingkan dengan anemia, gangguan tumbuh kembang janin,
ibu pada kelompok balita kontrol (balita non – keguguran, prematuritas, atau BBLR, gangguan
stunting). Pada kelompok balita kasus (balita persalinan, preeklampsi, perdarahan
14
stunting) ibu yang hamil pada usia dini atau antepartum . Usia ibu saat melahirkan
usia remaja sejumlah 13 orang atau mencapai merupakan salah satu faktor penyebab
41,4% sedangkan yang hamil pada usia normal kematian perinatal. Dalam kurun waktu
sejumlah 16 orang atau mencapai 58,6%. reproduksi sehat dikatehui bahwa usia aman
Pada kelompok balita kontrol (balita non untuk persalinan adalah 20 – 35 tahun. Jika
– stunting) ibu yang hamil di usia dini atau usia dilihat dari tabel 2 dapat diketahui bahwa usia
remaja sejumlah 7 orang atau mencapai 20,7%. ibu saat pertama kali hamil merupakan usia
Rata – rata usia kehamilan pertama pada kedua rawan atau tidak dianjurkan karena sebagian
kelompok ibu balita adalah 20 ± 0,34 dengan besar usia hamil pertama ibu berada di bawah
usia paling muda mengalami kehamilan 20 tahun.
pertama adalah usia 14 tahun dan usia paling Hal ini sejalan dengan penelitian yang
tua adalah 26 tahun. Pada tabel 2 ini dapat dilakukan Indrasari yang menyatakan bahwa
dilihat bahwa jumlah ibu pada kelompok balita ibu dengan usia beresiko (kurang dari 20
kasus yang hamil pada usia remaja lebih besar tahun) mempunyai resiko 4,2 kali lebih besar

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 398
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

Tabel 2. Usia Ibu Pertama Hamil dan Kejadian Stunting pada Balita (n = 58 balita)
Usia Ibu Pertama Kasus Kontrol OR P
Hamil n % n % (95%) CI
Usia Remaja 13 41,4 7 20,7
Usia Normal 16 58,6 22 79,3 3,86 0,016
Total 29 100 29 100

untuk terjadi berat badan lahir rendah (BBLR) Pada kelompok balita kontrol (balita non –
dibanding ibu yang tidak mempunyai usia stunting) terdapat 16 balita yang mendapatkan
beresiko. Kejadian berat bayi lahir rendah dan ASI secara eksklusif atau mencapai 55,2% dan
kelahiran premature pada kehamilan remaja tidak mendapatkan ASI secara eksklusif
sering dikaitkan sebagai manifestasi Intra sebesar 13 balita atau mencapai 44,8%.
Uterine Growth Retrcition (IUGR) yang Rendahnya ASI eksklusif pada kelompok kasus
disebabkan oleh belum matangnya organ dikarenakan terdapat perilaku – perilaku ibu
reproduksi dan status gizi ibu sebelum masa yang memberikan makanan dan minuman
kehamilan. Kehamilan pada usia muda selain ASI sebelum anak berusia enam bulan.
merupakan faktor resiko yang disebabkan Pada tabel 3 dapat diketahui bahwa pada
belum matangnya organ reproduksi untuk kelompok balita kontrol yang mendapat ASI
