THYPHOID FEVER
OLEH :
Muhammad Fadhil S.Ked
K1A1 13 057
PEMBIMBING
dr. Fercee Primula Sp.PD
Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada
Bagian Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Halu Oleo.
Mengetahui :
Pembimbing,
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. U
Umur : 24 tahun
Agama : Islam
Tanggal masuk/Jam : 1 Maret 2019 / 19:00 WITA
Alamat: : Abuki
Pekerjaan : Wiraswasta
DPJP : dr. Fercee Primula Sp.PD
Dokter muda : Muhammad Fadhil S.Ked
No. RM : 01 08 91
Rumah Sakit dirawat : BLUD RS Konawe
Keterangan : Rawat Inap
B. ANAMNESIS (Alloanamnesis)
1. Keluhan Utama : Demam sejak 8 hari yang lalu
2. Riwayat penyakit sekarang : PBM datang ke RS dengan keluhan demam
sejak 8 hari yang lalu. Demam dirasakan semakin meningkat di sore dan
malam hari dan menurun namun tidak sampai bebas demam di pagi dan
siang hari, demam disertai dengan periode menggigil 1-2 jam sebelum
suhu badan naik. Kondisi ini dirasakan pasien sejak hari pertama demam
hingga saat datang ke rumah sakit. Keluhan lain : Sakit kepala (+), pusing
(-), penglihatan kabur (-), nyeri retro orbita (-), batuk (+), lendiri (+), sesak
(-), nyeri ulu hati (+), mual (+), muntah (+) frekuensi 1 x saat masih
dirumah beberapa jam sebelum ke rumah sakit. Isi muntah adalah lendir.
Penurunan nafsu makan (+), penurunan BB (-), BAK dalam batas normal,
BAB semipadat frekuensi 3x/hari.
3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien pernah berobat ke PUSKESMAS
dengan keluhan yang sama, HT (-), DM (-), Alergi (-)
4. Riwayat pengobatan: Pasien mengkonsumsi Paracetamol tablet 500 mg
saat berada dirumah
5. Riwayat penyakit/keluhan yang sama dikeluarga : Tidak ada
6. Riwayat alergi makanan dan obat: Tidak ada
7. Riwayat Sosial Budaya : Pasien merokok dan mengkonsumsi alkohol
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Sakit : Sedang
Kesadaran/GCS Score : E4V5M6 = 15, Compos mentis
Status gizi : BB= 64 Kg, TB= 175 cm IMT = 20,91 Kg/m2 (Kurang)
Tanda Vital
TD Nadi Pernafasan Suhu
120/70 mmHg 60x/Menit 24 x/Menit 39,0 0C
reguler
Status Generalisata
Kepala Normosefal, simetris kiri dan kanan, deformitas (-), rambut hitam
lurus
Ekstremitas bawah
5 5
Dextra Sinistra
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
1. Darah rutin
01/05/ 2019
Parameter Hasil Nilai rujukan
03/05/2019
Parameter Hasil Nilai
rujukan
07/05/2019
Parameter Hasil Nilai
rujukan
I. FOLLOW UP
Tanggal S O A P
01/05/2019 Demam (+), KU: Lemah, Sadar Typhoid Inj. Intricef 1
Sakit Kepala (+), TV: TD: 120/70 Fever gram/12
Batuk (+), Lendir mmHg, N: 60 x/m, jam/IV
(+), Sesak (-), P: 24x/m, S: 39,0 Inj.
O
Mual (+), Muntah C Omeprazole
(+) Frekuensi 1x, Darah rutin 40 mg/12
Nyeri ulu hati (+), (01/05/2019) : jam/IV
Nafsu makan Paracetamol
WBC : 4,59
menurun (+), Tab 500 mg/8
RBC : 4,97
BAK normal, jam
HGB : 14,4
BAB semipadat
PLT : 99
frekuensi 3x.
