Anda di halaman 1dari 18

A.

Anatomi Fisiologi

1. Anatomi Fisiologi Kulit

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan merupakan
proteksi terhadap organ-organ yang terdapat dibawahnya dan membangun
sebuah barrier yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar
dan turut berpartisipasi dalam banyak fungsi tubuh yang vital.

- Luas kulit orang dewasa 1,5 -2 m2 dengan berat kira-kira 15 % dari berat
badan manusia
- Tebal bervariasi antara ½ - 3 mm. •Kulit sangat kompleks, elastis dan sensitif
bervariasi pada keadaan iklim, umur, sex, ras dan juga bergantung pada
lokasi tubuh.dan ada beberapa lapisan dalam kulit yaitu

a. Lapisan Epidermis (kutikel)


a) Stratum Korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit paling luar yang
terdiri dari sel gepeng yang mati, tidak berinti, protoplasmanya berubah
menjadi keratin (zat tanduk)
b) Stratum Lusidum adalah lapisan yang terletak di bawah lapisan
korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti, protoplasmanya berubah
menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan ini lebih jelas tampak
pada telapak tangan dan kaki.
c) Stratum Granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis
sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di
antaranya. Butir kasar terdiri dari keratohialin. Mukosa biasanya tidak
mempunyai lapisan ini.
d) Stratum Spinosum (stratum Malphigi) atau prickle cell layer (lapisan
akanta) adalah lapisan yang terdiri dari sel yang berbentuk poligonal,
protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, selnya
akan semakin gepeng bila semakin dekat ke permukaan. Di antara
stratum spinosum, terdapat jembatan antar sel (intercellular bridges)
yang terdiri dari protoplasma dan tonofibril atau keratin. Perlekatan
antar jembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut
nodulus Bizzozero. Di antara sel spinosum juga terdapat pula sel
Langerhans.
e) Stratum Basalis adalah terdiri dari sel kubus (kolumnar) yang tersusun
vertikal pada perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar
(palisade). Sel basal bermitosis dan berfungsi reproduktif.
f) Sel kolumnar protoplasma basofilik inti lonjong besar, di hubungkan
oleh jembatan antar sel.
g) Sel pembentuk melanin (melanosit) sel berwarna muda, sitoplasma
basofilik dan inti gelap, mengandung pigmen (melanosomes)

b. Lapisan Dermis (korium, kutis vera, true skin) terdiri dari lapisan elastik dan
fibrosa pada dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.
a) Pars Papilare bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut
saraf dan pembuluh darah.
b) Pars Retikulare bagian bawah yang menonjol ke subkutan. Terdiri dari
serabut penunjang seperti kolagen, elastin, dan retikulin. Dasar
(matriks) lapisan ini terdiri dari cairan kental asam hialuronat dan
kondroitin sulfat, dibagian ini terdapat pula fibroblas. Serabut kolagen
dibentuk oleh fibroblas, selanjutnya membentuk ikatan (bundel) yang
mengandung hidroksiprolin dan hidroksisilin. Kolagen muda bersifat
elastin, seiring bertambahnya usia, menjadi kurang larut dan makin
stabil. Retikulin mirip kolagen muda. Serabut elastin biasanya
bergelombang, berbentuk amorf, dan mudah mengembang serta lebih
elastis.

c. Lapisan Subkutis (hipodermis) lapisan paling dalam, terdiri dari jaringan ikat
longgar berisi sel lemak yang bulat, besar, dengan inti mendesak ke pinggir
sitoplasma lemak yang bertambah. Sel ini berkelompok dan dipisahkan
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut dengan panikulus
adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat
saraf tepi, pembuluh darah, dan getah bening. Lapisan lemak berfungsi
juga sebagai bantalan, ketebalannya berbeda pada beberapa kulit. Di
kelopak mata dan penis lebih tipis, di perut lebih tebal (sampai 3 cm).
Vaskularisasi di kuli diatur pleksus superfisialis (terletak di bagian atas
dermis) dan pleksus profunda (terletak di subkutis)

A. Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula sederhana) di
dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara
cukup (Soejono, 2015).
Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik
akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh,
gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga
gangguan metabolisme lemak dan protein. ( Askandar, 2016 ).
Diabetik foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).Diabetic foot
adalah infeksi, ulserasi, dan atau destruksi jaringan ikat dalam yang berhubungan dengan
neuropati dan penyakit vaskuler perifer pada tungkai bawah (Decroli E, 2014). Tiga faktor
penyebab utama masalah diabetik foot adalah neuropati, buruknya sirkulasi dan
menurunnya resistensi terhadap infeksi (Maryunani, 2015).
B. Etiologi
Terjadinya masalah pada kaki diawali adanya hiperglikemia pada penyandang DM yang
menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati, baik
neuropati akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian
menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan
mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi inilah yang
menyebabkan terjadinya infeksi lebih mudah merebak dan menjadi infeksi yang luas.
Berikut adalah etiologi bakteri yang sering ditemukan pada diabetic foot-ulcer. (Sarwono
Waspadji,2014)
Ada 3 alasan mengapa orang diabetes lebih tinggi risikonya mengalami masalah kaki.
Pertama, berkurangnya sensasi rasa nyeri setempat (neuropati) membuat pasien tidak
menyadari bahkan sering mengabaikan luka yang terjadi karena tidak dirasakannya. Luka
timbul spontan sering disebabkan karena trauma misalnya kemasukan pasir, tertusuk duri,
lecet akibat pemakaian sepatu/sandal yang sempit dan bahan yang keras. Mulanya hanya
kecil, kemudian meluas dalam waktu yang tidak begitu lama. Luka akan menjadi borok dan
menimbulkan bau yang disebut gas gangren. Jika tidak dilakukan perawatan akan sampai
ke tulang yang mengakibatkan infeksi tulang (osteomylitis). Upaya yang dilakukan untuk
mencegah perluasan infeksi terpaksa harus dilakukan amputasi (pemotongan tulang).
Kedua, sirkulasi darah dan tungkai yang menurun dan kerusakan endotel pembuluh
darah. Manifestasi angiopati pada pembuluh darah penderita DM antara lain berupa
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer (yang utama). Sering terjadi pada
tungkai bawah (terutama kaki). Akibatnya, perfusi jaringan bagian distal dari tungkai
menjadi kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosi/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan tindakan amputasi.
Gangguan mikrosirkulasi akan menyebabkan berkurangnya aliran darah dan hantaran
oksigen pada serabut saraf yang kemudian menyebabkan degenarasi dari serabut saraf.
Keadaan ini akan mengakibatkan neuropati. Di samping itu, dari kasus ulkus/gangren
diabetes, kaki DM 50% akan mengalami infeksi akibat munculnya lingkungan gula darah
yang subur untuk berkembanguya bakteri patogen. Karena kekurangan suplai oksigen,
bakteri-bakteri yang akan tumbuh subur terutama bakteri anaerob. Hal ini karena plasma
darah penderita diabetes yang tidak terkontrol baik mempunyai kekentalan (viskositas)
yang tinggi. Sehingga aliran darah menjadi melambat. Akibatnya, nutrisi dan oksigen
jaringan tidak cukup. Ini menyebabkan luka sukar sembuh dan kuman anaerob
berkembang biak.
Ketiga, berkurangnya daya tahan tubuh terhadap infeksi. Secara umum penderita
diabetes lebih rentan terhadap infeksi. Hal ini dikarenakan kemampuan sel darah putih
‘memakan’ dan membunuh kuman berkurang pada kondisi kadar gula darah (KGD) diatas
200 mg%. Kemampuan ini pulih kembali bila KGD menjadi normal dan terkontrol baik.
Infeksi ini harus dianggap serius karena penyebaran kuman akan menambah persoalan
baru pada borok. Kuman pada borok akan berkembang cepat ke seluruh tubuh melalui
aliran darah yang bisa berakibat fatal, ini yang disebut sepsis (kondisi gawat darurat).
(Wibowo, EW, 2015).
Sejumlah peristiwa yang dapat mengawali kerusakan kaki pada penderita diabetes
sehingga meningkatkan risiko kerusakan jaringan antara lain :
 Luka kecelakaan
 Trauma sepatu
 Stress berulang
 Trauma panas
 Iatrogenik
 Oklusi vaskular
 Kondisi kulit atau kuku