hamil (endometrium belum sempurna)15. eksklusif lebih besar dibandingkan dengan
Pada ibu yang mengalami kehamilan di kelompok balita kasus.
usia muda mekanisme secara biologis yang Hasil analisis Chi – square menyatakan
berhubungan dengan kelahiran premature bahwa terdapat hubungan yang signifikan
adalah pasokan darah ke servix dan uterus antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan
belum sepenuhnya berkembang dengan baik kejadian stunting pada balita dengan nilai p –
pada beberapa remaja yang menyebabkan value = 0,000 (p < 0,05). Pada interval
aliran nutrisi pada janin saat hamil juga tidak kepercayaan (CI) 95%, nilai Odds Ratio (OR)
baik. Rendahnya aliran darah pada organ yang dihitung (3,23). Nilai Odds Ratio
genital dapat memperbesar resiko infeksi pada menunjukan bahwa balita yang tidak
organ genital yang juga dapat menyebabkan mendapatkan ASI secara eksklusif beresiko
kelahiran premature. Sebagaimana diketahui 3,23 lebih besar mengalami stunting
bahwa kelahiran premature merupakan salah dibandingkan dengan balita yang
satu faktor yang memperbesar terjadinya mendapatkan ASI secara eksklusif. Hasil dari
stunting pada balita16. analisis tersebut dapat dinyatakan bahwa
Ibu yang Hamil di usia remaja juga masih pemberian ASI merupakan faktor resiko
dalam masa pertumbuhan sehinggaapat terhadap kejadian stunting pada balita.
terjadi perebutan zat gizi antara janin dan Hal ini sejalan dengan penelitian Purba
metabolism ibu itu sendiri. Keadaan tersebut yang menyatakan bahwa bayi yang tidak diberi
akan semakin parah jika asupan zat gizi ibu ASI eksklusif memiliki resiko 2 kali lebih besar
tidak adekuat sehingga janin akan mengalami untuk mengalami stunting pada usia 6 – 12
growth restriction sehingga mengingkatkan bulan dibandingkan dengan balita yang
resiko janin lahir dengan berat badan lahir mendapat ASI eksklusif. Proporsi anak balita
rendah atau kelahiran premature dimana yang mengalami stunting sebesar 75,0%
kedua hal tersebut menjadi faktor terjadinya karena pemberian ASI yang tidak eksklusif,
stunting pada balita17. Kehamilan di usia awal sedangkan proporsi anak balita yang keadaan
remaja, ketika ibu juga masih tumbuh akan gizinya normal sebesar 58,3% karena
meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan akan pemberian ASI yang eksklusif. Dengan nilai OR
menjadi stunting. 4,2 anak balita yang mengalami stunting
Dari tabel 3 dapat diketahui bahwa resikonya empat kali lebih besar dibandingkan
pemberian ASI eksklusif pada kelompok balita dengan yang mendapat ASI eksklusif[25]. Balita
kasus (balita stunting) tidak ada yang harus menyusu sampai usia dua tahun sesuai
mendapatkan ASI secara eksklusif atau 0%.

