Anda di halaman 1dari 24

Leadership dan Innovation

Perumahsakitan

METODE ADVOKASI DALAM KEPEMIMPINAN RUMAH


SAKIT

Dosen:
Dr. dr. Noer Bahry Noor, M.Sc

Oleh:
Fikran Siddik
K022211023

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,


karena atas izinNya saya dapat menyelesaikan tugas ini dengan judul
“Metode advokasi Dalam Kepemimpinan Rumah Sakit”. Ini merupakan
salah satu pokok bahasan dalam mata kuliah Leadership dan
Innovation Perumahsakitan. Tidak lupa ucapan terimakasih saya
haturkan pada dosen pembimbing mata kuliah ini Dr. dr. Noer Bahry Noor,
M.Sc yang berkenan memberi ilmu dan arahannya dalam proses
pembuatan makalah ini.
Saya menyadari dalam penulisan tugas ini, masih banyak
kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu, saya sangat
mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi perbaikan dan penyempurnaan. Semoga dengan
adanya tugas ini dapat menambah pengetahuan dan dapat menjadi
literatur yang mendukung dalam proses belajar mengajar serta menjadi
referensi bagi siapapun yang membacanya, dan kita semua dapat belajar
bersama demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bombana, 4 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan 3
BAB II ISI
2.1 Definisi 4
2.2 Ruang Lingkup 4
2.3 Sejarah 5
2.4 Pendapat Para Ahli 7
2.5 Tujuan Advokasi 8
2.6 Pembagian Advokasi 9
2.7 Sasaran dan Pelaku 10
2.8 Prinsip Advokasi 11
2.9 Pendekatan Dalam Advokasi 11
2.10 Langkah Advokasi 13
2.11 Metode Advokasi 13
2.12 Indikator Hasil 15
2.13 Keuntungan dan Kerugian 17
BAB III EXECUTIVE SUMMARY 18
BAB IV SARAN 19
REFERENSI 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
30 Tahun 2019, Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Dari sudut pandang organisasi kesehatan dunia, rumah sakit merupakan
bagian integral dari organisasi kemasyarakatan dan kedokteran yang
fungsinya memberikan pelayanan kesehatan yang lengkap baik secara
penyembuhan maupun pencegahan, bagi penduduk, serta pelayanan
rawat jalannya menjangkau keluarga dan lingkungan rumahnya. Rumah
sakit juga menjadi pusat pelatihan tenaga kesehatan dan penelitian
biososial. Dengan kata lain, rumah sakit adalah organisasi besar yang
peran dan tanggung jawabnya sangat vital karena pada praktiknya rumah
sakit dijadikan sebagai rujukan terakhir bagi masyarakat yang
membutuhkan pelayanan kesehatan.
Dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas, rumah
sakit harus didukung oleh keberadaan manajemen yang baik. Manajemen
rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya melalui
proses perencanaan, pengorganisasian, dan adanya kemampuan
pengendalian untuk mencapai tujuan. Manajemen rumah sakit yang
berkualitas setidaknya akan memberikan dua kepastian yaitu
terpenuhinya kebutuhan sumber daya dan adanya perlindungan hak-hak
dari sumber daya. Sumber daya disini dapat berupa fasilitas kesehatan
yang sesuai standar maupun sumber daya manusia yang mumpuni. Oleh
karena itu, dalam kegiatan organisasi rumah sakit yang kompleks, maka
pengalaman saja tidak akan cukup, dan penanganannya tidak bisa lagi
atas dasar kira-kita dan selera, hal ini disebabkan yaitu sumber daya

