Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jalan memiliki peranan penting dalam kehidupan diantaranya
memperlancar arus distribusi barang dan jasa, sebagai akses penghubung
antar daerah yang satu dengan daerah yang lain serta dapat meningkatkan
perekonomian dan taraf hidup masyarakat.
Perkembangan ekonomi dapat tercapai dengan dukungan prasarana jalan
yang memadai. Dukungan tersebut dapat diwujudkan melalui usaha-usaha
antara lain menetapkan kondisi jalan dan pembangunan jalan yang memenuhi
standar perencanaan. Pembangunan jalan baru maupun peningkatan jalan
yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas jalan raya, tentu
akan memerlukan metode yang efektif dalam perancangan agar diperoleh
hasil yang terbaik dan ekonomis, memenuhi unsur keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan.
Pelayanan jalan yang baik, aman, nyaman dan lancar akan terpenuhi jika
lebar jalan yang cukup dan tikungan-tikungan dibuat berdasarkan persyaratan
teknis geometrik jalan raya, baik alinyemen vertikal, alinyemen horizontal
serta tebal perkerasan itu sendiri, sehingga kendaraan yang melewati jalan
tersebut dengan beban dan kecepatan rencana tertentu dapat melaluinya
dengan aman dan nyaman. Oleh karena itu, pembangunan prasarana jalan
bukanlah hal yang mudah, disamping membutuhkan dana yang tidak sedikit,
juga diperlukan perencanaan yang baik.
Salah satu upaya dalam mengatasi hal tersebut adalah dengan
membangun dan meningkatkan jalan yang salah satunya adalah Perencanaan
Geometrik dan Tebal Perkerasan Jalan. Pembangunan jalan ini diharapkan
dapat memperlancar arus lalu lintas baik manusia maupun barang/jasa
sehingga dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat di daerah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa yang dimaksud dengan klarifikasi jalan?
b. Apa yang dimaksud dengan kecepatan rencana?
c. Apa saja bagian – bagian dari jalan?
d. Apa saja yang dimaksud dengan alinyemen horizontal?
e. Apa saja yang dimaksud dengan alinyemen vertikal?
1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui maksud dari klarifikasi jalan
b. Untuk mengetahui kecepatan rencana
c. Untuk mengetahui bagian-bagian jalan
d. Mengetahui maksud dari alinyemen horizontal
e. Mengetahui maksud dari alinyemen vertikal

1.4 Teknik Perencanaan


Dalam penulisan ini perencanaan yang menyangkut hal pembuatan jalan
akan disajikan sedemikian rupa sehingga memperoleh jalan sesuai dengan fungsi
dan kelas jalan. Hal yang akan disajikan dalam penulisan ini adalah :

1.4.1 Perencanaan Geometrik Jalan


Dalam perencanaan geometrik jalan raya pada penulisan ini mengacu pada
Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota ( TPGJAK ) Tahun
1997 dan Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Tahun 1970 yang
dikeluarkan oleh Dinas Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Bina Marga.
Perencanaan geometrik ini akan membahas beberapa hal antara lain :
a. Alinemen Horisontal
Alinemen (Garis Tujuan) horisontal merupakan trase jalan yang
terdiri dari :
 Garis lurus (Tangent), merupakan jalan bagian lurus.
 Lengkungan horisontal yang disebut tikungan yaitu :
a.) Full – Circle
b.) Spiral – Circle – Spiral
c.) Spiral – Spiral
 Pelebaran perkerasan pada tikungan.
 Kebebasan samping pada tikungan

b. Alinemen Vertikal
Alinemen Vertikal adalah bidang tegak yang melalui sumbu jalan atau
proyeksi tegak lurus bidang gambar. Profil ini menggambarkan tinggi
rendahnya jalan terhadap muka tanah asli.
c. Stationing
d. Overlapping
1.5 Bagan Alir / Flow Chart Perencanaan
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Klarifikasi Jalan


Klasifikasi jalan merupakan aspek penting yang pertama kali
harus diidentifikasikan sebelum melakukan perancangan jalan.
Karena kriteria desain suatu rencana jalan yang ditentukan dari
standar desain ditentukan oleh klasifikasi jalan rencana. Klasifikasi
jalan dibagi dalam beberapa kelompok (TPGJAK, 1997), yaitu :
a. Klasifikasi menurut fungsi jalan, terbagi atas:
- Jalan Arteri
Adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah
jalan masuk dibatasi secara efisien.
- Jalan Kolektor
Adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi
dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata
sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
- Jalan Lokal
Adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.
- Jalan Lingkungan.
Adalah jalan yang melayani lingkungan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah
jalan masuk tidak dibatasi.

b. Klasifikasi menurut kelas jalan


- Klasifikasi menurut kelas jalan berkaitan dengan kemampuan
jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam
muatan sumbu terberat (MST) dalam satuan ton.

Laporan Geometric Jalan Raya 3


- Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta
kaitannya dengan kasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat
dalam Tabel 2.1.

c. Klasifikasi Menurut Medan Jalan


- Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian
besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur.

- Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik


dapat dilihat dalam tabel 2.2.

- Keseragaman kondisi medan yang diproyeksikan harus


mempertimbangkan keseragaman kondisi medan menurut
rencana trase jalan dengan mengabaikan perubahan-
perubahan pada bagian kecil dari segmen rencana jalan
tersebut.

d. Klasifikasi Menurut Wewenang Pembinaan Jalan

Laporan Geometric Jalan Raya 4


Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP.
No.26/1985 adalah jalan nasional, jalan provinsi, jalan
kabupaten/kotamadya, jalan desa, dan jalan khusus.
- Jalan nasional merupakan jalan arteri dan kolektor dalam
sistem jaringan jalan primer yang memhubungkan antar ibu
kota propinsi dan jalan strategis nasional serta jalan tol.

- Jalan provinsi adalah jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan


primer yang menghubungkan ibu kota propinsi dan ibu kota
kabupaten.

