Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu


Pada penelitian ini peneliti memaparkan beberapa penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti, yaitu tentang evaluasi
peningkatan produktivitas aktual berdasarkan kajian sikronisasi alat gali-muat
terhadap alat angkut. Adapun diantaranya adalah sebagai berikut :
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembadah. J (2015) dalam
skripsinya di Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya yang berjudul
Evaluasi Jumlah Alat Gali-Muat dan Alat Angkut serta Perhitungan Bahan Bakar
untuk Memproduksi 300.000 Ton/Bulan Batu Granit di PT Trimegah Perkasa
Utama Kepulauan Riau dimana PT Trimegah Perkasa Utama yang merupakan
produsen terbesar batu granit di Kepulauan Karimun menargetkan produksi
sebesar 300.000 ton/bulan batu granit, dengan menggunakan 2 unit alat gali-muat
dan 8 unit alat angkut dengan total waktu 20 jam pada 2 shift kerja. Dari hasil
pengamatan, didapatkan jumlah produksi sebesar 222.897 ton/bulan dengan waktu
efektif kerja sebesar 13,96 jam/hari, sedangkan target produksi yang telah
ditetapkan oleh perusahaan sebesar 300.000 ton/bulan. Oleh karena itu perlu
dilakukan evaluasi jumlah alat mekanis yang digunakan untuk memproduksi batu
granit dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas kerja. Hasil
perhitungan produktivitas setelah dilakukan upaya peningkatan waktu kerja
sebesar 15,96 jam/hari dan penambahan alat sebanyak 1 unit alat gali muat dan 2
unit alat angkut diperoleh produktivitas sebesar 322.294 ton/bulan batu granit.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Andrian. N (2018) dalam
Seminar Tambang di Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas
Bangka Belitung yang berjudul Produktivitas Alat Gali-Muat dan Angkut pada
Kegiatan Batubara dari Coal Getting di Pit Alam 1-3 ke Stockpile PT Muara Alam
Sejahtera Kecamatan Merapi Barat Kabupaten Lahat Provinsi Sumatera Selatan.
Sistem penambangannya menggunakan alat berat berupa alat gali-muat sebanyak
1 unit excavator Volvo EC 480 dan alat angkut sebanyak 4 unit jenis dumptruck

4
Scania P310. Target produksi yang diberikan PT MAS kepada PT PSG sebesar
131,618 ton untuk bulan Juli 2017, namun PT PSG belum mampu memenuhi
target produksi sehingga dilakukan evaluasi dan optimalisasi pada produktivitas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan analisa pada proses
pengangkutan batubara terhadap cycle time dari alat gali-muat dan alat angkut,
match factor, dan waktu efektifitas kerja kedua alat tersebut pada bulan Juni
hingga Juli 2017. Data cycle time yang diambil untuk alat gali-muat yaitu
sebanyak 40 data dan untuk alat angkut yaitu sebanyak 30 data. Sebelum
dilakukan perbaikan serta optimalisasi, produktivitas PT PSG hanya mampu
memenuhi target produksi sebesar 65,448 ton pada bulan Juli 2017. Setelah
dilakukan optimalisasi dengan penambahan 3 unit baru, pencapaian produksi
mencapai 114,534 ton pada bulan Juli 2017, dan penambahan waktu kerja efektif
target produksi menjadi 129,374 ton pada bulan Juli 2017. Berdasarkan jumlah
tersebut, target produksi masih kurang, namun dapat dikatakan baik. Solusi yang
dipakai untuk pemecahan masalah ini yaitu dengan mengurangi target produksi
dari PT MAS.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samosir. A. E (2016) dalam
Seminar Tambang di Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Bangka Belitung
yang berjudul Keserasian Alat Gali-Muat dan Angkut Pada Penambangan
Batugamping PT Semen Baturaja (Persero) Tbk. Kegiatan gali-muat dan angkut
batugamping dilakukan dengan menggunakan dumptruck Nissan CWB45 ALDN,
dumptruck Quester CWE 370 dan excavator Komatsu PC300 yang dioperasikan
oleh kontraktor United Tracktor Semen Gresik (UTSG) asal Tuban, Jawa Timur.
Target produksi harian batukapur yaitu sebesar 6000-7000 ton. Namun ternyata
hasil aktual yang didapat belum memenuhi target. Produktivitas alat gali-muat
sebesar 2519,70 ton/hari/unit dengan total jumlah 3 unit. Produktivitas alat angkut
sebesar 567,24 ton/hari/unit dengan jumlah total 12 unit. Perhitungan cycle time
dilakukan dengan mengambil data sebanyak 40 data kemudian diolah
menggunakan distribusi frekuensi untuk mencari nilai cycle time rata-rata.
Perhitungan match factor didapat nilai MF 0,42 yang artinya alat gali-muat
bekerja kurang dari 100%. Metode yang digunakan untuk peningkatan