1
yang makin sulit dan mahal, era kompetisi yang menuntut pelayanan
prima, dan tuntutan masyarakat yang makin berkembang.
Akan tetapi, saat ini sangat sulit untuk menemukan rumah sakit
dengan manajemen yang baik dan salah satu penyebabnya adalah
buruknya kualitas dan gaya kepemimpinan. Kepemimpinan organisasi
rumah sakit memainkan peranan yang sangat penting bahkan dapat
dikatakan salah satu faktor penentu dalam pengelolaan kegiatan
pelayanan kesehatan. Sebuah Rumah sakit harus dipimpin oleh seorang
Kepala tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di
Bidang Perumahsakitan (UU No. 44 Tahun 2009 Pasal 34). Hal ini
menuntut agar setiap pimpinan sebagai penyelenggara fasilitas pelayanan
kesehatan masyarakat harus memiliki kompetensi manajemen kesehatan
masyarakat yang dibutuhkan. Kompetensi yang dimaksud dalam undang-
undang ini pada hakekatnya tidak saja kompetensi manajerial, melainkan
juga termasuk kemampuan untuk memimpin organisasi rumah sakit, yang
kompleks dan kompetitif.
Pada praktiknnya, rumah sakit selain dituntut untuk memberikan
pelayanan paripurna terhadap masyarakat yang mengalami masalah dari
sisi medis, rumah sakit juga rentan terhadap permasalahan lain di luar
medis. Permasalahan ini dapat menyasar tenaga medis yang merupakan
sumber daya utama bagi rumah sakit. Oleh karena itu peran advokasi
dalam kepemimpinan di rumah sakit itu sangat penting. Advokasi
merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk
mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan
atau keputusan. Kemampuan advokasi ini wajib dimiliki oleh pimpinan
rumah sakit. Advokasi bukan revolusi, namun lebih merupakan suatu
usaha perubahan sosial melalui semua saluran dan piranti demokrasi
perwakilan, proses-proses politik dan legislasi yang terdapat dalam sistem
yang berlaku. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara
sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas,
untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.

2
Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang
tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi oleh
Pimpinan Rumah Sakit. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat
membantu meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, topik yang penulis bahas
dalam makalah ini yaitu Metode Advokasi dalam Kepemimpinan di
Rumah Sakit.

1.2 Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari makalah ini
yaitu menguraikan secara rinci mengenai metode advokasi dalam
kepemimpinan di rumah sakit

3
BAB II
ISI

2.1 Definisi Advokasi


Advokasi berasal dari kata Advocate yang berarti pembelaan, atau
anjuran terhadap suatu masalah atau kasus. Sekarang istilah ini telah
dikenal luas di masyarakat, tersebar dalam berbagai media massa.
Definisi advokasi secara sempit merupakan suatu kegiatan pembelaan
hukum atau litigasi yang dilakukan pengacara dan merupakan suatu
pekerjaan yang berkaitan dengan praktek beracara di pengadilan. Orang
yang beprofesi untuk melaksanakan advokasi disebut dengan advokat,
baik di dalam pengadilan (litigation) maupun di luar pengadilan (non
litigation).

2.2 Ruang Lingkup


Menurut Foss & Foss et al (1980) advokasi adalah upaya persuasif
yang mencangkup kegiatan penyadaran, rasionalisasi, argumentasi, dan
rekomendasi tindak lanjut mengenai sesuatu (Hadi Pratomo dalam
Notoatmodjo, 2005). Advokasi adalah usaha mempengaruhi kebijakan
publik melalui bermacam macam bentuk komunikasi persuasif (John
Hopkins School for Public Health). WHO (1989) seperti dikutip UNFPA
dan BKKBN (2002) mengungkapkan bahwa “Advocacy is a combination
on individual and social action design to gain political comitment, policy
support, social acceptence and system support for particular health goal
programe”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa advokasi adalah kombinasi kegiatan


individu dan sosial yang dirancang untuk memperoleh komitmen politis,
dukungan kebijakan, penerimaan sosial dan sistem yang mendukung
tujuan atau program kesehatan tertentu. Ringkasnya advokasi dapat
diartikan sebagai upaya atau proses untuk memperoleh komitmen, yang

4
dilakukan secara persuasi untuk mempengaruhi kebijakan publik dengan
menggunakan informasi yang akurat dan tepat.

Advokasi dalam bidang Kesehatan adalah advokasi yang dilakukan


untuk memperoleh komitmen atau dukungan dalam bidang kesehatan,
atau yang mendukung pengembangan lingkungan dan perilaku sehat
(Depkes, 2007). Kaitan antara promosi kesehatan dengan advokasi
adalah menurut Anderson dalam Baum (2002), promosi kesehatan
merupakan kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang
berhubungan dengan berhubungan dengan bidang organisasi, politik, dan
ekonomi yang direkayasa untuk memfasilitasi adaptasi perilaku dan
lingkungan untuk memperbaiki kesehatan. Jadi promosi kesehatan bukan
hanya perubahan perilaku melainkan juga perubahan lingkungan, karena
lingkungan diciptakan oleh keputusan yang dibuat individu, organisasi
atau pemerintah, mereka yang peduli terhadap kesehatan atau
kesejahteraan individu dan masyarakat (promotor kesehatan), perlu
terlibat atau mempengaruhi pembuatan keputusan tersebut.

