Oleh:
IKHLASUL AMAL
1722201009
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Wa Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
Atas Gedung Baru Sekolah Tinggi Teknologi Dumai” sebagai syarat untuk
meraih gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Sipil di Sekolah Tinggi
Teknologi Dumai.
Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak lain pada umumnya.
dan bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan baik ini, penulis juga
1. Ibu Dra. Hj. Sirlyana, M.P selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi Dumai.
2. Bapak Ir. Nuryasin Abdillah, M. Si selaku Ketua Prodi Teknik Sipildan selaku
3. Bapak Aidil Abrar, S.T, M.T selaku Sekretaris Prodi Teknik Sipil dan selaku
ii
4. Ibu Mutia Lisya, S.T, M.T selaku Dosen Pembimbing I yang telah bersedia
membantu, memberikan arahan dan petunjuk dalam penulisan Tugas Akhir ini.
dukungan, baik berupa moril dan materil serta senantiasa berdo’a untuk
keberhasilan dan kesehatan anaknya (penulis), tak lupa pula untuk kakakku
Irsa Maulina dan Iqbal Maulana dan adikku Irdatul Husna dan Izzatuzzahra
kepada semua yang telah membantu penulis baik berupa semangat, pengertian,
ilmu, serta perhatian dan segala hal yang telah penulis terima. Aamiin
IKHLASUL AMAL
NIM. 1722201009
iii
DAFTAR ISI
iv
2.4.1 Strong Coloumn – Weak Beam........................................ 15
v
2.8 Pembebanan ................................................................................ 65
Bangunan .................................................................................... 73
vi
3.3.1 Data Gedung .................................................................... 79
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton ...................... 10
Gambar 2.2 Hubungan antara tegangan dengan regangan tarik baja tulangan ..... 11
Gambar 2.5 fenomena soft story terjadi pada struktur gedung ............................. 16
Gambar 2.9 lendutan pada pelat dengan bentang dua arah ................................... 28
Gambar 2.11 gaya tarik – tekan dan geser diafragma akibat gaya lateral............. 32
Gambar 2.17 mekanisme dasar terbentuknya momen pada kolom akibat gaya lateral
gempa .................................................................................................................... 48
Gambar 2.18 diagram momen pada dasar kolom akibat gaya lateral gempa........ 49
Gambar 2.20 jenis kolom berdasarkan bentuk dan susanan tularngan ................. 51
viii
Gambar 2.22 Diagram interaksi kolom ................................................................. 54
Gambar 2.24 Peta parameter gerak tanah Ss wilayah Indonesia untuk respon
spektrum ................................................................................................................ 72
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Tulangan transversal untuk kolom-kolom sistem rangka pemikul momen
khusus.................................................................................................................... 25
Tabel 2.3 momen didalam pelat yang menumpu pada keempat tepinya akibat beban
terbagi rata............................................................................................................. 29
Tabel 2.7 Kategori risiko bangunan gedung dan nongedung untuk beban gempa 73
Tabel 2.9 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan pada
Tabel 2.10 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan pada
Tabel 2.11 Faktor R, Cd, dan untuk sistem pemikul gaya seismik .................. 79
x
DAFTAR NOTASI DAN LAMBANG
δxe = Defleksi pada lokasi yang disyaratkan dalam 0 yang ditentukan dengan
𝜃 = Koefisien stabilitas
Px = beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat-x, (kN); bila
xi
ln = Panjang bentang bersih (mm) Mi = Momen (tumpuan atau lapangan)
xii
Vu = Gaya geser ultimit (N)
= Rasio tulangan
T = Lendutan jangka panjang dihitung dari faktor waktu 60 bulan atau lebih
(mm) Keterangan:
As = Luas tulangan
xiii
= Faktor reduksi gaya tarik (0,9)
xiv
Aoh = Luas yang dilingkupi oleh garis pusat tulangan torsi transversal tertutup
terluar (mm2)
tanɵ = Sudut
xv
Po = Kekuatan axial pada eksintris nol (N)
= Rasio kekakuan
W = Berat struktur
N = Jumlah tingkat
xvi
C3 = Koefisien untuk perhitungan kekakuan efektif komponen struktur tekan
Pno = Kekuatan aksial tekan nominal, simetris ganda, pada komponen struktur
komposit (N)
Zr
Zc
Cs
xvii
xviii
1 BAB I
PENDAHULUAN
Cincin api pasifik atau lingkaran api pasifik adalah daerah yang sering
mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi cekungan
samudra pasifik. Wilayah Indonesia berada dijalur teraktif gempa dunia karena
wilayah Indonesia dikelilingi oleh cincin api pasifik dan berada diatas tiga
tumbukan lempeng benua, yaitu Indo – Australia dari arah selatan, Eurasia dari arah
bencana gempa dan letusan gunung berapi. Sehingga perancanaan struktur gedung
tahan gempa sangat penting dilakukan mengingat pada suatu kondisi beban gempa
lebih dominan dari pada beban axial akibat dari beban gravitasi bumi.
mengakibatkan tsunami, gempa Nias 2005, dan gempa Yogyakarta 2006, gempa
Padang 2009, dan gempa Palu 2019. Gempa - gempa tersebut besarannya di luar
ruang lingkup peta gempa SNI 2002 yang mengakibatkan kerusakan infrastruktur.
Struktur bangunan gedung terdiri dari struktur atas dan bawah. Struktur atas
adalah bagian dari struktur bangunan gedung yang berada di atas muka tanah.
Struktur bangunan gedung harus memiliki sistem penahan gaya lateral dan vertikal
disipasi energi yang cukup untuk menahan gerak tanah desain dalam batasan-
1
batasan kebutuhan deformasi dan kekuatan yang disyaratkan. Pada umumnya,
sistem struktur penahan gempa atau beban lateral terdiri atas sistem moment
resisting frame (portal penahan momen dengan hubungan balok dan kolom), shear
Oleh karena itu, pada tugas akhir penulis akan menganalisa perhitungan
struktur atas tahan gempa bagunan gedung baru Sekolah Tinggi Teknologi (STT)
Dumai.
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumus rumusan masalah yang akan
dibahas dalam Tugas Akhir Perhitungan Struktur Atas Tahan Gempa Gedung Baru
1. Apa sistem struktur yang digunakan sebagai sistem struktur pemikul gaya
gempa?
2. Berapa ukuran dimensi struktur plat, balok, dan kolom yang direncanakan pada
menggunakan software ETABS V19 pada struktur atas bangunan tahan gempa
4. Berapa nilai maksimum respon struktur dari pembebanan berat sendiri gedung,
beban hidup, dan gaya geser gempa respon spektrum pada struktur atas
2
5. Berapa kebutuhan tulangan dan penulangan plat, balok, dan kolom akibat dari
gaya gaya dalam yang bekerja pada struktur atas bangunan tahan gempa
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penilitan dari Tugas Akhir
Perhitungan Struktur Atas Tahan Gempa Gedung Baru Sekolah Tinggi Teknologi
2. Menghitung dan merencanakan dimensi plat, balok, dan kolom pada struktur
3. Membuat permodelan struktur bangunan tahan gempa gedung baru STT Dumai
gedung, beban hidup, dan gaya geser gempa respon spektrum pada struktur atas
5. Menghitung kebutuhan tulangan dan detail penulangan plat, balok, dan kolom
pada struktur atas bangunan tahan gempa gedung baru STT Dumai.
Tugas Akhir Perhitungan Struktur Atas Tahan Gempa Gedung Baru Sekolah
Tinggi Teknologi Dumai yang berbentuk penulisan. Adapun yang menjadi batasan
masalah pada Tugas Akhir Perhitungan Struktur Atas Tahan Gempa Gedung Baru
3
1. Struktur atas bangunan gedung baru STT Dumai tidak di tinjau dari segi
arsitektural nya.
3. Pembebanan gedung berdasarkan beban mati, beban hidup, beban air hujan,
dan beban gempa berdasarkan spektrum spektra STT Dumai yang diambil dari
website puskim.pu.go.id.
desain minimum dan kriteria terkait untuk bangunan gedung dan struktur lain.
8. Permodelan dan analisa gaya gaya dalam yang bekerja pada struktur atas
ETABS V19.
spectrum.
10. Kebutuhan tulangan plat, balok, dan kolom dilakukan dengan analisa manual.
4
1.5 Manfaat Tugas Akhir
Adapun manfaat tugas akhir yang diharapkan dalam tugas akhir Perhitungan
Struktur Atas Tahan Gempa Gedung Baru Sekolah Tinggi Teknologi Dumai, yaitu :
1. Peneliti
dengan baik dan sesuai dengan kaidah dan peraturan yang berlaku didalam
perencanaannya.
masa perkuliahan yang berkaitan dengan teori dan analisa struktur gedung.
gempa.