- Jalan kabupaten adalah jalan lokal dalam sistem jaringan jalan


primer yang menghungkan ibu kota kabupaten dengan ibu kota
kecamatan serta jalan umum dalam jaringan jalan sekunder
dalam suatu wilayah kabupaten.

- Jalan kota merupakan jalan umum dalam sistem jaringan


sekunder yang fungsinya menghubungkan pusat pelayanan
dalam kota, pusat pelayanan dengan persil serta antar
permungkiman dalam kota.

- Jalan desa adalah jalan umum yang berfungsi menghubungkan


wilayah pemungkiman dalam desa.

- Jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan


usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk
kepentingan sendiri.

2.2 Kecepatan Rencana


Kecepatan rencana (VR ) adalah kecepatan yang dipilih untuk
keperluan perencanaan setiap bagian jalan raya seperti : tikungan,
kemiringan jalan, jarak pandang, kelandaian jalan, dan lain–lain.
Kecepatan rencana tersebut merupakan kecepatan tertinggi

Laporan Geometric Jalan Raya 5


menerus dimana kendaraan dapat berjalan dengan aman dan
keamanan itu sepenuhnya bergantung dari bentuk jalan.

Kecepatan rencana tergantung kepada :


a. Kondisi pengemudi dan kendaraan yang bersangkutan
b. Sifat fisik jalan dan keadaan medan disekitarnya
c. Cuaca
d. Adanya gangguan dari kendaraan lain
e. Batasan kecepatan yang diijinkan

Kecepatan rencana inilah yang dipergunakan untuk dasar perencanaan


geometrik (alinyemen). Kecepatan rencana dari masing–masing kendaraan
dapat ditetapkan pada tabel 2.3.

2.3 Bagian – Bagian Jalan


Bagian jalan dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian, antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Daerah Manfaat Jalan (DAMAJA)
Daerah manfaat jalan adalah suatu ruang sepanjang jalan yang dibatasi
oleh lebar antara batas ambang pengaman konstruksi jalan di kedua sisi
jalan,tinggi 5 meter di atas permukaan perkerasan pada sumbu jalan dan
kedalaman ruang bebas 1,5 meter di bawah muka jalan yang
dimanfaatkan untuk konstruksi jalan yang terdiri dari badan jalan,
saluran tepi jalan dan ambang pengamannya.

2. Daerah Milik Jalan (DAMIJA)


Daerah milik jalan disebut juga ROW (right of way). Daerah milik jalan
dibatasi oleh lebar yang sama dengan daerah manfaat jalan ditambah
dengan ambang pengaman konstruksi jalan dengan tinggi 5 meter dan
kedalaman 1,5 meter.
3. Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA)

Laporan Geometric Jalan Raya 6


Daerah pengawasan jalan adalah ruang sepanjang jalan di luar Daerah
manfaat jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang diukur
dari sumbu jalan sebagai berikut :
a. Jalan arteri minimum 20 meter.
b. Jalan kolektor minimum 15 meter.
c. Jalan lokal minimum 10 meterr

Gambar 2.1 Posisi Damija, Damaja, Dawasja


(Sumber : Hamirhan Saodang, 2004)

2.4 Alinyemen Horizontal


Alinyemen horizontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang
horizontal. Alinyemen horizontal dikenal juga dengan nama situasi jalan
atau trase jalan. Alinyemen horizontal terdiri dari garis-garis lurus yang
dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung tersebut terdiri
dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan saja atau
busur lingkaran saja. (Silvia Sukirman, 1999: 67)
Dalam pembuatan jalan harus ditentukan trase jalan yang diterapkan
sedemikian rupa, agar dapat memberikan pelayanan yang baik sesuai
dengan fungsinya, serta mendapatkan keamanan dan kenyamanan bagi
pemakainya. Untuk membuat trase jalan yang baik dan ideal, maka harus
mempertimbangkan syarat-syarat sebagai berikut :
1. Syarat Ekonomis
a. Penarikan trase jalan yang tidak terlalu banyak memotong kontur,
sehingga dapat menghemat biaya dalam pelaksanaan pekerjaan galian
dan timbunan nantinya.
b. Penyediaan material dan tenaga kerja yang diharapkan tidak terlalu
jauh dari lokasi proyek sehingga dapat menekan biaya.

Laporan Geometric Jalan Raya 7


2. Syarat Teknis
Tujuan dari syarat teknis ini adalah untuk mendapatkan jalan yang
dapat memberikan rasa keamanan dan kenyamanan bagi pemakai jalan
tersebut. Oleh karena itu perlu diperhatikan keadaan topografi tersebut,
sehingga dapat dicapai perencanaan yang baik sesuai dengan keadaan
daerah tersebut. Pada perencanaan alinyemen horizontal, umumnya akan
ditemui dua jenis dari bagian jalan yaitu bagian lurus dan bagian
lengkung (tikungan).

2.4.1

Panjang bagian lurus


1. Dengan mempertimbangkan factor keselamatan pemakai jalan,
ditinjau dari segi kelelahan pengemudi, maka panjang maksimum
bagian jalan yang lurus harus di tempuh dalam waktu tidak lebih
dari 2,5 menit (sesuai VR ).
2. Panjang bagian lurus dapat ditetapkan dari Tabel berikut

Tabel 2.4 Panjang bagian lurus maksimum

2.4.2 Jenis -Jenis Tikungan


Di indonesia yang sesuai standar Dinas Pekerjaan Umum Bina
Marga, tikungan terbagi tiga jenis, yaitu :
a. Tikungan Full Circle (FC)
Tidak semua lengkung dapat dibuat berbentuk busur lingkaran
sederhana (Full Circle), hanya lengkung dengan radius yang besar
yang diperbolehkan. Pada tikungan yang tajam, dimana radius
lengkung kecil dan superelevasi yang dibutuhkan besar, lengkung
dengan bentuk busur 37 lingkaran akan menyebabkan perubahan