5
produktivitas yaitu dengan melakukan perhitungan faktor-faktor yang
mempengaruhinya yaitu swell factor, efisiensi kerja, dan faktor bucket. Kemudian
dilakukan perhitungan jumlah unit alat angkut yang diperlukan dan didapat hasil
yaitu 13 unit. Sehingga solusi yang dapat dilakukan untuk mencapai target
produksi adalah dengan menambah alat angkut sebanyak 1 unit.

2.2 Keadaan Geologi regional dan stratigrafi

Lapisan batubara di daerah penelitian termasuk dalam Formasi Muaraenim


dimana formasi ini tersusun oleh : batuan sedimen berupa batulempung,
batulanau, batupasir dan batulanau sideritik dan batulempung karbonan.
Karakteristik masing-masing batuan dalam Formasi Muaraenim sebagaimana
tercermin dari hasil pemboran adalah sebagai berikut :
• Pada bagian atas umumnya tersusun oleh batulanau tufaan bersisipan
batulempung dan batupasir tufaan, dibeberapa tempat didominasi oleh batulanau
dan batulempung terutama di bagian selatan sampai tengah daerah eksplorasi pada
daerah dengan morfologi dataran.

• Pada bagian tengah umumnya tersusun oleh batulanau, batulanau berselang-


seling batupasir dan batulempung, setempat tersusun oleh batupasir bersisipan
batulanau.

• Pada bagian bawah umumnya tersusun oleh batulanau dan batupasir. Batupasir
ini pada umumnya mudah lepas dengan besar butir sedang sampai halus,
terkonsentrasi terutama di bagian tengah daerah penelitian yaitu pada daerah
transisi antara kemiringan lapisan batuan landai dan curam seperti pada titik bor
SD-33, SD-52A, SD-64, SD-73A, SD-82, SD-87 dan SD-63A ketebalannya
berkisar antara 10 sampai 30,4 meter.

Ciri-ciri litologinya adalah sebagai berikut :


• Batulanau : berwarna putih kotor sampai abu-abu terang dan abu-abu gelap,
umumnya tidak keras, lunak sampai agak padat, pada bagian atas batulanau

6
tufaan, sebagian ada lensa-lensa batulanau yang tersilisifikasi berwarna coklat
muda dan keras; terdapat pula sisipan tipis batulanau karbonan.
• Batupasir : berwarna putih kotor sampai abu-abu terang dan kecoklatan, berbutir
halus sampai agak kasar, membundar tanggung sampai membundar, umumnya
mengandung kuarsa, dan mineral-mineral gelap, pada umumnya tidak keras dan
mudah lepas, dibeberapa tempat pada bagian atas terdapat batupasir kuarsa tufaan
warna putih kotor, mudah lepas sampai agak keras. Pada batupasir halus sebagian
terdapat sisipan karbon tipis yang merupakan bidang kontak dengan lapisan
batubara.
• Batulempung : berwarna abu-abu sampai abu-abu gelap, lunak sampai agak
padat, plastis, sebagian berupa batulempung karbonan, berwarna abu-abu
kecoklatan sampai coklat kehitaman, sering terdapat sebagai parting dalam lapisan
batubara, dengan ketebalan antara 10–25 cm.