5
2 BAB II
LANDASAN TEORI
Titin Sundari (2020) yang berjudul, “Perencanaan Struktur Tahan Gempa Gedung
balok, plat lantai, kolom, dan pondasi. Pada perencanaannya komponen struktur
dimodelkan pada program SAP 2000 analisa struktur secara 3 dimesi guna
telah diperoleh 3 jenis tepi balok dan 2 jenis tipe kolom utama, kebutuhan tulangan
untuk balok B1 dengan dimensi 35/50 pada area tumpuan digunakan 6D16 pada
sisi atas dan 5D16 pada sisi bawah dan untuk area lapangan sigunakan 3D16 pada
sisi atas dan 4D16 untuk sisi bawah. Untuk struktur kolom digunakan tulangan
12D19 untuk kolom K1(50/50) dan 8D19 untuk Kolom K2 (40/40). Untuk plat
lantai digunakan tulangan pokok Ø10-125 untuk arah X dan Y. Dan pada struktur
Rujukan yang kedua adalah Samuel Steviano Pait, M. Afif Shulhan, Dewi
SNI 1726:2019”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui performa
6
melakukan pengecekan pengaruh gempa. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini metode respon dinamik. Berdasarkan hasil analisis respon dinamik diperoleh
persyaratan gerak ragam yang sudah sesuai dengan mode 1 menunjukan gerak
translasi arah y adalah 55,47%, mode 2 menunjukkan gerakan translasi arah x yaitu
57,55% dan mode 3 menunjukan gerakan struktur dalam rotasi yaitu 49,98%. Gaya
geser dasar dinamik, Vtx 3090,856157 KN dan Vty 2892,928284 KN yang telah
memenuhi hampir mencapai 100%. Arah gempa yang diterapkan berupa arah
orthogonal dengan nilai factor redunansi (ρ) sebesar 1,3. Simpangan antara tingkat
tidak ada yang melebihi batas izin. Efek P-Delta dari struktur menyimpulkan bahwa
penelitian ini adalah untuk mengetahui dimensi yang digunakan untuk mampu
menahan beban yang bekerja pada struktur gedung, menganalisis kinerja batas
struktur gedung rusunawa agar aman digunakan, mengetahui hasil analisis respon
SAP 2000 Versi. 14, menggunakan data tanah berupa data sondir, dan lokasi
perencanaan di Jalan Sultan Syarif Kasim. Dari hasil perhitungan dan analisis
dengan menggunakan sofiware SAP 2000 V.14, melalui analisis statis dan analisis
7
digunakan memenuhi syarat dan mampu menahan beban-beban yang bekerja. Hasil
analisis kinerja batas layan gedung Rusunawa 15 lantai nilai simpangan maksimum
antar tingkat struktur gedung pada arah X 0,000164 m < 0,0075 m, dan arah Y
0,000059 m < 0,0075 m, semua lantai aman karena tidak melampaui ((0,03/R)xH).
Hasil kinerja batas ultimit struktur gedung Rusunawa 15 lantai nilai simpangan
maksimum antar tingkat struktur gedung pada arah X 0,000918 m < 0,04 m, dan
arah Y 0,0003304 m < 0,04 m, semua lantai aman karena tidak melampaui 0,02 H.
spectrum arah X 0.000219 m < 0,71538 m, dan arah Y 0.000292 m < 0,71538 m,
maka semua lantai aman karena tidak melampaui batas maksimum 0,015x(Hsx/ρ),
dan menurut ATC-40 dan FEMA 273 level kinerja berdasarkan analisis dinamis
Occupancy (IO).
Rujukan yang keempat adalah Ari Wibowo yang berjudul “Desain Berbasis
Dengan Analisis Time History Pada Tinjauan Drift dan Displacement”. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja struktur berdasarkan drift dan
Displacement sesuai dengan kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit yang
tercantum dalam SNI 1726-2012 dan level kinerja struktur sesuai ATC-40.
Penelitian ini menggunakan analisis pushover dan riwayat waktu dengan 1 set
software SAP2000 v.14 dalam model tiga dimensi. Hasil penelitian ini berdasarkan
analisis riwayat waktu pada gempa rencana untuk rekaman gempa Imperial Valley
8
yang telah di skalakan dengan respon spektrum desain tinjauan Drift Maximum.
Menurut ATC-40 untuk gempa rencana maupun gempa aktual termasuk dalam
Maximum 0,1%.
Beton dalam konstruksi teknik didefinisikan sebagai batu buatan yang dicetak
pada suatu wadah atau cetakan dalam keadaan cair kental, yang kemudian mampu
agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu pecah, atau bahan semacam lainnya,
dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan
pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan
Sifat dari beton yaitu itu sangat kuat untuk menahan tekan tetapi tidak kuat
untuk menahan tarik (lemah). Oleh karena itu, beton dapat mengalami retak jika
beban yang dipikulnya menimbulkan tegangan tarik yang melebihi kuat tariknya.
Untuk menahan gaya tarik yang cukup besar pada serat balok beton, maka
diperlukan baja tulangan, sehingga disebut dengan beton bertulang. Karena sifat
beton yang tidak kuat terhadap tarik, maka bagian balok beton yang menahan tarik
( dibawah garis netral) akan ditahan oleh tulangan, sedangkan bagian yang menahan
tekan (di atas garis netral) tetap ditahan oleh beton (Ali Asroni, 2010)
9
2.2.1 Kekuatan Beton
Kuat tekan beton, Karena sifat utama dari adalah sangat kuat jika menerima
beban tekan, maka mutu beton pada umumnya hanya ditinjau terhadap kuat tekan
beton tersebut. Sifat yang lain (misalnya kuat tarik dan modulus elastisitas beton)
dapat dikorelasikan terhadap kuat tekan beton. Kuat tekan beton diberi notasi fc’.
Pada struktur beton bertulangan jika diberikan beban (P) maka timbul regangan
1. Jenis baja tulangan yang dapat digunakan pada elemen struktur beton bertulang
dibatasi hanya pada baja tulangan dan kawat baja saja, baja tulangan yang
tersedia dipasaran yatiu tulangan polos dan baja tulangan ulir.pada tulangan
polos biasanya digunakan untuk tulangan geser atau sengkang dan mempunyai
10
tegangan leleh minimal 240 MPa, sedangkan tulangan ulir biasanya digunakan
untuk tulangan utama dan mempunyai tegangan leleh minimal 300 MPa.
2. Kuat tarik baja tulangan, Meskipun baja tulangan juga mempunyai sifat tahan
terhadap tekan tetapi karena harganya cukup mahal, maka baja tulangan hanya
Gambar 2.2 Hubungan antara tegangan dengan regangan tarik baja tulangan
Sumber: Ali Asroni, 2010
perbedaan simpangan pada pusat massa di atas dan di bawah tingkat yang ditinjau .
Apabila pusat massa tidak segaris dalam arah vertikal, diizinkan untuk menghitung
simpangan di dasar tingkat berdasarkan proyeksi vertikal dari pusat massa tingkat
gaya seismik desain yang ditetapkan tanpa reduksi untuk desain tegangan izin (SNI
1726:2019).
11
Gambar 2.3 Penentuan simpangan antar tingkat
Sumber: SNI 1726:2019
dengan persamaan yang diatur dalam SNI 1726:2019 pasal 7.8.6 sebagai berikut:
.
𝛿𝑥 = ........................................................................................................2.1
∆1 = 𝛿1 ≤ ∆𝑎 ......................................................................................................2.2
() seperti ditentukan dalam 0, atau 0, tidak boleh melebihi simpangan antar tingkat
12
Tabel 2.1 Simpangan antar tingkat izin
Kategori Resiko
(∆) dikenal dengan sebutan P-Delta Effect. Ketika beban lateral akibat gempa
bekerja pada suatu elemen struktural sehingga menyebabkan simpangan atau drift
sumbu vertikal kolom, dari eksentrisitas yang timbul tersebut menghasilkan momen
internal tambahan yang dapat mempengaruhi momen hasil analisis orde pertama.
Pengaruh P-delta pada geser tingkat dan momen, gaya dan momen elemen
struktur yang dihasilkan, dan simpangan antar tingkat yang diakibatkannya tidak
13
perlu diperhitungkan bila koefisien stabilitas () seperti ditentukan oleh persamaan
berikut:
. .
𝜃= .....................................................................................................2.4
. .
Koefisien stabilitas () tidak boleh melebihi max yang ditentukan sebagai
berikut:
,
𝜃𝑚𝑎𝑥 = ≤ 0,25 ......................................................................................2.5
.
Dimana adalah rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat
antara tingkat dan x – 1. Rasio ini diizinkan secara konservatif diambil sebesar 1,0.