Laporan Geometric Jalan Raya 8


kemiringan melintang yang besar dan menyebabkan timbulnya
kesan patah pada tepi perkerasan sebelah luar. Efek negatif tersebut
dapat dikurangi dengan membuat lengkung peralihan. Lengkung
busur lingkaran sederhana hanya dapat digunakan untuk radius
lengkung yang besar (disarankan >, dimana superelevasi yang
dibuthkan kurang atau sama dengan 3%). (Hamirhan Saodang,
2004: 81)

Karena lengkung hanya berbentuk busur lingkaran saja, maka


pencapaian superelevasi dilakukan sebagian pada jalan lurus dan
sebagian lagi pada bagian lengkung. Karena bagian lengkung
peralihan itu sendiri tidak ada, maka jari-jari tikungan yang tidak
memerlukan lengkung peralihan dapat dilihat pada Tabel :
Tabel 2.5 Jari jari tikungan yanga tifak mmerlukan lengkung peralihan

Gambar 2.2 Komponen tikungan full circle (fc)

Laporan Geometric Jalan Raya 9


Berdasarkan Buku Konstruksi Jalan Raya, Hamirhan Saodang
(2004), Untuk menghitung tikungan full circle, dapat menggunakan
rumus berikut ini.

b. Tikungan Spiral-Circle-Spiral
Lengkung peralihan dibuat untuk menghindari terjadinya
perubahan alinyemen yang tiba-tiba dari bentuk lurus ke bentuk
lingkaran (R = ∞, R = Rc), jadi lengkung peralihan ini diletakkan
antara bagian lurus dan bagian lingkaran, yaitu pada sebelum dan
sesudah tikungan berbentuk busur lingkaran. Dengan adanya
lengkung peralihan, maka dibuatlah tikungan spiral-circle-spiral
(s-c-s).
Panjang lengkung peralihan (Ls) menurut perencanaan
geometrik jalan antar kota,1997, diambil nilai yang terbesar dari
tiga persamaan dibawah ini, yaitu :
 Berdasarkan waktu tempuh maksimum 3 detik, untuk melintasi
lengkung peralihan, maka panjang lengkung :

 Berdasarkan antisipasi gaya sentripugal, digunakan rumus


modifikasi shortt, yaitu sebagai berikut :

Laporan Geometric Jalan Raya 10


 Berdasarkan tingkat pelayanan pencapaian perubahan
kelandaian, yaitu sebagai berikut :

Gambar 2.3 komponen tikungan S-C-S

adapun rumus yang digunakan dalam perhitungan tikungan


S-C-S menurut Buku Konstruksi Jalan Raya, Hamirhan Saodang
(2004) adalah sebagai berikut :

Keterangan :
Xs = absis titik SC pada garis tangen, jarak dari titik TS ke SC (jarak
lurus lengkung peralihan), (m).

Laporan Geometric Jalan Raya 11


Ys = ordinat titik SC pada garis tegak lurus garis tangen, jarak tegak
Lurus ke titik SC pada lengkung, (m).
Ls = panjang lengkung peralihan (panjang dari titik TS ke titik SC),
(m).
Lc = panjang busur lingkaran (panjang dari SC ke CS), (m).
Ts = panjang tangen dari titik PI ke titik TS atau ke titik ST, (m).
TS = titik dari tangen ke spiral, (m).
SC = titik dari spiral ke lingkaran
Es = jarak dari PI ke busur lingkaran, (m).

41 Øs = sudut lengkung spiral, (m).


∆s = sudut lengkung circle, (m).
Rc = jari-jari lingkaran, (m).
P = pergeseran tangen terhadap spiral, (m).
k = absis dari p pada garis tangen spiral,(m).
L = panjang tikungan SCS, (m).

Kontrol : Jika diperoleh Lc < 20 meter, sebaiknya tidak digunakan


bentuk spiral – Circle – Spiral, tetapi digunakan lengkung Spiral –
Spiral dan jika p dihitung dengan menggunakan rumus :

c. Tikungan Spiral – Spiral (SS)


Lengkung horizontal berbentuk spiral-spiral adalah lengkung
tanpa busur lingkaran, sehingga titik Sc berimpit dengan titik Cs.
Rc yang dipilih harus sedemikian rupa sehingga Ls yang
dibutuhkan lebih besar dari Ls yang menghasilkan landai relatif
minimum yang disyaratkan. Panjang lengkung peralihan Ls yang
dipergunakan haruslah yang diperoreh dari persamaan 18, sehingga
bentuk lengkung adalah lengkung spiral dengan sudut adalah
sebagai berikut :

Laporan Geometric Jalan Raya 12


Gambar 2.4 Komponen Tikungan SS

Rumus-rumus untuk lengkung berbentuk spiral-circle-spiral


dapat dipergunakan juga untuk lengkung spiral-spiral asalkan
mernperhatikan hal yang tersebut di atas.Adapun rumus-rumus
yang digunakan untuk menghitung lengkung spiral-spiral menurut
Hamirhan Saodang, (2004)

2.4.3 Diagram Superelevasi

Laporan Geometric Jalan Raya 13


Superelevasi yaitu suatu diagram yang memperlihatkan
panjang yang dibutuhkan guna merubah kemiringan melintang
jalan pada bagian - bagian tertentu pada suatu tikungan.
Superelevasi penuh adalah kemiringan maksimum yang harus
dicapai pada suatu tikungan dan tergantung dari kecepatan
rencana yang digunakan, dan Bina Marga menganjurkan jalan
luar kota untuk V rencana 30 km/jam emaks 8%, untuk V

rencana > 30 km/jam emaks 10%, dan minmum nya 4%..


Adapun diagram superelevasi ini terbagi dalam tiga bentuk,
yaitu :
1. Tikungan Full Circle

Gambar 2.5 Diagram Superelevasi pada Tikungan Tipe FC


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

…………………………………………….....................

Dimana :
d = lebar jalan (m).
s = kemiringan jalan
B = perubahan pelebaran jalan (m).

