Anda di halaman 1dari 9

1.

1 Farmakologi

1.1.1 Definisi

Farmakologi adalah ilmu tentang obat-obatan dan pengaruhnya terhadap manusia. Dalam farmakologi
dikenal istilah farmakodinamik dan farmakokinetik. Farmakodinamik merupakan bagian ilmu farmako
yang mempelajari efek fisiologik dan biokimiawi obat terhadap berbagai jaringan tubuh yang sakit
maupun sehat serta mekanisme kerjanya. Farmakokinetik dapat diartikat sebagai proses yang dilalui
obat dalam tubuh atau tahapan obat tersebut dalam tubuh. Proses farmakokinetik ini dalam ilmu
farmakologi meliputi beberapa tahapan, mulai dari proses absorpsi obat, distribusi ke seluruh tubuh,
metabolisme obat hingga sampai kepada tahap eksresi atau proses pengeluaran zat obat tersebut dari
dalam tubuh.

1.1.2 Bentuk Sediaan Obat dan Administrasinya

Pembagian bentuk sediaan obat dan beberapa administrasinya: 1. Sediaan cair per-oral: solusio (larutan:
potio, liquid), sirup, suspensi, emulsi, guttae (drops: tetes) 2. Sediaan padat per-oral: pilulae, tablet
Bentuk padat halus: pulveres, pulvis, kapsul 3. Sediaan yang digunakan pada mukosa tubuh: obat tetes
mata, telinga, semprot hidung, kumur mulut 4. Sediaan obat topikal: solid, semisolid (pasta, cream),
cairan oles (solution, lotion, emulsio) 5. Sediaan parenteral (injectionem)

.2 Antibiotik

1,2

1.2.1 Definisi

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama jamur yang dapat menghambat
pertumbuhan maupun membunuh mikroba lain.

1.2.2 Penggolongan Antibiotik

1. Berdasarkan sifat toksisitas:

a. Bakteriostatik - menghambat pertumbuhan mikroba (tetracyclines, chloramphenicol, erythromycin,


ethambutol, sulfonamide)

b. Bakterisid – membunuh mikroba (penicillin, aminoglycoside, ciprofloxacin, metronidazole,


cephalosporins)

2.Berdasarkan sifat anti mikroba:

a.Spektrum luas (tetracyclines, chloramphenicol)

b Spektrum sempit (penicillin, erythromycin, streptomycin)


3. Berdasarkan mekanisme kerja:

a. Menghambat metabolisme sel mikroba

b. Menghambat sintesis dinding sel mikroba

c. Mengganggu keutuhan membran sel mikroba

d.Menghambat sintesis protein sel mikroba

e.Menghambat sintesis asam nukleat mikroba

4.Berdasarkan struktur kimia: Sulfonamida, Lincosamide, Macrolide, dan lainnya

1.2.3 Seleksi Obat Antibiotik

1. Terapi empirik sebelum identifikasi organisme Pada pasien sakit berat, penundaan seleksi antibiotik
dapat berakibat fatal dan terapi empirik sesegera mungkin diindikasikan.

2. Identifikasi organisme Obat antibiotik yang akan digunakan diseleksi setelah organisme diidentifikasi
dan sensivitasnya terhadap obat ditetapkan. Maka dari itu mendapatkan sampel untuk kultur organisme
sebelum pengobatan dimulai sangatlah penting.

3. Lokasi infeksi Kadar antibiotik yang adekuat harus mencapai tempat infeksi untuk mengeradikasi
secara efektif mikroorganisme yang menginvasi.

4. Status pasien Dalam menyeleksi antibiotik, perhatian utama ditujukan pada kondisi pasien. Sistem
imun, gangguan fungsi ginjal dan hati, kehamilan, hipersensitivitas, dan faktor umur misalnya, hal-hal
tersebut sangat penting diketahui.

5.Keamanan antibiotik

Beberapa antibiotik dapat bersifat kurang toksik karena hanya mempengaruhi pertumbuhan
mikroorganisme. Namun pada jenis lain ada yang dapat mengancam kehidupan pada penderita infeksi
karena potensinya menimbulkan efek toksik serius.

6. Biaya pengobatan Seringkali beberapa obat menunjukkan efektivitas yang mirip dalam mengobati,
tetapi harga bervariasi.