Jika lebih besar dari max, struktur berpotensi tidak stabil dan harus didesain
ulang.
kekuatan, dan kekakuan yang cukup agar keseluruhan integritas struktur terjaga,
beban desain dapat ditahan, dan batas layanan terpenuhi. Semua struktur harus
mempunyai jalur beban menerus yang dapat ditelusuri dari semua sumber beban
atau beban yang bekerja ke pondasi. pertemuan antara komponen vertikal (kolom
dan dinding) dan komponen horizontal (balok, pelat, diafragma, dan fondasi) sangat
krusial. Sistem penahan gaya lateral harus memiliki kekuatan yang cukup saat
14
2.4.1 Strong Coloumn – Weak Beam
Konsep strong column – weak beam adalah konsep desain struktur dengan
adalah saat terjadi beban bolak - balik akibat gempa, sendi plastis yang pertama kali
muncul harus pada komponen struktur balok, kemudian selanjutnya muncul pada
komponen struktur kolom. Mekanisme ini harus dipastikan terjadi melalui proses
desain struktur bangunan tahan gempa yang sesuai standar (SNI 2847). Apabila hal
tersebut tidak terpenuhi, meskipun desain sendi plastis sudah dilakukan dengan
tepat, maka pola keruntuhan yang diharapkan tidak akan terjadi Bahkan bisa saja
terjadi kegagalan total pada struktur karena terjadi sendi plastis pada kolom terlebih
dahulu, sedangkan tulangan balok masih dalam kondisi elastis. Dengan kata lain,
yang didesain tidak tercapai atau tidak sesuai dengan yang diharapkan (Yudha
Lesmana, 2021)
15
Gambar 2.5 fenomena soft story terjadi pada struktur gedung
Sumber: Yudha Lesmana, 2021
Konsep desain di atas sangat penting sekali untuk diperhatikan dan diterapkan
dalam desain struktur bangunan tahan gempa agar pola keruntuhan atau kerusakan
yang diharapkan bisa terwujud, seperti yang terlihat dalam gambar 2.4. Urutan yang
tepat adalah saat terjadi gempa sesuai intensitas desain, sendi plastis pada ujung –
ujung komponen struktur balok sudah muncul yang diawali dari lantai paling bawah
hingga paling atas. Setelah sendi plastis pada balok terjadi secara keseluruhan,
selanjutnya sendi plastis pada kolom pada akhirnya juga akan menyusul terbentuk.
Namun perlu diingat bahwa sendi plastis yang terjadi pada kolom hanya untuk
kolom yang paling bawah dan letaknya pada ujung paling dekat dengan fondasi
bukan pada ujung bagian atas. Pada kolom lantai lantai atas, diharapkan tidak terjadi
sendi plastis, karena dikhawatirkan akan terjadi efek soft story pada struktur
bangunan gedung, seperti yang terlihat dalam gambar 2.5. Bila hal itu sampai terjadi,
maka tingkat yang mengalami efek soft story tersebut akan mengalami keruntuhan
16
Konsep strong column – weak beam diatur dalam SNI 2847-2019: Pasal
18.7.3.2, dengan menjamin kekuatan kolom lebih besar 20% dari kuat balok yang
merangka pada kolom tersebut. Kondisi tersebut harus dipenuhi agar konsep strong
column – weak beam dalam desain struktur bangunan gedung beton bertulang tahan
Sistem rangka struktur yang pada dasarnya memiliki rangka pemikul beban
gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama
melalui mekanisme lentur. Menurut tabel SNI 1726:2019 tata cara perencanaan
ketahanan gempa untuk bangunan gedung dan non gedung, tercantum 3 jenis
SRPM yaitu sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB), sistem rangka pemikul
(SRPMK).
momen biasanya disusun secara paralel terhadap sumbu ortogonal utama dari
struktur dan rangka yang saling terhubungoleh diafragma lantai (ACI 318, bab 12).
dalam SNI 2847:2019 pasal 18.3. Dalam SNI 2847:2019 pasal 18.3 diatur mengenai
17
ketentuan gaya geser desain (Vu) kolom SRPMB. Ketentuan tersebut dibahas
dibawah ini:
kedua sisi atas dan bawah. Dan luasan tulangan menerus tersebut harus lebih
Selain itu, tulangan yang menerus tersebut harus diangkur untuk mencapai
3. Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.3.3, nilai geser desain untuk kolom yang
mempunyai panjang tak tertumpu lebih besar dari 5C1, harus memiliki
a. Jumlah gaya geser yang terkait dengan tercapainya Mn pada muka join di
setiap ujung kolom akibat lentur berbalik arah (kurvatur ganda). Kekuatan
lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor yang konsisten
dengan arah gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan kekuatan lentur
tertinggi.
18
2.4.4 Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah
diatur dalam SNI 2847:2019 pasal 18.4. Dalam SNI 2847:2019 pasal 18.4.2
1. Balok harus mempunyai paling sedikit dua batang tulangan longitudinal yang
menerus sepanjang kedua sisi atas dan bawah penampang. Tulangan bawah
yang menerus harus memiliki luas tidak kurang dari seperempat luas
maksimum tulangan bawah. Tulangan ini harus diangkur untuk dapat mencapai
2. Kekuatan momen positif pada muka join tidak boleh kurang dari sepertiga
kekuatan momen negatif yang disediakan pada muka joint tersebut. Baik
bentang balok tidak boleh kurang dari seperlima kekuatan momen maksimum
yang disediakan pada muka salah satu join pada bentang balok yang ditinjau.
3. Kekuatan geser desain balok harus memiliki setidaknya nilai terkecil diantara
dibawah ini:
a. Jumlah gaya geser terkait dengan tercapainya Mn pada muka join di setiap
ujung balok akibat lentur berbalik arah (kurvatur ganda) dan geser yang
sebagai berikut:
(±) (±) .
𝑉𝑢 = + ..........................................................2.6
19
b. Gaya geser maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban desain
4. Pada kedua ujung balok, sengkang tertutup harus disediakan sepanjang tidak
kurang dari 2h diukur dari muka komponen struktur penumpu ke arah tengah
5. Sengkang harus dispasikan tidak lebih dari d/2 sepanjang bentang balok.
1. Kekuatan geser desain kolom harus tidak boleh kurang dari nilai terkecil
a. Jumlah gaya geser yang terkait dengan tercapainya Mn pada muka join di
setiap ujung kolom akibat lentur berbalik arah (kurvatur ganda). Kekuatan
lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial terfaktor yang konsisten
dengan arah gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan kekuatan lentur
tertinggi.
20
2. Pada kedua ujung kolom, sengkang tertutup harus dipasang dengan spasi So
sepanjang lo dari muka join. Spasi So tidak boleh melebihi nilai terkecil dari
dibawah ini:
d. 300 mm.
c. 450 mm.
Penentuan tinggi balok non prategang berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 9.3.1
dengan mutu baja tulangan 420 MPa harus dihitung dengan ketentuan berikut:
..........................................................................................................................2.9
16
Desain balok untuk SRPMK diatur dalam SNI 2847:2019 pasal 18.6 sebagai
berikut:
b. Lebar penampang, harus sekurangnya nilai terkecil dari 0,3h atau 250 mm.
21
c. Proyeksi lebar balok yang melampaui lebar kolom penumpu tidak boleh
melebihi nilai terkecil dari c2 dan 0,75c1 pada masing-masing sisi kolom.
tulangan tidak boleh kurang dari yang disyaratkan 9.6.1.2, dan rasio
tulangan tidak boleh melebihi 0,025 atau 2,5%, baik untuk tulangan atas
maupun bawah.
b. Kekuatan momen positif M(+) pada muka join harus tidak kurang dari
lewatkan tidak boleh melebihi nilai terkecil dari d/4 dan 100 mm.
dua kali tinggi balok (2h) yang diukur dari muka kolom penumpu karena
b. Sengakang pertama pada daerah 2h harus dipasang tidak lebih dari 50mm
22
c. Jarak tulangan sengkang sepanjang 2h tidak boleh elebihi nilai terkecil
dari:
...........................................................................................................2.10
d. Sengkang harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari d/2 disepanjang
Ketentuan kolom SRPMK diatur dalam SNI 2847:2019 pasal 18.7 sebagai
berikut:
a. Dimensi penamapang terkecil diukur pada garis lurus yang melalui pusat
2. Kekuatan lentur pasal 18.7.3.2, pada pasal ini diatur bahwa kekuatan lentur
3. Tulangan longitudinal pasal pasal 18.7.4.1, pada pasal ini diatur bahwa rasio
tulangan longitudinal kolom tidak boleh kurang dari 0,001Ag dan tidak boleh
4. Tulangan transversal pasal 18.6.4, pada pasal ini diatur bahwa tulangan
transversal harus dipasang sepanjang daerah sendi plastis dari masing – masing
muka join.