Darah Rutin
(03/05/2019) :
WBC : 2,55
RBC : 4,48
HGB : 12,9
PLT : 77
Tubex : +4
DDR : Negatif
Darah Rutin
(03/05/2019) :
WBC : 2,55
RBC : 4,48
HGB : 12,9
PLT : 77
Tubex : +4
DDR : Negatif
Darah Rutin
(03/05/2019) :
WBC : 2,55
RBC : 4,48
HGB : 12,9
PLT : 77
Tubex : +4
DDR : Negatif
Darah Rutin
(03/05/2019) :
WBC : 2,55
RBC : 4,48
HGB : 12,9
PLT : 77
Tubex : +4
DDR : Negatif
Darah Rutin
(03/05/2019) :
WBC : 2,55
RBC : 4,48
HGB : 12,9
PLT : 77
Darah Rutin
(08/05/2019) :
WBC : 5,01
RBC : 4,69
HGB : 13,2
PLT : 114
Tubex : +4
DDR : Negatif
H. PROGNOSIS
Ad functionam : Bonam
Ad sanationam : Dubia et bonam
Ad vitam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
enterica serovar typhi (S. typhi). Insidens penyakit ini sering dijumpai di negara-
negara Asia dan dapat ditularkan melalui makanan atau air yang terkontaminasi.
Pada permulaan penyakit, biasanya tidak tampak gejala atau keluhan dan
kemudian timbul gejala atau keluhan seperti demam sore hari dan serangkaian
gejala infeksi umum dan pada saluran cerna.1,2,3
Diagnosis demam tifoid ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan
pemeriksaan tambahan dari laboratorium. Terapi untuk demam tifoid meliputi
istirahat, pemberian anti-mikroba, antipiretika, serta nutrisi dan cairan yang
adekuat. Salah satu anti-mikroba yang saat ini dapat diberikan secara optimal
cost-effective adalah levofloxacin 500 mg 1 kali sehari selama 7 hari. Strategi
pencegahan meliputi higiene perorangan, sanitasi lingkungan, penyediaan air
bersih sampai dengan penggunaan vaksin.4
B. DEFINISI
Demam tifoid merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
enterica serovar typhi (S typhi).1-3 Salmonella enterica serovar paratyphi A, B,
dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid.3 Demam
tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. Pada daerah endemik,
sekitar 90% dari demam enterik adalah demam tifoid.3
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini
hanya didapatkan pada manusia. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,
kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk
serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.3
C. EPIDEMIOLOGI
Sejak awal abad ke 20, insidens demam tifoid menurun di USA dan Eropa
dengan ketersediaan air bersih dan sistem pembuangan yang baik yang sampai
saat ini belum dimiliki oleh sebagian besar negara berkembang.1,2
Secara keseluruhan, demam tifoid diperkirakan menyebabkan 21,6 juta
kasus dengan 216.500 kematian pada tahun 2000. Insidens demam tifoid tinggi
(>100 kasus per 100.000 populasi per tahun) dicatat di Asia Tengah dan Selatan,
Asia Tenggara, dan kemungkinan Afrika Selatan; yang tergolong sedang (10-100
kasus per 100.000 populasi per tahun) di Asia lainnya, Afrika, Amerika Latin, dan
Oceania (kecuali Australia dan Selandia Baru); serta yang termasuk rendah (<10
kasus per 100.000 populasi per tahun) di bagian dunia lainnya.2
Manusia adalah satu-satunya penjamu yang alamiah dan merupakan
reservoir untuk Salmonella typhi.1 Bakteri tersebut dapat bertahan hidup selama
berhari-hari di air tanah, air ko kolam, atau air laut dan selama berbulan-bulan
dalam telur yang sudah terkontaminasi atau tiram yang dibekukan.1 Pada daerah
endemik, infeksi paling banyak terjadi pada musim kemarau atau permulaan
musim hujan.1 Dosis yang infeksius adalah 103-106 organisme yang tertelan
secara oral.1,2 Infeksi dapat ditularkan melalui makanan atau air yang
terkontaminasi oleh feses.2
Semua spesies Salmonella patogen, bila ada di usus ditelan oleh sel fagosit,
yang kemudian melewati mereka melalui mukosa dan menyajikannya ke
makrofag di lamina propria. Salmonella nontyphoidal difagositosis di seluruh
ileum dan kolon distal. Dengan toll-like receptor (TLR) –5 dan kompleks TLR-4 /
MD2 / CD-14, makrofag mengenali pola molekuler terkait-patogen (PAMP)
