Perumahsakitan
Dosen:
Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc
Oleh:
Fikran Siddik
K022211023
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
BAB II ISI
2.1 Definisi 4
2.2 Ruang Lingkup 4
2.3 Sejarah 5
2.4 Pendapat Para Ahli 7
2.5 Tujuan Advokasi 8
2.6 Pembagian Advokasi 9
2.7 Sasaran dan Pelaku 10
2.8 Prinsip Advokasi 11
2.9 Pendekatan Dalam Advokasi 11
2.10 Langkah Advokasi 13
2.11 Metode Advokasi 13
2.12 Indikator Hasil 15
2.13 Keuntungan dan Kerugian 17
BAB III EXECUTIVE SUMMARY 18
BAB IV SARAN 19
REFERENSI 20
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang makin sulit dan mahal, era kompetisi yang menuntut pelayanan
prima, dan tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Akan tetapi, saat ini sangat sulit untuk menemukan rumah sakit
dengan manajemen yang baik dan salah satu penyebabnya adalah
buruknya kualitas dan gaya kepemimpinan. Kepemimpinan organisasi
rumah sakit memainkan peranan yang sangat penting bahkan dapat
dikatakan salah satu faktor penentu dalam pengelolaan kegiatan
pelayanan kesehatan. Sebuah Rumah sakit harus dipimpin oleh seorang
Kepala tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di
Bidang Perumahsakitan (UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 34). Hal ini
menuntut agar setiap pimpinan sebagai penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan
masyarakat yang dibutuhkan. Kompetensi yang dimaksud dalam undang-
undang ini pada hakekatnya tidak saja kompetensi manajerial, melainkan
juga termasuk kemampuan untuk memimpin organisasi rumah sakit, yang
kompleks dan kompetitif.
Pada praktiknnya, rumah sakit selain dituntut untuk memberikan
pelayanan paripurna terhadap masyarakat yang mengalami masalah dari
sisi medis, rumah sakit juga rentan terhadap permasalahan lain di luar
medis. Permasalahan ini dapat menyasar tenaga medis yang merupakan
sumber daya utama bagi rumah sakit. Oleh karena itu peran advokasi
dalam kepemimpinan di rumah sakit itu sangat penting. Advokasi
merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk
mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan
atau keputusan. Kemampuan advokasi ini wajib dimiliki oleh pimpinan
rumah sakit. Advokasi bukan revolusi, namun lebih merupakan suatu
usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi
perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem
yang berlaku. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara
sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas,
untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.
2
Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang
tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat
membantu meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, topik yang penulis bahas
dalam makalah ini yaitu Metode Advokasi dalam Kepemimpinan di
Rumah Sakit.
1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari makalah ini
yaitu menguraikan secara rinci mengenai metode advokasi dalam
kepemimpinan di rumah sakit
3
BAB II
ISI
4
dilakukan secara persuasi untuk mempengaruhi kebijakan publik dengan
menggunakan informasi yang akurat dan tepat.
5
advokat di masa pra-kemerdekaan meski mengutamakan advokat
belanda.
b. Pasca Kemerdekaan
Profesi advokat di Indonesia dilanjut dengan kedudukan penjajah
Jepang, pemerintahan kolonial satu tersebut tidak melakukan perubahan
mengenai profesi advokat. Bahkan ketika proklamasi kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945 pengaturan profesi dari advokat kurang
mendapat perhatian.
Memasuki tahun 1970 peran profesi advokat semakin terlihat titik
terangnya untuk kejelasan fungsi pokoknya lewat pemberlakuan Undang -
Undang RI Nomor 14 Tahun 1970, tentang pokok - pokok kekuasaan
kehakiman. Prosedur pengawasan pada advokat sendiri kemudian
dirincikan dalam UU No. 2 Tahun 1986. Berbagai peraturan perundang -
undangan yang lahir berikutnya, relatif tidak membawa perubahan untuk
advokat.
c. Diakui Eksisten Advokat
Tokoh alm. Yap Thiam Hien - YLBHI. Pada saat itu tengah hebohnya
Gerakan 30/S/PKI ada seorang perdana menteri I yaitu Subandrio
ditangkap dan diadili Mahkamah Militer Luar Biasa karena terlibat sebagai
gerakan subversif dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Subandrio
didakwa dan saat pengadilan digelar tidak ada satupun pengacara berani
membela.