………………………………………………………………………………

Laporan Geometric Jalan Raya 14


Harga emaks dan en didapat dari tabel berdasarkan harga Ls
yang dipakai :
Ls’ = B. em . m …………………………………………………………………
Dimana :
Ls = lengkung peralihan (m).
em = kemiringan lengkung melintang maksimum (%).
m =1 : landai relatif maksimum antara tepi perkerasan (harga ini
tergantung kecepatan, lihat Daftar II pada PPGJR No.
13/1970)

2. Tikungan spiral-circle-spiral

Gambar 2.6 Diagram Superelevasi pada Tikungan Tipe SCS


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

……………………………………………………………………………..

Dimana :
S = pencapaian kemiringan

…………………………………………………………………………….

Laporan Geometric Jalan Raya 15


Harga emak dan en didapat dari tabel berdasarkan harga Ls
yang dipakai.

3. Tikungan spiral-spiral
Untuk tikungan ini, kemiringan yang timbul adalah sebesar
en seperti terlihat pada diagram superelevasi gambar, yang
dihitung berdasarkan rumus-rumus seperti terlihat dalam
alinyemen horizontal.

Gambar 2.7 Diagram Superelevasi pada Tikungan Tipe SS


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Adapun ketentuan-ketentuan dalam pencapaian


superelevasi untuk semua jenis tikungan tersebut antara lain :
1) Superelevasi dicapai secara bertahap dari kemiringan
melintang normal pada bagian jalan yang lurus sampai ke
kemiringan penuh (superelevasi) pada bagian lengkung.

2) Pada tikungan S - C - S, pencapaian superelevasi dilakukan


secara linear, diawali dari bentuk normal ( )
sampai awal lengkung peralihan (TS) yang berbentuk (
) pada bagian lurus jalan, lalu dilanjutkan sampai
superelevasi penuh ( ) pada akhir bagian lengkung
peralihan (SC).

Laporan Geometric Jalan Raya 16


3) Pada tikungan F - C, pencapaian superelevasi dilakukan
secara linear, diawali dari bagian lurus sepanjang 2/3 Ls
sampai dengan bagian lingkaran penuh sepanjang 1/3 Ls.

4) Pada tikungan S - S, pencapaian superelevasi seluruhnya


dilakukan pada bagian spiral.

5) Superelevasi tidak diperlukan jika radius (R) cukup besar,


untuk itu cukup lereng luar diputar sebesar lereng normal
(LP), atau bahkan tetap lereng normal (LN).

2.4.4 Jarak Pandang


Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh
seorang pengemudi pada saat mengemudi sedemikian rupa,
sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang
membahayakan pengemudi dapat melakukan sesuatu
(antisipasi) untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman
(Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997).
a. Jarak pandang henti (Jh)
Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang
diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya
halangan di depan. Setiap titik disepanjang jalan harus
memenuhi ketentuan jarak pandang henti. Jarak pandang
henti diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata
pengemudi adalah 105 cm dan tinggi halangan 15 cm yang
diukur dari permukaan jarak.
Jarak pandang henti terdiri dari 2 elemen, yaitu :
- Jarak tanggap (Jht)
Jarak yang dibutuhkan oleh pengemudi sejak pengemudi
melihat suatu halangan yang menyebabkan ia harus
berhenti sampai saat pengemudi menginjak rem.

Laporan Geometric Jalan Raya 17


- Jarak Pengereman (Jhr)
Jarak yang dibutuhkan untuk menghentikan kendaraan sejak
pengemudi menginjak rem sampai kendaraan berhenti.
Rumus yang dipakai:

……………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………..

Persamaan diatas dapat disederhanakan menjadi :


 Untuk jalan datar
………………………………………………………………………………………….

 Untuk jalan dengan kelandaian tertentu


………………………………………………………………………………………

Keterangan :
Vr = kecepatan rencana (km/jam).
T = waktu tanggap, ditetapkan 2,5 detik.
G = percepatan gravitasi, ditetapkan 9,8 m/det2.
Fp = koefisien gesek memanjang antara ban kendaraan
dengan perkerasan jalan aspal, ditetapkan 0,28 – 0,45,
fP akan semakin kecil jika kecepatan (VR) semakin tinggi
dan sebaliknya (menurut Bina Marga 1997, Fp = 0,35-
0,55).
L= landai jalan dalam (%) dibagi 100.

Laporan Geometric Jalan Raya 18


Syarat untuk menentukan jarak pandang henti minimum dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.6 Jarak Pandang Henti (Jh) Minimum

b. Jarak mendahului (Jd)


Jarak pandang mendahului adalah jarak yang
memungkinkan suatu kendaraan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain di depannya dengan aman
sampai kendaraan tersebut kembali ke lajur semula Jd
diukur berdasarkan asumsi tinggi mata pengemudi adalah
105 cm dan tinggi halangan adalah 105 cm.

Gambar 2.8 Proses Gerakan Mendahului


(Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, 1997)

Rumus yang digunakan:


………………………………………………………….

Keterangan :
d1 = jarak yang ditempuh selama waktu pengamatan (m).
d2 = jarak yang ditempuh selama mendahului sampai dengan
kembali lajur semula (m).

Laporan Geometric Jalan Raya 19


d3 = jarak antara kendaraan yang mendahului dengan
kendaraan yang datang arah berlawanan setelah proses
mendahului selesai (m).

Rumus :
……………………………………
………………………………………………………………
……………………………………………………..
……………………………………………………………………….

Keterangan :
T1 = waktu dalam detik, ~ 2,12 + 0,026 VR.
T2= waktu kendaraan berada di jalur lawan (detik),
~ 6,56 + 0,048 VR.
a = percepatan rata-rata (km/jam/detik), ~ 2,052 + 0,036 VR..
m = perbedaan kecepatan dari kendaraan yang menyiap dan
kendaraan yang disiap (biasanya diambil 10-15 km/jam).

Syarat untuk menentukan jarak pandang mendahului minimum


dapat dilihat pada tabel.