1.2.4 Sebab Kegagalan Terapi

1.Dosis kurang: seringkali tergantung lokasi infeksi walau kumannya sama


2. Masa terapi kurang

3.Kesalahan dalam menetapkan etiologi

4. Faktor farmakokinetik: tidak semua bagian tubuh mudah ditembus oleh anti mikroba

5.Pilihan anti mikroba kurang tepat

6.Faktor pasien: KU buruk, adanya obat yang menyebabkan gangguan pertahanan tubuh

1.2.5 Resistensi Obat

Bakteri dikatakan resisten bila pertumbuhannya tidak dapat dihambat oleh antibiotik pada kadar
maksimum yang dapat ditolerir oleh pasien. Resistensi dapat terjadi apabila mengkonsumsi obat tidak
sesuai instruksi. Resistensi berkembang bisa karena kemampuan DNA maupun perubahan kondisi pada
tempat karget.

1.2.6 Antibiotik Profilaksis

Situasi klinis tertentu memerlukan penggunaan antibiotik yang lebih baik mencegah daripada mengobati
infeksi. Hal ini untuk melindungi seseorang yang terpajan kuman tertentu. Misalnya mencegah infeksi
bakterial sekunder (endokarditis) pada pasien kelainan katup atau stuktur jantung.

1.2.7 Klasifikasi Antibiotik

1. Penicillin

a. Natural penicillin: penicillin G dan penicillin V.

b. Semi-sintetik: oxacillin, cloxacillin, dicloxacillin, methicillin.

c. Spektrum: kecil, bersifat bakterisidal terhadap beberapa spesies bakteri (aerob gram + & anaerob
gram -).

d. Spektrum: untuk penicillin semi-sintetik spektrum bakteri termasuk strain bakteri yang telah resisten
terhadap penicillin.

e.Dosis: dewasa 125-250 mg setiap 6 jam sekali.

f. Amoksisilin: 250 – 500mg per kali, 3 kali per hari

g. Pemberian: penicillin V secara oral, penicillin G secara IM/IV.

h. Efek samping: reaksi alergi dan gangguan pencernaan.

2. Cephalosporin Dikelompokkan menjadi 4 generasi


Generasi I (aerob, gram postif) macam : Cefadroxil, Cephalexin, Cephaloridine, Cephalothin,
Cephapirin, Cefazolin, Cephradine

 Generasi II (anaerob, gram negatif) macam : cefaclor, cefoxitin, cefprozil, cefuroxime


 Generasi III (anaerob, gram negatif dengan spektrum lebih luas dari Gr. II) macam : Cefdinir,
Cefixime, Cefpodoxime, Ceftibuten, Ceftriaxone, Cefotaxime
 Generasi IV (resisten terhadap b-lactamase dan beberapa bakteri gram negatif bacilus) macam :
Cefepime, Cefluprenam, Cefozopran, Cefpirome, Cefquinome
Dosis cephadroxyl:

Dewasa: 1 –2 g per hari

 Anak: 30mg/kg BB per hari


 Efek samping: reaksi alergi, jika alergi terhadap penicillin, peningkatan jumlah enzim liver,
hipoprotrombinemia, reaksi anafilaktik

3. Macrolide

 Jenis golongan ini yaitu: erythromicin, clarithromycin, dan azithromycin


 Merupakan alternatif pilihan bila alergi penicilin
 Bersifat bakteriostatik, dapat menyebabkan resisten, dan efektif untuk bakteri aerob dan
anerob.
 Dosis: 250 mg setiap 6 jam

4. Lincosamide

 Clindamycin dan Lincomycin


 Spektrum bakteri aerob dan anaerob
 Memiliki sifat bakteriostatik
 Dosis: 100-450mg q 6hr
 efek samping diare dan colitis
 Clindamycin diindikasikan untuk purulent osteitis atau infeksi tulang, abses dentoalveolar
dan infeksi kronis.

5. Tetracycline

 Spektrum luas yang bersifat bakteriostatik


 Insiden resistensi bakteri.
 Dosis: 250-500mg
 tetracyclin, minocyclin, doxycyclin
 Merupakan antibiotik pilihan kelima di bawah penicillin, macrolide, cephalosporin dan
clindamycin untuk perawatan infeksi akut odontogenik.