2.3 Metode Penambangan


Metode penambangan secara umum terbagi menjadi dua macam antara lain
tambang terbuka yang biasa disebut tambang permukaan (surface mining) dan
tambang bawah tanah (underground mining). Pada surface mining, semua
aktivitasnya berhubungan langsung dengan udara luar. Sedangkan underground
mining dilakukan tanpa berhubungan langsung dengan udara luar (Hartman,
1987).
Pemilihan kedua metode tersebut berdasarkan dari tingkat teknis yang ada
saat ini dan keekonomisan bahan galian tersebut apabila dilakukan penambangan.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keekonomisan suatu
tambang. Salah satunya adalah besarnya biaya operasi penambangan untuk
melakukan kegiatan produksi (Hartman, 1987).
Pengertian produksi adalah banyaknya material yang dapat dipindahkan
atau digali per satuan waktu. Produktivitas adalah jumlah produksi per alat. Pada
umumnya kapasitas produksi dihitung berdasarkan volume (m3 atau cuyd), pada
penambangan batugamping kapasitas produksi dinyatakan dalam ton, kapasitas
alat adalah jumlah material yang dapat diisi, dimuat atau diangkut oleh suatu alat.

7
Pabrik pembuatan alat akan memberikan spesifikasi unit alat termasuk kapasitas
teoritisnya. Kapasitas aktual alat berkaitan erat dengan faktor pengembangan
material atau sering disebut swell factor. Hal ini disebabkan adanya penambahan
volume akibat pemberaian material insitu atau pengurangan volume akibat
pemadatan material loose.
Jumlah material umumnya dinyatakan dalam volume aslinya di tempat
(insitu), walaupun yang diangkut atau dimuat sebenarnya adalah material lepas
(loose). Ada tiga bentuk volume material yang mempengaruhi perhitungan
pemindahannya, yaitu dinyatakan dalam bank cubic meter (BCM) yaitu volume
material sebelum adanya gangguan seperti kegiatan ripping, loose cubic meter
(LCM) merupakan volume dari material setelah adanya kegiatan penggalian dan
compacted cubic meter (CCM) adalah volume dari material setelah adanya
kegiatan pemadatan. Densitas merupakan faktor penting yang menentukan berat
bahan yang digali dari alat angkut dengan kapasitas angkut dan kapasitas gali per
BCM (Prodjosumarto, 1993).
Menurut Prodjosumarto (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi
kelancaran dari suatu proses operasi penambangan, yaitu:
a. Kondisi Cuaca
Pada tambang terbuka kondisi cuaca sangat mempengaruhi efisiensi kerja
khususnya terhadap alat mekanis yang digunakan. Jika kondisi hujan maka
jalan akan menjadi licin. Ini akan membuat operator alat angkut akan
mengurangi kecepatannya dan ini akan mempengaruhi produksi harian suatu
perusahaan. Pada cuaca panas, alat yang bekerja akan bergerak dengan baik
karena keadaan jalan yang tidak licin. Pengangkutan batugamping akan lebih
cepat namun jalan di lokasi penambangan akan menjadi berdebu, maka
dibutuhkan water truck yang berguna untuk menyiram jalan agar tidak terlalu
banyak menerbangkan debu.
b. Ketersediaan Alat
Alat-alat berat yang digunakan harus diperiksa untuk menghindari adanya
hambatan operasi yang disebabkan oleh rusaknya alat.
c. Efisiensi Operator