2.3 Sejarah Advokasi


a. Pra Kemerdekaan
Sistem hukum Hindia-Belanda, muncul tidak secara genuine dari
kultur masyarakat Indonesia. Sejalan dengan transplantasi sistem hukum
dan peradilan formal di Indonesia, pemerintah Belanda akhirnya
memunculkan fungsi sistem peradilan yang terbagi menjadi empat jenis
peradilan yang berlainan.
Saat tahun 1909 para kolonial membuka sekolah hukum untuk para
pribumi bernama rechtschool di Batavia hingga tahun 1922. Angkatan
pertama menetap di Belanda sebagai advokat. Diantara 40 lulusan hanya
satu yang menjadi advokat yaitu Mr. Besar Martokusumo. Kantornya ada
di tegal dan Semarang. Ditemukan beberapa pengaturan advokat pada
masa pra-kemerdekaan, berbagai ketentuan hukum mendasari profesi

5
advokat di masa pra-kemerdekaan meski mengutamakan advokat
belanda.
b. Pasca Kemerdekaan
Profesi advokat di Indonesia dilanjut dengan kedudukan penjajah
Jepang, pemerintahan kolonial satu tersebut tidak melakukan perubahan
mengenai profesi advokat. Bahkan ketika proklamasi kemerdekaan pada
tanggal 17 Agustus 1945 pengaturan profesi dari advokat kurang
mendapat perhatian. 
Memasuki tahun 1970 peran profesi advokat semakin terlihat titik
terangnya untuk kejelasan fungsi pokoknya lewat pemberlakuan Undang -
Undang RI Nomor 14 Tahun 1970, tentang pokok - pokok kekuasaan
kehakiman. Prosedur pengawasan pada advokat sendiri kemudian
dirincikan dalam UU No. 2 Tahun 1986. Berbagai peraturan perundang -
undangan yang lahir berikutnya, relatif tidak membawa perubahan untuk
advokat.
c. Diakui Eksisten Advokat
Tokoh alm. Yap Thiam Hien - YLBHI. Pada saat itu tengah hebohnya
Gerakan 30/S/PKI ada seorang perdana menteri I yaitu Subandrio
ditangkap dan diadili  Mahkamah Militer Luar Biasa karena terlibat sebagai
gerakan subversif dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Subandrio
didakwa dan saat pengadilan digelar tidak ada satupun pengacara berani
membela.
Kebenciaannya terhadap orde lama dan ketakutan dicap simpatisan
PKI menjadi enggan semua orang untuk ikut. Yap Thiem Hien
menyatakan diri sebagai penasehat hukum subandrio dan membelanya
dipengadilan. Kasus tersebut adalah kasus politik pertamanya. Dia juga
merupakan salah satu yang menolak kediktaktoran rezim demokrasi
terpimpin soekarno.
Atas alasan demi keadilan dan hak asasi manusia bagi dia kuasa
hukum, bukan hukum penguasa. Advokat disini kata Yap bebas berdaulat
bersama dengan suatu kekuasaan kehakiman yang bebas berdaulat.

6
Sepak tejrang dari Yap dalam membela kemanusiaan terlihat dari kasus -
kasus beliau tangani.
d. Pasca Orde Baru
Pada pemerintahan orde baru, campur tangan pemerintahan dalam
pembentukan dan perpecahan organisasi advokasi telah menyebabkan
tingkah laku, praktek dan sepak terjang pada advokat menjadi tidak
terkontrol lagi oleh organisasi profesi dalam pemberlakuan Kode Etik
Profesi Advokat dan mengawasi praktek advokat.
Sejak lahir Undang - Undang RI Nomor 18 Tahun 2003 mengenai
advokat. Profesi advokat mendapat pengakuan dengan penegak hukum
lainnya dalam praktek. Pengaturan tersebut juga berimplikasi pada
rekrutmen advokat secara sistematis sehingga diharapkan dapat
melaksanakan amanat profesi sebagai profesi yang mulia.
e. Perkembangan Advokasi di Lingkungan Kementerian Kesehatan
Perkembangan advokasi di lingkungan kementerian kesehatan RI
pertama kali adalah pembentukan bagian pendidikan kesehatan
masyarakat tahun 1967 terdapat kebijakan - kebijakan yang mengatur
pendidikan kesehatan masyarakat tersebut. Tahun 1975 kemenkes
membuat direktorat penyuluhan kesehatan masyarakat (binkesmas).
Tahun 1984 membangun dan membentuk pusat penyuluhan
kesehatan masyrakat di bawah departemen kesehatan. Kemudian tahun
2000 Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 130 muncul dengan isi
promosi kesehatan menjadi direktorat promosi kesehatan di bawah
direktorat jendral binkesmas.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295 tahun 2007 pusat promosi
kesehatan ditetapkan organisasi pada saat ini berdasarkan Permenkes
Nomor 1144/MENKES/PER/VII/2010 pada 19 Agustus 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Susunan organisasi
pusat promkes yaitu bagian tata usaha, advokasi dan kemitraan,
pemberdayaan dan peran masyarakat.