seperti flagella dan lipopolysaccharides. Makrofag dan sel epitel usus kemudian
menarik sel T dan neutrofil dengan interleukin 8 (IL-8), menyebabkan peradangan
dan menekan infeksi.1,6
Peran endotoksin dalam patogenesis demam tifoid tidak jelas, hal tersebut
terbukti dengan tidak terdeteksinya endotoksin dalam sirkulasi penderita melalui
pemeriksaan limulus. Diduga endotoksin dari Salmonellamenstimulasi makrofag
dalam hati, limpa, folikel limpoma usus halus dan kelenjar limfe mesenterika
untuk memproduksi sitokin dan zat-zat lain. Produk dari makrofag inilah yang
dapat menimbulkan nekrosis sel, sistem vaskular yang tidak stabil, demam,
depresi sumsum tulang, kelainan pada darah dan juga menstimulasi sistem
imunologik. Pada demam tifoid terjadi respon imun humoral maupun seluler baik
di tingkat lokal (gastrointestinal) maupun sistemik. Akan tetapi, bagaimana
mekanisme imunologik ini dalam menimbulkan kekebalan maupun eliminasi
S.typhi tidak diketahuo dengan pasti. Diperkirakan bahwa imunitas seluler lebih
berperan. Penurunan jumlah limfosit T ditemukan pada pasien sakit berat dengan
demam tifoid. Karier memperlihatkan gangguan reaktivitas seluler terhadap
antigen S.typhi pada uji hambatan migrasi leukosit. Pada karier, sejumlah besar
hasil virulen melewati usus setiap harinya dan dikeluarkan dalam tinja, tanpa
memasuki epitel pejamu.5
F. MANIFESTASI KLINIS
Sindrom klinis yang terkait dengan S typhi dan paratyphi tidak bisa
dibedakan. Demam tifoid dimulai 7-14 hari setelah konsumsi organisme, dapat
muncul keluhan atau gejala yang bervariasi mulai dari yang ringan dengan demam
yang tidak tinggi (Penyakit demam nonspesifik yang parah pada pasien yang
terpajan salmonella tifoid harus selalu meningkatkan kemungkinan diagnosis
demam tifoid), malaise, dan batuk kering sampai dengan gejala yang berat dengan
demam yang berangsur makin tinggi setiap harinya, rasa tidak nyaman di perut,
serta beraneka ragam keluhan lainnya.1,2
Pola demam bertahap, ditandai dengan naiknya suhu setiap hari yang turun
pada pagi berikutnya. Puncak dan palung semakin meningkat dari waktu ke
waktu.1
Selama minggu pertama penyakit, manifestasi gastrointestinal yang terkenal
dari penyakit berkembang. Ini termasuk nyeri abdomen difus dan nyeri tekan dan,
dalam beberapa kasus, nyeri kuadran kanan atas yang kolik. Infiltrasi monocytic
mengobarkan patch Peyer dan mempersempit lumen usus, menyebabkan sembelit
yang berlangsung selama durasi penyakit. Orang tersebut kemudian mengalami
batuk kering, sakit kepala frontal yang tumpul, delirium, dan rasa tidak enak yang
kian meningkat.1,4,5
Kira-kira pada akhir minggu pertama sakit, demam dataran tinggi pada 103-
104 ° F (39-40 ° C). Pasien mengembangkan bintik-bintik mawar, yang berwarna
salmon, blansing, truncal, makulopapula yang biasanya berukuran 1-4 cm dan
jumlahnya kurang dari 5; ini umumnya hilang dalam 2-5 hari. Ini adalah emboli
bakteri pada dermis dan terkadang berkembang pada orang dengan shigellosis
atau salmonellosis nontyphoidal.1,3
Selama minggu kedua sakit, tanda-tanda dan gejala yang tercantum di atas
berkembang. Perut menjadi buncit, dan splenomegali lunak sering terjadi.
Bradikardia relatif dan nadi dikrotik (denyut ganda, denyut kedua lebih lemah
daripada yang pertama) dapat terjadi.1,2,3
Pada minggu ketiga, individu yang masih demam tumbuh lebih beracun dan
anoreksia dengan penurunan berat badan yang signifikan. Konjungtiva terinfeksi,
dan pasien tachypneic dengan denyut nadi yang sudah ada dan kresek di atas dasar
paru-paru. Distensi perut parah. Beberapa pasien mengalami diare cair, kuning-
hijau, dan busuk (sup kacang polong). Individu dapat turun ke keadaan tifus, yang
ditandai dengan apatis, kebingungan, dan bahkan psikosis. Peyer nekrotik dapat
menyebabkan perforasi usus dan peritonitis.1,2,3
Komplikasi ini sering tidak diketahui dan dapat ditutupi oleh kortikosteroid.