8
Efisiensi operator (operator efficiency) merupakan faktor manusia yang
menggerakkan alat-alat yang sukar untuk ditentukan efisiensinya secara tepat,
karena selalu berubah-ubah dari hari ke hari bahkan dari jam ke jam,
tergantung dari keadaan cuaca (alam), kondisi alat yang dikemudikannya,
suasana kerja, ketinggian area kerja, dan lain-lain. Sebenarnya efisiensi
operator tidak hanya dipengaruhi oleh kemalasan pekerjaan itu, tetapi juga
karena kelambatan-kelambatan dan hambatan-hambatan yang tak mungkin
dihindari, seperti melumasi kendaraan, mengganti suku cadang yang aus,
membersihkan bagian-bagian terpenting setelah sekian jam alat dipakai.
d. Kondisi front kerja
Tempat kerja tidak hanya harus memenuhi syarat bagi pencapaian sasaran
produksi tetapi juga harus aman bagi penempatan alat beserta mobilitas pekerja
yang berada disekitarnya. Tempat kerja yang luas akan memperkecil waktu
edar alat karena ada cukup tempat untuk berbagai kegiatan, seperti keleluasaan
tempat untuk berputar, mengambil posisi sebelum melakukan kegiatan sebelum
pemuatan maupun untuk tempat penimbunan sehingga kondisi tempat kerja
menentukan pola pemuatan yang akan diterapkan.
2.3.1 Pemuatan dan Pengangkutan
Menurut Prodjosumarto (1993), semua satuan operasi yang terlihat dalam
penggalian atau pemindahan tanah atau batuan selama penambangan disebut
penanganan material (material handling).
2.3.1.1 Pemuatan
Pemuatan merupakan proses pemuatan material hasil galian oleh alat gali-
muat seperti power shovel, backhoe, dragline yang dimuatkan pada alat angkut.
Salah satu jenis alat gali-muat yang umum digunakan dalam kegiatan pemuatan
material ke dalam alat angkut adalah excavator. Adapun jenis-jenis dari excavator
adalah:
1. Backhoe
Backhoe adalah alat untuk menggali permukaan tanah asli, pemotongan, dan
perapian tebing. Alat ini dipakai untuk pekerjaan yang memerlukan
pengontrolan secara teliti dan dapat digunakan sebagai alat pemuat untuk

9
dumptruck. Waktu siklus tergantung pada ukuran backhoe, sudut swing yang
dibentuk serta kondisi kerja.
2. Dragline
Dragline memiliki tenaga penggali yang kecil dari tenaga penggali lainnya
karena hanya mengandalkan kekuatan drigging bucket. Dragline sangat cocok
untuk penggalian parit dan material yang keras ataupun lunak.
3. Power Shovel
Power shovel sangat baik digunakan sebagai alat penggali atau pemuat karena
dapat digunakan pada tebing yang letaknya lebih tinggi. Berdasarkan sistem
kendalinya power shovel dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Kendali kabel;
b. Kendali hidrolik.
Menurut Indonesianto (2007), pola pemuatan saat penggalian tergantung
pada kondisi lapangan operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan
dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali-
muat sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Alat angkut yang terisi penuh
segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut lainnya, sehingga tidak terjadi
waktu tunggu pada alat gali-muat maupun alat angkut.
Pola pemuatan dapat dilihat dari beberapa keadaan yang ditunjukkan alat
gali-muat dan alat angkut yaitu:
1. Pola pemuatan berdasarkan penempatan posisi dumptruck untuk dimuati oleh
excavator, yaitu:
a. Single Back Up
Dumptruck memposisikan untuk dimuati pada satu tempat.
b. Double Back Up
Dumptruck memposisikan untuk dimuati pada dua tempat.
c. Triple Back Up
Dumptruck memposisikan untuk dimuati pada tiga tempat.

10
a) Single Back Up b) Double Back Up c) Triple Back Up

Gambar 2.1 Pola pemuatan berdasarkan jumlah penempatan alat angkut


(Indonesianto, 2007).

2. Terdapat 2 (dua) pola pemuatan berdasarkan posisi excavator terhadap


dumptruck, yaitu:
a. Top Loading
Kedudukan alat gali-muat berada di atas tumpukan material atau berada di atas
jenjang, cara ini hanya dipakai pada alat gali-muat backhoe.
b. Bottom Loading
Ketinggian alat gali-muat dan alat angkut adalah sama, cara ini dipakai pada
alat gali-muat power shovel.

Gambar 2.2 Pola pemuatan berdasarkan posisi alat gali-muat terhadap alat
angkut (Indonesianto,2007).

