Anda di halaman 1dari 17

Proposal Riset Kualitatif

Mata Kuliah Metode Penelitian Psikologi Kualitatif

PRASANGKA WARGA LOKAL TERHADAP ETNIS TIONGHOA SEBAGAI


KAUM MINORITAS

Dosen Pembimbing :
Khanis Suvianita S.Psi., M.A.

Anggota Kelompok 10:


Ni Ayu Putu Wimas P 150114361
Firdaus Ardiansyah 150114212
Maria Clara Vania 150114071
Harir Putriana 150114257
Lira Audia 150114197
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Menjadi warga negara dengan banyak keberagaman etnis adalah tidak mudah
karena cenderung diperhadapkan pada permasalahan antar etnis. Indonesia yang
merupakan negara multikultural memiliki berbagai konflik sosial yang melibatkan berbagai
etnis. Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan survei mengenai jumlah etnis di
Indonesia. Menurut hasil sensus penduduk, terakhir diketahui bahwa Indonesia terdiri dari
1.128 etnis (Ulaan, 2014).
Sentuhan antar etnis sangat rentan dengan konflik, baik konflik secara
terang-terangan maupun secara tersembunyi. Hal ini disebabkan ikatan emosional dalam
etnis itu sendiri menjadi sangat kuat. Akibatnya tumbuh prasangka antar etnis, bentuk
sederhanannya adalah ketidaknyamanan akibat hidup penuh saling prasangka dan curiga,
lalu dapat menjadi bentuk yang ekstrim, yaitu pertikaian dan bahkan peperangan.
Bila dilihat dari perkembangan sejarah menurut Puspa konflik biasanya terjadi antara
golongan pribumi dari etnis Tionghoa dan golongan masyarakat pribumi non tionghoa
(Ulaan 2014). ​Lan menyebutkan (Sirait, 2012) bahwa ada kecenderungan stereotip yang
negatif terhadap etnis tionghoa adalah etnis yang eksklusif, tidak mau bergaul dengan
tetangga, pelit, dan hanya suka cari untung. Hal ini yang kadang menjadi perbincangan
mengenai prasangka yang dimunculkan masyarakat pribumi (non tioghoa) terhadap
masyarakat etnis tionghoa. Padahal tidak semua masyarakat etnis tionghoa sesuai dengan
prasangka diatas. Maka gesekan, diskriminasi, dan prasangka selalu saja muncul. Bahkan
sejumlah stereotip negatif masyarakat Cina selalu ada. Pertama, masyarakat etnis tioghoa
cenderung dianggap sebagai etnis yang terpisah yakni bangsa Cina. Kedua, masyarakat
etnis tionghoa dilihat sebagai kelompok yang tidak mungkin berubah dan akan selalu
mempertahankan nilai-nilai budanya di mana pun mereka berada (Sirait, 2012). Coppel juga
menjelaskan bagaimana kesan yang muncul di masyarakat mengenai etnis cina, bahwa
Tionghoa itu mengeruk kekayaan ekonomi kita (Pribumi) dan karena itu kaya (Sirait, 2012).
Image ​ini secara tak disadari perlahan-lahan telah menjelma menjadi perasaan untuk selalu
menaruh curiga dan memiliki kecendrungan sebagai perasaan sentimen.
Banyak usaha-usaha yang sudah dilakukan agar menghilangkan prasangka yang
dapat berakhir pada konflik antar masyarakat pribumi dan masyarakat etnis tionghoa.
Seperti pada larangan penggunaan nama Tionghoa, pembatasan bahasa Tionghoa di ranah
publik, pembatasan akses dalam pendidikan, dan pembatasan kesempatan ekonomi (Huda,
2010). Akan tetapi hal tersebut mendatangkan konsekuensi negatif di dalam warga dengan
etnis tionghoa. Berlahan tapi pasti hak-hak mereka dicabut satu demi satu.
Penelitian ini berfokus kepada prasangka masyarakat pribumi terhadap masyarakat
etnis tionghoa yang menjadi ​double ​minoritas dilingkungannya. ​double m
​ inoritas yang
dimaksud adalah masyarakat tionghoa yang menjadi minoritas dalam masalah jumlah,
bukan hanya di indonesia tapi juga disekitar tempat tinggalnya.