C. Patofisioogi
Seperti kita ketahui Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit yang harus tertangani
dengan baik, jika penanganan diabetes tidak bagus, maka akan muncul komplikasi-
komplikasi yang bisa memperburuk keadaan pasien penderita diabetes. Komplikasi dari
diabetes dapat berupa komplikasi metabolic akut dan komplikasi vascular jangka panjang.
Dalam hal ini akan diulas tentang patofisiologi komplikasi diabetes yang mengarah ke
terjadinya “Kaki Diabetik”
Dari komplikasi metabolic akut selain ketoasidosis hal yang dapat terjadi juga adalah
hipoglikemia akibat dari pemakaian insulin dan obat oral yang tidak terkontrol serta tidak
diikuti asupan nutrisi yang memadai (factor eksogen), keganasan extrapankreatik,
hipoglikemia organik serta gangguan metabolisme bawaan(factor endogen).Dalam
keadaan hipoglikemia maka lekosit menjadi tidak normal sehingga fungsi kemotaksis di
lokasi radang terganggu, hal tersebut akan menyebabkan fungsi fagositosis dan bakterisid
intrasel menurun, sehingga jika terjadi infeksi bakteri akan sulit musnah dan disembuhkan
maka akan muncul nekrosis atau gangren pada jaringan yang radang. Selain
ketidaknormalan lekosit hal yang dapat terjadi akibat dari hipoglikemia adalah perubahan
patologi pembuluh darah yang dapat menimbulkan penebalan tunika intima (hyperplasia
membrane basalis arteria), oklusi arteri (kekakuan arteri), abnormalitas trombosit
(reaktivitas meningkat) sehingga akan meningkatkan agregasi trombosit yang nantinya
dapat memperlambat sirkulasi darah, dari hal tersebut mengakibatkan gangguan sirkulasi
(oksigen,makanan dan antibiotic) dan kekakuan sendi yang nantinya menyebabkan
gangguan perfusi di bagian distal tungkai serta menimbulkan perubahan tekanan di daerah
tungkai akibat perubahan bentuk kaki (Charcof), jika kaki luka dan terinfeksi maka hal
tersebutlah yang dapat menimbulkan nekrosis atau gangren.
Dari komplikasi vascular jangka panjang dapat menyebabkan kelainan makroangiapati
dan mikroangiapati. Kelainan makroangiopati dapat menimbulkan Aterosklerosis yang
menimbulkan penyumbatan vascular terutama jika terjadi di arteri-arteri perifer maka
sirkulasi darah akan lambat dari hal tersebut mengakibatkan gangguan sirkulasi
(oksigen,makanan dan antibiotic) yang nantinya menyebabkan gangguan perfusi di bagian
distal tungkai, hal tersebutlah yang dapat menimbulkan nekrosis atau gangren. Kelainan
mikroangiopati yang paling mempunyai peran dalam menimbulkan kaki diabetic adalah
kelainan neuropati. Neuropati autonom menyebabkan terjadinya perubahan pola keringat
sehingga kulit kaki menjadi kering dan pecah-pecah, jika terinfeksi mycobakteria dan tidak
teratasi dengan baik maka gangren atau nekrosis akan terjadi. Neuropati sensorik
menyebabkan kelainan pada otot dan kulit segingga menimbulkan perubahan distribusi
tekanan pada telapak kaki, dalam hal ini kaki akan mati rasa sehingga kawaspadaan
proteksi kaki hilang, maka luka bisa terjadi dan jika terinfeksi serta penanganan tidak baik,
ganggren atau nekrosis tidak bisa dihindari. Neuropati motorik menyebabkan atrofi otot
interoseus pada kaki sehingga mengganggu keseimbangan otot kaki, maka munculah
deformitas jari kaki (cock up toes), luksasi (pergeseran sendi), dan penipisan bantalan
lemak dibawah daerah pangkal jari kaki, dengan demikian akan terjadi perluasan daerah
penekanan yang berakibat kaki akan mati rasa sehingga kawaspadaan proteksi kaki hilang,
maka luka bisa terjadi dan jika terinfeksi serta penanganan tidak baik, ganggren atau
nekrosis tidak bisa dihindari Dari patofisiologi yang telah diulas, jika pengelolaan kaki
diabetic tidak bagus, maka komplikasi terburuk yang bisa terjadi adalah osteomyelitis yang
berakhir ke proses amputasi kaki.
D. Patway
E. Manifestasi Klinik/Tanda dan Gejala
Menurut beberapa literature tentang diabetes, kaki diabetes adalah suatu penyakit
penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut:
1) Sering kesemutan (asmiptomatus)
2) Kerusakan jaringan (nekrosis, ulkus)
3) Jarak tampak menjadi lebih pendek (klaudilasio intermil)
4) Nyeri saat istirahat
5) Adanya kalus di telapak kaki
6) Kulit kaki kering dan pecah-pecah