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 399
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

Tabel 3. Riwayat Pemberian ASI dan Kejadian Stunting pada Balita (n = 58 balita)
Riwayat Kasus Kontrol OR P
Pemberian ASI n % n % (95%) CI
Eksklusif 4 13,8 16 55,2
Non eksklusif 25 86,2 13 44,8 3,23 0,003
Total 29 100 29 100

dengan rekomendasi WHO. Hal ini dikarenakan Kandungan ASI sangat dibutuhkan dalam
ASI telah terbukti memiliki efek positif proses pertumbuhan balita untuk mencegah
terhadap daya tahan tubuh balita dan stunting, kandungan ini sering disebut dengan
menurunkan resiko kejadian stunting pada growth factors. Growth factors yang terdapat
balita. Pada penelitian ini ditemukan bahwa dalam ASI terdapat dalam jumlah banyak serta
sakit yang terjadi pada anak memiliki memiliki fungsi yang berbeda – beda. Pada
hubungan yang signifikan terhadap kejadian penelitian Ballard & Ardythe (2013) dijelaskan
stunting. Balita yang pernah mengalami sakit bahwa terdapat beberapa growth factors yang
beresiko 2,1 kali lebih besar mengalami terdapat dalam ASI. Intestinal maturation, and
stunting18 repair : Epidermal growth factor (EGF) yang
Memberikan ASI eksklusif adalah tidak ditemukan pula pada cairan amnion. EGF
memberi bayi makanan atau minuma lain, berfungsi untuk mengaktivasi mekanisme
termasuk air putih, selain menyusui (kecuali proteksi pada sel usus bayi dengan cara
obat – obatan dan vitamin atau mineral tetes; menghambat kematian sel dan menghasilkan
ASI perah juga diperbolehkan)19. Makanan pro – inflammatory TNF – α. Selain itu ASI
pertama dan utama bayi adalah air susu ibu. Air memiliki growth – regulating hormones yaitu
susu ibu sesuai dengan kebutuhan bayi dalam calcitonin dan somatostatin. Kedua hormone
segala hal. Karbohidrat dalam ASI berupa tersebut berfungsi untuk melindungi
laktosa, yang kandungan lemaknya berupa kandungan bioaktif pada ASI agar tidak rusak
polyunsaturated fatty acid (asam lemak tak saat berada di lumen. ASI juga memiliki fungsi
jenuh ganda). Protein utamanya adalah regulasi metabolisme dan komposisi tubuh
lactalbumin yang mudah dicerna dan dengan kandungan hormone adiponectin.
kandungan vitamin dan mineral yang tinggi. Hormone ini memiliki fungsi yang beragam
Selain itu ASI juga mengandung zat anti – salah satunya adalah regulasi metabolism dan
infeksi. Pemberian ASI eksklusif sangat penting supresor inflamasi. Jumlah adiponektin pada
bagi bayi sebelum bayi mendapatkan makanan ASI berhubungan dengan berat badan bayi dan
lain20. Promosi pemberian ASI eksklusif selama BMI selama pemberian ASI eksklusif. Di
enam bulan dan dilanjutkan dengan pemberian samping memiliki growth factors ASI juga
makanan pendamping serta tetap memberikan memiliki manfaat perlindungan terhadap
ASI merupakan outline program UNICEF. Hal ini infeksi. ASI memiliki kandungan sIgA yang
penting sebagai upaya pencegahan kejadian berfungsi sebagai predominant antibodi, selain
overweight dan stunting pada bayi dan balita21. itu dalam ASI juga ditemukan IgM dan IgG.
Penelitian pada balita usia 0 – 6 bulan dan rata Selain itu pada ASI yang dikeluarkan ibu saat
– rata kehamilan dini adalah 19 tahun awal kelahiran atau disebut colostrum juga
ditemukan bahwa kelompok balita yang tidak memiliki kandungan IgA, IgM dan IgG yang juga
mendapat ASI eksklusif memiliki nilai HAZ sangat tinggi. Kandungan lain dari ASI yang
(Height for Age) lebih rendah secara signifikan berfungsi sebagai antibodi adalah lactoferrin
dibandingkan dengan kelompok balita yang yaitu iron – binding glycoprotein yang
mendapat ASI eksklusif. Jika dilihat pada tabel termasuk dalam kelompok transferrin.
3 bahwa pada kelompok kasus semua tidak Senyawa ini memiliki manfaat untuk melawan
mendapatkan ASI secara ekslusif hal tersebut bakteri, virus dan jamur. Glikoprotein lain yang
yang kemudian menjadi faktor kuat terjadinya berfungsi sebagai antibodi adalah lactadherin
stunting pada balita. yang terdapat pada lemak susu. Lactadherin

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 400
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