Pertanyaan Penelitian
bagaimana perasangka masyarakat pada sebuah daerah yang banyak dihuni oleh etnis Non
tionghoa terhadap orang etnis tionghoa yang menjadi minoritas etnis, dan sekaligus sebagai
warga pendatang pada daerah tersebut?

Tujuan penelitian
tujuan dari penelitian ini agar mendapat data tentang munculnya
prasangka-prasangka yang dimiliki oleh masyarakat pribumi (non etnis tionghoa) pada
sebuah daerah terhadap warga etnis tionghoa pada lingkungannya.

Manfaat penelitian
Secara khusus penelitian ini akan memberikan kontribusi di dunia akademik dalam
kajian penelitian kualitatif yang lebih dalam di bidang psikologi. Hadir sebagai wawasan
keilmuan bagi dunia akademik.
Secara umum penelitian akan bermanfaat untuk meberi informasi pengetahuan
kepada masyarakat dan negara bagaimana menghargai, menyatukan, dan mendamaikan
kehidupan bermasyarakat yang heterogen.

Keterbatasan penelitian
Partisipan dengan kondisi sebagai pendatang dan tinggal di daerah yang didominasi
oleh warga lokal, dimana warga lokal masih kental dengan hanya “menerima” warga yang
dianggap pribumi/asli sudah mulai jarang di surabaya yang sangat moderat dan heterogen.
BAB II
KAJIAN TEORI

Landasan Teori

1. Teori Prasangka
Prasangka adalah penilaian buruk yang diberikan individu-individu anggota
kelompok tertentu terhadap individu-individu anggota kelompok lain kata Brewer
dalam pejelasannya (Burhan dan Sani, 2013).
Sedangkan menurut Allport (Srisayekti, Setiady & Sanitioso, 2015)
prasangka (​prejudice​) adalah sikap (​attitude​) negatif yang diarahkan suatu kelompok
atau kepada seseorang, yang didahului oleh adanya suatu stereotip atau
pra-penilaian terhadap kelompok tersebut.
Menurut Fischer, dkk, Prasangka antar kelompok dapat menjadi penyebab
konflik horizontal antar kelompok yang sangat merugikan, baik secara finansial
maupun sosiokultural. Selain itu, prasangka akan memacu terbentuknya sikap
negatif dan kecenderungan untuk melakukan agresi terhadap kelompok lain.
Prasangka yang terbangun dari kategorisasi, pengidentitasan dan pembandingan ini
semakin mudah terbangun jika satu kelompok mendapat informasi tentang kelompok
lain hanya dari ingroup-nya saja (Wibisono, 2012).
Menurut Plous prasangka terhadap kelompok lain ini dianggap akar dari
diskriminasi, yaitu aksi-aksi untuk menempatkan individu-individu anggota kelompok
lain pada posisi yang merugikan (Burhan dan Sani, 2013).
Penilaian buruk atau perendahan terhadap anggota kelompok lain (contohnya
prasangka) juga dijelaskan oleh Crocker, Blaine, & Luhtanen bahwa
penilaian/prasangka merupakan cara untuk menjaga kebanggaan kelompok di mana
diri mereka bernaung, yang pada akhirnya menjaga kebanggaan pribadi individu
sebagai anggota dari kelompok tersebut. Dengan merendahkan kelompok lain,
anggota kelompok yang merendahkan dapat merasa bahwa kelompoknya lebih
superior dibandingkan dengan kelompok yang direndahkan (Burhan dan Sani, 2013).