Pada titik ini, toksemia yang berlebihan, miokarditis, atau perdarahan usus dapat
menyebabkan kematian.1,2,3
Jika individu bertahan hingga minggu keempat, demam, kondisi mental, dan
perut kembung perlahan membaik selama beberapa hari. Komplikasi usus dan
neurologis masih dapat terjadi pada orang yang selamat yang tidak diobati.
Penurunan berat badan dan kelemahan yang melemahkan bulan lalu. Beberapa
orang yang selamat menjadi pembawa S typhi yang asimptomatik dan memiliki
potensi untuk menularkan bakteri tanpa batas.1,2,3
Gejala yang biasanya dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian
Sekitar 10-15% dari pasien akan mengalami komplikasi, terutama pada yang
sudah sakit selama lebih dari 2 minggu.1,7 Komplikasi yang sering dijumpai
adalah reaktif hepatitis, perdarahan gastrointestinal, perforasi usus, ensefalopati
tifosa, serta gangguan pada sistem tubuh lainnya mengingat penyebaran kuman
adalah secara hematogen.7 Bila tidak terdapat komplikasi, gejala klinis akan
mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu.2
Tabel 1. Gejala dan tanda Demam Thypoid.1
G. DIAGNOSIS
Penegakan diagnosis demam tifoid didasarkan pada manifestasi klinis yang
ditemukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis yang diperkuat oleh
pemeriksaan laboratorium penunjang. Demam tifoid telah dikaitkan dengan
beberapa perubahan fisiologis pada orang yang terkena dan perubahan ini
merupakan bagian dari patofisiologi penyakit. Bedasarkan beberapa studi telah
ditemukan hubungan antara demam tifoid dan gangguan hematologis seperti
anemia, leukopenia, defisiensi imun dan trombositopenia.
Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis,
menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta
timbulnya penyulit.
1. Hematologi
J. KOMPLIKASI
Pada minggu kedua atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai
yang ringan sampai berat bahkan kematian.
1. Komplikasi Intestinal (Perdarahan intestinal dan Perforasi Intestinal)
Pada plak Peyeri usus yang terinfeksi dapat terbentuk tukak/luka berbentuk
lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus. Bila luka menembus lumen usus
dan mengenai pembuluh darah maka akan terjadi perdarahan. Selanjutnya, bila
tukak menembus dinding usus, maka akan terjadi perforasi. Selain karena faktor
luka, perdarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah atau
gabungan kedua faktor tersebut.
Sekitar 25% penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor
yang tidak memerlukan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga
penderita mengalami syok. Secara klinis, perdarahan akut darurat bedah
ditegakkan bila terdapat perdarahan sebanyak 5 ml/kgBB/jam dengan faktor
hemostatis dalam batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup
tinggi yakni 10-32%. Bila transfusi yang diberikan tidak mengimbangi perdarahan
yang terjadi, tindakan bedah mungkin perlu dipertimbangkan.
Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu kedua demam atau setelah itu.
Perdarahan dengan gejala berak darah (hematokezia) atau dideteksi dengan tes
perdarahan tersembunti (occult blood test). Perforasi intestinal ditandai dengan
nyeri abdomen akut, tegang dan nyeri tekan yang paling nyata di kuadran bawah
abdomen. Suhu tubuh tiba-tiba menurun dengan peningkatan frekuensi nadi dan
berakhir dengan syok. Pada pemeriksaan perut didapatkan tanda-tanda ileus,
bising usus melemah dan pekak hati menghilang, perforasi dapat dipastikan
dengan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Perforasi intestinal adalah
komplikasi tifoid yang serius dan paling sering menyebabkan kematian.
Bila pada gambaran foto polos abdomen ditemukan udara pada rongga
peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini merupakan nilai yang cukup
menentukan terdapatnya perforasi usus pada demam tifoid. Antibiotik diberikan
secara selektif bukan hanya untuk mengobati kuman S. typhi tetapi juga untuk
mengatasi kuman yang bersifat fakultatif anaerob. Umumnya diberikan antibiotik
spektrum luas dengan kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk
kontaminasi usus dapat diberikan gentamisin/metronidazole. Cairan harus
diberikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang NGT
(nasogastric tube). Transfusi darah dapat diberikan bila terjadi kehilangan darah
akibat perdarahan intestinal.
2. Komplikasi Extra-Intestinal
a. Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia,
peningkatan prothrombin time, peningkatan partial thromboplastin time,
peningkatan fibrin degradation product sampai koagulasi intravaskular
diseminata dapat ditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.