11
3. Posisi Pemuatan
Posisi pemuatan dilihat dari posisi alat gali-muat terhadap front penggalian
dan posisi alat angkut terhadap alat gali-muat yang dibedakan menjadi tiga,
yaitu:
a. Frontal Cut
Alat gali-muat berhadapan dengan muka jenjang atau front penggalian. Pada
pola ini memuat pertama kali pada dumptruck sebelah kiri sampai penuh dan
berangkat setelah itu dilanjutkan pada dumptruck sebelah kanan.
b. Drive by Cut
Alat gali-muat (excavator) bergerak melintang dan sejajar dengan front
penggalian, diterapkan apabila lokasi pemuatan memiliki dua akses.
c. Paralel Cut
Paralel Cut terdiri dari dua, yaitu:
1. Single Spotting atau Single Truck Back Up
Dumptruck kedua menunggu selagi alat gali-muat memuat ke dumptruck
pertama, setelah dumptruck pertama berangkat maka dumptruck kedua
berputar dan mundur, demikian seterusnya.
2. Double Spotting atau Double Truck Back Up
Dumptruck memutar dan mundur ke salah satu sisi alat gali-muat selagi alat
gali muat memuati dumptruck pertama. Alat gali-muat mengisi dumptruck
kedua saat dumptruck pertama berangkat, demikian seterusnya.

Gambar 2.3 Posisi pemuatan dumptruck (Indonesianto, 2007)

12
2.3.1.2 Pengangkutan
Material dalam jumlah besar dalam industri pertambangan disalurkan
dengan haulage (pemindahan tanah ke arah horizontal) dan hoisting (pemindahan
tanah ke arah vertikal). Menurut Prodjosumarto (1993), beberapa bagian dari
pengangkutan ini meliputi:
1. Pengangkutan bahan galian utama dari daerah penambangan ke tempat
penumpukan (ROM Stockpile/Temporary stockpile);
2. Pengangkutan waste/overburden ke lokasi waste dump/dump area (baik berupa
tanah pucuk/humus ataupun lapisan penutup).
Alat angkut yang umum digunakan untuk pengangkutan batugamping yaitu
dumptruck. Dumptruck adalah alat angkut yang digunakan pada jarak dekat dan
jarak jauh. Jenis-jenis dumptruck yaitu:
1. Side dumptruck, merupakan dumptruck yang penumpahan baknya ke samping;
2. Rear dumptruck, merupakan dumptruck yang penumpahan baknya ke
belakang;
3. Rear dan side dumptruck, merupakan dumptruck yang penumpahan baknya ke
belakang dan ke samping.
2.4 Produktivitas Alat Gali-Muat dan Alat Angkut
2.4.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Menurut Rochmanhadi (1985), produktivitas alat dapat dilihat dari
kemampuan alat tersebut dalam penggunaannya. Produktivitas alat muat dan
angkut juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik yang berasal dari luar atau
lingkungan kerja juga yang berasal dari kinerja alat tersebut dipengaruhi pula oleh
spesifikasi alat. Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas alat ialah sebagai
berikut :
1. Lokasi Kerja
a. Ketinggian
Efisiensi alat dan kinerja alat dipengaruhi juga oleh ketinggian, kinerja alat
berkurang 3 % setiap naik 1000 ft dari permukaan laut. Hal ini disebabkan
semakin berkurangnya jumlah oksigen ditempat yang lebih tinggi sehingga

13
mesin tidak bekerja secara optimal. Faktor ini menyebabkan menurunnya
produktivitas alat.
b. Kemiringan Jarak
Keadaan jalan akan mempengaruhi daya angkut alat yang dipakai. Kapasitas
angkut akan baik pula jika jalannya baik, begitu pula dengan kondisi
kemiringan jalan, kemiringan jalan akan mempengaruhi pengangkutan yang
diperlukan untuk satu kali edar (cycle time). Kesalahan pada penentuan
kemiringan jalan akan menambah ongkos pengangkutan karena material yang
dipindahkan tidak sesuai dengan yang direncanakan.
2. Efisiensi Kerja
Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu kerja produktif dengan waktu
kerja tersedia yang dinyatakan dalam persen. Efisiensi kerja ini akan
mempengaruhi kemampuan produksi dari suatu alat, persamaannya adalah :

We = Wt – Wtd .............................................................................................