F. Komplikasi
Komplikasi pada pembuluh darah besar di tungkai seringkali terjadi pada penderita
diabetes. Kelainan ini disebabkan oleh penebalan dinding pembuluh darah besar
(makroongiopati) atau yang lazim disebut aterosklerosis. Dengan penebalan tersebut,
aliran darah ke tungkai dan kaki menjadi tidak lancar dan berkurang sehingga mnimbulkan
beberapa keluhan seperti kaki terasa dingin, kram (kejang) otot tungkai, dan kulit kering.
Keadaan ini juga sering didapati bersamaan dengan komplikasi neuropati. Makroangiopati
dan neuropati pada kaki diabetes sering juga disebut diabetic foot (kaki diabetik). Neuropati
yang berperan pada komplikasi ini terutama adalah neuropati pada kaki yang
menyebabkan mati rasa (baal). Mati rasa menyebabkan penderitanya tidak akan
merasakan apa-apa walaupun kakinya terluka parah. Jika tidak cepat diatasi, apalagi
sampai kemasukan kuman (infeksi), maka kaki yang luka tersebut bisa menjadi borok
parah dan bisa terancam diamputasi. Oleh karena itu, penderita diabetes sangat dianjurkan
merawat kakinya.
Penggolongan komplikasi ulkus DM ulkus/gangren terdapat lima grade ulkus diabetikum
antara lain:
1) Grade I
- Kerusakan hanya sampai
- Pada permukaan kulit
2) Grade II
- Kerusakan kulit mencapai
- Otot dan tulang

3) Grade III
- Terjadi abses atau pembengkakan

4) Grade IV
- Gangren pada kaki

5) Grade V
- Gangren pada seluruh kaki
- dan tungkai bawah distal
Penggolongan tersebut dimaksudkan dalam pembedaan perlakuan ketika
perawatan luka.Grade V menunjukkan tingkat ulkus kaki diabetikum yang lebih
parah dibandingkan dengan grade I. Artinya, terjadinya grade V pasti awalnya
dimulai dari grade I yang tidak dirawat dengan baik lalu memerah menjadi grade II
dan seterusnya. Oleh karena itu, upaya perawatan yang baik di awal grade kaki
diabetikum harus diupayakan.

G. Penatalaksanaan Medis
Menurut Levin (2014), penatalaksanaan ulkus kaki diabetic memerlukan pengobatan
yang agresif dalam jangka pendek, hal tersebut mencakup:
a) Debridement local radikal pada jaringan sehat.

b) Terapi antibiotic sistemik untuk memerangi infeksi, diikuti tes sensitivitas antibiotic,
contohnya :

1) Untuk infeksi M.chelonei dapat digunakan quinolon (ciprofloxacin, ofloxacin),


sulfonamides.
2) Untuk infeksi M. fortuitum dapat digunakan quinolon dan B-lactams cefloxitin.
3) Untuk infeksi M. haemophilum, M.Non-Chronogenicum, M. ulcerans yang paling
umum digunakan adalah quinolon G.

Beberapa obat lain yang biasa digunakan pada kasus kaki diabetic adalah insulin,
neurotropik, kompres luka, obat anti trombosit, neuromin, dan oksoferin solution.

c) Kontrol diabetes untuk meningkatkan efisiensi sistem imun.


d) Posisi tanpa bobot badan untuk ulkus plantaris

H. Penatalaksaan Keperawatan
a) Pengumpulan data
1) Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau, adanya nyeri pada luka.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka serta upaya yang
telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5) Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
6) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita
sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap penyakit
penderita.
b) Pemeriksaan fisik
Status kesehatan umum: Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi
badan, berat badan dan tanda – tanda vital.

