Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit diare masih menjadi global dengan derajat kesakitan dan kematian yang

tinggi di berbagai Negara terutama di Negara berkembang, dan juga sebagai salah satu

penyebab utama tingginya angka kesakitan anak di dunia. Secara umum, diperkirakan

lebih dari 10 juta anak berusia kurang dari 5 tahun meninggal setiap tahunnya di dunia

dimana 20% meninggal karena infeksi diare. (Magdarina,2010)

Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan

kematian hampir di seluruh daerah geografis didunia dan semua kelompok usia bias di

serang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian yang tinggi terutama teradi pada

bayi dan anaak balita. Di Negara berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12

kali per tahun dan hal yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua

penyebab kematian (Aman,2004 dalam Zubir et al,2006).

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang, menurut survei morbiditas diare

tahun 2010 yang dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan, insiden diare di

Indonesia tahun 2000-2010 cenderung naik. Pada tahun 2000, angka kejadian diare

adalah 301/1000 penduduk, tahun 2003 terdapat peningkatan menjadi 374/1000

penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423/1000 penduduk dan tahun 2010 terdapat

penurunan menjadi 411/1000 penduduk. Meskipun angka kejadian diare menurun pada

tahun 2010, hal tersebut tidak menunjukkan penurunan yang signifikan. (Soebagyo,2008)
Berdasarkan jenis penyakit pada tahun 2012, diare termasuk salah satu penyakit

menular tertinggi di Sumatera Barat dengan jumlah 83.375 kasus dan diantara kasus

tersebut 11.139 kasus terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan yang merupakan insiden

tertinggi di Sumatera Barat. Tahun 2012, di kabupaten Pesisir Selatan juga merupakan

wilayah kasus diare terbanyak yang ditangani di Sumatera Barat yaitu 12.935 kasus

(72,6%) dengan angka kejadian 31,3/1000 penduduk. (Depkes, 2005).

Balita adalah kelompok umur yang rentan terhadap penyakit karena sistem imun

yang masih lemah sehingga mudah terserang infeksi bakteri, virus maupun parasit. Pada

umumnya, insiden tertinggi diare terjadi pada satu dan dua tahun kehidupan yang diikuti

penurunan dengan bertambahnya umur. Setiap tahun dapat diperkirakan 2,5 miliar kasus

diare terjadi pada anak umur di bawah lima tahun. Diare adalah penyebab ke-2 kematian

pada anak di bawah lima tahun dengan jumlah kematian sekitar 760.000 anak tiap

tahunnya. Di Indonesia, diare adalah salah satu penyakit infeksi tropis pada balita dengan

prevalensi 16,7 persen dari semua kejadian diare dan menjadi penyebab utama kematian

balita 25,2%.7 Oleh karena itu, perlu tatalaksana lebih lanjut sesuai target MDG’s

(Milenium Development Goals) ke-4 adalah penurunan kematian anak dari tahun 1990

sampai 2015 menjadi 2/3 bagian, salah satu upaya yang dilakukan adalah menurunkan

kematian karena diare melalui pencegahan faktor risiko terjadinya diare. (Zubir,

Juffrie,M dan Wibowo,T,2006).

Diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Apabila faktor

lingkungan tidak sehat yang tercemar kuman diare berakumulasi dengan perilaku

manusia yang tidak sehat maka akan menimbulkan kejadian diare balita yang ditularkan

melalui makanan dan minuman. Bagian yang terpenting dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan diare tersebut adalah dengan cara memutus rantai penularan yang

menitikberatkan kepada penanggulangan faktor risiko penyakit salah satunya sanitasi

lingkungan yang tidak higiene. (Magdarina,2010)

Faktor lingkungan yang dominan seperti pembuangan tinja dan sumber air

minum, berperan dalam penyebaran kuman diare pada balita. Pengalaman beberapa

negara membuktikan upaya penggunaan jamban sebagai tempat pembuangan tinja

mempunyai dampak yang besar terhadap penurunan risiko penyakit diare. Sarana air

minum juga merupakan bagian yang terpenting dalam kesehatan lingkungan. Semua

sumber air minum harus memenuhi syarat kesehatan air minum karena sangat erat

kaitannya dengan penyakit diare. Pembuangan air limbah RT juga berkontribusi pada

sanitasi lingkungan. ( Soebagyo, 2008)

Halaman rumah yang becek karena buruknya Saluran Pembuangan Air Limbah

(SPAL) memudahkan penularan penyakit diare balita terutama yang ditularkan oleh

cacing dan parasit. Limbah padat seperti sampah juga merupakan media yang baik untuk

berkembangbiaknya vektor penyakit.

Data laporan bidang P2B & PL Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan

menunjukkan bahwa Puskesmas Surantih adalah salah satu dari 18 puskesmas yang

berada di Kabupaten Pesisir Selatan dengan insiden diare terbanyak ditangani tahun

2012. Jumlah diare yang ditangani di Puskesmas Kambang tahun 2012 adalah 1.257

kasus atau 9,7% dari total kejadian diare di Kabupaten Pesisir Selatan. Kejadian diare

pada balita adalah 336 kasus (26,7%). Hal tersebut menunjukkan hampir sepertiga dari

jumlah kejadian diare di Puskesmas Surantih terjadi pada umur balita.