Ek = (We/Wtd) × 100 ..................................................................................

Keterangan :
We = Waktu kerja efektif (menit)
Wt = Waktu kerja tersedia (menit)
Wtd = Waktu hambatan tidak dapat dihindari (menit)
Ek = Efisiensi kerja (%)
Tabel 2.1 Faktor efisiensi
Kondisi Pemeliharaan Mesin
Operasi Baik Buruk
Baik Sedang Buruk
Alat Sekali Sekali
Baik Sekali 0,83 0,81 0,76 0,70 0,63
Baik 0,78 0,75 0,71 0,65 0,60
Sedang 0,72 0,69 0,65 0,60 0,54
Buruk 0,63 0,61 0,57 0,52 0,45
Sumber : Pemindahan Tanah Mekanis (Rochmanhadi, 1985:15)

14
3 Faktor Material
Lapisan tanah penutup (overburden) adalah semua lapisan tanah atau batuan
yang berada diatas langsung menutupi lapisan bahan galian berharga sehingga
perlu disingkirkan terlebih dahulu sebelum dapat menggali bahan galian
berharga tersebut. Keadaan material yang akan digali sangat mempengaruhi
suatu proses penambangan. Jenis material tersebutakan menentukan besarnya
produksi alat dan cara pengoperasiannya. Bentuk lapisan tanah penutup,
ukuran ketebalan dan luasnya akan menentukan volum keseluruhan sehingga
dengan faktor pengembangan tertentu dapat digunakan untuk mencari dan
menentukan lokasi penampungan material hasil penggalian. Pembongkaran
batuan melalui penggaruan (ripping) dan pemboran untuk peledakan
dipengaruhi oleh sifat-sifat teknis dari material (batuan) tersebut diantaranya :
a. Berat Jenis (density)
Berat jenis yaitu berat dari suatu bahan atau material berbanding volume dari
material tersebut, terdiri dari densitas insitu dan densitas loose.
b. Faktor Pengembangan (swell factor)
Swell factor merupakan pemberian volum material dari volume asli yang
didapat
mengakibatkan bertambahnya jumlah material yang harus dipindahkan dari
kedudukan aslinya. Material akan lepas dan terberai sedemikian rupa dan tidak
akan kembali ke bentuk semula ketika digali. Pemberian ini terjadi karena
terbentuk rongga-rongga udara diantara partikel-partikel material lepas
tersebut.
c. Tekstur
Tekstur menunjukan struktur butiran dari batuan dan dapat di klasifikasikan
berdasarkan sifat-sifat porositas, densitas, dan ukuran butir. Porositas batuan
dipengaruhi oleh besarnya butiran penyusun batuan tersebut.
d. Struktur Batuan
Struktur batuan seperti patahan, rekahan, bidang perlapisan, jenis batuan, dip
dan strike akan mempengaruhi dalam kekuatan struktur batuan. Struktur batuan

15
akan berpengaruh terhadap penggaruan, kelurusan lubang bor dan kecepatan
pemboran.
e. Abrasivitas
Abrasivitas adalah suatu parameter yang mempengaruhi keausan (umur) mata
bor (drill bit) atau batang bor (drill stell). Kandungan kuarsa dalam batuan
biasanya dianggap sebagai petunjuk untuk mengukur abrasivitas (keausan
batang bor), semakin banyak kuarsa yang terkandung dalam batuan akan
memberikan nilai abrasivitas yang lebih tinggi.
f. Kekerasan
Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap
tusukan, goresan, abrasi dan pemotongan, pukulan. Kekerasan batuan dapat
juga dipakai untuk menyatakan besarnya tegangan yang diperlukan untuk
menyebabkan kerusakan pada batuan, sehingga batuan dapat dikominusi agar
sesuai dengan ukuran yang
4. Faktor Pengisian (Fill Factor)
Faktor pengisian bucket adalah persentase hasil perbandingan volume yang
sesuai atau sesungguhnya dapat diisikan ke dalam bak truk atau bucket dengan
kapasitas teoritisnya. Bucket dari loader biasanya memiliki faktor isi lebih dari
100 % karena dapat diisi munjung (heaped).
Tabel 2.2 Faktor bucket alat gali-muat
PC-400 Excavating Conditions Bucket fill factor
Easy Clay, Soft soil 1,1 ~ 1,2
Average Sandy Soil and Dry soil 1,0 ~ 1,1
Rather difficult Sandy soil with gravel 0,8 ~ 0,9
Difficult Loading blasted rock 0,7 ~ 0,8

