LUKA BAKAR
1. Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung
maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari
api, misalnya tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuidajat, 2004).
Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu tinggi, dan
disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik seperti
kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam atau basa
kuat (Triana, 2007).
Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas, arus
listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan yang
lebih dalam (Kusumaningrum, 2008)
2. Etiologi
a. Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak.
b. Benda panas (kontak):
Terjadi akibat kontak langsung dengan benda panas. Luka bakar yang
dihasilkan terbatas pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya
antara lain adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi
atau peralatan masak.
2) Grade II
Grade II a
a) Jaringan yang rusak sebagian dermis, folikel, rambut, dan
kelenjar keringat utuh.
b) Rasa nyeri warna merah pada lesi.
c) Adanya cairan pada bula.
d) Waktu sembuh + 7 - 14 hari.
Grade II b
a) Jaringan yang rusak sampai dermis, hanya kelenjar keringan yang
utuh.
b) Eritema, kadang ada sikatrik.
c) Waktu sembuh + 14 – 21 hari.
3) Grade III
a) Jaringan yang rusak seluruh epidermis dan dermis.
b) Kulit kering, kaku, terlihat gosong.
c) Terasa nyeri karena ujung saraf rusak.
d) Waktu sembuh lebih dari 21 hari.
4) Grade IV
Luka bakar yang mengenai otot bahkan tulang.
b. Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang terkena dan
kedalaman luka
1) Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar menjadi
merah, nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab atau
membengkak.Jika ditekan, daerah yang terbakar akan memutih; belum
terbentuk lepuhan.
PATHWAY
Obstruksi
MK jalan
: Ketidakefektifan Peningkatan
Cairan
nafas
Jalan nafas Hipovolemia
pembuluh dan
darah
intravaskular
Gangguan
Gagal nafas hemokonsentrasi
kapiler
menurun MK : Gangguan
KekuranganPerfusi
volume jaringan
cairan
sirkulasi makro
5. Pemeriksaan Fisik
a) PENGKAJIAN PRIMER
Nervus cranial
1) Airway
Tindakan pertama kali yang harus dilakukan adalah memeriksa terganggu
responsivitas pasien dengan mengajak pasien berbicara untuk
memastikan ada atau tidaknya sumbatan jalan nafas. Seorang pasien
yang dapat berbicara dengan jelas maka jalan nafas pasien terbuka
(Thygerson, 2011). Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan
bantuan airway dan ventilasi. Tulang belakang leher harus dilindungi
selama intubasi endotrakeal jika dicurigai terjadi cedera pada kepala,
leher atau dada. Obstruksi jalan nafas paling sering disebabkan oleh
obstruksi lidah pada kondisi pasien tidak sadar (Wilkinson & Skinner,
2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara
lain :
a. Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara
atau bernafas dengan bebas? Pada kasus luka bakar kaji jalan
pernafasan apakah terdapat cilia pada saluran pernafasan mengalami
kerusakan yang disebabkan oleh asap atau inhalasi.
b. Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara
lain:
Adanya snoring atau gurgling
Stridor atau suara napas tidak normal
Agitasi (hipoksia)
Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
Sianosis
c. Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian
atas dan potensial penyebab obstruksi :
Muntahan
Perdarahan
Gigi lepas atau hilang
Gigi palsu
Trauma wajah
d. Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
e. Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien
yang berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
f. Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
Chin lift/jaw thrust
Lakukan suction (jika tersedia)
Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
Lakukan intubasi
2) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Pengkajian pada pernafasan dilakukan untuk menilai kepatenan jalan
nafas dan keadekuatan pernafasan pada pasien. Jika pernafasan pada
pasien tidak memadai, maka langkah-langkah yang harus
dipertimbangkan adalah: dekompresi dan drainase tension
pneumothorax/haemothorax, closure of open chest injury dan ventilasi
buatan (Wilkinson & Skinner, 2000).
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien
antara lain :
a. Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest,
sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan
yanbg disebabkan karna trauma inhalasi.
Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
b. Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien
jika perlu.
c. Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih
lanjut mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
d. Penilaian kembali status mental pasien.
e. Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
f. Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan /
atau oksigenasi:
Pemberian terapi oksigen
Bag-Valve Masker
Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
g. Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya
dan berikan terapi sesuai kebutuhan.
3) Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi
pasien, antara lain :
a. Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
b. CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk
digunakan.
c. Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
d. Palpasi nadi radial jika diperlukan:
Menentukan ada atau tidaknya
Menilai kualitas secara umum (kuat/lemah)
Identifikasi rate (lambat, normal, atau cepat)
Regularity
e. Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
f. Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
4) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa dimengerti
P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
5) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki luka bakar yang mempunyai derajad luka yang
tinggi, imobilisasi in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll
ketika melakukan pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu
diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan pada pasien adalah
mengekspos pasien hanya selama pemeriksaan eksternal. Setelah
semua pemeriksaan telah selesai dilakukan, tutup pasien dengan
selimut hangat dan jaga privasi pasien, kecuali jika diperlukan
pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada pasien
Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam nyawa
pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada pasien yang
berpotensi tidak stabil atau kritis.
b) PENGKAJIAN SEKUNDER
Survey sekunder merupakan pemeriksaan secara lengkap yang dilakukan
secara head to toe, dari depan hingga belakang. Secondary survey hanya
dilakukan setelah kondisi pasien mulai stabil.
1. Anamnesis
Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat pasien
yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien. Riwayat
pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan sekarang,
riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem. (Emergency
Nursing Association, 2007). Pengkajian riwayat pasien secara optimal
harus diperoleh langsung dari pasien, jika berkaitan dengan bahasa,
budaya, usia, dan cacat atau kondisi pasien yang terganggu,
konsultasikan dengan anggota keluarga, orang terdekat, atau orang
yang pertama kali melihat kejadian. Anamnesis yang dilakukan harus
lengkap karena akan memberikan gambaran mengenai cedera yang
mungkin diderita, seperti terbakar dalam ruangan tertutup: cedera
inhalasi, keracunan CO.
Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan, plester,
makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti sedang
menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung, dosis, atau
penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti penyakit
yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya, penggunaan
obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera (kejadian
yang menyebabkan adanya keluhan utama)
2. Keadaan umum
Umumnya penderita datang dengan keadaan kotor mengeluh panas
sakit dan gelisah sampai menimbulkan penurunan tingkat kesadaran bila
luka bakar mencapai derajat cukup berat
3. TTV
Tekanan darah menurun nadi cepat, suhu dingin, pernafasan lemah
sehingga tanda tidak adekuatnya pengembalian darah pada 48 jam pertama
4. Pemeriksaan fisik
1) Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Lakukan inspeksi dan palpasi seluruh
kepala dan wajah untuk melihat derajad dari luka bakar baik yang
ditimbulkan oleh termal, radiasi, listrik maupun kimia.
2) Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan kanan dan
kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai memeriksa
mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan pemeriksaan
mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat kesadaran dengan
skor GCS.
a) Mata
periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil apakah isokor
atau anisokor serta bagaimana reflex cahayanya, apakah pupil
mengalami miosis atau midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata
(macies visus dan acies campus), apakah konjungtivanya anemis
atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal, ptosis,
exophthalmos, subconjunctival perdarahan, serta diplopia
b) Hidung
periksa adanya perdarahan, perasaan nyeri, penyumbatan
penciuman, luka sekitar mukosa hidung akibat trauma inhalasi
c) Telinga
periksa adanya nyeri, tinitus, pembengkakan, penurunan atau
hilangnya pendengaran, periksa dengan senter mengenai keutuhan
membrane timpani atau adanya hemotimpanum
d) Mulut dan faring
inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur, warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur, warna,
kelembaban, lesi, apakah tosil meradang, pegang dan tekan
daerah pipi kemudian rasakan apa ada massa/ tumor,
pembengkakkan dan nyeri, inspeksi amati adanya tonsil
meradang atau tidak (tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon
nyeri
3) Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya luka, deformitas dan selalu
jaga jalan nafas
4) Toraks
a) Inspeksi
Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan belakang untuk
adanya karna inhalasi, penggunaan otot pernafasan tambahan dan
ekspansi toraks bilateral, apakah terpasang pace maker, frekuensi
dan irama denyut jantung, (lombardo, 2005)
b) Palpasi
seluruh dinding dada untuk melihat adanya nyeri tekan dan
kedalaman luka
c) Perkusi
untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan keredupan
d) Auskultasi
suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing, rales) dan
bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
5) Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis, misalnya
pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran, fraktur
vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri
perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma
dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen, asites,
luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, ecchymosis, bekas luka ,
dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi abdomen, untuk
mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen untuk
mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler, nyeri lepas yang jelas
atau uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra
abdominal, dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal
lavage, ataupun USG (Ultra Sonography).
6) Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan fisik
(pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan penderita
akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi. Bila ada
indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari
fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
7) Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat inspeksi,
jangan lupa untuk memriksa adanya luka bukar dengan kedalaman
derajad IV, pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa denyut
nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan,. Sindroma
kompartemen (tekanan intra kompartemen dalam ekstremitas
meninggi sehingga membahayakan aliran darah), mungkin luput
terdiagnosis pada penderita dengan penurunan kesadaran atau
kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010).
8) Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh).
Pada saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD
118, 2010). Periksa`adanya perdarahan, luka bakar dan kedalaman
luka.
9) Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan
sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan
pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan
kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi
dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal.
10) Pemeriksaan kulit
Merupakan pemeriksaan pada darah yang mengalami luka bakar (luas
dan kedalaman luka). Prinsip pengukuran prosentase luas uka bakar
menurut kaidah 9 (rule of nine lund and Browder) sebagai berikut :
BAG TUBUH 1 TH 2 TH DEWASA
Genetalia 1% 1% 1%
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya
pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera, pada Ht (Hematokrit) yang meningkat
menunjukkan adanya kehilangan cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi
sehubungan dengan kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap
pembuluh darah. Untuk leukosit, Leukositosis dapat terjadi sehubungan
dengan adanya infeksi atau inflamasi.
b. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan cedera
inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau peningkatan tekanan
karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat pada retensi karbon monoksida.
8. Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Kehilanga Kekurang
- Haus n cairan an volume
DO: secara cairan
- enurunan turgor kulit/lidah aktif
- Membran mukosa/kulit kering
- Peningkatan denyut nadi, penurunan
tekanan darah, penurunan volume/tekanan
nadi
- Pengisian vena menurun
- Perubahan status mental
- Konsentrasi urine meningkat
- Temperatur tubuh meningkat
- Kehilangan berat badan secara tiba-tiba
- Penurunan urine output
- HMT meningkat
- Kelemahan
3 DO Kerusakan Gangguan
- Penurunan waktu reaksi sensori mobilitas
- Kesulitan merubah posisi persepsi fisik
- Perubahan gerakan (penurunan untuk
berjalan, kecepatan, kesulitan memulai
langkah pendek)
- Keterbatasan motorik kasar dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas pendek atau
tremor
- Ketidak stabilan posisi selama
melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat dan tidak
terkoordinasi
4 Faktor-faktor risiko : Resiko
- Prosedur Infasif infeksi
- Kerusakan jaringan dan peningkatan
paparan lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat pertahanan sekunder
(penurunan Hb, Leukopenia, penekanan
respon inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak adekuat (kerusakan
kulit, trauma jaringan, gangguan
peristaltik)
5. Tanda vital
dalam rentang
alami 14. Cegah kontaminasi feses dan
6. Menunjukkan urin
terjadinya 15. Lakukan tehnik perawatan luka
proses dengan steril
penyembuhan 16. Berikan posisi yang mengurangi
luka tekanan pada luka
Ket:
1. Keluhan Ekstrim
2. Keluhan Berat
3. Keluhan Sedang
4. Keluhan Ringan
5. Tidak ada keluhan
7 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Anxiety Reduction (penurunan
berhubunga keperawatan selama pasien kecemasan)
kecemasan teratasi dgn 1. Gunakan pendekatan yang
n.
kriteria hasil : menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan
Indikator I E terhadap pelaku pasien
R R 3. Jelaskan semua prosedur dan
1. Pasien mampu apa yang dirasakan selama
mengidentifikasi prosedur
dan 4. Temani pasien untuk
mengungkapkan memberikan keamanan dan
gejala cemas mengurangi takut
Mengidentifikasi, 5. Berikan informasi 27apilla
mengungkapkan mengenai diagnosis, tindakan
dan menunjukkan
prognosis
tehnik untuk
6. Libatkan keluarga untuk
mengontol cemas
2. Vital sign dalam mendampingi pasien
batas normal 7. Instruksikan pada pasien untuk
3. Postur tubuh, menggunakan tehnik relaksasi
ekspresi wajah, 8. Dengarkan dengan penuh
bahasa tubuh dan perhatian
tingkat aktivitas 9. Identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan 10. Bantu pasien mengenal situasi
berkurangnya yang menimbulkan kecemasan
kecemasan 11. Dorong pasien untuk
Ket: mengungkapkan perasaan,
1. Keluhan Ekstrim ketakutan, persepsi
2. Keluhan Berat 12. Kelola pemberian obat anti
3. Keluhan Sedang cemas:…....
4. Keluhan Ringan
5. Tidak ada keluhan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta:
EGC
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. 2007. Schwartz‟s principal
surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies
Huddak & Gallo. 2006. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta: EGC
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta.
Moenadjat Y. 2003. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
Sjamsudiningrat, R & Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R & Wim, de Jong (ed). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
EGC.
TAHUN 2017/2018
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN LUKA BAKAR
DI RUANG IGD RSUD DR.H.MOCH.ANSARI SALEH
BANJARMASIN
OLEH :
TITAH PALUPI
NIM. 17.31.1010
Mengetahui,
( ) ( )