Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Angka kematian bayi di Indonesia masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan
negara berkembang lainnya. Berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2000,
Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia sebesar 54 per 1000 kelahiran hidup dan pada tahun 2006
menjadi 49 per 1000 kelahiran hidup. Menurut WHO, ditemukan bahwa 29% kematian bayi
disebabkan oleh berat badan lahir rendah (BBLR). Bayi baru lahir dapat mengalami perawatan
di ruang perawatan intensif dengan berbagai alasan masuk, diantaranya prematuritas, BBLR,
sepsis, kesulitan bernafas, atau gagal nafas. Perawatan bayi baru lahir di ruang perawatan
intensif memerlukan waktu yang cukup lama, dari beberapa minggu hingga beberapa bulan
(Mundy, 2010). Bayi akan terpapar lingkungan yang bervariasi dan stimulus berlebihan dengan
berbagai prosedur yang dilakukan. Perawatan tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi
bayi dan orang tuanya.Bayi yang lahir dengan berat lahir rendah, selain menyebabkan tingginya
angka kematian tetapi juga berisiko mengalami gangguan kognitif dan memiliki tingkat
intelligence quotient (IQ) yang lebih rendah (UNICEF, 2012). Bayi yang mendapatkan
perawatan di rumah sakit, apalagi di ruang perawatan intensif, sering mengalami masalah,
terutama infeksi, stres hospitalisasi, serta gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Penelitian Setiasih, Fatimah, dan Rahayu (2013)
FCC merupakan model perawatan bayi di ruang perawatan intensif, dimana perawat melibatkan
orang tua dalam merawat bayi yang sakit dengan bimbingan dan arahan dari perawat (Mattsson,
Forsner, Castre´n, & Arman, 2013). FCC merupakan model yang relatif aman dan mudah
diterapkan. Selain itu, model ini juga terbukti dapat meningkatkan berat badan bayi,
menurunkan behavioral stress pada bayi, meningkatkan kesejahteraan dan bonding attachment
antara ibu dan bayi, menurunkan stres yang dialami orang tua terkait perawatan bayinya,
menurunkan length of stay (LOS), dan membuat orang tua merasa lebih percaya diri dan

1
kompeten dalam merawat bayinya setelah pulang ke rumah (Sikorova & Kucova, 2012;
Skene, Franck, Curtis, & Gerrish, 2012; Byers et al., 2012; & O’Brien et al., 2013).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Prinsip Atraumatik Care

2. Bagaimana Konsep Dasar Pada Family Center Care

3. Bagaimana Tujuan Family Center Care

4. Bagaimana Penerapan Family Center Care Diruang NICU

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :


1. Untuk Mengetahui Pengertian Atraumatik Care
2. Untuk Mengetahui Prinsip-Prinsip Dari Atraumatik Care
3. Untuk mengetahui Penerapan Family Centered Care Dalam perawatan bayi di
Ruang NICU.
4. Untuk Mengetahui Penerapan Prinsip Atraumatik Care

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ATRAUMATIK CARE

Atraumatic care merupakan bentuk keperawatan terapeutik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan pelayanan kesehatan anak, melalui penggunaan tindakan yang dapat
mengurangi distres fisik maupun distres psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya
(Supartini, 2014). Atraumatic care adalah perawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak
maupun keluarga (Hidayat, 2012). Pengalaman yang sangat traumatik dan penuh dengan stres fisik
dan psikologis ini dialami anak dan orang tua pada saat menjalani hospitalisasi (Supartini, 2014).

Atraumatic care bermanfaat untuk mencegah masalah psikologis (kecemasan) dan


mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan pada anak yang di hospitalisasi (Hidayat, 2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Rini dan koleganya (2013) membuktikan bahwa terdapat korelasi
kuat antara penerapan atraumatic care dengan penurunan tingkat kecemasan pada anak yang
menjalani hospitalisasi. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Breving dan
koleganya (2015) membuktikan bahwa penerapan atraumatic care berpengaruh menurunkan
kecemasan saat pemasangan infus pada anak yang menjalani hospitalisasi.