7
2.4 Pendapat Para Ahli tentang Advokasi
Pendapat beberapa ahli terkait advokasi yaitu:

1. Menurut Mansour Faqih (2007) adalah usaha sistematis dan


terorganisasi untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya
perubahan dalam kebijakan public secara bertahp-maju
(Incremental). Dengan kata lain, advokasi bukan revolusi, tetapi
lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua
saluran dan peranti demokrasi perwakilan, proses-proses politik
dan legislasi yang tedapat dalam sistem yang berlaku.
2. Sheila Espine Vivalus
Menurut Sheila Espine Vivalus advokasi adalah strategis dan
terpadu yang dilakukan oleh individu maupun kelompok untuk
memberi masukan isu maupun masalah kedalam rancangan dan
rencana kebajikan serta advokasi bisa diartikan sebagai
membangun suatu basis pendukug terhadap kebijakan public yang
diambil untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
3. Kaminski dan Walmsley
Menurut Kaminski dan Walmsley pada tahun 1995, menyimpulkan
jika advokasi adalah suatu pekerjaan yang memberikan petunjuk
atas keunggulan pekerjaan sosial dibandingkan profesi yang lain
atau aksi yang dilakukan unruk mengubah sebuah kebijakan.
4. Robert L. Scheneider (1978)
Menurut Scheneider yaitu pekerjaan sosial yang sifatnya eksklusif
dan menguntungkan klien, dengan tujuan agar mempengaruhi
sistem pembuatan keputusan yang terkadang tidak responsif dan
tidak adil. Scheneider  juga menjelaskan jika advokasi tidak
lengkap tanpa tercapainya kriteria kejelasan (clarify), terukur
(measurable), bisa dibatasi (limited), tindakannya terarah (action-
oriented), dan fokus terhadap aktivitas. 

2.5 Tujuan Advokasi

8
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007), tujuan
advokasi adalah:
1. Tujuan Umum
Diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya kesehatan, baik
berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana dan kemudahan, keikutsertaan
dalam kegiatan maupun berbagai bentuk lainnya sesuai keadaan dan
usaha
2. Tujuan Khusus
1) Adanya pengenalan atau kesadaran
2) Adanya ketertarikan atau peminatan atau tanpa penolakan
3) Adanya kemauan atau kepedulian atau kesanggupan untuk
membantu dan menerima perubahan
4) Adanya Tindakan, perbuatan, kegiatan yang nyata
5) Adanya kelanjutan kegiatan

2.6 Pembagian Advokasi


Adapun pembagian advokasi adalah sebagai berikut:
1. Reaktif
Jenis advokasi reaktif merupakan suatu advokasi yang dilakukan
setelah terjadi masalah.
2. Proaktif
Jenis advokasi proaktif merupakan suatu advokasi yang dilakukan
sebelum terjadi masalah. Pada advokasi ini pimpinan harus sadar
potensi masalah sehingga melakukan intervensi sebelum terjadi
masalah.
3. Activism
Jenis advokasi activism merupakan suatu advokasi yang
dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan kebijakan. Pada
advokasi ini pimpinan dituntut untuk mendekati pemangku
kepentingan, sehingga apa yang sedang diperjuangkan bisa
terimplementasi dalam bentuk kebijakan.