Sumber : Pemindahan Tanah Mekanis (Rochmanhadi,1985:29)

5. Waktu Edar (Cycle Time)


Menurut Sumarya (2012), waktu edar atau cycle time adalah waktu yang
diperlukan alat mekanis untuk menyelesaikan satu siklus pekerjaan.

16
Pengambilan data langsung di lapangan biasanya dilakukan untuk evaluasi
rutin atau penelitian terhadap kinerja alat berat yang sedang beroperasi. Tiap-
tiap alat mekanis seperti excavator sebagai alat gali-muat terhadap dumptruck
sebagai alat angkut memiliki cara yang berbeda dalam menghitung waktu
edarnya. Berikut merupakan cara menghitung waktu edar dari masing-masing
alat :
a. Cycle Time Alat Gali-Muat (excavator)
Cycle time alat gali-muat dimulai dari aktivitas pengisian bucket atau
pemuatan,manuver isi, dumping material ke dalam dump truck, manuver
kosong. Rumus waktu edar untuk alat muat adalah sebagai berikut :

CTm = Tm1 + Tm2 + Tm3 + Tm4

Keterangan :
CTm = Waktu edar alat muat (menit)
Tm1 = Waktu menggali material (menit)
Tm2 = Waktu putar dengan bucket terisi (menit)
Tm3 = Waktu menumpahkan muatan (menit)
Tm4 = Waktu putar dengan bucket kosong (menit)
b. Cycle Time Alat Angkut (dumptruck)
Waktu edar alat angkut terdiri dari lima bagian yaitu pengisisan, pengangkutan,
dumping, waktu kembali dan spotting time. Spotting time merupakan waktu
manuver di dumping point. Kelima bagian tersebut waktunya dijumlahkan,
sehingga didapatkan satu siklus total cycle time alat angkut. Waktu edar alat
angkut dapat dirumuskan sebagai berikut :

CTa = Ta1 + Ta2 + Ta3 + Ta4 + Ta5 + Ta6

Keterangan :
CTa = Waktu edar alat angkut (menit)
Ta1 = Waktu mengambil posisi untuk dimulai (menit)
Ta2 = Waktu isi muatan (menit)
Ta3 = Waktu mengangkut muatan (menit)

17
Ta4 = Waktu mengambil posisi untuk penumpahan (menit)
Ta3 = Waktu penumpahan muatan (menit)
Ta4 = Waktu kembali ke front (menit)
6. Mechanical Availability
Mechanical availability adalah faktor yang menunjukan kesediaan alat untuk
melakukan pekerjaan dengan memperhitungkan waktu yang hilang karena
kerusakan atau gangguan yang terjadi pada alat tersebut (mechanical
reason). Kesediaan peralatan mekanis merupakan perbandingan waktu kerja
alat dengan jumlah waktu kerja alat dan waktu perbaikan alat.
7. Used of Availability
Used of availability menunjukan berapa persen waktu yang digunakan oleh
suatu alat untuk beroperasai pada saat dapat digunakan (available).
8. Effective Utilization (EU)
Effective utilization menunjukan berapa persen dari waktu yang digunakan
oleh alat untuk bekerja dalam seluruh waktu kerja yang telah dijadwalkan.
Effective utilization merupakan faktor kerja atau efisiensi alat, semakin tinggi
nilai dari penggunaan efektif maka pemakaian alat akan semakin baik.
9. Physical Availability
Physical availability merupakan catatan operasional dari alat, dan menunjukan
apa yang sudah dilakukan selama waktu-waktu yang lampau. Physical
availability merupakan perbandingan waktu kerja yang tersedia dengan waktu
kerja yang telah dijadwalkan. Di mana waktu kerja yang tersedia mencakup
waktu kerja alat (working hours) dan standby hours. Kemudian waktu kerja
yang telah direncanakan mencakup working hours dan repair hours ditambah
dengan standby hours.
2.4.2 Perhitungan Produktivitas Alat Gali-Muat dan Angkut
Menurut Partanto (2000), kemampuan produktivitas alat gali muat
merupakan besarnya produktivitas yang dipengaruhi secara nyata oleh alat gali
muat berdasarkan pada kondisi yang dicapai. Produktivitas dari alat gali muat
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