Atraumatic care adalah suatu tindakan perawatan terapeutik yang dilakukan oleh perawat
dengan menggunakan intervensi melalui cara mengeliminasi atau meminimalisasi stress psikologi
dan fisik yang dialami oleh anak dan keluarganya dalam sistem pelayanan kesehatan ( Supartini,
2009). Dalam Wong (2008) menyebutkan bahwa atraumatic cara berhubungan dengan siapa, apa,
kapan, dimana, mengapa, bagaimana dari setiap prosedur tindakan yang ditujukan pada anak
bertujuan untuk mencegah atau meminimalisir stress psikologi dan fisik.Prosedur perawatan
menyangkut tempat pemberian perawatan, misal di rumah, rumah sakit, klinik ataupun tempat
kesehatan yang lain. Personel menyangkut hal orang yang terlibat langsung dalam pemberian
terapi atau tindakan. Intervensi melingkupi cakupan psikologi seperti intervensi kejiwaan, yang
mengijinkan orang tua dan anak dalam satu ruangan. Tekanan psikologi menyangkut, takut, marah,
rasa malu, kecemasan, rasa sedih, kecewa, dan rasa bersalah. Adapun rentang tekanan.

3
Atraumatic care merupakan salah satu filosofi atau dasar dalam penerapan pelayanan asuhan
keperawatan pada anak. Tujuannya adalah untuk mengurangi dampak trauma saat menjalani
perawatan fisik pada anak maupun keluarga (Hockenberry & Wilson, 2013). Berbagai kemajuan
yang luar biasa telah dicapai dalam keperawatan anak sehingga menimbulkan banyak perubahan
dalam penyembuhan penyakit dan memperpanjang kehidupan anak. Namun proses tersebut
merupakan hal yang bersifat traumatis, menyakitkan, merepotkan, dan menakutkan.

Hospitalisasi adalah pengalaman tidak menyenangkan dan penuh stres pada anak maupun
keluarga. Stresor utama dialami dapat berupa perpisahan dengan keluarga kehilangan, kontrol,
perlukaan tubuh, dan nyeri sehingga menimbulkan kecemasan pada anak (Kyle & Charman, 2017).
Atraumatic care merupakan salah satu filosofi atau dasar dalam penerapan pelayanan asuhan
keperawatan pada anak. Tujuan dari pelaksanaan atraumatic care mengurangi dampak trauma saat
menjalani perawatan baik fisik maupun psikologis pada anak dan keluarga (Hockenberry &
Wilson, 2013).

Reaksi anak pada hospitalisasi :

1. Masa bayi (0-1 th)


Dampak perpisahan
Pembentukan rasa P.D dan kasih sayang
Usia anak > 6 bln terjadi stanger anxiety /cemas
a. Menangis keras
b. Pergerakan tubuh yang banyak
c. Ekspresi wajah yang tak menyenangkan

2.Masa todler (2-3 th)


Sumber utama adalah cemas akibat perpisahan .Disini respon perilaku anak dengan tahapnya.
a. Tahap protes menangis, menjerit, menolak perhatian orang lain
b. Putus asa menangis berkurang,anak tak aktif,kurang menunjukkan minat bermain, sedih,
apatis
c. Pengingkaran/ denial
1). Mulai menerima perpisahan
2). Membina hubungan secara dangkal

4
3). Anak mulai menyukai lingkungannya

3. Masa prasekolah ( 3 sampai 6 tahun )


a. Menolak makan
b. Sering bertanya
c. Menangis perlahan
d. Tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan
Sering kali dipersepsikan anak sekolah sebagai hukuman. Sehingga ada perasaan malu, takut
sehingga menimbulkan reaksi agresif, marah, berontak,tidak mau bekerja sama dengan
perawat.

4. Masa sekolah 6 sampai 12 tahun


Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang dicintai, keluarga,
sosial sehingga menimbulkan kecemasan. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan
peran dlm klg, kehilangan klp sosial,perasaan takut mati,kelemahan fisik. Reaksi nyeri bisa
digambarkan dgn verbal dan non verbal.

5. Masa remaja (12 sampai 18 tahun )


Anak remaja begitu percaya dan terpengaruh kelompok sebayanya. Saat MRS cemas karena
perpisahan tersebut. Pembatasan aktifitas kehilangan kontrol. Reaksi yang muncul :
a. Menolak perawatan / tindakan yang dilakukan
b. Tidak kooperatif dengan petugas.