9
4. Agency
Jenis adovkasi agency merupakan suatu advokasi yang
tujuannya untuk memandu masyarakat agar siap menghadapi
masalah. Pada advokasi ini yang pimpinan dekati adalah
masyarakat bukan pemanggku kebijakan. Sehingga ketika terjadi
masalah, masyarakat telah siap meskipun belum ada kebijakan
yang mengatur.
5. Directed
Jenis advokasi directed merupakan suatu advokasi dimana
pimpinan mewakili golongan tertentu.
6. Shored
Jenis advokasi shored merupakan suatu advokasi dimana
pimpinan bersamaan dengan masyarakat.

2.7 Sasaran dan Pelaku


Sasaran advokasi adalah berbagai pihak yang diharapkan dapat
memberikan dukungan terhadap upaya kesehatan, khususnya para
pengabil keputusan dan penentua kebijakan di pemerintahan, Lembaga
perwakilan rakyat, mitra dikalangan pengusaha atau swasta, badan
penyandang dana, media massa, organisasi profesi, organisasi
kemasyarakatan, Lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat yang
berpengaruh serta kelompok potensial lainnya dimasyarakat. Semuanya
bukan hanya berpotensi mendukung, tetapi juga menentang, berlawanan
atau merugikan kesehatan (misalnya industri rokok).
Ditingkat pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten dan
kota, advokasi kesehatan dapat dilakukan terhadap para pejabat daerah.
Seperti di tingkat pusat, advokasi di tingkat daerah ini dilakukan oleh para
pejabat sector kesehatan propinsi atau distrik. Tujuan utama advokasi di
tingkat ini adalah agar program kesehatan memperoleh prioritas tinggi
dalam pembangunan daerah yang bersangkutan. Implikasinya alokasi
sumber daya, terutama anggaran kesehatan untuk daerah tersebut

10
meningkat. Demikian pula dalam pengembangan sumber daya manusia
atau petugas kesehatan seperti pelatihan dan pendidikan lanjut, maka
untuk sektor kesehatan juga mendapat prioritas.
Pelaku advokasi kesehatan adalah siapa saja yang peduli terhadap
upaya kesehatan dan memandang perlu adanya mitra untuk mendukung
upaya tersebut. Pelaku advokasi dapat berasal kalangan pemerintah,
swasta, perguruan tinggi, organisasi profesi, organisasi berbasis
masyarakat (agama), LSM dan tokoh yang berpengaruh.
Advokasi kebijakan secara khusus berhubungan dengan apa yang
harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah dengan
menganjurkan kebijakan tertentu melalui diskusi, persuasi maupun
aktivitas politik. Kebijakan ialah serangkaian keputusan yang dipilih oleh
pemerintah atau elit politik, untuk menetapkan, melaksanakan atau tidak
melaksanakan, dalam kaitannya dengan adanya suatu permasalahan
guna kebaikan bersama masyarakat. Kebijakan publik, tidak lain
merupakan serangkaian pilihan tindakan pemerintah untuk menangangi
masalah yang ada di kehidupan masyarakat.

2.8 Prinsip advokasi


Beberapa prinsip dibawah ini bisa dijadikan pedoman dalam
melakukan advokasi sebagai berikut:
1. Realitas
Memilih isu dan agenda yang realistis, jangan buang waktu kita
untuk sesuatu yang tidak mungkin tercapai.
2. Sistematis
Advokasi memerlukan perencanaan yang akurat, kemas informasi
semenarik mungkin dan libatkan media yang efektif.
3. Taktis
Advokasi tidak mungkin bekerja sendiri, jalin koalisi dan aliansi
terhadap sekutu. Sekutu dibangun berdasarkan kesamaan
kepentingan dan saling percaya