18
Keterangan :
Qm = Kemampuan produksi alat gali-muat (BCM/jam)
Ct = Waktu edar alat gali-muat sekali pemuatan (menit)
Cm = Kapasitas baku bucket alat gali-muat (m3)
F = Faktor pemuatan bucket
E = Effisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor
Pi = Densitas Tanah
Menurut Indonesianto (2005), produktivitas alat angkut sangat dipengaruhi
jumlah curah bucket alat gali muat terhadap alat angkut. Semakin banyak jumlah
curah bucket maka produktivitas akan semakin besar. Jumlah curah bucket
disesuaikan juga dengan kapasitas alat angkut. Perhitungan produktivitas akat
angkut untuk truck antara lain, sebagai berikut:

Keterangan :
Qa = Kemampuan produksi alat angkut (ton/jam)
n = Jumlah pengisian
Kb = Kapasitas bucket (m3)
Cm = Kapasitas baku bucket (m3)
F = Faktor pengisian (%)
Ct = Waktu edar alat angkut sekali pemuatan (menit)
E = Effisiensi kerja (%)
Sf = Swell factor
Pi = Densitas Tanah

19
2.4.3 Keserasian Alat (Match Factor)
Keserasian alat (match factor) adalah pola gerak peralatan yang terpadu
pada proses penambangan, dimana tidak adanya waktu tunggu antara alat gali-
muat dan alat angkut. Persamaan berikut ini digunakan untuk melihat keserasian
kerja antara
alat gali-muat terhadap alat angkut, yaitu :

MF = Na × Ctm × n
Nm × Cta

Keterangan :
MF = Match factor
Na = Jumlah alat angkut (unit)
Ctm = Waktu edar alat gali muat (menit)
Nm = Jumlah alat gali muat (unit)
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)
n = Jumlah pengisian
Keserasian kerja antara alat gali-muat terhadap alat angkut berpengaruh
terhadap faktor kerja. Hubungan yang tidak serasi antara alat gali-muat terhadap
alat angkut akan menurunkan faktor kerja dan waktu tunggu baik pada alat gali-
muat maupun pada alat angkut. Harga penilaian match factor adalah :
1. Jika MF < 1, artinya alat muat bekerja kurang dari 100 %, sedangkan alat
angkut bekerja 100 %, hal ini disebabkan karena produksi alat muat lebih besar
dari pada produksi alat angkut.
2. Jika MF > 1, artinya alat muat bekerja 100 %, sedangkan alat angkut bekerja
kurang dari 100 %, hal ini disebabkan karena produksi alat angkut lebih besar
dari pada produksi alat muat.
3. Jika MF = 1, artinya alat muat dan alat angkut bekerja 100 %.
Apabila MF < 1, maka alat gali-muat yang menunggu. Adapun persamaan
dalam mencari waktu tunggu yang di alami alat gali-muat (Wtm) adalah sebagai
berikut :

20
Wtm = – (Ctm x n)

Keterangan :
WTa = Waktu tunggu alat angkut (menit)
N = Jumlah pengisian
Na = Jumlah alat angkut (unit)
Nm = Jumlah alat gali-muat (unit)
Ctm = Waktu edar alat gali-muat (menit)
Cta = Waktu edar alat angkut (menit)

21

Anda mungkin juga menyukai