2. Sumber Prasangka
Sarwono (2002) menjelaskan prasangka dapat bersumber baik pada interaksi
sosial (hubungan antar kelompok) maupun pada proses yang terjadi dalam diri
individu (dinamika kepribadian).
Hal senada juga dikemukan dalam Myers (1988) bahwa prasangka memiliki
beberapa sumber yang dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu sumber sosial,
sumber emosi dan sumber kognitif.
a. Sumber Sosial
Dalam sumber sosial terbagi menjadi dua yaitu identitas sosial dan
konformitas. Identitas Sosial menurut Turner dan Tajfel (Sarwono, 2007)
menyatakan bahwa manusia melakukan kategorisasi, identifikasi dan
perbandingan dimana hal tersebut akan membagi dunia individu menjadi dua
kategori yang berbeda, yaitu orang lain yang satu kelompok dengannya
(ingroup) dan orang lain yang berbeda kelompok dengannya (outgroup).
Anggota outgroup diasumsikan memiliki trait atau sifat yang kurang
menyenangkan, dipersepsikan semuanya memiliki kesamaan dan sering
tidak disukai. Sedangkan konformitas menurut Feldman adalah perubahan
tingkah laku individu karena adanya keinginan untuk mengikuti keyakinan dan
standar orang lain. Konformitas dapat ditimbulkan karena adanya tekanan.
Terdapat dua macam tekanan sosial, yaitu normative social influence dan
informational social influence (Deutsch & Gerard; Kaplan &Miller; Campbell &
Fairey, 2002). Normative social influence adalah tekanan sosial untuk
bersikap konform yang merupakan refleksi dari norma sosial yang berlaku.
Sementara itu dan informational social influence adalah tekanan sosial untuk
bersikap konform yang disebabkan oleh asumsi individu bahwa orang lain
memiliki pengetahuan yang tidak dimilikinya. Ketika melibatkan prasangka,
maka konformitas akan menjadi berbahaya (Widyarini).

b. Sumber Emosi
Dalam sumber emosi terbagi menjadi dua yaitu frustasi dan Agresi
serta kepribadian otoriter. Frustasi dan Agresi menjelma ke dalam
tindakan-tindakan diskrimnatif dan agresif terhadap target prasangka.
Tindakan agresif tersebut diuraikan para ahli sebagai akibat dari adanya
perasaan frustasi sehingga disebut dengan istilah frustasi agresi
(Gerungan,1988). Perihal agresi, menurut Dollard, dkk (Putra 2012), agresi
terdiri atas berbagai bentuk penyampaian. Bentuk agresi ini dapat berbentuk
fisik, misalnya pemukulan atau simbolik, misalnya kebencian atau rasa tidak
suka. Sedangkan kepribadian otoriter merupakan emosi yang ikut
berkontribusi terhadap prasangka. Theodor Adorno dan kawan-kawan
(Liliweri,2005) mengatakan bahwa karakteristik dasar dari pribadi otoriter
adalah bahwa mereka bertahan pada tatanan yang konvensional, tidak bisa
menerima kritik dan saran serta ingin berkuasa (status quo). Sikap umum lain
adalah intoleran terhadap sesama apalagi etnik dan ras lain, bersikap agresif
terhadap orang yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan.

c. Sumber Kognitif
Sumber kognitif pembentuk prasangka adalah stereotipe yang
merupakan kerangka kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang
kelompok sosial tertentu dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota
kelompok tertentu. Individu yang memiliki stereotip tentang kelompok sosial
tertentu akan melihat bahwa semua anggota kelompok sosial tersebut
memiliki traits tertentu. Stereotip juga membuat seseorang dapat menaruh
perhatian pada informasi spesifik yang relevan yang biasanya konsisten
dengan stereotipe. Jika yang ditemuinya adalah informasi yang tidak
konsisten dengan stereotip, maka akan diubah dengan cara yang halus agar
menjadi konsisten (Meinarno, 2009).
d. Tipe-Tipe Prasangka
Geartner, dkk (Soeboer, 1990) mengemukakan tiga tipe prasangka
yaitu ​dominative, ambivalent, dan aversive​. (a) Tipe ​Dominative,​ merupakan
tipe yang mengekspresikan sikap negatifnya (prasangka) secara terbuka
terhadap target prasangka, dapat melakukan tindakan berupa penyerangan
atau perilaku-perilaku agresif pada target prasangka dan berusaha untuk
memelihara posisi superior/ eksklusivitas kelompoknya.(b) Tipe ​Ambivalen​,
merupakan tipe yang merasa simpati pada target prasangka dan di waktu
bersamaan juga merasa khawatir target prasangka dapat merugikan mereka.
Pada tipe ini, individu dapat mengekspresikan perasaan negatif mereka pada
target prasangka. (c)Tipe ​aversive merupakan tipe yang dapat berinteraksi
dan mengadakan kontak dengan ramah dan sopan terhadap objek
prasangka, menunjukkan sikap positif dan bersedia membantu anggota
kelompok target prasangka namun sesungguhnya Individu dalam tipe ini
berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan interaksi dengan target
prasangka.