11
4. Strategis
Kita dapat melakukan perubahan untuk masyarakat dengan
membuat strategis jitu agar advokasi berjalan dengan sukses
5. Berani
Jadikan isu dan strategis sebagai motor gerakan dan tetaplah
berpijak pada agenda bersama.
2.9 Pendekatan dalam advokasi
Menurut BKKBN 2002, terdapat lima pendekatan utama dalam
advokasi, yaitu:
1. Melibatkan para pemimpin
Para pembuat undang-undang, mereka yang terlibat dalam
penyusunan hukum, peraturan maupun pemimpin politik, yaitu
mereka yang menetapkan kebijakan publik sangat berpengaruh
dalam menciptakan perubahan yang terkait dengan masalah sosial
termasuk kesehatan dan kependudukan. Oleh karena itu sangat
penting melibatkan mereka semaksimal mungkin dalam isu yang
akan diadvokasikan.
2. Bekerja dengan media massa
media massa sangat penting berperan dalam membentuk opini
public. Media juga sangat kuat dalam mempengaruhi persepsi
publik atas isu masalah tertentu. Mengenal, membangun dan
menjaga kemitraan dengan media massa sangat penting dalam
proses advokasi.
3. Membangun kemitraan
Dalam upaya advokasi sangat penting dilakukan upaya jaringan,
kemitraan yang berkelanjutan dengan individu, organisasi dan
sector lain yang bergerak dalam isu yang sama. Kemitraan ini
dibentuk oleh individu, kelompok yang bekerja sama yang
bertujuan untuk mencapai tujuan umum yang sama.
4. Mobilisasi massa

12
Mobilisasi massa merupakan suatu proses mengorganisasikan
invidu yang telah termotivasi ke dalam kelompok atau
mengorganisasikan kelompok yang sudah ada. Dengan mobilisasi
dimaksudkan agar motivasi individu dapat diubah menjadi Tindakan
kolektif.

5. Membangun kapasitas
Membangun kapasitas disini dimaksudkan melembagakan
kemampuan untuk mengembangkan dan mengelola program yang
komprehensif serta membangun critical mass pendukung yang
memiliki keterampilan advokasi. Kelompok ini dapat diidentifikasi
dari LSM teretntu, kelompok profesi serta kelompok lain.

2.10 Langkah Advokasi


Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007)
terdapat lima langkah kegiatan advokasi, antara lain:
1. Identifikasi dan analisis masalah atau isi yang memerlukan
advokasi
2. Identifikasi dan analisis kelompok sasaran
3. Siapkan dan kemas bahan informasi
4. Rencanakan teknik atau acara kegiatan operasional
5. Laksanakan kegiatan, pantau evaluasi serta lakukan tindak
lanjut.

2.11 Metode Advokasi


Metode advokasi diterapkan untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan, bentuk dukungan dan komitmen tersebut seperti peraturan
daerah, undang-undang, surat keputusan, sarana, prasarana, anggaran
kesehatan dan sebagainya. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan
advokasi dilakukan dengan cara:

13
1. Lobi politik
Berbicara secara informal menyampaikan informasi atau masalah
kesehatan dan program yang akan dilaksanakan dengan pejabat
atau tokoh politik. Lobi dilakukan dengan membawa dan
menunjukkan data yang akurat. Lobi politik ini sangat penting dan
banyak digunakan untuk mengadvokasikan pembuat
kebijakan/pejabat publik dalam bentuk bincang-bincang
(pendekatan tokoh).
2. Seminar atau presentasi
Mengadakan seminar dan presentasi masalah kesehatan dan
program yang akan dilaksanakan disajikan secara menarik dengan
gambar atau grafik, sekaligus diskusi untuk membahas masalah
tersebut secara bersama.
3. Debat
Debat pada dasarnya juga merupakan salah satu teknik advokasi
dalam kelompok ciri spesifiknya adalah bahwa isu dibahas dalam
pro dan kontra. Dengan teknik ini pelibatan sasaran (khalayak)
akan lebih aktif dan isu/masalah dapat dibahas dari berbagai sudut
pandang secara tajam serta bisa lebih mendalam. Dengan
dukungan media TV dan radio, debat dapat menjangkau khalayak
yang sangat luas secara cukup menarik.
4. Dialog
Dialog lebih tepat digunakan sebagai teknik advokasi dalam
menjangkau kelompok, yang bila didukung oleh media massa
khususnya TV dan radio bias menjagkau kelompok yang sangat
luas. Teknik dialog memberi peluang yang cukup baik untuk
mengungkapkan aspirasi/pandangan sasaran (khalayak).
5. Negosiasi
Negosiasi merupakan teknik advokasi yang dimaksudkan untuk
meghasilkan kesepakatan. Dalam hal ini pihak yang bernegosiasi
menyadari bahwa masing-masing pihak mempunyai kepentingan