Kebenciaannya terhadap orde lama dan ketakutan dicap simpatisan
PKI menjadi enggan semua orang untuk ikut. Yap Thiem Hien
menyatakan diri sebagai penasehat hukum subandrio dan membelanya
dipengadilan. Kasus tersebut adalah kasus politik pertamanya. Dia juga
merupakan salah satu yang menolak kediktaktoran rezim demokrasi
terpimpin soekarno.
Atas alasan demi keadilan dan hak asasi manusia bagi dia kuasa
hukum, bukan hukum penguasa. Advokat disini kata Yap bebas berdaulat
bersama dengan suatu kekuasaan kehakiman yang bebas berdaulat.
6
Sepak tejrang dari Yap dalam membela kemanusiaan terlihat dari kasus -
kasus beliau tangani.
d. Pasca Orde Baru
Pada pemerintahan orde baru, campur tangan pemerintahan dalam
pembentukan dan perpecahan organisasi advokasi telah menyebabkan
tingkah laku, praktek dan sepak terjang pada advokat menjadi tidak
terkontrol lagi oleh organisasi profesi dalam pemberlakuan Kode Etik
Profesi Advokat dan mengawasi praktek advokat.
Sejak lahir Undang - Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 mengenai
advokat. Profesi advokat mendapat pengakuan dengan penegak hukum
lainnya dalam praktek. Pengaturan tersebut juga berimplikasi pada
rekrutmen advokat secara sistematis sehingga diharapkan dapat
melaksanakan amanat profesi sebagai profesi yang mulia.
e. Perkembangan Advokasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan
Perkembangan advokasi di lingkungan kementerian kesehatan RI
pertama kali adalah pembentukan bagian pendidikan kesehatan
masyarakat tahun 1967 terdapat kebijakan - kebijakan yang mengatur
pendidikan kesehatan masyarakat tersebut. Tahun 1975 kemenkes
membuat direktorat penyuluhan kesehatan masyarakat (binkesmas).
Tahun 1984 membangun dan membentuk pusat penyuluhan
kesehatan masyrakat di bawah departemen kesehatan. Kemudian tahun
2000 Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 130 muncul dengan isi
promosi kesehatan menjadi direktorat promosi kesehatan di bawah
direktorat jendral binkesmas.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295 tahun 2007 pusat promosi
kesehatan ditetapkan organisasi pada saat ini berdasarkan Permenkes
Nomor 1144/MENKES/PER/VII/2010 pada 19 Agustus 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Susunan organisasi
pusat promkes yaitu bagian tata usaha, advokasi dan kemitraan,
pemberdayaan dan peran masyarakat.
7
2.4 Pendapat Para Ahli tentang Advokasi
Pendapat beberapa ahli terkait advokasi yaitu:
8
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), tujuan
advokasi adalah:
1. Tujuan Umum
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik
berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana dan kemudahan, keikutsertaan
dalam kegiatan maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan
usaha
2. Tujuan Khusus
1) Adanya pengenalan atau kesadaran
2) Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan
3) Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk
membantu dan menerima perubahan
4) Adanya Tindakan, perbuatan, kegiatan yang nyata
5) Adanya kelanjutan kegiatan
9
4. Agency
Jenis adovkasi agency merupakan suatu advokasi yang
tujuannya untuk memandu masyarakat agar siap menghadapi
masalah. Pada advokasi ini yang pimpinan dekati adalah
masyarakat bukan pemanggku kebijakan. Sehingga ketika terjadi
masalah, masyarakat telah siap meskipun belum ada kebijakan
yang mengatur.
5. Directed
Jenis advokasi directed merupakan suatu advokasi dimana
pimpinan mewakili golongan tertentu.
6. Shored
Jenis advokasi shored merupakan suatu advokasi dimana
pimpinan bersamaan dengan masyarakat.
10
meningkat. Demikian pula dalam pengembangan sumber daya manusia
atau petugas kesehatan seperti pelatihan dan pendidikan lanjut, maka
untuk sektor kesehatan juga mendapat prioritas.
Pelaku advokasi kesehatan adalah siapa saja yang peduli terhadap
upaya kesehatan dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung
upaya tersebut. Pelaku advokasi dapat berasal kalangan pemerintah,
swasta, perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi berbasis
masyarakat (agama), LSM dan tokoh yang berpengaruh.