e. Dampak Prasangka
Dampak prasangka menurut Putra (2012) adalah (a) Pengucilan
Sosial, yang dipahami sebagai pengucilan terus menerus dan gradual dari
partisipasi secara penuh di dalam lingkungan sosial. Studi dalam psikologi
telah menunjukkan dampak negatif dari pengucilan sosial, diantaranya adalah
menurunkan perilaku prososial. (b) Konflik Sosial yang merupakan salah satu
bentuk proses sosial yang disosiatif selain persaingan dan kontraversi akibat
adanya perbedaan-perbedaan tertentu dalam masyarakat maupun pribadi,
seperti akibat perbedaan ras, suku bangsa, agama, adat istiadat, golongan
politik, pandangan hidup, profesi dan budaya lainnya. Dilihat dari segi
bentuknya, konflik sosial menurut Ahmadi (2007) mempunyai beberapa
bentuk, antara konflik pribadi, konflik kelompok, konflik antar kelas sosial,
konflik rasial, konflik politik, konflik budaya.

3. Teori Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap per-orangan
atau kelompok berdasarkan ras, kesukubangsaan, agama atau keanggotaan
kelas-kelas sosial (Theodorson&Theodorson,1979). Menurut MM. Nilan Widyarini
Diskriminasi adalah perilaku negative atau membahayakan terhadap anggota
kelompok tertentu, semata-mata karena keanggotaan mereka dalam kelompok
​ ari prasangka
tersebut. Diskriminasi bersifat aktif / aspek yang dapat terlihat ​(overt) d
yang bersifat negatif ​(negative prejudice) ​terhadap seorang individu / kelompok.
Orang dapat dikatakan meng-diskriminasi individu / kelompok lain adalah orang yang
a. Memberi label pada individu atau kelompok lain.
b. Membeda-bedakan individu atau kelompok lain.
c. Tidak nyaman dan memberi jarak bila bertemu individu atau kelompok lain yang
dia diskriminasi.

4. Teori Minoritas
Minoritas adalah kelompok-kelompok yang tidak memenuhi tiga gambaran ini,
yaitu
a. individu dalam kelompok tersebut tidak diuntungkan sebagai akibat dari tindakan
diskriminasi orang lain terhadap mereka.
b. individu dalam kelompok memiliki solidaritas kelompok dengan “rasa sebagai
kepemilikan bersama” dan mereka memandang dirinya sebagai “yang lain” dari
kelompok mayoritas.
c. biasanya secara fisik dan sosial terisolaso dari komunitas yang lebih besar.
Menurut Theodorson&Theodorson kelompok minoritas adalah
kelompok-kelompok yang diakui berdasarkan perbedaan ras, agama atau suku
bangsa yang mengalami kerugian sebagai akibat prasangka / diskriminasi. Yap
Thiam Hien mengatakan bahwa minoritas tidak ditentukan jumlah tapi perlakuan
yang menentukan status minoritas.
Fransesco Capotorti menyatakan:
“A Group, numerically inferior to the rest population of a state, in a
non-dominant position, whose members– being national of the state posses ethnic,
religious or linguistic characteristic differing from those of the rest of the population
and show, if only implicity, a sense of solidarity, directed towards preserving their
culture, traditions, religioun and languange.”
Perilaku minoritas yang tampak pada individu adalah ketika dia memberi label
pada individu atau kelompok lain.
5. Teori Stereotip