Trombositopenia dapat terjadi akibat menurunnya produksi trombosit di
sumsum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya destruksi trombosit di
sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga dapat menyebabkan penurunan
trombosit. Sedangkan penyebab DIC pada demam tifoid belum jelas. Hal-hal
yang sering dikemukakan antara lain endotoksis mengaktifkan sistem koagulasi
dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin menyebabkan
vasokonstriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan selanjutnya
mengakibatkan perangsangan koagulasi.
b. Hepatitis Tifosa
Pembengkakkan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus
denan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai pada S. tyhphi daripada S.
paratyphi. Untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus,
malaria atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter
laboratorium dan bila perlu histopatogik hati.
Demam tifoid yang disertai gejala-gejala ikterus, hepatomegali dan
kelainan tes fungsi hati dimana didapatkan peningkatan SGOT, SGPT dan
bilirubin darah. Pada histopatologi hati didapatkan tifoid dan hyperplasia sel-
sel kupfer.
c. Pankreatitis Tifosa
Pankreatitis tifosa merupakan komplikasi yang jarang terjadi, gejala-
gejalanya adalah sama dengan gejala pancreatitis. Pakreatitis Penderita nyeri
perut hebat yang disertai mual dan muntah warna kehijauan, meteorismus dan
bising usus menurun. Enzim amylase dan lipase meningkat.
d. Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% pada penderita demam tifoid sedangkan
kelainan elektrokardiografi dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien dengan
miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskular atau dapat berupa keluhan
sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.
e. Manifestasi Neuropsikiatrik/Toksik Tifoid
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa
kejang, semi koma atau koma, parkinson’s rigidity/transient parkinsonism,
sindroma otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia
sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis
perifer, Guillain-Barre syndrome dan psikosis.
Gejala demam tifoid diikuti suatu sindroma klinis berupa gangguan atau
penurunan kesadaran akut dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis
lainnya dan dalam pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal.
Sindroma klinis seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai toksik tifoid,
demam tifoid berat, demam tifoid ensefalopati atauu demam tifoid dengan
toksemia. Terapi yang diberikan adalah kloramfenikol 4 x 500 mg, ampisilin 4
x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.
K. PENCEGAHAN
1. Preventif dan kontrol penularan
Tindakan preventif sebagai upaya pencegahan penularan dan peledakan
kasus luar biasa (KLB) demam tifoid mencakup banyak aspek, mulai dari segi
kuman Salmonella typhi sebagai agen penyakit dan faktor penjamu serta faktor
lingkungan.
Secara garis besar terdapat 3 strategi pokok untuk memutuskan transmisi
tifoid, yaitu:
a) Identifikasi dan eradikasi S. typhi
Tindakan identifikasi atau penyaringan pengidap kuman S. typhi ini
cukup sulit dan memerlukan biaya cukup besar baik ditinjau dari pribadi
maupun skala nasional. Cara pelaksanaannya dapat secara aktif maupun
pasif.
1) Pencegahan transmisi
Pencegahan transmisi langsung dari penderita terinfeksi S. typhi akut
maupun karier. Kegiatan ini dilakukan di rumah sakit, klinik maupun di
rumah dan lingkungan sekitar orang yang telah diketahui pengidap kuman
S. typhi.
2) Proteksi terhadap orang yang berisiko tertular dan terinfeksi
Sarana proteksi pada populasi ini dilakukan dengan cara vaksinasi
tifoid di daerah endemik maupun hiperendemik. Sasaran vaksinasi
tergantung daerahnya endemis atau non-endemis, tingkat risiko tertularnya
yaitu berdasarkan tingkat hubungan perorangan dan jumlah frekuensinya,
serta golongan individu berisiko, yaitu golongan imunokompromais maupun
golongan rentan.
Tindakan preventif berdasarkan lokasi daerah, yaitu:
a) Daerah non-endemik, tanpa ada kejadian outbreak atau epidemi
- Sanitasi air dan kebersihan lingkungan
- Penyaringan pengelola pembuatan/distributor/penjualan makanan-
minuman
- Pencarian dan pengobatan kasus demam tifoid karier
b) Bila ada kejadian epidemi tifoid
- Pencarian dan eliminasi sumber penularan
- Pemeriksaan air minum dan mandi-cuci-kakus
- Penyuluhan hygiene dan sanitasi pada populasi umum daerah tersebut
c) Daerah endemik
- Memasyarakatkan pengelolaan bahan makanan dan minuman yang
memenuhi standar prosedur kesehatan (perebusan >57°C, iodisasi,
klorinisasi)
- Pengunjung ke daerah ini harus minum air yang telah melalui
pendidihan, menjauhi makanan segar
- Vaksinasi secara menyeluruh pada masyarakat
L. PROGNOSIS
Prognosis adalah bonam, namun ad sanationam dubia ad bonam, karena
penyakit dapat terjadi berulang.