Berdasarkan profil laporan tahunan Puskesmas Surantih, di Kecamatan Sutera

tahun 2012, beberapa aspek sanitasi lingkungan seperti jamban, sarana air minum, SPAL

dan pengelolaan sampah yang sehat kurang dari 60%. Berdasarkan data tersebut,

diantaranya masih ada penduduk yang membuang tinja sembarangan akibat tidak

tersedianya jamban keluarga.Selain itu, penduduk di wilayah kerja Puskesmas Surantih

sebagian besar mendapatkan sarana air minum dari air sumur gali yang kemungkinan

cenderung terkontaminasi. Data laporan Puskesmas Surantih, penduduk disana juga

bermasalah dengan SPAL dan sampah. SPAL dan pengelolaan sampah yang tidak

memenuhi syarat sanitasi kesehatan merupakan media yang baik sebagai reservoir bibit

penyakit. (Profil Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan,2010)

Berdasarkan hasil penelitian Yulisa (2008) diketahui bahwa ada pengaruh tingkat

pendidikan, sumber air minum, kualitas fisik air minum, jenis jamban keluarga, jenis

lantai rumah serta serta tidak ada pengaruh jenis pekerjaan dengan kejadian diare pada

anak balita.

Berdasarkan Latar Belakang diatas maka penulis ingin Melakukan penelitian

mengenai factor lingkungan dan factor sosiodemografi yang berhubungan dengan

kejadian diare pada anak balita di puskesmas wilayah kerja Surantih Kecamatan Sutera.
B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah Apakah ada hubungan antara factor lingkungan dan factor

sosiodemografi dengan kejadian diare pada balita di wilayah kerja puskesmas Surantih

Kecamatan Sutera

C. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan factor lingkungan dan factor sosiodemografi dengan

kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan

sutera.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare pada

anak balita di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan sutera

b. Mengetahui hubungan antara Sumber air mnum dengan kejadian diare pada anak

balita di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan sutera

c. Mengetahui hubungan antara jenis tempat pembuangan tinja dengan kejadian

diare pada anak balita di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan sutera

d. Mengetahui hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada anak

balita di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan sutera.


D. MANFAAT

1. Bagi Masyarakat

Memberikan informasi tentang factor lingkungan dan factor sosiodemografi yang

dapat mempengaruhi kejadian diare pada balita sehingga masyarakat dapat

melakukan upaya pencegahan pada kasus diare di wilayah kera puskesmas

surantih, kecamatan sutera

2. Bagi Instalasi Terkait

Memberikan informasi bagi instalasi terkait khusus nya Puskesmas Surantih

tentang factor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita

sehingga dapat dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan dan penanggulangan

diare di wilayah kerja puskesmas surantih kecamatan sutera

3. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan data dasar dan acuan bagi peneliti

lain, misalnya tentang pengaruh perilaku ibu terhadap keadian diare pada anak balita.

E. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup materi ini diharapkan pada factor lingkungan yang meliputi

sumber air minum, tempat pembuangan tinja, jenis lantai rumah dan factor

sosiodemografi yang meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan umur ibu yang

berhubungan dengan kejadian diare pada anak balita di wilayah kerja puskesmas

surantih kecamatan sutera.s


DAFTAR PUSTAKA

Destri, Magdarina.2010. Morbiditas dan Mortalitas Diare Pada Balita di Indonesia Tahun

2000-2007.

Depkes. R. I, 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare, Jakarta : Ditjen PPM

dan PL.

Irianto, J, Soesanto. S, Supraptini, Inswiari, Irianti, S. dan Anwar,A. 1996. Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Kejadian Daire pada Anak Balita (Analisa Lanjut Data SDKI 1994).

Notoatmodjo, S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta

Pitono, A, J., Dasuki, A., Ismail, D., 2006. Penatalaksanaan Diare Di Rumah Pada Balita.

Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat. Vol. 22. No.1. maret 2006 : 7-14.

Sander, M. A., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di Desa

Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol 2.No.2. Juli-

Desember 2005 : 163-193.

Sanropie, D., 1989. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman Proyek

Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat. Jakarta : PUSDIKNAKES.

Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.

Yulisa., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare pada Anak

Balita (Studi pada Masyarakat Etnis Dayak Kelurahan Kasongan Baru Kecamatan

Kecamatan Kentingan Hilir Kabupaten Kentingan Kalimantan Tengah). (Skripsi)

Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro.


Zubir, Juffrie, M., dan Wibowo, T., 2006. Faktor-Faktor Risiko Kejadian Diare

Akut pada Anak 0-35 Bulan (BATITA) di Kabupaten Bantul. Sains

Kesehatan. Vol 19. No 3. Juli 2006. ISSN 1411-6197 : 319-332.

Anda mungkin juga menyukai