Tabel 2.7 Panjang Jarak Mendahului

2.4.5 Daerah Bebas Samping di Tikungan

Laporan Geometric Jalan Raya 20


Daerah bebas samping di tikungan adalah ruang untuk
menjamin kebebasan pandangan pengemudi dari halangan
benda-benda di sisi jalan (daerah bebas samping). Daerah
bebas samping dimaksudkan untuk memberikan kemudahan
pandangan di tikungan dengan membebaskan obyek-obyek
penghalang sejauh E (m), diukur dari garis tengah lajur dalam
sampai obyek penghalang pandangan sehingga persyaratan Jh
dipenuhi. Pada tikungan ini tidak selalu harus dilengkapi
dengan kebebasan samping (jarak pembebasan). Hal ini
tergantung pada :
a. Jari-jari tikungan (R).
b. Kecepatan rencana (Vr) yang langsung berhubungan dengan
jarak pandang (S).
c. Keadaan medan lapangan.
Seandainya pada perhitungan diperlukan adanya kebebasan
samping akan tetapi keadaan memungkinkan, maka diatasi
dengan memberikan atau memasang rambu peringatan
sehubungan dengan kecepatan yang diizinkan.

Gambar 2.9 Jarak pandangan pada lengkung horizontal untuk Jh

Laporan Geometric Jalan Raya 21


Daerah bebas samping di tikungan dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut:
1. Berdasarkan jarak pandang henti (Jh<Lt)

………………………………………………………………………………………………….

2. Berdasarkan jarak pandang mendahului


……………………….

Dimana :
E = jarak dari penghalang ke sumbu lajur sebelah dalam (m)
R = radius sumbu lajur sebelah dalam (m)
Jh = jarak pandangan henti (m)
Jd = jarak pandangan menyiap (m)
Lt = panjang tikungan (m)

2.4.6 Pelebaran Perkerasan


Pelebaran perkerasan dilakukan pada tikungan-tikungan yang
tajam, agar kendaraan tetap dapat mempertahankan lintasannya pada
jalur yang telah disediakan.
Gambar dari pelebaran perkerasan pada tikungan dapat dilihat pada
gambar berikut ini.

Gambar 2.10 Perlebaran Perkerasan Pada Tikungan

2.4.7 Kontrol Overlapping


Pada setiap tikungan yang sudah direncanakan, maka jangan
sampai terjadi Over Lapping. Karena kalau hal ini terjadi maka
tikungan tersebut menjadi tidak aman untuk digunakan sesuai
kecepatan rencana. Syarat supaya tidak terjadi Over Lapping : a I 3V

Laporan Geometric Jalan Raya 22


Dimana : a I = Daerah tangen meter V = Kecepatan rencana commit to
user Contoh : Gambar 2.10. Kontrol Over Lapping Vr = 120 kmjam =
33,333 mdet. Syarat over lapping a’  a, dimana a = 3 x V detik = 3 x
33,33 = 100 m bila a I d 1 – Tc  100 m aman a II d 2 – Tc – Tt 1 
100 m aman a III d 3 – Tt 1 – Tt 2  100 m aman a IV d 4 – Tt 2 
100 m aman

2.4.8 Stationing
Titik penting hasil perencanaan sumbu jalan perlu dibuat
tanda berupa patok– patok dengan nomor kode referensi tertentu
disebut stationing. Stationing diperlukanuntuk menentukan titk–
titikpenting dari rancangan geometrikjalan yang nantinya
akandipatok atau stake–out ke lokasi nyata di lapangan.
Pada trase jalan, setelah ditentukan terlebih dahulu station
awalnya sebagai awalrencana sumbu jalan, biasanya stationing
ditentukan :
1. Setiap jarak 100,0 m pada daerah datar
2. Setiap jarak 50,0 m pada daerah bukit
3. Setiap 25,0 m pada daerah gunung
Dengan format umum stationing X+YYY,ZZZ, dimana X
menunjukkan besarankilometer, Y adalah besaran meter, dan Z adalah
besaran per seribuan meter.Stationing pada lengkung horizontal selain
setiap jarak diatas, juga disesuaikan dengan bentuk lengkungnya
(FC,SCS,SS), karena perlu adanya penentuan station pada
tempat perubahan–perubahan lengkung.

Contoh perhitungan stationing :


Menentukan tempat kedudukan titik – titik ( stationing )
D1 = 682,00 m
Perhitungan diagram superelevasi :
Ketentuan :
Ls = 11,11 m
en =8%
emaks = 10 %
Perhitungan titik stationing pada tikungan P.1
sta pI1 = 0 + d1 = 0 + 682,00 m
sta Ts1 = sta PI1 – Ts
= 0 + 682,000 m – 70,13 m

Laporan Geometric Jalan Raya 23


= 0 + 611,87 m
Sta SC1 = sta Ts1 + Ls
= 0 + 611,87 m + 11,11 m
= 0 + 622,98 m
Sta CS1 = Sta SC1 = 0 + 622,98 m
Sta St1 = Sta CS1 + Ls
= 0 + 622,98 m + 11,11 m
= 0 + 634,09 m.
2.5 Alinyemen Vertikal
1. Umum
Alinyemen Vertikal adalah perpotongan bidang vertical dengan
bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan 2
lajur 2 arah atau melaluitepi dalam masing–masing perkerasan
untuk jalan dengan median, ser ingkali disebut juga sebagai
penampng memanjang jalan.Alinyemen vertikal terdiri atas bagian
lurusdan bagian lengkung. Ditinjau dari titik awal perencanaan, bagian
lurus dapat berupa :

a. Landai positif (tanjakan)


b. Landai (turunan)
c. Landai nol (datar)
Sedangkan unuk bagian lengkung vertikal dapat berupa:
a. Lengkung cekung
b. Lengkung Cembung
Perencanaan Alinyemen vertikal dipengaruhi:
a. Kondisi tanah dasar
b. Keadaan medan
c. Fungsi jalan
d. Muka air banjir dan muka air tanah
e. Kelandaianyang masih memungkinkan

2. Landai Minimum
Lereng melintang jalan hanya cukup untuk mengalirkan air hujan
yang jatuh di badan jalan, sedangkan untuk membuat kemiringan dasar
saluran samping, yang berfungsi membuang air permukaan sepanjangn
jalan diperlukan suatu kalandaianminimum. Dalam menentukan landau
minimum ini, terdapat dua tinjauan, yaitu:
a. Kepentingan lalu lintas, yang ideal 0%
b. Kepentingan drainase, yang ideal jalan berlandai