BAB III
ANALISIS KASUS
A. Anamnesa
Kasus Teori
Pada kasus ditemukan gejala berupa : Selama minggu pertama penyakit,
- Demam menggigil selama 8 hari manifestasi gastrointestinal yang
- Sakit kepala terkenal dari penyakit
- Batuk berlendiri berkembang. Ini termasuk nyeri
- Nyeri ulu hati abdomen difus dan nyeri tekan
- Mual dan, dalam beberapa kasus, nyeri
- Muntah, frekuensi 1 x saat masih kuadran kanan atas yang kolik.
dirumah beberapa jam sebelum ke Kira-kira pada akhir minggu
rumah sakit. Isi muntah adalah pertama sakit, demam dataran
lendir. tinggi pada 103-104 ° F (39-40 °
- Penurunan nafsu makan C).
- BAK dalam batas normal Selama minggu kedua sakit
- BAB semipadat frekuensi 3x/hari. splenomegali lunak sering terjadi.
Bradikardia relatif dan nadi
dikrotik (denyut ganda, denyut
kedua lebih lemah daripada yang
pertama) dapat terjadi.
Pada minggu ketiga, individu yang
masih demam tumbuh lebih
beracun dan anoreksia dengan
penurunan berat badan yang
signifikan. Konjungtiva terinfeksi,
dan pasien tachypneic dengan
denyut nadi yang sudah ada dan
kresek di atas dasar paru-paru.
Distensi perut parah. Beberapa
pasien mengalami diare cair,
kuning-hijau, dan busuk (sup
kacang polong). Individu dapat
turun ke keadaan tifus, yang
ditandai dengan apatis,
kebingungan, dan bahkan psikosis.
Peyer nekrotik dapat menyebabkan
perforasi usus dan peritonitis.
B. Pemeriksaan Fisik
Kasus Teori
Pemeriksaan fisik, kesadaran Kira-kira pada akhir minggu
composmentis, gizi cukup (IMT=20,91 pertama pasien mengembangkan
Kg/m2). TD : 120/70 mmHg, N: bintik-bintik mawar, yang
60x/mnt, P : 24x/mnt, S : 39,0 C. berwarna salmon, blansing,
Kepala: konjungtiva anemis (-), bibir truncal, makulopapula yang
kering (+), Thoraks : normochest, biasanya berukuran 1-4 cm dan
simentris Ka=Ki, retraksi intercostals (- jumlahnya kurang dari 5; ini
), vocalfremitus Ka=Ki, bunyi napas umumnya hilang dalam 2-5 hari.
vesikuler. Jantung : Ictus cordis tampak Ini adalah emboli bakteri pada
dan teraba (+), bunyi jantung BJ I/ BJ II dermis dan terkadang berkembang
reguler, murmur(-). Abdomen datar ikut pada orang dengan shigellosis
gerak napas, peristaltic (+) kesan atau salmonellosis nontyphoidal.
normal, nyeri tekan abdomen (-), Minggu kedua sakit perut menjadi
pembesaran hepar dan lien (-), buncit, dan splenomegali lunak
ekstremitas dalam batas normal sering terjadi. Bradikardia relatif
dan nadi dikrotik (denyut ganda,
denyut kedua lebih lemah
daripada yang pertama) dapat
terjadi.
Minggu ketiga, individu yang
masih demam tumbuh lebih
beracun dan anoreksia dengan
penurunan berat badan yang
signifikan. Konjungtiva terinfeksi,
dan pasien tachypneic dengan
denyut nadi yang sudah ada dan
kresek di atas dasar paru-paru.
C. Pemeriksaan Penunjang
Kasus Teori
Darah rutin (01/05/2019) : Demam tifoid adalah penyakit multi-sistem
HGB : 13,2
PLT : 114 Penurunan trombosit yang diamati dapat
penanganan khusus.