23
5. Daerah sendi plastis harus memenuhi atau tidak boleh kurang dari nilai terbesar
antara:
6. Jarak tulangan sengkang pada daerah sendi plastis diatur dalam pasal 18.7.5.3.
Pada pasal ini diatur spasi tulangan transversal tidak melebihi nilai terkecil
dibawah ini:
𝑆𝑜 = 100 .....................................................................................2.12
7. Spasi tulangan geser diluar sendi plastis diatur dalam pasal 18.7.5.5 sebagai
berikut:
8. Jumlah luasan tulangan geser pasal 18.7.5.4 harus dihitung berdasarkan tabel
dibawah ini:
24
Tabel 2.2 Tulangan transversal untuk kolom-kolom sistem rangka pemikul momen
khusus
9. Jumlah luasan tulangan sepanjang sendi plastis pasal 18.7.6.2 didesain untuk
2.5 Plat
Pelat beton bertulang merupakan suatu struktur tipis yang dibuat dari beton
bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak
lurus pada bidang struktur tersebut. Ketebalan plat ini relatif kecil apabila
dibandingkan dengan bentang bidangnya. Pelat beton bertulang ini sangat kaku dan
arahnya horizontal, sehingga pada bangunan gedung, plat ini berfungsi sebagai
diafragma atau unsur pengaku horizontal yang sangat bermanfaat untuk mendukung
gravitasi (beban mati dan beban hidup). Beban tersebut mengakibatkan terjadi
momen lentur, oleh karena itu plat direncanakan tahan terhadap momen lentur (Ali
Asroni, 2010)
25
2.5.1 Kekuatan Geser Plat
Pelat dua arah harus mempunyai kuat geser dua arah yang cukup pada setiap
kolom. Kuat geser dua arah disebut kuat geser punching, adalah bagian kritis dari
26
Gambar 2.8 Distribusi tegangan geser pada penampang kritis
Sumber: The Reinforced Concrete Design Handbook A Companion to ACI 318M-
14, 2014
Kekuatan lentur plat dua arah menentukan jumlah tulangan lentur plat yang
menahan gaya momen yang bekerja pada plat. Gaya momen yang dihitung pada
plat berupa momen tumpun dan momen lapangan plat. Lendutan dan momen lentur
yang terjadi merupakan fungsi dari beban yang bekerja pada pelat. Semakin besar
beban yang bekerja di atas pelat, semakin besar pula lendutan maupun momen
Akibat dari beban merata yang bekerja diatas plat mengakibatkan plat
melendut. Lendutan maksimum terjadi pada tengah bentang plat dimana gaya
momen maksimum terjadi. Lendutan plat terjadi akibat defleksi tegak lurus momen
27
Gambar 2.9 lendutan pada pelat dengan bentang dua arah
Sumber: Ali Asroni, 2010
Berdasarkan PBI – 1971 plat dibagi menjadi tigas jenis yaitu, terletak bebas,
menerus, dan terjepit penuh. Perhitungan momen lentur berdasarkan PBI – 1971
28
Tabel 2.3 momen didalam pelat yang menumpu pada keempat tepinya akibat
beban terbagi rata
29
Tabel 2.4 lanjutan
Perhitungan nilai momen lentur plat berdasarkan tabel diatas sebagai berikut:
2.5.3 Diafragma
Diafragma gedung biasanya berupa pelat bertulang horizontal dua – arah atau
satu – arah yang membentang di antara kolom atau dinding atau keduanya.
Diafragma dapat dibuat dengan cetak langsung (cast – in – place, CIP), elemen
pracetak dengan lapisan CIP, elemen pracetak berkaitan tanpa CIP, atau elemen
30
pracetak dengan ujung CIP yang membentuk pelat atau balok tepi (Moehle et al,
2010).
Pelat gedung dirancang untuk menahan beban gravitasi dan juga menyalurkan
beban angin, gempa, air, atau beban lateral tekanan tanah ke sistem penahan momen
lateral, seperti rangka, dinding geser, atau keduanya (ACI 318 – 14, 2014).
Pelat diafragma harus menahan beban gravitasi dan kombinasi gaya lateral
pada bidang secara bersamaan. Untuk pelat beton, ASCE 7-10 (Sub-bab 12.3.1.2)
mengizinkan asumsi diafragma kaku jika rasio aspek, yaitu rasio betang – tebal,
sebesar 3 atau kurang untuk desain seismik dan 2 atau kurang untuk beban angin
(ASCE 7-10, Sub-bab 27.5.4) jika struktur tidak memiliki ketidakberaturan vertikal
yang signifikan. Struktur diharapkan untuk berperilaku non – elastik selama terjadi
gempa, dan diharapkan diafragma kaku akan berperilaku elastis pada segala kondisi.
Pelat diafragma biasa didesain sebagai balok tinggi yang menahan gaya lateral pada
lantai, dengan sistem kolom dan dinding sebagai tumpuan dari balok tinggi
(SP17M-14, 2018).
Tulangan diafragma menahan tarik akibat lentur pada ujung tarik tegak lurus
dengan gaya yang dikenakan. Ujung tarik dan tekan diidentifikasikan sebagai kord
(chords).
31
Gambar 2.11 gaya tarik – tekan dan geser diafragma akibat gaya lateral
Sumber: The Reinforced Concrete Design Handbook A Companion to ACI 318M-
14, 2014
32
Gambar 2.13 distribusi gaya lateral diafragma rigid
Sumber: The Reinforced Concrete Design Handbook A Companion to ACI 318M
– 14, 2014
Secara umum, tulangan kord (chords) dan kolektor terletak pada tengah
tinggi diafragma. Pada umumnya bukaan lebih kecil dari kira – kira dua kali tebal
pelat hanya diperkuat dengan tulangan yang digeser, tetapi minimal satu pada setiap
sisi (Moehle et al. 2010). Bukaan yang lebih besar akan membutuhkan analisis yang
33
Kord (chords) pada bukaan harus diproporsikan untuk menahan jumlah dari
gaya aksial terfaktor yang berlaku di bidang diafragma dan gaya didapat dengan
membagi momen terfaktor pada penampang dengan jarak antara kord (chords) pada
Penentuan tebal plat 2 arah non prategang berdasarkan SNI 2847:2019 pasal
34
Dengan balok tepi, ........................................................................................2.15
33
𝑙𝑥
𝛽= ≤ 2 .......................................................................................................2.16
.
𝜌𝑝𝑒𝑟𝑙𝑢 = 1−√ ....................................................................2.17
. , .
𝜌𝑏 = 𝑥 ..............................................................................2.18
,
𝜌𝑚𝑖𝑛 = ......................................................................................................2.20
. , .
𝑅𝑚𝑎𝑥 = 0,75. 𝜌𝑏. 𝑓𝑦( )........................................................2.22
, .
35
Perhitungan tahanan momen nominal sebagai berikut:
𝑅𝑛 = ........................................................................................................2.23
.
𝑅𝑛 ≤ 𝑅𝑚𝑎𝑥 ......................................................................................................2.24
𝜙𝑀𝑛 ≤ 𝑀𝑢.........................................................................................................2.25
.
𝑎= ....................................................................................................2.27
, . .
Menurut SNI 2847:2019 pasal 22.6.5.2 nilai vc diambil dari tabel dibawah
ini:
Sumber: SNI 2847:2019
36
Kekuatan rencana gaya geser dua arah sebaga berikut:
𝜙𝑉𝑛 = 𝑉𝑐 ≤ 𝑉𝑢 ................................................................................................2.28
𝜆𝑎𝑙𝑙 = 𝜆𝑇 + 𝜆𝑠 ..................................................................................................2.29
. .
𝜆𝑠𝑚𝑎𝑥 = . .
................................................................................................2.30
berikut:
𝜆𝑇 = .........................................................................................................2.31
Kuat desain gaya geser diafragma harus memenuhi persyaratan dibawah ini:
𝜙𝑉𝑛 ≤ 𝑉𝑢..........................................................................................................2.32
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 12.5.3.4 nilai gaya geser bidang geser
𝑉𝑛 = 0,77𝐴𝑐𝑣√𝑓𝑐′ ...........................................................................................2.34
37
Kuat desain gaya momen diafragma harus memenuhi persyaratan berikut:
𝜙𝑆𝑢 ≤ 𝑈.......................................................................................2.35
𝑈= ............................................................................................................2.36
berikut:
𝜙𝑓𝑦. 𝐴𝑠 ≥ 𝑈
Menurut Yudha Lesmana 2021, pada struktur gedung, balok menerima beban
gravitasi dari pelat lantai atau beban dari tembok yang berupa beban merata dan
kemudian mentransfer beban tersebut pada kolom berupa beban aksial dan momen.