1) Kepala dan leher


Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher, telinga
kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran, lidah sering terasa
tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyah, gusi mudah bengkak dan
berdarah, apakah penglihatan kabur / ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2) Sistem integument
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka, kelembaban
dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren, kemerahan pada kulit sekitar
luka, tekstur rambut dan kuku.
3) Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM mudah terjadi
infeksi.
4) Sistem kardiovaskuler
5) Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase, perubahan
berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6) Sistem urinari
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.
7) Sistem musculoskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan, cepat lelah,
lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8) Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk, reflek
lambat, kacau mental, disorientasi.

I. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien gangren kaki diabetik adalah
sebagai berikut :

1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya / menurunnya aliran


darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake makanan yang kurang.

J. Intervensi

1) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran


darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Planing (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam Gangguan perfusi teratasi :
- Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah parah.
- Sensorik dan motorik membaik
Rencana tindakan (NIC)
1. Ajarkan pasien untuk melakukan mobilisasi
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah :
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung ( posisi elevasi pada waktu
istirahat), hindari penyilangkan kaki, hindari balutan ketat, hindari penggunaan
bantal, di belakang lutut dan sebagainya.
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor-faktor resiko berupa :
Hindari diet tinggi kolestrol, teknik relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan
penggunaan obat vasokontriksi.
4. Kerja sama dengan tim kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan
gula darah secara rutin dan terapi oksigen ( HBO ).

2) Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada


ekstrimitas.
Planing (NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam Ganguan integritas jaringan
teratasi :
- Berkurangnya oedema sekitar luka.
- pus dan jaringan berkurang
- Adanya jaringan granulasi.
- Bau busuk luka berkurang.
Rencana tindakan(NIC) :
1. Kaji luas dan keadaan luka serta proses penyembuhan.
2. Rawat luka dengan baik dan benar : membersihkan luka secara abseptik
menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang menempel pada
luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan kultur
pus pemeriksaan gula darah pemberian anti biotik..
3) Nyeri Kronik berhubungan injuri bilogis/mekanik
planing(NOC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam Gangguan rasa nyaman ( nyeri)
teratasi :
- Penderita secara verbal mengatakan nyeri berkurang/hilang .
- Pergerakan penderita bertambah luas.
- Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas normal.( S : 36 – 37,5 0C, N: 60 –
80 x /menit, T : 100 – 130 mmHg, RR : 18 – 20 x /menit ).
Rencana tindakan (NIC) :
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi nyeri yang dialami pasien.
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab-sebab timbulnya nyeri.
3. Ciptakan lingkungan yang tenang.
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
6. Lakukan massage dan kompres luka dengan BWC saat rawat luka.
7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.

4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
planing(NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam Keterbatasan mobilitas fisik
teratasi :
- Pasien meningkatkan dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
- Memperagakan penggunaan alat
- Bantu untuk mobilisasi (walker)
Rencana tindakan(NOC) :
1. Menitoring vital sign sebelum /sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
Rasional : mengontrol vital sign sehingga normal kembali
2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
3. Bantu pasien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADls ps.
8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan,
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

5) Gangguan pemenuhan nutrisi (kurang dari) kebutuhan tubuh berhubungan


dengan intake makanan yang kurang.
Planing (NIC)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 8 jam Gangguan pemenuhan nutrisi
(kurang dari) kebutuhan tubuh teratasi :
- Berat badan dan tinggi badan ideal.
- Pasien mematuhi dietnya.
- Kadar gula darah dalam batas normal.
- Tidak ada tanda-tanda hiperglikemia/hipoglikemia.
Rencana Tindakan (NOC) :
1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
2. Anjurkan pasien untuk mematuhi diet yang telah diprogramkan.
3. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
4. Identifikasi perubahan pola makan..
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk pemberian insulin dan diet diabetik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2014, Buku Ajar KeperawatanMedikal Bedah, alih bahasa. Jakarta:
EGC

Brunner & Suddarth.2014. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta:
EGC

Mansjoer, A dkk. 2016. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Corwin, EJ. 2015. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Rab, T. 2014. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: PT Alumni

Anda mungkin juga menyukai