Advokasi kebijakan secara khusus berhubungan dengan apa yang
harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dengan
menganjurkan kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi maupun
aktivitas politik. Kebijakan ialah serangkaian keputusan yang dipilih oleh
pemerintah atau elit politik, untuk menetapkan, melaksanakan atau tidak
melaksanakan, dalam kaitannya dengan adanya suatu permasalahan
guna kebaikan bersama masyarakat. Kebijakan publik, tidak lain
merupakan serangkaian pilihan tindakan pemerintah untuk menangangi
masalah yang ada di kehidupan masyarakat.
11
4. Strategis
Kita dapat melakukan perubahan untuk masyarakat dengan
membuat strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses
5. Berani
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah
berpijak pada agenda bersama.
2.9 Pendekatan dalam advokasi
Menurut BKKBN 2002, terdapat lima pendekatan utama dalam
advokasi, yaitu:
1. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang, mereka yang terlibat dalam
penyusunan hukum, peraturan maupun pemimpin politik, yaitu
mereka yang menetapkan kebijakan publik sangat berpengaruh
dalam menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial
termasuk kesehatan dan kependudukan. Oleh karena itu sangat
penting melibatkan mereka semaksimal mungkin dalam isu yang
akan diadvokasikan.
2. Bekerja dengan media massa
media massa sangat penting berperan dalam membentuk opini
public. Media juga sangat kuat dalam mempengaruhi persepsi
publik atas isu masalah tertentu. Mengenal, membangun dan
menjaga kemitraan dengan media massa sangat penting dalam
proses advokasi.
3. Membangun kemitraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan upaya jaringan,
kemitraan yang berkelanjutan dengan individu, organisasi dan
sector lain yang bergerak dalam isu yang sama. Kemitraan ini
dibentuk oleh individu, kelompok yang bekerja sama yang
bertujuan untuk mencapai tujuan umum yang sama.
4. Mobilisasi massa
12
Mobilisasi massa merupakan suatu proses mengorganisasikan
invidu yang telah termotivasi ke dalam kelompok atau
mengorganisasikan kelompok yang sudah ada. Dengan mobilisasi
dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi Tindakan
kolektif.
5. Membangun kapasitas
Membangun kapasitas disini dimaksudkan melembagakan
kemampuan untuk mengembangkan dan mengelola program yang
komprehensif serta membangun critical mass pendukung yang
memiliki keterampilan advokasi. Kelompok ini dapat diidentifikasi
dari LSM teretntu, kelompok profesi serta kelompok lain.
13
1. Lobi politik
Berbicara secara informal menyampaikan informasi atau masalah
kesehatan dan program yang akan dilaksanakan dengan pejabat
atau tokoh politik. Lobi dilakukan dengan membawa dan
menunjukkan data yang akurat. Lobi politik ini sangat penting dan
banyak digunakan untuk mengadvokasikan pembuat
kebijakan/pejabat publik dalam bentuk bincang-bincang
(pendekatan tokoh).
2. Seminar atau presentasi
Mengadakan seminar dan presentasi masalah kesehatan dan
program yang akan dilaksanakan disajikan secara menarik dengan
gambar atau grafik, sekaligus diskusi untuk membahas masalah
tersebut secara bersama.
3. Debat
Debat pada dasarnya juga merupakan salah satu teknik advokasi
dalam kelompok ciri spesifiknya adalah bahwa isu dibahas dalam
pro dan kontra. Dengan teknik ini pelibatan sasaran (khalayak)
akan lebih aktif dan isu/masalah dapat dibahas dari berbagai sudut
pandang secara tajam serta bisa lebih mendalam. Dengan
dukungan media TV dan radio, debat dapat menjangkau khalayak
yang sangat luas secara cukup menarik.
4. Dialog
Dialog lebih tepat digunakan sebagai teknik advokasi dalam
menjangkau kelompok, yang bila didukung oleh media massa
khususnya TV dan radio bias menjagkau kelompok yang sangat
luas. Teknik dialog memberi peluang yang cukup baik untuk
mengungkapkan aspirasi/pandangan sasaran (khalayak).