Dengan kondisi beban demikian, balok lebih didominasi perilaku lentur dan geser
sedangkan gaya aksialnya sangat kecil bahkan bisa diabaikan. Namun pada kondisi
tertentu, pada balok bisa terjadi juga momen torsi yang dikarenakan beban yang
tidak ideal sehingga membuat balok mengalami efek puntir terhadap sumbu
longitudinalnya. Dengan kata lain, dalam desain struktur balok pada gedung, ada 3
jenis tulangan yang harus direncanakan yaitu tulangan lentur, tulangan geser dan
tulangan torsi.
Dalam perencanaan gedung tahan gempa, peran balok tidak saja memikul
beban gravitasi, namun juga memikul beban lateral (gempa) yang diterima oleh
38
struktur gedung. Kondisi ini mengharus adanya penyesuaian pada elemen balok
guna mengantisipasi distribusi momen pada balok yang berubah secara drastis.
Perubahan distribusi momen ini terjadi dikarenakan beban gempa yang berlangsung
sangat cepat dan bergerak bolak – balik. Bila fenomena beban bolak – balik dari
gempa tidak diantisipasi, maka dapat dipastikan balok yang didesain akan hancur
meskipun balok tersebut mampu memikul beban gravitasi. Maka dari itu, desain
struktur tahan gempa pada elemen balok sangat diperlukan dalam proses desain
struktur gedung.
Secara umum, material beton kuat dalam memikul gaya tekan namun disatu
sisi sangat lemah memikul beban tarik, sehingga menggunakan baja tulangan
secara alami memiliki tingkat elastisitas yang tinggi, bekerjasama dengan material
beton dengan membentuk material komposit yang dikenal secara umum berupa
element struktur beton bertulang merupakan peran dari kerjasama antara beton dan
baja tulangan. Bila beton tidak diberi baja tulangan maka elemen tersebut dapat
dipastikan bersifat getas. Sehingga dengan kata lain, baja tulangan memiliki peran
yang sangat penting demi terciptanya element yang daktail. Untuk itu, dalam desain
kejadiannya tidak pernah bisa diperkirakan. Bahkan bisa jadi selama umur
bangunan tersebut, tidak pernah terjadi gempa. Meskipun demikian, guna menjaga
39
dan menjamin tingkat keamanan dari penghuni gedung, maka hal tersebut harus
tetap dilakukan agar dapat meminimalisir jatuhnya korban bila terjadi bencana
gempa.
Beban gempa adalah beban yang dinamis dan durasi kejadiannya relatif
sangat cepat. Sebuah energi getaran yang bersumber dari titik sumber gempa
kemudian menjalar melalui kulit bumi hingga kepermukaan tanah. Energi tersebut
getaran tersebut, struktur yang berada diatas permukaan bumi menerima gaya pada
pusat massa nya. Semakin besar massa nya maka semakin besar pula gaya gempa
yang akan diterima. Dalam desain struktur, distribusi massa pada bangunan sangat
pada tingkat yang tinggi karena meningkatkan resiko gempa pada struktur.
40
b. Akibat beban gravitasi dan beban gempa arah kanan
Jenis keruntuhan yang dapat terjadi pada balok lentur bergantung pada sifat –
sifat penampang balok. Keruntuhan lentur dapat dibedakan menjadi 3 jenis yaitu:
1. Keruntuhan tekan
2. Keruntuhan seimbang
3. Keruntuhan tarik
41
Distribusi regangan pada penampang beton untuk 3 jenis keruntuhan lentur
sebelum baja tulangan leleh. Hal ini berarti regangan tekan beton sudah melampaui
regangan batas 0,003 tetapi regangan tarik baja tulangan belum mencapai leleh, atau
εc’= εcu’ tetapi εs < εy, seperti terlihat pada gambar diatas. Balok yang mengalami
keruntuhan seperti ini terjadi pada penampang dengan rasio tulangan yang besar
Balok yang mengalami keruntuhan tekan, pada saat beton mulai hancur baja
tulangannya masih, sehingga lendutan relatif tetap. Tetapi, jika balok ditambah
yang besar, maka baja tulangan akan meleleh dan dapat terjadi keruntuhan secara
mendadak tanpa ada tanda – tanda. Keadaan ini sangat membahayakan bagi
42
kepentingan kelangsungan hidup manusia, sehingga perencanaan beton bertulang
dan baja tulangan leleh terjadi bersamaan. Hal ini terjadi tegangan tekan beton
mencapai regangan batas 0,003 dan tegangan tarik baja tulangan mencapai lele pada
saat yang sama εc’= εcu’ tetapi εs < εy. Balok yang mengalami keruntuhan seperti ini
Karena beton dan baja tulangan mengalami kerusakan pada saat yang sama,
maka kekuatan beton dan baja tulangan dapat dimanfaatkan sepenuhnya sehingga
penggunaan material beton dan baja tersebut menjadi hemat. Sistem perencanaan
beton bertulang yang demikian ini merupakan salah satu sistem perencanaan yang
ideal, tetapi sulit dicapai karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya
ketidaktepatan mutu baja tulangan dengan mutu baja tulangan rencana maupun
pembulatan.
Pada keadaan penampang beton dengan keruntuhan tarik, baja tulangan sudah
leleh sebelum beton hancur. Hal ini berarti regangan tarik baja tulangan sudah
mencapai titik leleh tetapi regangan tekan beton belum mencapai regangan batas
0,003 εc’= εcu’ tetapi εs < εcu’. Balok dengan keruntuhan seperti ini terjadi pada
43
Karena kerusakan terjadi pada baja tulangan yang menahan beban tarik lebih
dulu leleh dan baja tulangan bersifat liat, maka keruntuhan beton seperti ini disebut
keruntuhan tarik atau keruntuhan liat. Pada balok yang mengalami keruntuhan tarik,
pada saat baja tulangan mulai leleh betonnya masih kuat atau belum hancur,
sehingga dapat terjadi ledakan pada balok. Jika di atas balok ditambah lagi beban
yang besar, maka lendutan balok semakin besar dan akhirnya terjadi keruntuhan.
berikut:
plat diperhitungkan pada kondisi tulangan momen posistif daan tulangan momen
negatif.
𝜙𝑀𝑛 ≥ 𝑀𝑢.........................................................................................................2.39
𝜙𝑉𝑛 ≥ 𝑉𝑢...........................................................................................................2.40
𝜙𝑇𝑛 ≥ 𝑇𝑢...........................................................................................................2.41
44
Perhitungan kapasitas gaya geser penampang dihitung berdasarkan
𝜙𝑉𝑛 = 𝑉𝑐 + 𝑉𝑠..................................................................................................2.42
Menurut SNI 2847:2019 pasal 22.5.5.1 perhitungan kuat geser nominal yang
𝑉𝑐 = 0,17𝜆 𝑓𝑐 . 𝑏. 𝑑 ........................................................................................2.43
Perhitungan kekuatan geser nominal yang ditahan oleh beton sebagai berikut:
. .
𝑉𝑠 = .....................................................................................................2.44
𝐴 𝑐𝑝
𝑇𝑡ℎ = 0,083𝜆√𝑓𝑐′ 𝑃𝑐𝑝 ........................................................................2.46
berikut:
𝐴 𝑐𝑝
𝑇𝑐𝑟 = 0,33𝜆√𝑓𝑐′ 𝑃𝑐𝑝 ..........................................................................2.47
45
Menurut SNI 2847:2019 pasal 22.7.7.1 pengecekan apakah potongan cukup
untuk menahan gaya momen torsi dan perhitungan torsi nominal penampang
sebagai berikut:
( . )
+ ≤𝜙 + 8√𝑓𝑐′ .....................................................2.48
. , . .
. . .
𝜙𝑇𝑛 = 𝑡𝑎𝑛𝜃
beban-beban dari balok dan pelat, untuk diteruskan ke tanah dasar melalui fondasi.
beban dari balok dan pelat ini berupa beban aksial ickan serta momen lentur (akibat
kontinuitas konstruksi). oleh karena itu dapat didefinisikan, kolom ialah suatu
bangunan bawah dan struktur bangunan atas. struktur bangunan hawah, yaitu
struktur bangunan yang berada di bawah permukaan tanah yang lazim disebut
bangunan yang berada di atas permukaan tanah, yang meliputi: struktur atap, pelat
46
lantai, balok, kolom, dan dinding. selanjutnya, balok dan kolom ini menjadi satu
kesatuan yang kokoh dan sering disebut sebagai kerangka (portal) dari suatu gedung.
paling penting untuk diperhatikan, karena apabila kolom ini iengalami kegagalan,
maka dapat berakibat keruntuhan struktur hangunan atas dari gedung secara
keseluruhan.
