menilai kembali
Abstrak
Beberapa tahun terakhir, definisi berdasarkan konsensus dari acute kidney injury
(RIFLE dan AKIN) secara substansial semakin meningkat penggunaannya dalam
literatur. Hal ini mengindikasikan sebuah pengharapan yang tinggi terhadap
penerimaan oleh komunitas medis terhadap penyatuan definisi untuk acute kidney
injury. Hal ini merupakan langkah yang penting dan positif menuju kearah yang
benar. Masih terdapat beberapa variasi dalam hal bagaimana kriterianya
diinterpretasikan dan digunakan dalam literatur, termasuk digunakan atau tidaknya
kriteria output urin, penggunaan dari perubahan dalam estimasi nilai filtrasi
glomerulus/Glomerulus Filtration Rate (GFR) daripada perubahan pada kreatinin,
dan pemilihan dari nilai rujukan kreatinin. Tinjauan yang sekarang ini dimaksudkan
untuk menolong pembaca dalam pembelajaran untuk menilai kembali secara kritis
menggunakan definisi-definisi berdasarkan konsensus ini. Karena tidak ada definisi
tunggal yang sempurna, langkah selanjutnya yang logis adalah untuk menyatukan
definisi-definisi yang sudah ada sebelumnya, menggerakkan komunitas medis kearah
penggunaan sebuah definisi tunggal berdasarkan konsensus, seperti yang telah
dilakukan pada sepsis dan sindrom distress pernafasan akut/cedera paru akut. Karena
munculnya data baru, integrasi dari biomarker baru kedalam definisi berdasarkan
konsensus akan menjadi perbaikan yang disambut baik.
Pengantar
Acute kidney injury (AKI) adalah sebuah persoalan klinis yang penting, terutama
dalam latar perawatan kritis. AKI, sebagaimana dimunculkan dalam beberapa
penelitian sebagai kunci faktor resiko independen untuk kemungkinan kematian,
bahkan setelah penyesuaian untuk demografi, beratnya penyakit dan faktor-faktor
relevan lainnya. Disamping bukti-bukti terkini menunjukkan beberapa peningkatan
pada hasil, dari waktu ke waktu. AKI tetap menjadi sebuah masalah yang berat. Hal
tersebut adalah hal klinis yang kompleks, yang mana tidak ada definisi yang dapat
diterima untuk waktu yang cukup lama. Angka insidensi dan mortalitas yang
dilaporkan dalam literatur, secara luas bervariasi, dengan kejadian berkisar dari 1%
hingga 31% dan mortalitas dari 28% hingga 82%. Variasi yang luas ini bukan hanya
berasal dari populasi pasien yang berbeda-beda dalam penelitian yang berbeda,
namun juga berasal dari kriteria berbeda yang digunakan untuk mendefinisikan AKI
dalam penelitian-penelitian ini. Lebih dari 30 definisi dari AKI telah digunakan dalam
literatur. Hal ini berSusun mulai dari kriteria yang lebih rendah seperti peningkatan
sebesar 25% dari serum kreatinin dari garis dasar hingga definisi yang lebih kuat
seperti diperlukannya renal replacement therapy (RRT). Semakin permisif definisi
yang digunakan pada penelitian tertentu, semakin tinggi insidensi dari AKI dan
semakin rendah mortalitas yang terkait. Kebalikannya sesuai dengan kriteria AKI
yang lebih restriktif. Sebagai akibatnya, perbandingan antara penelitian yang berbeda
menjadi sulit dilakukan. Sebuah definisi pemersatu diperlukan untuk memberikan
ketenangan pada literatur AKI, dalam banyak cara yang sama seperti definisi
berdasarkan konsensus untuk sepsis, sindrom distress pernafasan akut, dan cedera
paru akut, telah dilakukan. Setelah usaha awal untuk menstratifikasi AKI berdasarkan
beratnya, sebuah definisi berdasarkan konsensus dipublikasikan oleh Acute Dialysis
Quality Initiative (ADQI). Versi modifikasi diajukan baru-baru ini oleh Acute Kidney
Injury Network (AKIN). Kedua definisi dijelaskan secara singkat disini, dan
persoalan yang relevan terhadap penggunaan dan validasi mereka dalam literatur,
akan dilakukan tinjauan. Hal ini tidak diniatkan untuk menjadi tinjauan sistemik
sebagaimana seperti yang satunya yang telah dipublikasikan. Malahan, tinjauan yang
sekarang ditujukan untuk membantu pembaca dalam pembelajaran dengan menilai
secara kritis menggunakan definisi-definisi berdasarkan konsensus ini.
