OLEH
KELOMPOK 7
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kecacingan.
2. Untuk mengetahui apa saja dampak dari kecacingan.
3. Untuk mengetahui jenis cacing apa saja yang menginfeksi pada penderita
kecacingan.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis.
Dari laporan yang telah kami tulis dapat memberikan manfaat bagi
pembaca khususnya untuk kaum intelektual atau kaum pelajar, guna
menambah pengetahuan mengenai ilmu parasitologi.
2. Manfaat Praktis.
Dari laporan yang telah kami tulis dapat memberikan manfaat bagi
pembaca khususnya untuk masyarakat agar lebih mengenal mengenai
penyakit kecacingan. Sehingga masyarakat bisa tahu apa penyebab dan
dampak dari terinfeksi beberapa jenis cacing.
BAB 2
DASAR TEORI
2.1.1. Definisi Kecacingan
Kecacingan merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit
berupa cacing. Cacing umumnya tidak menyebabkan penyakit berat sehingga
sering kali diabaikan walaupun sesungguhnya memberikan gangguan kesehatan.
Tetapi dalam keadaan infeksi berat atau keadaan yang luar biasa, kecacingan
cenderung memberikan analisa keliru ke arah penyakit lain dan tidak jarang dapat
berakibat fatal (Margono, 2008). Definisi infeksi kecacingan menurut WHO (2011)
adalah sebagai infestasi satu atau lebih cacing parasit usus yang terdiri dari
golongan nematoda usus. Diantara nematoda usus ada sejumlah spesies yang
penularannya melalui tanah atau biasa disebut dengan cacing jenis STH yaitu
Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Trichuris trichuira dan Ancylostoma
duodenale (Margono et al., 2006). Kecacingan ini umumnya ditemukan di daerah
tropis dan subtropis dan beriklim basah dimana hygiene dan 9 sanitasinya buruk.
Penyakit ini merupakan penyakit infeksi paling umum menyerang kelompok
masyarakat ekonomi lemah dan ditemukan pada berbagai golongan usia (WHO,
2011).
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral simetris,
mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta
panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter.
Nematoda usus biasanya matang dalam usus halus, dimana sebagian besar cacing
dewasa melekat dengan kait oral atau lempeng pemotong. Cacing ini menyebabkan
penyakit karena dapat menyebabkan kehilangan darah, iritasi dan alergi (Margono,
2008).
2. Iklim/Suhu
Iklim tropis merupakan keadaan yang sangat sesuai untuk
perkembangan telur dan larva STH menjadi bentuk infektif bagi manusia.
Suhu optimum untuk pertumbuhan telur Ascaris lumbricoides berkisar
25ºC, sedangkan telur Trichuris trichiura suhu optimum untuk tumbuh
adalah 30ºC. Larva Ancylostoma duodenale akan tumbuh optimum pada
suhu berkisar 23-25°C, sedangkan untuk Necator americanus berkisar
antara 28-32°C (Margono, 2008).
3. Kelembaban
Kelembaban yang tinggi akan menunjang pertumbuhan telur dan larva
dari STH. Pada keadaan kekeringan akan sangat tidak menguntungkan bagi
pertumbuhan STH. Kelembaban 80% sangat baik untuk perkembangan telur
Ascaris lumbricoides sedang telur Trichuris trichiura menjadi stadium larva
maupun bentuk infektif pada kelembaban 87% (Margono, 2008). 12
4. Angin
Angin dapat mempercepat pengeringan sehingga dapat mematikan
telur dan larva. Selain itu angin juga dapat menyebarkan telur STH dalam
debu sehingga mempermudah penularan infeksi STH. (Margono, 2008).
Berikut ini spesies-spesies Soil Transmitted Helminths (STH) yang paling
seering menyebabkan infeksi kecacingan adalah :
1. Ascaris lumbricoides
2. Trichuris trichiura
3. Necator americanus
4. Ancylostoma duodenale
Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang dapat muncul akibat infeksi dari cacing Ascaris
lumbricoides antara lain rasa tidak enak pada perut, diare, nausea, vomiting, berat
badan menurun dan malnutrisi. Bolus yang dihasilkan oleh cacing dapat
menyebabkan obstruksi intestinal, sedangkan larva yang migrasi dapat
menyebabkan pneumonia dan eosinophilia (Soedarmo, 2010).
Epidemiologi
Infeksi yang disebabkan oleh cacing A. lumbricoides disebut Ascariasis. Di
Indonesia kejadian Ascariasis tinggi, frekuensinya antara 60% sampai 90%
terutama terjadi pada anak-anak. A. lumbricoides banyak terjadi pada daerah iklim
tropis dan subtropis khususnya negara-negara berkembang seperti Asia dan Afrika
(Soedarmo, 2010). 16
Diagnosis
Diagonsis dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi adanya telur pada
feses dan kadang dapat dijumpai cacing dewasa keluar bersama feses, muntahan
ataupun melalui pemeriksaan radiologi dengan kontras barium (Soedarmo, 2010).
Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan memperbaiki cara dan sarana pembuangan
feses, mencegah kontaminasi tangan dan juga makanan dengan tanah yaitu dengan
cara cuci bersih tangan sebelum makan dan sesudah makan, mencuci sayur-sayuran
dan buah-buahan yang ingin dimakan, menghindari pemakaian feses sebagai pupuk
dan mengobati penderita (Soedarmo, 2010).
Praktikum II
Hari/tanggal : Selasa , 20 Agustus 2019
Jam : 14.00-16.50 WITA.
Kegiatan :Pemantapan
Praktikum III
Hari/tanggal : Selasa, 27 Agutus 2019
Jam : 14.00-16.50 WITA.
Kegiatan : pemeriksaan telur cacing sampel suspensi dengan
larutan eosin,lugol,NaCl
Praktikum IV
Hari/tanggal : Selasa, 3 sepetember 2019
Jam : 14.00-16.50 WITA.
Kegiatan : pemantapan
3.2.2 Tempat
Praktikum parasitologi dilaksanankan di laboratorium bakteriologi
Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.
b.Sampel Feses
1. Dibersihkan object glass terlebih dahulu
2. Ambil suspensi dengan pipet tetes secukupnya
3. Teteskan pada object glass
4. Tetesi dengan larutan pewarna (eosin,lugol,NaCl)
5. Ditutup dengan cover glass
6. Diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10 x dan 40 x
BAB IV
PEMBAHASAN
dengan menggunakan
pewarna Eosin, pada
perbesaran 40x
dengan menggunakan
pewarna NaCl, pada
perbesaran 40x
Kingdom : Animalia
Phylum : Nematoda
Class : Secernentea
Order : Strongiloidae
Family : Ancylostomatidae
Genus : Necator/Ancylostoma
Ancylostoma duodenale
Ancylostoma braziliensis
Ancylostoma caninum
Ancylostoma ceylanicum
Ancylostoma malayanum
Nama umumnya biasa disebut Cacing tambang. Penyakitnya disebut
Necatoriasi, Ancylostomiasis, Uncinariasis, Hookworm infection
Dari hasil pengamatan pada feses ditemukan Ditemukan larva telur, dicurigai
jenis telur tersebut adalah telur Enterobius vermicularis, dengan menggunakan
pewarna NaCl dan lugol pada perbesaran 40x. Pada pewarna menggunakan NaCL
preparat tidak berwarna (bening) dan pada pewarna Lugol preparat menjadi
coklat.
Oxyuris vermicularis
Oxyuris vermicularis adalah nematoda usus yang tipis, putih yang habitatnya
di usus besar dan rectum. Cacing ini penyebarannya sangat luas hampir diseluruh
dunia bisa dijumpai, tetapi frekuensinya jarang pada orang kulit hitam. Nama lain
Oxyuris vermicularis antara lain Enterobius vermicularis, pin worm, dan cacing
kremi. Cacing ini dapat menyebabkan penyakit yang disebut oxyuriasis.
Cacing dewasa hidup di dalam rongga cecum, colon ascenden, dan appendix.
Pada malam hari cacing betina mengembara ke daerah anus (perianal) untuk
meletakkan telur-telurnya, setelah 4 – 6 jam telur menjadi infektif. Telur yang
terdapat di perianal dengan perantaraan tangan / debu tertelan dan menetas menjadi
larva di usus halus, larva masuk ke cecum dan ileum bagian bawah dan menjadi
dewasa (auto infection). Selain secara peroral, Oxyuris vermicularis juga bisa
masuk kembali ke tubuh manusia melalui anus, dimana telur yang terdapat di
perianal menetas dan larvanya masuk kembali ke usus melalui anus (retro
infection).
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.unila.ac.id/6615/20/BAB%20II.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/258701-gambaran-infeksi-
kecacingan-pada-siswa-s-e17968c5.pdf
http://www.cdc.gov/parasites/hookworm/biology.html
http://www.sciencephoto.com/media/419918/enlarge
http://www.cdc.gov/dpdx/hookworm/gallery.html
http://www.tropicalmed.eu/Page/WebObjects/PageTropE.woa/wa/displayPage?n
ame=ReadingCultureAgarMicro
http://www.wikispot.info/2011/06/hookworms-necator-americanus.html
http://workforce.calu.edu/Buckelew/Necator%20americanus%20male.htm
http://www.medicine.cmu.ac.th/dept/parasite/nematode/nc_copulate.htm