Laporan Geometric Jalan Raya 24


Sehingga dalam perencanaan disarankan menggunakan :
a . L a n d a i d a t a r, u n t u k j a l a n d i a t a s t i m b u n a n t a n p a k e r b
b . Landai 0,15%, untuk jalan di atas timbunan, medan datar dengan kerb
c. Landai min 0,3–0,5%, untuk jalan pada daerah galian
dengan kerb

3. Landai Maksimum
Landai maksimum adalah kemungkinan kendaraan untuk terus
bergerak tanpakehilangan kecepatan yang berarti. Landai
mkasimumdidasarkan pada kecepatan truk bermuatan penuh yang
mampu bergerak dengan penurunan kecepatan lebih dari
separuhkecepatan semula tanpa menggunkan gigi rendah. Untuk standar
acuan yang digunakanmerencanakan landai maksimum adalah :

4. Panjang Kritis
Panjang kritis merupakan panjang landai maksimum yang harus
disediakan agar kendaraan dapat mempertahankan kecepatannya
sedemikian sehingga penurunankecepatan tidak lebih dari1/2Vrdan
lama perjalanan ditetapkan 1 menit dengan beban penuh dan
kecepatan 15–20 km/jam saat mencapai panjang kritis.Dengan
ketentuan :
a. Untuk jalan utama dengan Vr > 60 km/jam, panjang kritis tanjakan
adalah jarak maksimum dimana truk/bus dapat mencapai 50% Vr

Laporan Geometric Jalan Raya 25


b. Untuk jalan local dengan Vr 50 km/jam dan 40 km/jam.
Penerapannya saat inidigunakan untuk menentukan panjang kritis
dengan memperhitungkan segiekonomisnya

5. Lengkung Vertikal
Tujuan adanya lengkung vertikal adalah untuk merubah secara
bertahap pergantian 2 macam kelandaian sehingga mengurangi shock
dan menyediakan jarak pandang henti yang dapat menyebabkan aman.
Terdapat dua bentuk lengkung vertikal,yaitu:
a. Lengkung vertikal cekung (Sag Vertikal Curve) adalah
lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada
di bawah permukaan jalan
b. Lengkung Vertikal Cembung (Crest Vertikal Curve) adalah
lengkung dimana titik perpotongan antara kedua tangen berada di
atas permukaan jalan

Laporan Geometric Jalan Raya 26


6 . P e r s a m a a n L e n g k u n g Ve r t i k a l

a. PLV : Peralihann lengkung vertikal


b. PPV : Pusat perpotongan vertikal
c. PTV : Peralihan tangen vertikal
d. L : Panjang proyeksi lengkung pada bidang horizontal
(panjang lengkung vertikal)
e. g1,g2 : Kelandaian bagian tangen (%)
f. Ev : Pergeseran vertikal dari PPV ke lengkung

Persamaan umum untuk landai lengkung vertikal adalah :

7. Lengkung Vertikal Cembung


Ditentukan berdasarkan:
a. Jarak Pandang
1. Jarak pandang henti
2. Jarak pandang menyiap (menyusul)
b. Kebutuhan drainase

Laporan Geometric Jalan Raya 27


Ditentukan dengan memperhatikan bahwa lengkung vertikal
cembung yang panjang dan relative datar, dapat menyebabkan
kesulitan dalamdrainase jikasepanjang jalan dipasang kerb.
Sehingga dibatasi untuk tidak melebihi L = 50A
c. Kenyamanan perjalanan
Pertimbangan secara visual sehingga tidak kelihatan melengkung,
diambil tidak kurang dari 3 detik perjalanan

8. Lengkung Vertikal Cekung


Ditentukan berdasarkan:
a. Jarak Pandangan Bebas di Bawah Bangunan
Merupakan jarak pandangan bebas pengemudi yang melintasi
bangunan lainyangterhalang oleh bagian bawah bangunan tersebut.
b. Jarak Penyinaran Lampu Kendaraan
Merupakan batas pandangan pengemudi pada malan hari (tinggi
lampu 0,6 dansudut penyebaran 1º)
c. Kenyamanan Pengemudi
Ditinjau dari adanya gaya sentrifugal dan gravitasi pada lengkung
cekung.
BAB III
PERHITUNGAN

3.1 Data – data yang diperoleh dari Vr = 60 km/jam


- Kelas Jalan III A
- Fungsi jalan sebagai kolektor
- Lebar perkerasan 2 x 3,5 meter
- Lebar bahu jalan tanpa trotoar 2 meter
- Lebar jalan 7 meter
- Dimensi kendaraan maksimum
- panjang = 12 m
- lebar = 2,5 m
- Tipe jalan , dua lajur tak terbagi (2/2 UD)
- arus lalu lintas per lajur = 1800 kend/jam

Laporan Geometric Jalan Raya 28


- VLR = 1800 x 24 jam
= 43.200 smp/hari

- VJR = VLR x

= 43.200 x
= 3.360 smp/jam

- Jarak pandang henti (Ss)

Ss = 0,278 x Vr x T + 0,039

= 0,278 x Vr x T + 0,039
= 85 meter

- Panjang tikungan / panjang bagian lengkung minimum = 105 m


- R= 130 m (didapat dari tabel 13 buku RSNI)
- Ls min = 33 m (didapat dari tabel 13 buku RSNI)

Ls =

= 33,33 m
- Jari – jari tikungan peralihan = 1500
- Kelandaian maks = 7%
- Nilai lengkung vertikal cembung (k) = 11
- Nilai lengkung vertikal cekung (k) = 18
- Jari – jari mimimum 135 meter (di dapat dari Tabel 12 buku RSNI)

- Rmin =

= 135 m

3.2 Alinyement Horizontal


3.2.1 Tikungan I
δ1 = 110011’51.3’’
Vr = 60 Km/Jam
R min = 135 m
R = 135

Laporan Geometric Jalan Raya 29


D= = = 11°

Dari tabel Bina Marga


D = 11° , e = 0,098 , Ls = 60

Ls Min = Ls =

= 33,33 m
Ls min < Ls

θs = = = 7°03’51,12”