Kolom adalah elemen struktur yang menerima gaya gempa paling besar
dibandingkan dengan elemen lainnya. Hal ini mengingat bahwa posisi kolom yang
tegak lurus dengan arah gempa dan memiliki peran sebagai tumpuan utama dari
massa bangunan. Sehingga disaat terjadi gaya gempa yang tegak lurus dengan
sumbu batangnya, maka akan bekerja sebuah gaya yang berpusat pada tiap massa
lantai yang seolah - olah membentuk gaya momen dengan panjang lengan dari gaya
Pada Gambar 2.17, dapat dilihat sebuah kolom sederhana dengan kekakuan k
dan tinggi h, memikul sebuah massa m pada bagian atasnya. Disaat tidak terjadi
gempa, gaya yang bekerja pada kolom hanyalah beban aksial yang berasal dari
massa m dan momen yang dihasilkan relatif kecil atau bahkan bisa diabaikan.
Namun disaat terjadi percepatan gempa EQ, maka akan muncul sebuah gaya F
(sesuai kaidah fisika dasar F = m.a) yang berpusat pada massa m yang terletak pada
puncak kolom. Pada kondisi tersebut kolom dalam kondisi perletakan jepit sehingga
dengan adanya jarak pada ketinggian tertentu, seolah – olah muncul momen M yang
diakibatkan adanya gaya F dan lengan momen h pada bagian bawah kolom. Pada
47
kasus ini, kolom merupakan struktur kantilever sehingga tidak terdapat momen
pada puncak kolom. Beda halnya dengan pada bagian bawah kolom, dikarenakan
perletakkan jepit (karena pada umumnya perletakkan kolom jepit) maka akan
(percepatan EQ). Mekanisme inilah yang membuat kolom memiliki peran sangat
penting disaat gempa terjadi. Diagram momen yang dihasilkan dari mekanisme
Gambar 2.17 mekanisme dasar terbentuknya momen pada kolom akibat gaya
lateral gempa
Sumber: Yudha Lesmana
48
Gambar 2.18 diagram momen pada dasar kolom akibat gaya lateral gempa
Sumber: Yudha Lesmana
Dari Gambar 2.18 dapat dilihat bahwa disaat kolom mengalami gaya gempa
dari kiri ke kanan maka akan muncul gaya dari sebelah kanan yang kemudian
positif pada bagian tumpuan kolom. Dalam kondisi momen positif tersebut, bagian
sisi kanan kolom akan mengalami tarik dan bagian sisi kiri kolom akan mengalami
tekan, Keadaan ini diasumsikan bila gaya lateral yang datang dari satu arah dan
hanya terjadi sekali. Gaya gempa merupakan fenomena gerakan yang terjadi bolak
– balik yang membuat struktur bergoyang selama terjadi gempa. Maka dari itu
Selain memikul beban gempa pada arah lateral, kolom juga sebagai elemen
struktur vertikal yang menyalurkan beban ke pondasi. Beban yang dipikul berasal
dari struktur yang menumpu pada kolom, yang berupa elemen struktur lentur
(balok). Secara umum, beban dari pelat ditransfer ke dalam elemen balok kemudian
dari balok akan dilanjutkan ke elemen kolom. Beban yang ditransfer oleh balok
tergantung bagaimana balok itu dikekang kedalam kolom. Bila balok hanya
diletakkan begitu saja pada kolom tanpa ada kekangan yang berarti, maka yang
diterima oleh kolom hanya berupa beban aksial (perletakkan bersifat sendi/rol).
Namun bila balok dikekang dengan kuat kedalam kolom dengan mekanisme jepit,
maka bukan saja gaya vertikal yang ditransfer namun juga ada besaran momen yang
dibebankan pada ujung elemen struktur kolom. Pada kondisi umum, sifat hubungan
49
balok dan kolom pada struktur gedung adalah bersifat jepit, sehingga elemen kolom
pada struktur gedung memikul kombinasi gaya dalam yaitu gaya aksial dan momen.
banyaknya gaya/momen yang bekerja pada kolom, baik dari luar kolom (balok)
ataupun dari kolom itu sendiri. Gaya/ momen yang berasal dari kolom dapat berupa
pengaruh delta effect dan. eksentrisitas yang tidak terduga dalam proses
pelaksanaan. Dalam proses desain kolom stuktur tahan gempa, perhatian terhadap
daerah sendi plastis sangatlah penting. Seperti halnya pada balok, sendi plastis
kolom terletak pada ujung tumpuan kolom dengan panjang (lo,) tertentu sesuai
peraturan syaratkan, seperti yang terlihat pada gambar 2.19 pada tersebut (lo) perlu
dilakukan detailing khusus guna memberikan efek kekangan yang cukup. Sehingga
saat terjadi gempa, struktur kolom tidak mengalami kegagalanpada daerah sendi
plastisnya.
50
2.7.1 jenis kolom
Kolom dibedakan beberapa jenis menurut bentuk dan susunan tulangan, serta
letak/posisi beban aksial pada penampang kolom. di samping itu juga dapat
dimensi lateral.
a. Kolom segi empat, baik berbentuk empat persegi panjang maupun bujur
c. Kolom komposit, yaitu kolom yang terdiri atas beton dan profil baja
(a). kolom segi empat (b). kelom bulat (c). kolom komposit
51
Dari ketiga jenis kolom tersebut, kolom bersengkang (segi empat dan
kolom dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kolom dengan posisi beban sentris
dan kolom dengan posisi beban eksentris, seperti tampak pada gambar 2.20.
Untuk kolom dengan posisi beban sentris, berarti kolom ini menahan
beban aksial tepat pada sumbu kolom (lihat gambar 2.20 (a)). Pada keadaan ini
tekan.
Untuk kolom dengan posisi beban eksentris, berarti beban aksial bekerja
di luar sumbu kolom dengan eksentrisitas sebesar e (lihat gambar 2.20 (b)).
beban aksial p dan eksentrisitas e ini akan menimbulkan momen (m) sebesar
M=P.e dengan demikian, kolom yang menahan beban aksial eksentris ini
pengaruhnya sama dengan kolom yang menahan beban aksial sentris p serta
52
(a). beban p sentries (b). beban p eksentris (c). beban p dan m
yaitu: kolom panjang (sering pula disebut kolom langsing atau kolom kurus),
dan kolom pendek (sering pula disebut kolom tidak langsing atau kolom
gemuk). beban yang bekerja pada kolom panjang. dapat menyebabkan terjadi
tekuk. tetapi pada kolom pendek, kehilangan stabilitas lateral karena tekuk ini
hancurnya beton).
Kombinasi beban axial dan momen terfaktor pada kolom sulit untuk dipahami
tanpa adanya metode pengecekan pada tiap kombinasi. Seperti ditunjukkan pada
akibat gaya aksial maksimum (LC1) dan momen lentur maksimum (LC2) belum
tentu sesuai peraturan desain untuk kombinasi beban lainnya seperti LC3.
53
4.
atau lebih. Pada saat ini penggunaan kolom komposit dengan material beton
bertulang (komposit beton dan baja tulangan) telah banyak digunakan di berbagai
bangunan tinggi. Selain kolom beton bertulang, terdapat kolom komposit dengan
penambahan material baja profil, yang dibagi menjadi dua macam yaitu kolom
komposit inside steel dan outside steel dimana bagian kolom dengan struktur baja
terbungkus oleh beton dinamakan dengan kolom inside steel (concrete encased
column) sedangkan untuk baja yang berisi beton dinamakan kolom outside steel
54
Menurut SNI 1729:2020 BAB I tentang batasan material. Beton, baja
struktural, dan batang tulangan baja dalam sistem komposit harus memenuhi
1. Untuk menentukan kekuatan tersedia, beton harus memiliki kekuatan tekan fc’,
minimal 3 ksi (21 MPa), maksimal 10 ksi (69 MPa) untuk beton normal dan
minimal 3 ksi (21 MPa), maksimal 6 ksi (41 MPa) untuk beton ringan.
dibawah ini:
batang komposit yang ekonomis (Leon dan Hajjar, 2008). Rasio ρsr adalah:
55
2.7.3 Perencanaan Kolom
Menurut SNI 2847:2019 pasal 6.2.5.1 nilai radius girasi dihitung sebagai
berikut:
𝑟= .......................................................................................................2.51
Nilai K dibaca dari monograph yang disediakan oleh SNI 2847:2019 pasal
R.6.2.5.
56
.