B. Dibawah Ini Ada Beberapa Contoh Mengenai Penerapan Prinsip Atraumatic Care
Khususnya Bagi Perawat Yang Bekerja Di Bagian Keperawatan Anak.

1. Mencegah atau mengurangi stresor fisik:

a. Pada saat melakukan injeksi gunakan Numbing techniques (tehnik Baal/ dibuat kebas)
sehingga nyeri dapat dikurangi.
Pada saat tindakan invasif hindari penggunaan restrain atau bedong (holding down) gendong atau
peluk anak sambil duduk/berdiri ( theraupetic hugging). kecuali jika tidak ada pilihan anak boleh

5
di tidurkan dan orang tua berdiri dekat kepala anak untuk memfasilitasi rasa nyaman dan aman.
(tetapi dipertimbangkan kembali apakah orang tua bersedia ikut dalam tindakan invasif dan
bagaimana manfaatnya apakah anak malah tambah rewel atau bagaimana?
Perawat bertindak sebagai advocate untuk meminimalkan tindakan pengambilan/pemeriksaan
darah, meminimalisir obat-obatan SC dan IM, penggunaan manajemen nyeri yang sesuai dengan
usia (misalnya distraksi, relaksasi, dll).

2. Mencegah atau mengurangi Pemisahan Anak dengan Orang tua

Perawat mendukung prinsip "Family-Centered Care" bahwa keluarga adalah pusat/fokus


pemberian asuhan keperawatan (bukan dokter ya..), keluarga berhak mengambil keputusan, tahu
tentang kondisi pasien, dan perawat menghormati hak-hak keluarga. Rumah sakit memfasilitasi
akomodasi yang nyaman, seperti kamar, ruang tunggu, toilet, fasilitas makan& minum, dll.
Berikan pilihan kepada orangtua untuk ikut dalam tindakan invasif seperti pengambilan darah,
pasang infus, NGT atau tidak? dukung dan hormati setiap pilihan yang diambil Orangtua.

C. PRINSIP ATRUMATIC CARE

Menurut Azis, A (2005) mengatakan untuk mencapai perawatan tersebut beberapa prinsip
yang dapat dilakukan perawat antara lain :
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan anak dengan keluarga. Dampak perpisahan dari
keluarga, anak mengalami gangguan psikologis seperti ketakutan, kecemasan, dan kurangnya
kasih sayang. Gangguan ini akan menghambat proses dari penyembuhan anak dan dapat
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak.
b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan anak, melalui peningkatan
kontrol orang tua pada diri anak diharapkam anak mampu mandiri dalam kehidupannya, anak akan
selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada dalam segala
hal, serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua dalam mengawasi
perawatan anaknya.

c. Mencegah dan mengurangi (injury) nyeri (dampak psikologis). Mengurangi nyeri merupakan
tindakan yang harus dilakukan dalam keperawatan anak. Proses pengurangan rasa nyeri sering
tidak bisa dihilangkan secara cepat akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik misalnya

6
distraksi, relaksasi, imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan
nyeri akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat menggangu pertumbuhan dan
perkembangan anak.

d. Tidak melakukan kekerasan pada anak. Kekerasan pada anak akan menimbulkan gangguan
psikologis yang sangat berarti dalam kehidupan anak. Apabila terjadi pada anak dalam proses
tumbuh kembang maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terlambat, dengan demikian
tindakan pada anak sangat tidak dianjurkan karena akan memperberat kondisi anak.

Dalam Wong (2008) tujuan mencapai perawatan atraumatic care adalah pertama, jangan
menyakiti. Sehingga terdapat tiga prinsip kerangka kerja untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu,
mencegah atau meminimalkan perpisahan anak dari orangtua, meningkatkan kontrol diri,
mencegah atau meminimalkan cedera tubuh. Contoh dari peningkatan tindakan atraumatic care
menyangkut mengorganisir hubungan orangtua dengan anak selama hospitalisasi, persiapan anak
sebelum tindakan atau prosedur yang tidak menyenangkan, mengontrol rasa nyeri, mengijinkan
privasi anak, alihkan dengan bermain untuk menghindarkan rasa takut (Ranita, 2011). Karena anak
akan stress dan gelisah serta tidak tenang berada di rumah sakit tanpa orangtua di sampingnya,
orangtua pun merasa semakin stress. Stress psikologi pada orang tua dapat berupa perhatian
terhadap nasib anak mereka, lamanya tinggal di rumah sakit, ketidak mampuan berkomunikasi
secara efektif dengan profesional kesehatan, dan tidak adekuatnya pengetahuan dan pemahaman
tentang situasi kondisi penyakit.