Kata stereotip berasal dari gabungan dua kata Yunani, yaitu “​stereos” yang
berarti padat-kaku dan “​typos” yang bermakna model (Schneider, 2004). Stereotip
merupakan hasil proses penilaian terhadap seseorang sebagai akibat dari adanya
sebuah prasangka.
Ktaz & Barly, menyatakan bahwa prasangka (prejudice) dan pelabelan
(stereotype) tidak dapat dipisahkan keterkaitannya. Prasangka (​prejudice)​
merupakan persepsi (dalam tataran kognitif), sedang stereotip lebih kepada arti
pelabelan kepada seseorang atau kelompok lain tersebut,termasuk sikap dan
perilakunya terhadap mereka (sudah dalam tataran afektif, dan psikomotorik). Dari
penjelasan tersebut maka benarlah jika ada pernyataan bahwa prasangka dalam
kajian psikologi mengawali adanya stereotipe.
Secord & Backman (1964:66) menyatakan
“​Stereotyping has three characteristics: the categorization of persons, a
consensus on attributed traits,and a discrepancy between attributed traits and actual
traits”​
Stereotipe memiliki 3 karakteristik, yakni pengkategorisasian terhadap orang
pengelompokkan orang ke dalam ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang bersifat
relasional-perseptual, konsensus terhadap ciri atau sifat-sifat relasional-perseptual
tersebut, dan adanya perbedaan atau ketidakcocokan antara ciri atau sifat-sifat
relasional-perseptual dengan sifat atau ciri-ciri aktual .
Berikut adalah 4 dimensi dari stereotipe, yakni diantaranya :
1. Arah (direction) → Penilaian terhadap sesuatu (positif atau negatif)
2. Intensitas → Seberapa kuat keyakinan tsb terhadap stereotipe
3. Ketepatan → Apakah stereotipe tsb benar-benar menggambarkan kebenaran
atau hanya sebagian saja
4. Isi khusus → Sifat-sifat khusus mengenai kelompok

6. Teori Rasisme

Secara umum, rasisme diartikan sebagai diskriminasi pada suku,agama, dan


ras (SARA). Menurut Kamus Besar bahasa Indonesia, rasisme merupakan paham
atau golongan yang menerapkan penggolongan atau pembedaan ciri-ciri fisik
(seperti warna kulit) dalam masyarakat (Anung Hondoko, 2008). The New Oxford
Dictionary of English menyatakan bahwa rasisme adalah (1) ​the belief that there are
characteristics, abilities, or qualities specific to each race,​ (2) ​discrimination against
or antagonism towards other races.​
Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa rasisme adalah suatu
paham / sistem kepercayaan yang menganggap bahwa suatu ras tertentu memiliki
kedudukan yang lebih tinggi dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya dengan
menilai berdasarkan karakteristik ras,sosial, dan kondisi mental tertentu yang
mengarah pada perbedaan.

7. Keterkaitan / Hubungan Teori


BAB III
METODE PENELITIAN

Teknik pengumpulan data


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa metode penggalian data dalam
memperoleh informasi dari informan, berikut adalah metode-metode yang peneliti gunakan :
· Observasi
· Wawancara mendalam
· Dokumen-dokumen yang dibutuhkan

Data-data yang kami dapatkan ini dapat berbentuk tulisan-tulisa atau cacatan waawancara,
rekaman wawancara atau observasi dan dokumen tambahan lainnya.

observasi
Menurut Kartono pengertian observasi adalah studi yang disengaja dan sistematis
tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan
pencatatan, dan memiliki tujuan untuk mengerti ciri-ciri dan luasnya signifikansi dari inter
relasi antar elemen-elemen tingkah laku manusia pada fenomena sosial yang serba
kompleks dalam pola-pola kultural tertentu (Basuki, 2006).

metode validasi data


Dalam teknik validasi, penelitian ini menggunakan Triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data dengan cara memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
sendiri, untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.
Triangulasi ada berbagai macam cara yaitu:

a. Triangulasi Sumber
Tiangulasi sumber berarti membandingkan mencek ulang derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui sumber yang berbeda. Misalnya membandingkan hasil
pengamatan dengan wawancara; membandingkan antara apa yang dikatakan umum
dengan yang dikatakan secara pribadi, membandingkan hasil wawancara dengan dokumen
yang ada.

b. Triangulasi waktu
Triangulasi waktu digunakan untuk validitas data yang berkaitan dengan perubahan
suatu proses dan perilaku manusia, karena perilaku manusia mengalami perubahan dari
waktu ke waktu. Untuk mendapatkan data yang sahih melalui observasi peneliti perlu
mengadakan pengamatan tidak hanya satu kali pengamatan saja.

c. Triangulasi teori
Triangulasi teori adalah memanfaatkan dua teori atau lebih untuk diadu atau dipadu.
Untuk itu diperlukan raneangan penelitian pengumpulan data dan analisis data yang lebih
lengkap. dengan demikian akan dapat memberikan hasil yang lebih komprehensif.