≤ 22 ..........................................................................................................2.52
𝜓= ...................................................................2.53
𝑃𝑜 = 𝐶𝑐 + ∑ 𝐹𝑠𝑖 ................................................................................................2.54
berikut:
berikut:
57
𝑀𝑠𝑖 = 𝑑𝑖. 𝐹𝑠𝑖 .....................................................................................................2.60
Menurut SNI 1727:2020 nilai penambahan jarak tepi (C2) 0,85 untuk
sebagai berikut:
58
Berdasarkan tabel SNI 1727:2020 tabel I1.1b pengelompokan elemen batang
sebagai berikut:
𝜆 = 𝑏/𝑡 ...............................................................................................................2.65
59
Menurut SNI 1727:2020 kekuatan tekan dihitung berdasarkan tipe
1. Penampang kompak
𝑃𝑛𝑜 = 𝑃𝑝
𝑃𝑛𝑜 = 𝑃𝑝 − ( )
(𝜆 − 𝜆𝑝) ................................................................2.72
3. Penampang langsing
𝑓𝑐𝑟 = .......................................................................................................2.75
berikut:
𝜋 𝐸𝐼
𝑃𝑒 = 𝐿𝑐 ............................................................................................. 2.76
60
Berdasarkan SNI 1729:2020 kekuatan aksial nominal di kontrol melalui
persamaan berikut:
61
62
Kombinasi axial lentur arah x
𝑀𝐶 = 𝑀𝐵 .......................................................................................................... 2.84
,
𝑃𝐷 = ................................................................................................ 2.85
ℎ1.ℎ22
𝑍𝑐 = − 𝑍𝑠𝑥 − 𝑍𝑟 .............................................................................. 2.88
4
63
Gaya aksial pada titik B sebagai berikut:
𝑃𝐵 = 0 ...............................................................................................................2.91
, ( ) .
ℎ𝑛 = [ , ( ) ]
.................................................................. 2.95
.
( ) ( . ) .
ℎ𝑛 = [ , ( ) ]
............................. 2.98
.
( ) ( . ) .
ℎ𝑛 = [ , ( ) ]
...........................2.101
.
64
2.8 Dinding Geser (Shear Wall)
Dinding geser atau shear wall adalah dinding struktural berbahan beton
bertulang massif yang dirancang untuk menahan geser dan gaya lateral akibat
kekakuan memadai yang diperlukan untuk mengurangi simpangan antar lantai yang
Dinding geser membentang pada seluruh jarak vertikal antar lantai mulai dari
penempatan posisi dinding geser dapat menimbulkan suatu kondisi dimana pusat
massa dan pusat elemen penahan struktur tidak tepat pada satu lokasi yang sama,
sekeliling pusat elemen penahan, dan kondisi ini menyebabkan banyak gedung
65
Pemilihan tipe dinding didasarkan beberapa faktor, termasuk kegunaan,
Untuk gedung lantai rendah seperti terlihat gambar 2.25a dinding padat, persegi
biasanya digunakan (hw/lw < 2). Ketika tinggi gedung meningkat, tinggi dinding
terhadap panjang meningkat (hw/lw > 2), membuat dinding menjadi lebih langsing
seperti terlihat pada gambar 2.25c. Dinding dengan bukaan diizinkan, tetapi,
tergantung dari presentase bukaan, kuat dinding dapat dikurangi. Baris dari bukaan
yang sejajar secara vertikal pada dinding langsing membagi dinding menjadi dua
menerus individual yang terhubung oleh balok kopel seperti terlihat pada gambar
2.25d.
66
2.8.1 Perencanaan Dinding Geser
sesuai dengan Tabel 11.3.1.1. Dinding yang lebih tipis diizinkan bila hasil analisis
67
Tabel 2.6 Ketebalan minimum dinding h
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 11.5.4.4, kuat geser desain harus dihitung
𝑉𝑛 = 𝑉𝑐 +
𝑉𝑠 ....................................................................................................2.103
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 11.5.4.5, kuat geser beton dinding dihitung
𝑉𝑐 =
0,17 𝑓 𝑐. ℎ. 𝑑 ..........................................................................................2.104
Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 11.5.3.1, kuat lentur desain dihitung dengan
persamaan berikut:
68
𝑃𝑛 = 0,55. 𝑓𝑐 . 𝐴𝑔 1 −
.
.............................................................2.105
2.9 Pembebanan
Beban – beban yang bekerja pada struktur gedung berupa beban statik dan
beban dinamik. Beban statik berupa beban mati tambahan, berat sendiri gedung,
dan beban hidup. Beban dinamik yang bekerja pada struktur berupa gaya gempa
Beban mati merupakan beban statis yang bekerja pada bangunan sesuai
dengan arah gaya gravitasi bumi. Gaya – gaya yang menghasilkan beban mati
terdiri dari berat sendiri struktur, berat lantai keramik dan spesi, plafond, pasangan
dinding bata, mekanikal elektrikal, dan plumbing. Penentuan berat minimum yang
harus diperhitungkan sebagai beban mati untuk suatu bahan tertentu harus sesuai
dengan SNI 1727:1989 beban desain minimum dan kriteria terkait untuk bangunan
69
2. Tebal 10 cm 200 kg/m2 (1,962 kN/m2)
penghuni bangunan gedung atau struktur lain yang tidak termasuk bahan konstruksi
dan beban lingkungan, seperti beban angin, beban hujan, beban gempa, beban banjir
Beban hidup atap merupakan beban pada atap yang diakibatkan pelaksanaan
pemeliharaan oleh pekerja, perlatan dan material dan selama masa layan struktur
yang diakibatkan oleh benda bergerak, seperti tanaman atau benda dekorasi kecil
Beban hidup yang diisyaratkan SNI 1727:2020 pasal 4.3 beban merata untuk
fungsi bangunan sebagai sekolah sebesar 1,92 kN/m2, untuk beban atap bukan
pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan
70
(fault zone). Pada saat terjadi benturan antara lempeng-lempeng aktif tektonik bumi,
akan terjadi pelepasan energi gempa yang berupa gelombang energi yang merambat
perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan gedung dan non gedung. Analisis
beban gempa dapat dilakukan dengan 3 cara analisis, yaitu analisi statik eqivalen,
rekaman riwayat percepatan dari degree of freedom (DOF) yang dibebani beban
gempa yang berupa ground motion. Rekaman riwayat yang diambil merupakan plot
dari nilai maksimum (percepatan, kecepatan, dan perpindahan) dari periode yang
berbeda – beda sehingga sehingga membentuk kurva yang dikenal sebagai respon
spektrum (Yudha Lesmana, 2020). Metode respon spektrum diatur dalam SNI
71
Gambar 2.28 Peta parameter gerak tanah Ss wilayah Indonesia untuk respon
spektrum
Sumber: SNI 1726:2019 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk bangunan
gedung dan non gedung
72
2.9.4 Arah Pembebanan Gempa
Menurut SNI 1726: 2019, arah penerapan beban seismik yang digunakan
dalam desain harus merupakan arah yang akan menghasilkan pengaruh beban
paling kritis. Pengaruh beban paling kritis akibat arah penerapan gaya seismik pada
struktur dianggap terpenuhi jika elemen struktur dan fondasinya didesain untuk
memikul kombinasi beban beban yang ditetapkan berikut: 100 % gaya untuk satu
Kriteria desain perencanaan struktur gedung tahan gempa telah diatur dalam
Tabel 2.8 Kategori risiko bangunan gedung dan nongedung untuk beban gempa
Jenis Pemanfaatan Kategori
Resiko
73
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Perumahan
- Pasar
- Gedung perkantoran II
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
untuk:
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
gawat darurat
74
- Penjara
dibatasi untuk:
- Pusat telekomunikasi
- Bangunan-bangunan monumental
75
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah ibadah
darurat
fungsi struktur
76
Tabel 2.9 Faktor keutamaan gempa
Kategori Resiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie
I atau II 1,0
III 1,25
IV 1,50
mengikuti pasal ini. Struktur dengan kategori risiko I, II, atau III yang berlokasi di
mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1,
lebih besar dari atau sama dengan 0,75 harus ditetapkan sebagai struktur dengan
mana parameter respons spektral percepatan terpetakan pada periode 1 detik, S1,
lebih besar dari atau sama dengan 0,75, harus ditetapkan sebagai struktur dengan
0,50 ≤ SDS D D
77
Tabel 2.11 Kategori desain seismik berdasarkan parameter respon percepatan
pada periode1 detik
Nilai SD1 Kategori resiko
0,20 ≤ SD1 D D
Berdasarkan SNI 1726:2019 Pasal 7.2, sistem struktur memiliki penahan gaya
respons, faktor kuat lebih sistem, faktor pembesaran defleksi, berdasarkan SNI
78
Tabel 2.12 Faktor R, Cd, dan untuk sistem pemikul gaya seismik
Koefisien Faktor
25 % gaya gempa
bertulang biasa
berupa gaya terpusat yang terdistribusi pada tiap tingkat struktur bangunan sesuai
besaran massa pada tingkat yang ditinjau. Metode ini diatur dalam SNI 1726-2019,
pasal 7.8.
79
bekerja pada struktur bangunan akibat pengaruh pergerakan tanah yang diakibatkan
Statik Ekuivalen. Pada metode ini diasumsikan bahwa gaya horisontal akibat gempa
perkalian antara suatu koefisien atau konstanta, dengan berat atau massa dari
Beban gempa yang bekerja pada struktur bangunan merupakan gaya inersia.