D. PENGERTIAN FAMILY CENTER CARE

Keluarga sebagai suatu kehidupan yang konstan dan seorang individu yang mendukung,
menghargai, dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi dalam memberikan asuhan keperawatan
terhadap anak ( Johson, 1989).
Sistem pelayanan dan personelnya harus mendukung, menghargai, memicu, dan meningkatkan
kekuatan dan kompetensi keluarga melalui pendekatan pemberdayaan dan perbantuan efektif (
Dunst dan Trivette, Wong 1999).
Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat
kesehatan komunitas. Apabila setiap keluarga sehat, akan tercipta komunitas yang sehat. Masalah

7
kesehatan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga dapat mempengaruhi anggota keluarga
yang lain. Peran perawat keluarga sangat dibutuhkan oleh keluarga untuk membangun keluarga
sehat sesuai budayanya. Perawat berperan sebagai pemberi asuhan keperawatan, konselor,
pendidik, atau peneliti agar keluarga dapat mengenal tanda bahay dini gangguan kesehatan pada
anggota keluarganya. Sebagai perawat, kita harus mampu memfasilitasi keluarga dalam pemberian
tindakan keperawatan langsung, pemberian pendidikan kesehatan pada anak, memperhatikan
bagaimana kehidupan sosial, budaya dan ekonomi keluarga sehingga dapat membantu
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari keluarga tersebut dalam memberikan pelayanan
keperawatan.

E. TUJUAN FAMILY CANTER CARE

Tujuan dari family care center ini adalah memelihara peran keluraga dan perawat dalam
merawat anak di rumah sakit untuk mengurangi rasa cemas dan rasa keputusasaan ketika anak
mengetahui penyakit yang dideritanya. Keluarga dapat menjalankan fungsinya sebagai koping
bagi anak untuk memberikannya kenyamanan emosional, membantu anak dalam membentuk
identitas dan mempertahankan saat terjadi stress (Friedman, 1992). Mengurangi stersor dan reaksi
keluarga terhadap anak yang dihospitalisasi. Karena stresor juga bisa berdampak pada orang tua
atau keluarga klien diakibatkan rasa takut, cemas dan frustasi akan keseriusan penyakit yang di
derita oleh anggota keluarganya.

F. PENERAPAN FAMILY CENTERED CARE DALAM PERAWATAN BAYI SAKIT


KRITIS DI NEONATAL INTENSIVE CARE UNIT (NICU)

Sistem perawatan bayi di NICU memberikan dampak negatif bagi bayi dan orang tua.
Upaya yang dapat dikembangkan untuk meminimalkan dampak tersebut yaitu dengan
mengaplikasikan family centered care (FCC). Langkah pertama upaya tersebut adalah
mengidentifikasi kebutuhan orang tua. Dalam penelitian sebelumnya, kebutuhan orang tua sangat
bervariasi. Penelitian bertujuan mengidentifikasi kebutuhan FCC dalam perawatan bayi sakit kritis
di NICU. Metode penelitian menggunakan mixed method dengan strategi eksplanatoris sekuensial.
Penelitian kuantitatif dilakukan terhadap 45 responden dan menggunakan kuesioner NICU Family

8
Need Inventory. Analisis data dilakukan dengan mean. Penelitian kualitatif dilakukan terhadap 7
partisipan dengan menggunakan pedoman wawancara. Analisis data menerapkan teknik content
analysis. Penelitian dilaksanakan di NICU Rumah Sakit Pemerintah Wilayah Bandung Raya.
Orang tua memiliki urutan prioritas kebutuhan terhadap kepastian (M = 3,90), informasi (M =
3,82), kedekatan (M = 3,76), dukungan (M = 3,49), dan kenyamanan (M = 3,37). Pada penelitian
kualitatif didapatkan, orang tua lebih membutuhkan kepastian terkait jaminan bayinya
mendapatkan perawatan terbaik; kebutuhan terhadap informasi jujur, jelas, dan rutin mengenai
kondisi, perkembangan, dan tindakan yang dilakukan terhadap bayi; dan kebutuhan terhadap
kedekatan untuk selalu dekat dan melakukan kontak dengan bayi. Kebutuhan orang tua lebih
berfokus pada kesejahteraan bayi. Dalam melakukan asuhan keperawatan, selain meningkatkan
pelayanan terhadap bayi, perawat harus memerhatikan kebutuhan orang tua terkait jaminan
kepastian bayinya mendapatkan perawatan terbaik, penyampaian informasi dengan komunikasi
terbuka, dan menjalin kontak dengan bayi. Dengan mengidentifikasi kebutuhan orang tua, dapat
menuntun perawat mengintegrasikan kebutuhan orang tua kedalam FCC sehingga orang tua dapat
memenuhi kebutuhannya, mendapatkan kepuasan, dan meningkatkan kualitas hidup bayi.