d. Triangulasi peneliti
Triangulasi peneliti adalah menggunakan lebih dari satu peneliti dalam mengadakan
observasi atau wawancara. Karena masing-masing peneliti mempunyai gaya, sikap, dan
persepsi yang berbeda dalam mengamati suatu fenomena maka hasil pengamatan dapat
berbeda dalam mengamati fenomena yang sama. Pengamatan dan wawancara dengan
menggunakan dua atau lebih pengamat/pewawancara akan dapat memperoleh data yang
lebih absah. Sebelumya tim peneliti perlu mengadakan kesepakatan dalam menentukan
kriteria/acuan pengamatan dan atau wawaneara.

e. Triangulasi metode
Triangulasi metode adalah usaha mencek keabsahan data, atau mencek keabsahan
temuan peneIitian. Trianggulasi metode dapat dilakukan dengan menggunakan lebih dari
satu teknik pengumpulan data untuk mendapatkan data yang sama. Pelaksanaannya dapat
juga dengan cara cek dan recek.

Prosedur pengumpulan data


Prosedur pengumpulan data yang kami gunakan adalah teknik wawancara /
interview. Wawancara merupakan sebuah teknik yang menggunakan proses sharing atau
bertukar informasi antara pewawancara dengan narasumber yang bertujuan untuk
mendalami informasi yang ingin didapatkan. Keberhasilan suatu wawancara ditentukan oleh
bagaimana hubungan antara subjek / narasumber dengan pewawancara. Maka ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menjalin rapport yang baik dengan narasumber
sebelum melakukan wawancara, di antaranya yakni :
1. Pewawancara harus menciptakan suasana yang santai dan bebas agar proses
wawancara berjalan dengan baik
2. Sebelum melakukan wawancara, pewawancara dapat mengawali dengan
percakapan-percakapan ringan sambil memberikan senyum dan raut wajah yang
wajar guna untuk mencairkan suasana. Pewawancara juga dapat membawakan
sesuatu (makanan atau cemilan) yang berfungsi sebagai “reward” kepada
narassumber apabila dibutuhkan
3. Setelah itu pewawancara dapat melakukan perkenalan diri terlebih dahulu serta
mengemukakakn maksud dan tujuan dari wawancara yang akan dilakukan secara
lugas dan jelas. Selain itu pewawancara juga dapat menjelaskan mengapa subjek
tersebut terpilih untuk di wawancarai
4. Pewawancara harus pandai dalam memahami keadaan subjek (harus memiliki
empati yang baik) sehingga pewawancara dapat menggiring proses wawancara
dengan baik.

prosedur yang kedua adalah dengan melakukan observasi terhadap lingkungan sekitar
dengan cara peneliti membagi waktu setiap dua hari dalam seminggu peneliti akan
meilhat kegiatan warga sekitar dalam dalam daerah yang diteliti, baik ritual
kegamaan, acara desa/kampung, dan juga melihat kebiasaan perilaku warga sekitar
dan juga warga dengan etnis tionghoa.

Partisipan yang akan dipilih untuk dilakukan wawancara adalah warga etnis cina
yang bertatus sebagai pendatang di sebuah daerah di perak.

Posisi peneliti
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan paradigma
fenemenologis. Peneliti menempatkan subjek sebagai agen yang mengetahui tentang dunia
mereka, dan meyakini bahwa kebenaran bersifat instersubjektif diantara subjek dan peneliti.
REFERENSI

● Basuki, H, (2006) Penelitian Kualitatif untuk Ilmu – Ilmu Kemanusiaan dan Budaya.
Jakarta Gunadarma
● Fadhli, Vogi Zul. 2014. ​Kedudukan Kelompok Minoritas dalam Perspektif HAM dan
Perlindungan hukumnya Di Indonesia​. Jalan Ngeksindo Nomor 5A Yogyakarta.
● James, Danandjaja MA. 2003. ​Diskriminasi Terhadap Minoritas Masih Merupakan
Masalah Aktual Di Indonesia Sehingga Perlu Ditanggulangi Segera. ​Depok
● Hanafi, Andre Bagus. 2013. ​Diskriminasi Terhadap Siswa IPS di SMA Surabaya.
Surabaya.
● Sopian, Topan Sopan.2014.​Peran Federazione Italiana Giuoco Calcio (FIGC) Dalam
Mengatasi Rasisme di Liga Italia Serie A Pada Tahun 2012​. Jurnal Hubungan
Internasional, 2 (3) : 815-830.
● Zaduqisti, Esti. 2009. ​Stereotipe Peran Gender Bagi Pendidikan Anak.​ Pekalongan
● http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2014/09/jurnal.pdf
● http://download.portalgaruda.org/article.php?article=316771&val=6946&title=Studi%20F
enomenologi:%20Tumbuhnya%20Prasangka%20Etnis%20di%20Yogyakarta
● http://download.portalgaruda.org/article.php?article=152464&val=4107&title=PRASANG
KA%20TERHADAP%20ETNIS%20TIONGHOA%20DI%20KOTA%20MEDAN:%20PER
AN%20IDENTITAS%20NASIONAL%20DAN%20PERSEPSI%20ANCAMAN
What ?
Prasangka adalah penilaian buruk yang diberikan individu-individu anggota kelompok
tertentu terhadap individu-individu anggota kelompok lain.