berpindah dari ASI menuju perut bayi dan 2. Dewey, K. G. & Adu-afarwuah, S. Review
mencegah infeksi oleh rotaviral pada bayi yang Article Systematic review of the efficacy
baru lahir22. and effectiveness of complementary
feeding interventions in developing
KESIMPULAN countries. 24–85 (2008).
Berdasarkan temuan statistik di atas, 3. Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
maka kemudian ditemukan hubungan antara Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur
usia ibu pertama hamil dan riwayat pemberian 2015. 60 (2015).
ASI dengan kejadian stunting pada balita di 4. Astre Primadita. Laporan Pre - Dietetic
wilayah kerja Puskesmas Pujon Kabupaten Internship Rotasi Community
Malang (p – value 0,016; p – value 0,003). Balita (Pelaksanaan Kegiatan NCP Komunitas
yang lahir dari ibu yang hamil pada usia remaja pada Kelompok Sasaran Balita) di
3,86 kali lebih beresiko mengalami stunting Puskesmas Pujon Kabupaten Malang.
dibandingkan dengan balita yang lahir dari ibu (2017).
yang menikah di usia normal. Balita yang tidak 5. Kabupaten Malang Layak Anak 50. 50–
mendapatkan ASI secara eksklusif 3,23 kali 54 (2012).
lebih beresiko mengalami stunting 6. Dinas Kesehatan Kabupaten Malang.
dibadningkan dengan balita yang mendapat Profil Kesehatan Kabupaten Malang
ASI secara eksklusif. Sehingga usia ibu pertama Tahun 2015. (2015).
kali hamil dan riwayat pemberian ASI menjadi 7. Vivatkusol, Y., Thavaramara, T. &
faktor resiko pada kejadian balita stunting. Phaloprakarn, C. Inappropriate
Kepada praktisi kesehatan diharapkan gestational weight gain among teenage
memberikan edukasi tentang usia yang tepat pregnancies: Prevalence and pregnancy
untuk menikah pada remaja serta memberikan outcomes. Int. J. Womens. Health 9,
motivasi agar dapat menempuh pendidikan 347–352 (2017).
yang lebih tinggi. Hal tersebut diharapkan 8. Of, O. Determinants of Children’s
dapat menurunkan angka pernikahan di usia Nutritional Status in Kenya: Evidence
remaja. Selain itu praktisi kesehatan from Demographic and Health Surveys
diharapkan memberikan edukasi tentang Jane Kabubo-Mariara. (2008).
pemberian ASI eksklusif dengan harapan ibu doi:10.1093/jae/ejn024
balita mengerti konsep dan praktek tentang 9. Kuchenbecker, J. et al. Exclusive
ASI eksklusif serta pemberian motivasi pada breastfeeding and its effect on growth of
ibu untuk menyusui anaknya selama enam Malawian infants: results from a cross-
bulan penuh dan dilanjutkan hingga balita sectional study. Paediatr. Int. Child
berusia dua tahun. Health 35, 14–23 (2015).
10. Percut, K. & Tuan, S. E. I. No Title. 1–12
ACKNOWLEDGEMENT 11. Desiyanti, I. W. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Terhadap Pernikahan Dini
Seluruh responden yang terlah bersedia Pada Pasangan Usia Subur di Kecamatan
membantu penelitian ini, Dosen Pembimbing Mapanget Kota Manado Factors
dan seluruh dosen Ilmu Gizi Fakultas Kesehatan Associated With Early Mariage In
Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya, Couples Of Childbearing Age At
Kepala Puskesmas dan Ahli gizi Puskesmas Kecamatan Mapanget Manado City.
Pujon Kabupaten Malang, bidan desa dan 270–280
kader posyandu, teman – teman sejawat yang 12. Langkat, S. K., Factors, T., Cause, T.,
banyak membantu dalam proses pengambilan Young, T. & Of, A. Faktor-Faktor
data. Penyebab Terjadinya Pernikahan Usia
Muda Studi Kasus di Kelurahan Sawit
REFERENSI Seberang Kecamatan Sawit The Factors
That Cause The Young Age Of Marriage.
1. WHO. Global Nutrition Targets 2025 : 13. Correlational Analysis Between Teenage
Stunting Policy Brief. (2012). Pregnancy AND. 1–10 (2015).

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401
Larasati, et al. Amerta Nutr (2018) 392-401 401
DOI: 10.2473/amnt.v2i4.2018.392-401

14. Puskesmas, D. I., Kulon, S. & Yogyakarta, Wilayah Kerja Puskesmas Kawangkoan
P. D. I. Gizi indonesia. 41, 39–48 (2018). Kabupaten Minahasa. 167, (2014).
15. Bblr, R. & Indrasari, N. Faktor resiko pada 19. infodatin. Analisis dan Situasi ASI.
kejadian berat badan lahir rendah (bblr). (2014).
VIII, 114–123 (2012). 20. Arisman, Dr., M. Gizi dalam Daur
16. Sharma, M. & Mishra, P. S. Maternal risk Kehidupan. (Penerbit Buku Kedokteran
factors and consequences of low birth EGC, 2008).
weight in Infants. IOSR J. Humanit. Soc. 21. who. Guidelines for Preventing Early
Sci. 13, 39–45 (2013). Pregnancy and Poor Reproductive
17. Prendergast, A. J. & Humphrey, J. H. The Outcome in Adolescents in Developing
stunting syndrome in developing Countries. (2011).
countries. Paediatr. Int. Child Health 34, 22. L.Morrow, O. B. & A. Human Milk
250–265 (2014). Composition : Nutrients and Bioactive
18. Rambitan, W. et al. Hubungan Antara Factors. J. Natl. Inst. Heal. 60, (2013).
Riwayat Pemberian ASI Eksklusif dengan
Kejadian Stunting pada Anak Batita di

©2018. Larasati, et al. Open access under CC BY – SA license.


Received: 13-10-2018, Accepted: 19-11-2018, Published online: 01-12-2018
doi: 10.20473/amnt.v2.i4.2018.392-401

Anda mungkin juga menyukai