6. Metronidazole
 Pada beberapa infeksi khusus bakteri anaerob
 Bersifat bakterisid

 Dosis - 200- 400 mg 3 kali per hari selama 7-10 hari


 Kontraindikasi : Pasien dengan alcohol habit, pasien yang mengambil terapi anticoagulant, CNS
disorder, blood disorder, cirrhosis of liver, gangguan ginjal.
 Efek samping diantaranya neutropenia, sensasi logam pada indera pengecapan, ruam kulit,
mual, muntah

Gambar 1.1 Tabel antibiotik yang dipakai pada kedokteran gigi


1.3 Analgesik

1,2 Analgesik adalah senyawa yang pada dosis terapetik meringankan atau menekan rasa nyeri
tanpa memiliki kerja anastesi umum. Analgesik berasal dari kata Yunani an-“tanpa” dan-algia“nyeri

1.3.1 Nyeri Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan memberikan tanda
bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh; seperti peradangan, infeksi-infeksi

kuman, dan kejang otot. Adanya rangsangan mekanis atau kimiawi dapat menimbulkan kerusakan
pada jaringan dan akibatnya melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri.
Mediator nyeri antara lain : histamin, serotonin, plasmakinin-plasmakinin, prostaglandin, dan ion-
ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor nyeri pada ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir,dan
jaringan lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan syaraf pusat ( SSP ) melalui sumsum tulang
belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar.

1.3.2 Penggolongan Analgesik

Berdasarkan mekanisme dan target aksinya, obat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu
analgesik nonopioid dan analgesik opioid.

1. Analgesik Nonopioid Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu
enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah
prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah memblok pembentukan
prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka dengan demikian
mengurangi pembentukan mediator nyeri a.
a. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS/NSAID) Umumnya bekerja dengan menghambat biosintesis
dari prostaglandin yang dihasilkan saat terjadi inflamasi.
 Efek analgesik -

-Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada obat-obatan opioid.

-bat-obatan AINS tidak menimbulkan ketagihan.

-Obat ini hanya mengubah persepsi modalitas sensorik nyeri dan tidak mempengaruhi sensorik
lain.

 Efek anti-inflamasi Hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan
penyakitnya secara simptomatik, tidak menghentikan, memperbaiki atau mencegah
kerusakan jaringan.
 Efek antipyretic
Obat AINS menghambat enzim siklooksigenase sehingga menghambat sintesis PGE di
hipotalamus dilatasi pembuluh darah diikuti turunnya suhu tubuh. Kebanyakan obat
golongan ini bersifat asam, sehingga banyak terakumulasi pada sel yang juga bersifat
asam, seperti pada lambung, ginjal, dan jaringan inflamasi. Maka efek samping yang
sering ditimbulkan adalah induksi tukak lambung atau tukak
peptik yang kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan pada saluran cerna.
Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersenstivitas terhadap obat-obatan. NSAID
berupa asma bronchial, hipotensi hingga keadaan syok. Interaksi obat NSAID dengan
heparin dan antikoagulan oral berisiko terjadi perdarahan. Bagan
1.3 Penggolongan obat-obatan NSAID
 Asam salisilat (aspirin)

-Indikasi untuk kontrol nyeri ringan sampai moderat


-Dosis
-Dewasa : 325-650 mg, oral setiap 3 atau 4 jam
-Anak : 15-20 mg setiap 4-6 jam dengan dosis total tidak melebihi 3,6 gr/hari.
-Efek samping: ruam kulit, pembengkakan, asma dan kemungkinan anafilaktik. Proses
menelan dapat menyebabkan rasa mual, muntah, bronchospasme, dan perdarahan
saluran pencernaan.
 Asam propionat (ibuprofen)
-Indikasi untuk kontrol nyeri post operative.
-Ibuprofen memliki sifat analgesik, anti inflamasi dan antipiretik.
-Efek anti-inflamasinya baru terlihat dalam dosis 1200-2400 mg/hari, sedangkan efek
analgesiknya terlihat pada dosis 400 mg diberikan 4 kali sehari
-Dapat mengurangi efek obat anti hipertensi.
-Efek samping: mual, muntah, dyspepsi, mulas, nyeri perut. Perdarahan saluran
pencernaan jika digunakan dalam jangka panjang.
-Kontraindikasi pada pasien dengan alergi golongan AINS, aspirin. Serta tidak
diperuntukan untuk ibu hamil dan menyusui

 Asam fenamat (as. mefenamat)