δc = δ1 – 2 θs
= 110011’51.3’’- (2 x 7°03’51,12” )
= 96°4’9.06”

Lc =

= = 217.8636 m
Karena Lc besar dari 20 meter <1200, maka pada tikungan I
dipakai
S-C-S.
L = 2 . Ls + Lc
= 2 . 60 + 217.8636
= 337.8636 m

µc = Ls -

= 60 -
= 59,9999 m

Yc = = = 4,444 m
P = Yc – R (1 – Cos θs )
= 4,444 – 135 ( 1 – Cos 7°03’51,12”)
= 3,4192 m
K = µc – R . Sin θs
= 59,9999 – 135 . Sin 7°03’51,12”
= 43,3974 m

Laporan Geometric Jalan Raya 30


Et = (R + P)

= (135 + 3,4192)

= 3,6826 m

Tt = (R + P)

= (135 + 3,4192) 43,3974


= -34,8535 m

Resume :
Data Tikungan
δ1 110011’51.3’’
Vr 60 km/jam
R 135
e 0,098
Ls 60
Lc 217.8636 m
L 337.8636 m
θs 7°03’51,12”
δc 96°4’9.06”
K 43,3974 m
P 3,4192 m
Tt - 34,8535 m
Et 3,6826 m

3.2.2 Tikungan II
δ1 = 14018’57.24’’
Vr = 60 Km/Jam
R min = 135 m
R = 135

D= = = 11°

Dari tabel Bina Marga


D = 11° , e = 0,098 , Ls = 60

Laporan Geometric Jalan Raya 31


Ls Min = Ls =

= 33,33 m
Ls min < Ls

θs = 1/2δ= = 0°2’5.7”
δc = δ1 – 2 θs
= 14018’57.24’’- (2 x 0°2’5.7”)
= 14°14’45.84”

Lc =

= = 32.3069 m
Karena Lc besar dari 20 meter <1200, maka pada tikungan I
dipakai
S-C-S.
L = 2 . Ls + Lc
= 2 . 60 + 32.3069
= 152.3069 m

µc = Ls -

= 60 -
= 59,9999 m

Yc = = = 4,444 m
P = Yc – R (1 – Cos θs )
= 4,444 – 135 ( 1 – Cos 0°2’5.7”) 0.0349
= 4.4439 m
K = µc – R . Sin θs
= 59,9999 – 135 . Sin 0°2’5.7”
= 59.9177 m

Et = (R + P)

= (135 + 4.4439) 0.001745

= 4.4443 m

Laporan Geometric Jalan Raya 32


Tt = (R + P)

= (135 + 3,4192) 43,3974 0.01745


= -59.8762
Resume :
Data Tikungan
δ1 14018’57.24’’
Vr 60 km/jam
R 135
e 0,098
Ls 60
Lc 32.3069 m
L 152.3069 m
θs 0°2’5.7”
δc 14°14’45.84”
K 59.9177 m
P 4.4439 m
Tt -59.8762 m
Et 4.4443 m

3.2.3 Tikungan III


δ1 = 78023’8.52’’
Vr = 60 Km/Jam
R min = 135 m
R = 135

D= = = 11°

Dari tabel Bina Marga


D = 11° , e = 0,098 , Ls = 60

Ls Min = Ls =

= 33,33 m
Ls min < Ls

θs = = = 7°03’51,12”

δc = δ1 – 2 θs
= 78023’8.52’’- (2 x 7°03’51,12” )
= 64°15’26.28”

Laporan Geometric Jalan Raya 33


Lc =

= = 145.7213 m
Karena Lc besar dari 20 meter <1200, maka pada tikungan I
dipakai
S-C-S.
L = 2 . Ls + Lc
= 2 . 60 + 145.7213
= 265.7213 m

µc = Ls -

= 60 -
= 59,9999 m

Yc = = = 4,444 m
P = Yc – R (1 – Cos θs )
= 4,444 – 135 ( 1 – Cos 7°03’51,12”)
= 3,4192 m
K = µc – R . Sin θs
= 59,9999 – 135 . Sin 7°03’51,12”
= 43,3974 m

Et = (R + P)

= (135 + 3,4192)

= 3,6826 m

Tt = (R + P)

= (135 + 3,4192) 43,3974


= -34,8535 m

Laporan Geometric Jalan Raya 34


Resume :
Data Tikungan
δ1 78023’8.52’’
Vr 60 km/jam
R 135
e 0,098
Ls 60
Lc 145.7213 m
L 265.7213 m
θs 7°03’51,12”
δc 64°15’26.28”
K 43,3974 m
P 3,4192 m
Tt - 34,8535 m
Et 3,6826 m

3.2.3 Tikungan IV
δ1 = 42055’20.64’’
Vr = 60 Km/Jam
R min = 135 m
R = 135

D= = = 11°

Dari tabel Bina Marga


D = 11° , e = 0,098 , Ls = 60

Ls Min = Ls =

= 33,33 m
Ls min < Ls

θs = = = 7°03’51,12”

δc = δ1 – 2 θs
= 42055’20.64’’- (2 x 7°03’51,12” )
= 28°47’38.4”

Lc =

Laporan Geometric Jalan Raya 35


= = 65.2984 m
Karena Lc besar dari 20 meter <1200, maka pada tikungan I
dipakai
S-C-S.
L = 2 . Ls + Lc
= 2 . 60 + 65.2984
= 185.2984 m

µc = Ls -

= 60 -
= 59,9999 m

Yc = = = 4,444 m
P = Yc – R (1 – Cos θs )
= 4,444 – 135 ( 1 – Cos 7°03’51,12”)
= 3,4192 m
K = µc – R . Sin θs
= 59,9999 – 135 . Sin 7°03’51,12”
= 43,3974 m

Et = (R + P)

= (135 + 3,4192)

= 3,6826 m

Tt = (R + P)