Klasifikasi RIFLE
Latar belakang
Gambar 1
Penelitian RIFLE
Gambar 2
Gambar 3
Keterbatasan RIFLE
Klasifikasi bukanlah tanpa kekurangan. Pertama, definisi klinis apapun dari AKI yang
memberi tanda tentang keberadaannya ketika sudah terdapat kemunduran GFR,
padahal biomarker dapat membuat diganosis pada stadium yang lebih awal; sebagai
contoh, ketika telah terdapat kerusakan tubuler, bahkan sebelum terdapat perubahan
pada GFR. Dilain pihak, biomerker dapat menjadi sinyal untuk kerusakan pada
tingkat seluler dan molekuler yang tidak perlu diterjemahkan kedalam penurunan
yang relevcan secara klinis pada GFR di kemudian.
Kedua, penggunaan kriteria urin 6 jam dan urin 12 jam membuat RIFLE
susah dipakai untuk penelitian retrospektif, karena data semacam itu tidak
dikumpulkan sebagai bagian dari rutinitas praktik klinis. Output urin tidak hanya
dipengaruhi oleh penggunaan diuretik, tapi detil semacam itu hanya dapat dinilai
secara akurat pada pasien dengan kateter urin. Sebagai tambahan, patokan yang
digunakan untuk output urin bisa saja tidak begitu cocok dengan standar kreatinin
masing-masing pasien.
Ketika tidak ada informasi mengenai fungsi ginjal yang sebelumnya, bermacam-
macam penelitian menggunakan cara yang berbeda-beda untuk menetapkan Nilai
rujukan kreatinin – seperti kreatinin saat pemberian di rumah sakit, pemberian
kreatinin saat di ICU, atau kreatinin yang diestimasikan dari formula MDRD seperti
yang disarankan oleh ADQI. Dalam sebuah penetilitian retrospektif, E hoste
(komunikasi personal, dengan perizinan) melihat pada angka mortalitas kasar pada
kelas-kelas RIFLE yang berbeda-beda, menggunakanntujuh opsi yang berbeda untuk
nilai rujukan kreatinin (tabel 1). Angka mortalitas dalam masing-masing kategori
RIFLE bervariasi sebesar 7 hingga 13,9%, bergantung pada nilai rujukan kreatinin
yang mana yang digunakan; meskipun begitu, sebuah progresi yang stepwise masih
tetap nampak bergerak dari Resiko ke Cedera ke Gagal.
KLASIFIKASI AKIN
Latar Belakang
Tabel 1
Beberapa poin yang lebih penting, betapapun, mungkin terlupakan. Pertama, AKIN
merekomendasikan ‘pengeluaran obtruksi traktus urinarius atau penurunan output
urin dengan sebab yang mudah untuk dikembalikan’ dan aplikasi dari kriteria
diagnostik ‘...mengikuti resusitasi yang adekuat ketika dapat diaplikasikan’.
Modifikasi ini ditujukan untuk meniadakan perubahan sementara pada kreatinin atau
output urin akibat penipisan volume atau karena sebab lain yang reversibel, dan
dialamatkan pada beberapa tingkat ketidakmampuan yang dimiliki RIFLE untuk
emniadakan azotemia pre-renal. Disisi lain, faktor-faktor ini hampir tidak mungkin
untuk membuktikan dalam penelitian retrospektif, dan konsep kecukupan resusitasi
sangat bervariasi diantara para praktisi. Meskipun mungkin beberapa berargumen
bahwa kriteria AKIN ditujukan untuk digunakan secara prospektif, namun harus juga
diakui bahwa mayoritas yang telah dan akan mencari tahu untuk memvalidasi AKIN
– atau definisi apapun, untuk perkara itu – telah dan nantinya akan tetap menjadi
penelitian retrospektif, sebagaimana yang terjadi dengan RIFLE. Menariknya, sebuah
penelitin retrospektif kecil, ditujukan untuk mengevaluasi komponen AKIN ini.
Penulis menyimpulkan bahwa hubungan antara AKIN dengan angka kematian di
rumah sakit masih tetap signifikan, bahkan ketika kebutuhan cairan yang tepat
ditiadakan.