14
yang sama yang perlu diamankan sekaligus kepentingan yang
berbeda/bertentangan yang perlu dipertautkan
6. Petisi
Petisi atau resolusi merupakan salah satu teknik advokasi dengan
membuat pernyataan tertulis. Petisi atau resolusi ini akan lebih
besar tekanannya apabila merupakan hasil dari suatu
musyawarah/rapat dengan jumlah peserta yang besar (kuantitatif
dan kualitatif) dan di blow-up melalui media massa. Dalam
advokasi, program-program pembangunan seperti KB dan
kesehatan, teknik, petisi dan resolusi ini biasanya dipilih variasi
yang tergolong lunak seperti pernyataan sikap, ikrar, fatwa, dan
yang senada lainnya.
7. Mobilisasi
Mobilisasi adalah teknik advokasi dengan menggunakan kekuatan
massa/orang yang dapat dilakukan melalui berbagai variasi seperti
parade pawai, demo, unjuk rasa, dan yang sejenisnya. Kegiatan
seperti ini mudah mengundang media massa untuk mem-blow-up-
nya. Hampir sama dengan petisi atau resolusi dalam advokasi
program-program pembangunan termasuk KB dan kesehatan,
teknik mobilisasi juga umumnya menggunakan varian yang
tergolong lunak seperti parade, pawai, safari dan yang senada
lainnya.
8. Konferensi Pers
Bentuk pertemuan singkat dengan sejumlah wartawan media
massa yang diundang untuk menjelaskan suatu isu penting yang
segera perlu diketahui masyarakat. Konferensi pers sebaiknya
dilakukan secara cepat (waktu pendek) didahului dengan
penjelasan singkat dan diiikuti dengan tanya jawab/klarifikasi.
9. Wisata Pers (press tour)

15
Bentuk kunjungan beberapa wartawan langsung ke lapangan untuk
menggali informasi mengenai program yang dinilai perlu
disebarluaskan kepada masyarakat.

2.12 Indikator Hasil Advokasi


Kegiatan advokasi diharapkan menghasilkan suatu produk yaitu
komitmen politik dan dukungan kebijakan dari penentu kebijakan atau
pembuat keputusan. Oleh karena itu advokasi dalam bentuk kegiatan
maka melalui: input-proses-output.
1. Input
Kegiatan advokasi sangat ditentukan oleh orang yang melakukan
advokasi serta bahan, informasi yang membantu atau mendukung
argumen advokasi. Indikator evaluasi terhadap advokator atau
tenaga kesehatan yang melakukan advokasi, antara lain:
a. Berapa kali petugas kesehatan, pejabat telah melakukan
pelatihan tentang komunikasi, pelatihan tentang advokasi dan
hubungan antar manusia.
b. Dinas kesehatan pusat dan daerah berkewajiban memfasilitasi
petugas kesehatan melalui pelatihan advokasi.
2. Proses
Merupakan kegiatan untuk melakukan advokasi oleh sebab itu
evaluasi proses advokasi harus sesuai dengan bentuk kegiatan
advokasi tersebut. Indikator proses advokasi antara lain:
a. Berapa kali dilakukan lobi, kepada siapa lobi tersebut dilakukan
b. Berapa kali menghadiri rapat atau pertemuan yang membahas
masalah dan program pembangunan termasuk program
kesehatan, siapa yang megadakan rapat tersebut.
3. Output
Output menghasilkan perangkat lunak dan kera. Indikator dalam
perangkat lunak:
a. Undang-undnag

16
b. Peraturan Pemerintah
c. Keputusan Presiden
d. Keputusan Menteri atau dirjen
e. Peraturan daerah
f. Surat keputusan Gubernur, Bupati, Camat.
Indikator output dalam bentuk perangkat keras antara lain:
a. Meningkatkanya dana atau anggaran untuk pembangunan
kesehatan
b. Tersedianya atau dibangunnya fasilitas atau sarana pelayanan
kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik dan
sebagainya
c. Dibangunnya atau tersedianya sarana dan prasana kesehatan,
misalnya air bersih, jamban keluarga ataua jamban umum,
tempat sampah dan sebagainya.
d. Dilengkapinya peralatan kesehatan, seperti laboratorium,
peralatan pemeriksaan fisik dan sebagainya.