= (135 + 3,4192) 43,3974


= -34,8535 m
Resume :
Data Tikungan
δ1 42055’20.64’’
Vr 60 km/jam
R 135
e 0,098
Ls 60
Lc 65.2984 m
L 185.2984 m

Laporan Geometric Jalan Raya 36


θs 7°03’51,12”
δc 28°47’38.4”
K 43,3974 m
P 3,4192 m
Tt - 34,8535 m
Et 3,6826 m

3.2 Perhitungan Volume Galian dan Timbunan :


Timbunan
1. Sta 0 + 000 s/d 0 + 050
Volume = 50 x 11 x 0.664
= 365.2 m³

2. Sta 0 + 050 s/d 0 + 100


Volume = 50 x 11 x 0.3452
= 189.86 m³

3. Sta 0 + 100 s/d 0 + 150


Volume = 50 x 11 x 0.7566
= 416.13 m³

4. Sta 0 +150 s/d 0 + 200


Volume = 50 x 11 x 1,0225
= 562.375 m³

5. Sta 0 + 200 s/d 0 + 250


Volume = 50 x 11 x 0.0531
= 29.025 m³

Galian
6. Sta 0 + 250 s/d 0 + 300
Volume = 50 x 11 x 0.4278
= 235.29 m³

7. Sta 0 + 300 s/d 0 + 350


Volume = 50 x 11 x 0.2674
= 147.07 m³

8. Sta 0 + 350 s/d 0 + 400


Volume = 50 x 11 x 0.2822
= 155.21 m³

Timbunan

Laporan Geometric Jalan Raya 37


9. Sta 0 + 400 s/d 0 + 450
Volume = 50 x 11 x 0.1378
= 75.79 m³

10. Sta 0 + 450 s/d 0 + 500


Volume = 50 x 11 x 0.8418
= 462.99 m³

11. Sta 0 + 500 s/d 0 + 550


Volume = 50 x 11 x 1.0157
= 558.635 m³

12. Sta 0 + 550 s/d 0 + 600


Volume = 50 x 11 x 2.4516
= 1348.38 m³

13. Sta 0 + 600 s/d 0 + 650


Volume = 50 x 11 x 2.0225
= 1112.375 m³

Galian
14. Sta 0 + 650 s/d 0 + 700
Volume = 50 x 11 x 0.1744
= 95.92 m³

15. Sta 0 + 700 s/d 0 + 750


Volume = 50 x 11 x 0.3911
= 215.105 m³

16. Sta 0 + 750 s/d 0 + 800


Volume = 50 x 11 x 0.0757
= 41.635 m³

Timbunan
17. Sta 0 + 800 s/d 0 + 850
Volume = 50 x 11 x 0.3561
= 195.855 m³

18. Sta 0 + 850 s/d 0 + 900


Volume = 50 x 11 x 0.6118
= 336.49 m³

19. Sta 0 + 900 s/d 0 + 950


Volume = 50 x 11 x 0.9335
= 513.425 m³

Laporan Geometric Jalan Raya 38


20. Sta 0 + 950 s/d 1 + 000
Volume = 50 x 11 x 0.2425
= 133.375 m³

galian
21. Sta 1 + 000 s/d 1 + 050
Volume = 50 x 11 x 0.8605
= 473.275 m³

22. Sta 1 + 050 s/d 1 + 100


Volume = 50 x 11 x 0.414
= 227.7 m³

23. Sta 1 + 100 s/d 1 + 150


Volume = 50 x 11 x 0.3353
= 184.415 m³

24. Sta 1 + 150 s/d 1 + 200


Volume = 50 x 11 x 0.1608
=88.44 m³

Timbunan
25. Sta 1 + 200 s/d 1+ 250
Volume = 50 x 11 x 0.5714
= 314.27 m³

26. Sta 1 + 250 s/d 1+ 300


Volume = 50 x 11 x 0.8204
= 451.22 m³

27. Sta 1 + 300 s/d 1+ 350


Volume = 50 x 11 x 1.0675
= 587.125 m³

28. Sta 1 + 350 s/d 1+ 400


Volume = 50 x 11 x 1.6649
= 915.695 m³

29. Sta 1 + 400 s/d 1+ 450


Volume = 50 x 11 x 2.0818
= 1144.99 m³
30. Sta 1 + 450 s/d 1+ 500
Volume = 50 x 11 x 2.6703
= 1468.665 m³

Laporan Geometric Jalan Raya 39


31. Sta 1 + 500 s/d 1+ 550
Volume = 50 x 11 x 0.9686
= 532.73 m³

Galian
32. Sta 1 + 550 s/d 1+ 600
Volume = 50 x 11 x 0.459
= 252.45 m³

timbunan
33. Sta 1 + 600 s/d 1+ 650
Volume = 50 x 11 x 0.1649
= 90.695 m³

Galian
34. Sta 1 + 650 s/d 1+ 700
Volume = 50 x 11 x 0.1882
= 103.51 m³

35. Sta 1 + 700 s/d 1+ 750


Volume = 50 x 11 x 0.3202
= 176.11 m³

36. Sta 1 + 750 s/d 1+ 800


Volume = 50 x 11 x 0.4067
= 223.685 m³

37. Sta 1 + 800 s/d 1+ 850


Volume = 50 x 11 x 0.1051
= 57.805 m³

38. Sta 1 + 850 s/d 1+ 900


Volume = 50 x 11 x 0.1137
= 62.535 m³

39. Sta 1 + 900 s/d 1+ 950


Volume = 50 x 11 x 0.3338
= 183.59 m ³

40. Sta 1 + 950 s/d 2+ 000


Volume = 50 x 11 x 0.3224
= 177.32 m³

Laporan Geometric Jalan Raya 40


Timbunan
41. Sta 2 + 000 s/d 2 + 050
Volume = 50 x 11 x 0.8944
= 491.92 m³

42. Sta 2 + 050 s/d 2 + 84.9


Volume = 34.9 x 11 x 2.571
= 987.0069 m³

Laporan Geometric Jalan Raya 41


Laporan Geometric Jalan Raya 42

Anda mungkin juga menyukai