D. Penatalaksanaan
Kasus Teori
Tatalaksana IGD : Pemberian cairan dilakukan
sebagai profilaksis akan kebutuhan
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
cairan pasien yang meningkat
Inj. Omeprazole 40 mg/12 Jam/IV
diakibatkan proses infeksi yang
Inj. Paracetamol 1 gram/8 Jam/IV
memicu penignkatan metabolism
Loperamide Tab 2-1-1
tubuh dan juga profilaksis
Injeksi Ondansentron 4 terjadinya dehidrasi akibat BAB
mg/Intravena semipadat yang dialami pasien
Pemberian omeprazole (gol. PPI)
Tatalaksana Rawat Inap :
berfungsi untuk menghambat
Inj. Intricef 1 gram/12 jam/IV sekresi dari asam lambung dengan
Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam/IV menghambat kerja enzim K+H+
Paracetamol Tab 500 mg/8 jam ATPase sehingga tidak terbentuk
ATP yang digunakan untuk
Tatalaksana Rawat Jalan :
mengeluarkan asam lambung dari
Cefixim Tab 200 mg 2 x 1 sel kanalikuli.
Paracetamol Tab 500 mg 3 x 1 Pemberian Ondansesentron (Anti
Neurosanbe Tab 2 x 1 Emetik) berfungsi untuk mencegah
muntah berulang yang dapat
menyebabkan rasa tidak nyaman,
iritasi esophagus hingga dehidrasi.
Obat golongan sefalosporin
generasi ketiga ini masih dinilai
efektif untuk demam tifoid,
misalnya seftriakson dengan dosis
3-4 gram dalam dextrosa 100
cc/24jam/IV line, diberikan selama
30 menit selama 3-5 hari.
Meskipun yang menjadi first line
utama adalah kloramfenikol tab
500 mg/6 jam.
Pemberian paracetamol sebagai
antipiretik untuk menurunkan
gejala sistemik berupa demam pada
pasien.
Pemberian neurosanbe diberikan
sebagai suplemen tambahan berupa
Vit. B 1 (Tiamin), B6 (Piridoksin),
B12 (Kobalamin).
DAFTAR PUSTAKA
1. Brusch JL. Typhoid Fever [Internet]. Medscape. 2018 [diakses 4 Mei 2019].
Tersedia dalam: https://emedicine.medscape.com/article/231135-overview#a4
2. Cita YP. Bakteri Salmonella Typhi dan Demam Tifoid. Jakarta: Jurnal
Kesehatan Masyarakat; 2011
3. Crump JA, Karlsson MS, Gordon MA, Parry CM. Epidemiology, Clinical
Presentation, Laboratory Diagnosis, Antimicrobial Resistance, and
Antimicrobial Management of Invasive Salmonella Infections. Amerika:
CMR Journals; Oktober 2015
4. Mogasale VV, Ramani E, Mogasale V, Park JY, Wierzba TF. Estimating
Typhoid Fever Risk Associated with Lack of Access to Safe Water. Hindawi:
Journal of Environmental Public Health; 2018
5. Buckle GC, Walker CLF, Black RE. Typhoid Fever and Paratyphoid Fever:
Systemic Review to Estimate Global Morbidity and Mortality for 2010.
Baltimore: Journal of Global Health; 2012
6. Wain JR, Mikoleit ML, Hendriksen RS, Keddy KH, Ochiai RL. Typhoid
Fever. Research Gate; 2014
7. Reesi MA, Stephens G, McMullan B. Severe Thrombocytopenia in a Child
with Typhoid Fever: a Case Report. Amerika: Journal of Medical Case
Reports; 2018
8. Ozougwu JC, Obiukwu CE, Obimba KC, Elom MO, Usanga VU.
Haematological Changes Associated with Male and Female Typhoid Fever
Patients. Nigeria: International Journal of Research in Pharmacy and
Biosciences; 2016
9. Upadhyay R, Nadkar MY, Muruganathan A, Tiwaskar M, Amarapurkar D,
Banka NH, Mehta KM, Sathyaprakash BS. API Recommendation for the
management of Thypoind Fever. India: Journal od Association of Physicians
of India; 2015
10. Sidabutar S, Satari HI. Pilihan Terapi Empiris Demam tifoid pada Anak:
Kloramfenikol atau Seftriakson?. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak:
2010
11. Widjanarko A, Sudoyo AW, Salonder H. Buku Ilmu Penyakit Dalam:
Demam Tifoid. Jakarta: Interna Publishing; 2014