Langkah pertama untuk mengaplikasikan model FCC di ruang perawatan intensif


neonatal adalah dengan mengidentifikasi kebutuhan orang tua. Menurut Ward (2001), kebutuhan
orang tua dibagi kedalam 5 hal, yaitu: kebutuhan terhadap informasi (information), kebutuhan
terhadap kepastian (assurance), kebutuhan terhadap kedekatan (proximity), kebutuhan terhadap
kenyamanan (comfort), dan kebutuhan terhadap dukungan (support). Jika kebutuhan orang tua
dapat diidentifikasi dengan baik, maka perawat dapat memberikan dukungan yang tepat bagi
orang tua dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan terpenuhinya kebutuhan orang tua,
dapat meningkatkan kualitas perawatan yang diberikan oleh perawat di ruang perawatan
intensif neonatal, baik kepada anak, orang tua, maupun keluarganya. Sebaliknya, respon yang
tidak tepat dalam menanggapi kebutuhan orang tua, dapat menyebabkan orang tua lebih
cemas, stres, takut, dan kebingungan (Ward, 2001).

9
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Didalam family center care keluarga didukung dan diberdayakan dalam peranannya sebagai
pengasuh alamiah dan pembuat keputusan dengan cara membina kemampuan uniknya sebagai
individu dan keluarga. Sehingga peran dan fungsi keluarga bisa berjalan seperti biasanya dan tidak
ada yang berubah selama anak dalam hospitalisasi. Family center care juga dapat membuat anak
mengurangi rasa cemasnya akibat hospitalisasi, dan lebih mendekatkan keluarga dengan anak.
Atraumatic care merupakan asuhan keperawatan yang tidak menimbulkan trauma pada anak
dan keluarganya dan merupakan asuhan yang teurapetik karena bertujuan sebagai therapi pada
anak. Atraumatic care merupakan bentuk perawatan teurapetik yang diberikan oleh tenaga
kesehatan dalam tatanan kesehatan anak, melalui penggunakan tindakan yang dapat mengurangi
stres fisik maupun stres psikologis yang dialami anak maupun orang tuanya. Atraumatic care
bukan suatu bentuk intervensi yang nyata terlihat, tetapi memberikan perhatian pada apa, siapa,
dimana, mengapa dan bagaimana prosedur dilakukan pada anak dengantujuan mencegah dan
mengurangi stres fisik maupun psikologis.

B. SARAN

Bagi Ilmu Keperawatan dapat dijadikan masukan sebagai terapi kepada klien untuk membantu
mengurangi dampak kecemasan akibat hospitalisasi terutama pada anak usia prasekolah. Dan
penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna maka dari itu sangat diharapkan
kritik dan sarannya dari para pembaca yang bersifat membangun agar kedepan penulis dapat
menyempurnakan makalah ini.

10
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, aziz hidayat. 2008. Pengantar ilmu keperawatan anak 2 cet. 3 jilid ke 2.
Jakarta; Salemba medika BETS, Cecili Lynn. 2009. Buku saku : keperawatan
pediatric edisi 5 cet 1. Jakarta; EGC

https://jka.stikesalirsyadclp.ac.id/index.php/jka/article/view/26

http://eprints.unsri.ac.id/2384/1/artikel_FCC_pra_sekolah...pdf

http://scholar.unand.ac.id/29846/4/%283%29%20BAB%20VII%20KESIMPULA
N%20DAN%20SARAN.pdf

11

Anda mungkin juga menyukai