Hal yang penting kedua, dan mungkin tidak diketahui, perbedaan antara
RIFLE dan AKIN adalah kerangka waktu dalam 48 jam dimana diagnosis AKI
ditegakkan. Bagaimana kerangka ini dapat diberlakukan pada pasien yang setidaknya
nilai kreatinin setiap harinya tidak diketahui. Seperti pasien-pasien di bangsal rumah
sakit, yang tidak jelas. Ketidakpastian ini didemonstrasikan oleh penelitin pada
pediatrik untuk membandingkan RIFLE dan AKIN. Penulis menyatakan, “kriteria
AKIN....perubahan pada kreatinin seharusnya terjadi dalam 48 jam. Karena kreatinin
tidak diperiksa setiap hari dalam kelompok yang tidak sakit kritis, kami tidak
memasukkan syarat ini”.
Ketiga, meskipun diagnosis AKI didasarkan pada perubahan setelah lewat 48
jam, staging terjadi melewati kerangka waktu yang sedikit lebih lama.
Kreatinin acuan
Sekalipun begitu, konsep lain yang penting pada AKIN adalah penggunaan
kreatinin acuan untuk mendiagnosis AKI. Diagnosis dari AKI dibuat berdasarkan dua
nilai kreatinin serum dalam periode 48 jam. Hal ini akan merumitkan permasalahan
dari tidak diketahuinya nilai nilai rujukan kreatinin pasien yang sebenarnya. Kreatinin
acuan adalah kreatinin terendah dalam batasan waktu 48 jam yang digunakan untuk
mendiagnosa AKI.
Tabel 3
Penelitian AKIN
Setidaknya delapan penelitian telah menggunakan klasifikasi AKIN, termasuk
yang dipublikasikan oleh Ostermann dan Chang baru-baru ini dalam perawatan
kritis.
Keterbatasan AKIN
Kriteria AKIN secara khusus mengalamtkan beberapa persoalan terhadap
RIFLE. Pertama, sebagaimana dijelaskan, eliminasi dari standar GFR menurunkan
variasi dalam penggunaan kriteria. Kedua, nilai prognostik negatif dari perubahan
yang lebih kecil pada kreatinin telah dikenali. Ketiga, meskipun klasifikasi tetap tidak
dapat menjelaskan proses alami cedera ginjal, beberapa usaha telah dilakukan untuk
meniadakan penyebab azotemia yang mudah untuk reversible (misalnya, dari
penipisan volume atau obstruksi saluran kencing) untuk diklasifikasikan sebagai AKI.
Keterbatasan lain yang mirip seerti pada RIFLE masih tetap ada,
bagaimanapun, kenyataan bahwa diagnosis AKI berdasarkan parameter klinis dapat
dianggap terlambat secara patofisiologis, dan persoalan yang terkait standar output
urin, diantara yang lainnya. Sebagai tambahan terhadap hal ini, pengguna definisi itu
mungkin dibingungkan tentang penggunaan yang benar dari acuan kreatinin, batas
waktu 48 jam (untuk diagnosis AKI) dan batas waktu 1 minggu (untuk staging AKI)
(tabel 2). Mungkin terdapat kesulitan untuk menerapkan kriteria ini pada pasien tanpa
pengukuran kreatinin tiap hari (atau setidaknya dalam beberapa hari), atau pada
mereka yang diketahui dengan kreatinin yang tinggi kemudian menurun. Meskipun
secara klinis kita dapat mengenali pasien semacam itu yang ditandai dengan
pemulihan AKI, secara teknis, pada pasien semacam itu tidak akan ada pengurangan
yang tiba-tiba pada fungsi ginjal (dalam 48 jam) yang digunakan sebagai dasar dari
diagnosis AKI. Sebagaimana diusulkan penelitian di Riyadh, kriteria AKIN yang
dipublikasikan juga dapat melewatkan pasien dengan peningkatan perlahan namun
signifikan dari kreatinin. Dengan melihat pada kurangnya universal guidelines untuk
inisiasi RRT, hal itu saat ini menjadi keputusan yang sangat subjektif. Menggunakan
RRt sebagai standar untuk staging AKI oleh karena itu dapat berakibat sebuah efek
membaurkan yang tak terlihat.
Pada akhirnya orang yang sinis, dapat menganggap persoalan ini sebagai
semantik – persoalan-persoalan teknis yang kecil seperti ini nampaknya dapat
menjadi signifikan dalam melaporkan epidemiologi AKI, seperti dalam menentukan
klaim asuransi
Oleh
Winny Winaldy
C 111 06 085
Pembimbing
dr. Arni Ramdani
Supervisor
dr. Faisal, Sp.An
Nama : Winny
Konsulen, Pembimbing,