Indikasi: analgesik, anti-inflamasi (tidak terlalu kuat)Dosis: 250 –


500mg per kali, 2 – 3 per hari
Efek samping: iritasi mukosa lambung, diare.
Karena efek toksiknya maka tidak dianjurkan utk wanita hamil, anak di bawah 14 thn
dan pemberian melebihi 7 hari. b.
Analgesik Non-narkotik (Asetaminofen)
Kerja obat sebagai analgesik, antipiuretik & antiinflamasi (lemah).
Biasa diberikan kepada pasien kontraindikasi aspirin
Dosis: Dewasa : 300mg – 1g per kali, maks. 4g perhari. Anak 6-12th : 150
– 300mg per kali, maks. 1,2g per hari
Efek samping: eritem, urtikaria, demam dan lesi pada mukosa, toksisitas akut
(pemberian tunggal 10
– 15 gram), konsumsi obat ini dengan alkohol dapat menimbulkan gangguan fungsi hati
karena bersifat hepatotoksik

Efek anti-inflamasinya baru terlihat dalam dosis 1200-2400 mg/hari, sedangkan efek
analgesiknya terlihat pada dosis 400 mg diberikan 4 kali sehari
Dapat mengurangi efek obat anti hipertensi.
Efek samping: mual, muntah, dyspepsi, mulas, nyeri perut. Perdarahan saluran
pencernaan jika digunakan dalam jangka panjang.

Kontraindikasi pada pasien dengan alergi golongan AINS, aspirin. Serta tidak
diperuntukan untuk ibu hamil dan menyusui.
Asam fenamat (as. mefenamat)
Indikasi: analgesik, anti-inflamasi (tidak terlalu kuat)
Dosis: 250 – 500mg per kali, 2 – 3 per hari
Efek samping: iritasi mukosa lambung, diare.Karena efek toksiknya maka tidak
dianjurkan utk wanita hamil, anak di bawah 14 thn dan pemberian melebihi 7 hari. b.
Analgesik Non-narkotik (Asetaminofen)
Kerja obat sebagai analgesik, antipiuretik & antiinflamasi (lemah).
Biasa diberikan kepada pasien kontraindikasi aspirin.
Dosis: Dewasa : 300mg – 1g per kali, maks. 4g perhari. Anak 6-12th : 150
– 300mg per kali, maks. 1,2g per hari
Efek samping: eritem, urtikaria, demam dan lesi pada mukosa, toksisitas akut
(pemberian tunggal 10
– 15 gram), konsumsi obat ini dengan alkohol dapat menimbulkan gangguan fungsi hati
karena bersifat hepatotoksik. 2.
Analgesik Opioid Analgesik ini bekerja di sistem saraf pusat, yaitu seperti jenis opiat
(morfin dan codeine). Keuntungannya digunakan untuk kontrol nyeri moderat sampai
berat, dapat diberikan dalam berbagai rute, sehingga dapat diberikan secara topikal,
lokal
yang bisa
mengurangi efek samping secara sistemik. Opioid biasa digunakan dalam medikasi
untuk kontrol nyeri regio maksilofasial, dikombinasi dengan asetaminofen atau
golongan AINS lainnya (secara oral)
Resiko penggunaan opioid:
Potensi resiko
ketergantungan
jika diresepkan dalam jangka panjang
Efek mual dan muntah yang lebih besar dibandingkan golongan AINS, intoleransi
lambung, konstipasi
Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan respirasi
Halusinasi, gangguan saluran urin, dan toksik pada hati Macam opioid:
Morfin
Indikasi untuk kontrol nyeri, sedasi dan sebagai medikasi preanestesi
mendepresi korteks cerebral dan meningkatkan ambang nyeri stimulus aferen
Efek samping berupa mual, muntah, dan konstipasi
Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan respirasi
Petidin / Meperidin
Merupakan analgetik sintetik utama dan memiliki cara kerja yang sama dengan morfin
Tidak mendepresi respirasi
Efek samping berupa euforia, ketergantungan dan sedasi
Pentazocaine
Merupakan turunan dari benzomorfin, analgetik potensial
Tidak menimbulkan efek euforia
Memiliki setengah efek morfin dan menyebabkan depresi respiratori
Memiliki masa kerja yang lebih singkat dibandingkan morfin
Propoxyphene
Analgetik yang kurang potensial
Tingkat ketergantungan yang lebih rendah dibandingkan methidine

Anda mungkin juga menyukai