2.13 Keuntungan dan Kerugian


Keuntungan dan kerugian advokasi yaitu:
a. Keuntungan advokasi:
1. Memperluas dukungan
2. Menjadikan keamanan dalam advokasi
3. Meningkatkan sumber daya yang ada
4. Meningkatkan kredibilitas dan pengaruh upaya advokasi
5. Membantu penciptaan kepemimpinan baru
6. Membantu dalam jaringan individu dan organisasi
b. Kerugian advokasi:
1. Mengabaikan pekerjaan orang lain
2. Bisa membutuhkan kompromi dari posisi anda
3. Pandangan organisasi dapat lebih besar dan mempengaruhi

17
4. Anggota-anggota individu tidak mendapat keuntungan dari
hasil kerja mereka
5. Jika kemitraan gagal maka dapat menyakitkan anggota.

BAB III
EXECUTIVE SUMMARY

Rumah sakit adalah rujukan terakhir bagi orang yang sakit. Untuk
itu rumah sakit harus memberikan pelayanan yang paripurna. Dalam
memberikan pelayanan yang berkualitas, rumah sakit harus didukung oleh
keberadaan manajemen yang baik. Manajamen yang baik sebagian besar
dipengaruhi oleh pimpinan rumah sakit. Dengan segala bentuk perubahan
kebutuhan pasien maka pimpinan rumah sakit dituntut tidak hanya untuk
memenuhi sumber daya rumah sakit tapi juga dituntut untuk menjaga
lingkungan rumah sakit. Untuk itu pimpinan rumah sakit wajib
menginternalisasi peran advokasi sebagai karakter utama dalam
memimpin rumah sakit. Meskipun advokasi lebih dekat dengan profesi
advokat akan tetapi pendekatan penyelesaian masalah yang berbasis
hukum adalah jalan terakhir. Artinya segala bentuk jenis dan teknik
advokasi harus dikuasi oleh pimpinan demi terciptanya pelayanan
kesehatan yang paripurna. Hal ini bersesuaian dengan definsi advokasi
menurut Johns Hopkins School for Public Health, 1999 yaitu merupakan
usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik melalui bermacam-macam
bentuk komunikasi persuasif. Inti utama dari advokasi adalah persuasif
artinya dalam melakukan komunikasi sebisa mungkin pimpinan rumah
sakit dapat merasionalisai lingkungan sehingga kesepakatan terjadi tanpa

18
melalui tindakan-tindakan represif yang dapat menimbukan masalah baru
di lingkungan yang berbeda.

19
BAB IV
SARAN

Dalam proses menciptakan manajemen rumah sakit yang baik


pimpinan dituntut untuk menginternalisasi metode dan peran advokasi
agar tidak terpisahkan dari dirinya sendiri. Akan tetapi masalah akan terus
berkembang seiring dengan perkembangan kebutuhan jasa kesehatan.
Untuk itu diperlukan komite khusus di rumah sakit yang khusus
membidangi advokasi. Menurut Yovita A. Mangesti (2017), Komite
Advokasi Rumah Sakit merupakan suatu komite independen yang
tugasnya untuk mengawal terlaksananya hak konstitusional dokter dan
pasien. Komite ini merupakan salah satu akses untuk menuju keadilan
dalam dunia pelayanan medik, yang keberadaannya dapat menjembatani
kesenjangan (gap) kepentingan antara tenaga medik khususnya dokter
dan pasien. Komite Advokasi di sisi lain dapat membantu terlaksananya
Good Corporate Governance (GCG), Good Clinical Standard (GCS); dan
Good Ethical Practice (GEP).

20
REFERENSI

1. Adisasmito, Wiku. 2007. Sistem kesehatan. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada.
2. Mangesti, Y. A. M. Y. A. 2017. Ide Dasar Komite Advokasi Rumah
Sakit sebagai Model Perlindungan Hak Konstitusional Dokter dan
Pasien. Dalam Seminar Nasional "Perlindungan Hukum Terhadap
Tenaga Kesehatan dan Pasien dalam Perspektif UU No. 36 Tahun
2014". Universitas Islam Batik Surakarta.
3. Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasinya.
Jakarta: Rineka Cipta. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta.
4. Siswanto, S. 2004. Pendekatan Politik sebagai Strategi dalam
Advokasi Pembangunan Kesehatan. Jurnal Manajemen Pelayanan
Kesehatan, 7(04).
5. Yantu, I. 2021. Gaya Kepemimpinan Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah di Provinsi Gorontalo. JAMIN: Jurnal Aplikasi Manajemen dan
Inovasi Bisnis, 3(2), 1-9.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 30 Tahun
2019 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit.
7. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit.

21

Anda mungkin juga menyukai