prasangka (​prejudice​) adalah sikap (​attitude​) negatif yang diarahkan suatu kelompok atau
kepada seseorang, yang didahului oleh adanya suatu stereotip atau pra-penilaian terhadap
kelompok tersebut.

Why?
Tujuan dilakukannya wawancara ini adalah untuk mengetahui prasangka masyarakat
pribumi terhadap masyarakat dengan etnis tionghoa.

Where?
kampung yang menjadi lingkungan tempat tinggal bagi masyarakat tionghoa yang menjadi
double​ minoritas.

Who?
masyarakat pribumi yang mempunyai lingkungan tempat tinggal yang sama dengan
masyarakat tionghoa yang menjadi ​double​ minoritas.

How?
1. surat persetujuan wawancara
2. menentukan jadwal pertemuan dengan informan.
3. guidance interview
4. Notes
5. alat tulis
6. alat bantu rekam : ​recorder ​dan kamera (bila diisinkan)
7. bingkisan (sebagai tanda terimakasih sudah mau memberikan informasi)
Interview Guidance

No. tahapan-tahapan verbatine

1 mengucapkan salam “selamat pagi/ siang/ sore/


malam “

2 memperkenalkan diri “nama saya….”

3 menjelaskan tujuan wawancara “saya ingin….”

4 menanyakan persetujuan “apakah anda setuju….”

5 menjalin raport pertanyaan sesua situasi

body
Pertanyaan Pembuka

No pertanyaan

1 apakah anda mengenal beliau?

2 seberapa lama kah anda mengenal beliau?

3 bagaimana hubungan anda selama ini dengan beliau?

tipe-tipe prasangka

No. Indikator Sub indikator pertanyaan

1 tipe-tipe Tipe ​Dominative - Apakah anda pernah mempunyai konflik


prasangka dengan beliau?

- Bagaimana anda menanggapi konflik


tersebut?

- Bagaimana anda menggambarkan belau


setelah konflik tersebut?

Tipe ​Ambivalen - Hal-hal apa saja yang anda tidak sukai


dari beliau?

- Apa yang anda rasakan saat


mengetahui bahwa anda berbagi
lingkungan tempat tinggal dengan beliau?

Tipe ​aversive - Bagaimana komunikasi anda dengan


beliau selama ini?

- Bagaimana anda menjukan tolerasi


kepada beliau?

- Apakah masalah jika anda dan beliau


dituntut untuk bekerja sama dalam
sebuah project?

2 Sumber sumber sosial - Selama ini hal-hal apa saja yang dengar
Prasangka terkait dengan masyarakat etnis
Tionghoa?

- Apakah semua masyarakat etnis


Tionghoa seperti itu?

- Apakah hal itu akan memengaruhi anda


kepada semua masyarakat tenis
tionghoa?

suber emosi - Hal-hal apa saja yang anda rasakan


saat bertemu atau berpapasan dengan
salah satu masyarakat etnis Tionghoa?

suber kognitif -bangaimana anda menilai masyarakat


etnis tionghoa, berdasarkan pengalaman
anda selama ini?

- apakah anda juga beranggapan seperti


itu terhadap beliau?

Penutup
- apakah ada hal lain yang anda ingin sampaikan terkait dengan beliau?
- menyimpulakn hasil keseluruhan wawancara
- menentukan jadwal untuk bertemu kembali dengan informan, agar dapat melengkapi
data.
- mengucpkan rasa terimakasih karena sudah mau menjadi informan dalam penelitian
ini.

Anda mungkin juga menyukai