Besarnya gaya inersia ini tergantung dari banyak faktor. Berat atau massa bangunan
dan percepatan gempa merupakan faktor yang paling utama. Faktor-faktor lainnya
yang juga mempengaruhi besarnya beban gempa pada struktur adalah bagaimanan
cara massa dari bangunan tersebut terdistribusi, kekakuan dari sistem struktur
bangunan, dan perilaku dari getaran gempa (M. Afif Alim, dkk, 2018).
Berdasarkan SNI 1726:2019, gaya geser dasar seismik V dalam arah yang
𝑉 = 𝐶𝑠. 𝑊 ........................................................................................Persamaan
2.106
80
𝑉= W ........................................................................................Persamaan
2.107
Periode adalah besarnya waktu yang dibutuhkan untuk mencapai satu getaran.
Periode alami struktur perlu diketahui agar resonansi pada struktur tersebut dapat
dihindari. Resonansi struktur adalah keadaan dimana frekuensi alami pada struktur
sama dengan frekuensi beban luar yang bekerja sehingga dapat menyebabkan
keruntuhan pada struktur. Periode fundamental struktur, dalam arah yang ditinjau
pemikul dalam analisis yang teruji. Penentuan periode struktur dalam SNI
1726:2019 pasal 7.8.2 ada dua pendekatan yang digunakan sesuai dengan
𝑇𝑎 = 𝐶𝑡. ℎ ......................................................................................Persamaan
2.108
𝑇𝑎 = 0,1𝑁 .......................................................................................Persamaan
2.109
81
akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya
seismik:
tingkat akibat pergerakan tanah akibat dari gaya gempa rencana terhadap struktur
gedung. Analisis dinamik dilakukan dengan metode respon spektrum dan analisis
Perbedaan antara Beban Statik dan Dinamik (Widodo, 2000), pada ilmu
statika keseimbangan gaya – gaya didasarkan atas kondisi statik, artinya gaya-gaya
tersebut tetap intesitasnya, tetap tempatnya dan tetap arah/garis kerjanya. Gaya –
gaya tersebut dikategorikan sebagai beban statik. Kondisi seperti ini akan berbeda
1. Beban dinamik adalah beban yang berubah-ubah menurut waktu (time varying)
82
3. Untuk gempa bumi maka tentang waktu tersebut kadang – kadang hanya
beberapa detik saja. Walaupun hanya beberapa detik saja namun beban angin
dan beban gempa misalnya dapat merusakkan struktur dengan kerugian yang
sangat besar.
4. Beban dinamik dapat menyebabkan timbulnya gaya inersia pada pusat massa
5. Beban dinamik lebih kompleks dibanding dengan beban statik, baik dari bentuk
perlu diambil untuk mengatasi tidak pastian yang mungkin ada pada beban
dinamik.
cara metode superposisi, yaitu metode Akar Kuadrat Jumlah Kuadrad (Square Root
83
Quadratic Combination/CQC). Dalam hal ini, jumlah ragam vibrasi yang ditinjau
dalam penjumlahan ragam respons menurut metode ini harus sedemikian rupa
sekurang-kurangnya 90%.
Combination atau CQC). Waktu getar alami harus dianggap berdekatan, apabila
selisih nilainya kurang dari 15%. Untuk struktur gedung tidak beraturan yang
memiliki waktu getar alami yang berjauhan, penjumlahan respons ragam tersebut
dapat dilakukan dengan metoda yang dikenal dengan Akar Jumlah Kuadrat (Square
Root of the Sum of Squares atau SRSS). Penggunaan metode CQC dan SRSS secara
Konsep pembebanan dengan arah ortogonal (100% dan 30%) yang terdapat
dalam SNI 1726:2019 pasal 7.5.3 akan di setting pada saat beban respon spektrum
sebagai berikut:
Kombinasi1 = 1,4D
84
Kombinasi 5 = (1,2 + 0,2SDs) D + L + 100% (Rs – x) – 30% (Rs – y)
85
3 BAB III
METODOLOGI PENELTIAN
Lokasi penelitian pada tugas tugas akhir yang berjudul “Perhitungan Struktur
Atas Gedung Baru Sekolah Tinggi Teknologi Dumai”, yang berlokasi di Jalan
Pada tugas akhir ini dilakukan perhitungan struktur atas tahan gempa gedung
baru STT Dumai dengan dengan jenis beban yaitu, beban mati (dead load), beban
hidup (live load), beban gempa statik, dan beban gempa dinamis response spectrum.
dan pelaksanaan dapat tepat sasaran dan efektif. Data yang dijadikan bahan acuan
Gedung yang ditinjau sebagai objek analisa tugas akhir adalah gedung baru
STT Dumai. Gedung ini terdiri dari struktur beton bertulang 4 lantai yang
beralamatkan di Jl. Soekarno – Hatta Dumai, Riau. Data struktur dari gedung
79
Nama Gedung : Gedung Baru STT Dumai
Kosong
Kosong
Kosong
Kosong
Mutu Bahan
b. Mutu Baja
Dalam peneltian ini menggunakan metode analisis. Maksud dari peneltian ini
adalah untuk menghitung struktur atas gedung baru STT Dumai yang tahan
Dalam tugas akhir ini menggunakan metode analisis. Maksud dari tugas akhir
ini adalah untuk merencanakan sistem struktur dan penulangan nya yang mampu
80
Analisis gaya – gaya dalam menggunakan bantuan dari software ETABS V19,
4. Pembebanan struktur berupa beban mati, beban hidup, beban statik eqivalen,
81
3.5 Diagram Alir
Mulai
Plimery Design
(Plat, Balok, dan Kolom)
Permodelan Struktur
Pembebanan Struktur
Tidak Pembesaran
Analisis Struktur
Dimensi
Ya
Perhitungan
dan Penulangan Struktur
Selesai
82
4 DAFTAR PUSTAKA
Asroni Ali, 2010, Balok dan Pelat Beton Bertulang (Edisi Pertama). Graha Ilmu:
Yogyakarta.
Asroni Ali, 2010, Kolom Fondasi dan Balok T Beton Bertulang (Edisi Pertama).
Graha Ilmu: Yogyakarta.
BSN, 2019, SNI 1726:2019 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk
Struktur Bangunan Gedung dan Nongedung. Badan Standardisasi Nasional:
Jakarta.
BSN, 2019, SNI 2847:2019 Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung
dan Penjelasan (ACI 318M-14 dan ACI 318RM-14, MOD). Badan
Standardisasi Nasional: Jakarta.
BSN, 2020, SNI 1727:2020 Beban Desain Minimum dan Kriteria Terkait Untuk
Bangunan Gedung dan Struktur Lain. Badan Standardisasi Nasional: Jakarta.
BSN, 1989, SNI 1727:1989 Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan
Gedung. Badan Standardisasi Nasional: Jakarta.
HAKI, 2020, Webinar Prosedur Penentuan Beban Gempa Untuk Bangunan Gedung
Menurut SNI 1726:2019. Himpunan Ahli Kontruksi Indonesia: Jakarta.
Heri, I., dan Azhar, y., R., 2020, Analisa pengaruh P – Delta Effect Terhadap
Perbedaan Ketinggian Struktur Gedung Tahan Gempa (Studi Kasus: Non –
Highrise Building). Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya: Surabaya.
83
Lesmana Yudha, 2020, Handbook Prosedur Analisa Beban Gempa Struktur
Bangunan Gedung Berdasarkan SNI 1726-2019 (Edisi Pertama), Media
Pustaka: Makassar.
Lesmana Yudha, 2021, Handbook Analisa dan Desain Struktur Tahan Gempa
Beton Bertulang (SRPMB, SRPMM, SRPMK) Berdasarkan SNI 2847-
2019 & 1726-2019 (Edisi Pertama), PT. Nas Media Indonesia Anggota
IKAPI: Makassar.
Mahbub, A., Abdiyah,A., Totok, Y., Titin, S., 2020, Perencanaan Struktur Tahan
Gempa Gedung Laboratorium Fakultas Teknik Unhasy di Jombang.
Universitas Hasyim Asy’ari: Jombang.
Samuel, S.P., M. Afif, S. Dewi, S., 2021, Analisis Perilaku Dinamik Struktur
Gedung Perkantoran Lantai Empat Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap
Beban Gempa SNI 1726:2019. Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa:
Yogyakarta.
Tavio dan Usman Wijaya, 2019, Buku Panduan Desain Struktur Beton Bertulang
Dasar Sesuai ACI 318M-14 Code. Grup Penerbitan CV Budi Utama: Jakarta.
Wibowo Ari, ......, Desain Berbasis Kinerja (Performance Based Design) Untuk
Struktur Bangunan Gedung 10 Lantai Dengan Analisis Time History Pada
Tinjauan Drift dan Displacement. Sekolah Tinggi Teknologi Dumai: Dumai.
84