5. Negosiasi
Negosiasi merupakan teknik advokasi yang dimaksudkan untuk
meghasilkan kesepakatan. Dalam hal ini pihak yang bernegosiasi
menyadari bahwa masing-masing pihak mempunyai kepentingan
14
yang sama yang perlu diamankan sekaligus kepentingan yang
berbeda/bertentangan yang perlu dipertautkan
6. Petisi
Petisi atau resolusi merupakan salah satu teknik advokasi dengan
membuat pernyataan tertulis. Petisi atau resolusi ini akan lebih
besar tekanannya apabila merupakan hasil dari suatu
musyawarah/rapat dengan jumlah peserta yang besar (kuantitatif
dan kualitatif) dan di blow-up melalui media massa. Dalam
advokasi, program-program pembangunan seperti KB dan
kesehatan, teknik, petisi dan resolusi ini biasanya dipilih variasi
yang tergolong lunak seperti pernyataan sikap, ikrar, fatwa, dan
yang senada lainnya.
7. Mobilisasi
Mobilisasi adalah teknik advokasi dengan menggunakan kekuatan
massa/orang yang dapat dilakukan melalui berbagai variasi seperti
parade pawai, demo, unjuk rasa, dan yang sejenisnya. Kegiatan
seperti ini mudah mengundang media massa untuk mem-blow-up-
nya. Hampir sama dengan petisi atau resolusi dalam advokasi
program-program pembangunan termasuk KB dan kesehatan,
teknik mobilisasi juga umumnya menggunakan varian yang
tergolong lunak seperti parade, pawai, safari dan yang senada
lainnya.
8. Konferensi Pers
Bentuk pertemuan singkat dengan sejumlah wartawan media
massa yang diundang untuk menjelaskan suatu isu penting yang
segera perlu diketahui masyarakat. Konferensi pers sebaiknya
dilakukan secara cepat (waktu pendek) didahului dengan
penjelasan singkat dan diiikuti dengan tanya jawab/klarifikasi.
9. Wisata Pers (press tour)
15
Bentuk kunjungan beberapa wartawan langsung ke lapangan untuk
menggali informasi mengenai program yang dinilai perlu
disebarluaskan kepada masyarakat.
16
b. Peraturan Pemerintah
c. Keputusan Presiden
d. Keputusan Menteri atau dirjen
e. Peraturan daerah
f. Surat keputusan Gubernur, Bupati, Camat.
Indikator output dalam bentuk perangkat keras antara lain:
a. Meningkatkanya dana atau anggaran untuk pembangunan
kesehatan
b. Tersedianya atau dibangunnya fasilitas atau sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan
sebagainya
c. Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasana kesehatan,
misalnya air bersih, jamban keluarga ataua jamban umum,
tempat sampah dan sebagainya.
d. Dilengkapinya peralatan kesehatan, seperti laboratorium,
peralatan pemeriksaan fisik dan sebagainya.
17
4. Anggota-anggota individu tidak mendapat keuntungan dari
hasil kerja mereka
5. Jika kemitraan gagal maka dapat menyakitkan anggota.
BAB III
EXECUTIVE SUMMARY
Rumah sakit adalah rujukan terakhir bagi orang yang sakit. Untuk
itu rumah sakit harus memberikan pelayanan yang paripurna. Dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas, rumah sakit harus didukung oleh
keberadaan manajemen yang baik. Manajamen yang baik sebagian besar
dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit. Dengan segala bentuk perubahan
kebutuhan pasien maka pimpinan rumah sakit dituntut tidak hanya untuk
memenuhi sumber daya rumah sakit tapi juga dituntut untuk menjaga
lingkungan rumah sakit. Untuk itu pimpinan rumah sakit wajib
menginternalisasi peran advokasi sebagai karakter utama dalam
memimpin rumah sakit. Meskipun advokasi lebih dekat dengan profesi
advokat akan tetapi pendekatan penyelesaian masalah yang berbasis
hukum adalah jalan terakhir. Artinya segala bentuk jenis dan teknik
advokasi harus dikuasi oleh pimpinan demi terciptanya pelayanan
kesehatan yang paripurna. Hal ini bersesuaian dengan definsi advokasi
menurut Johns Hopkins School for Public Health, 1999 yaitu merupakan
usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam
bentuk komunikasi persuasif. Inti utama dari advokasi adalah persuasif
artinya dalam melakukan komunikasi sebisa mungkin pimpinan rumah
sakit dapat merasionalisai lingkungan sehingga kesepakatan terjadi tanpa
18
melalui tindakan-tindakan represif yang dapat menimbukan masalah baru
di lingkungan yang berbeda.
19
BAB IV
SARAN
20
REFERENSI
21