Anda di halaman 1dari 101

PROPOSAL TUGAS AKHIR

PERANCANGAN STRUKTUR RUMAH SUSUN


5 LANTAI DENGAN KONSEP GREEN BUILDING
DI KELURAHAN BENUA MELAYU LAUT
KOTA PONTIANAK

Diajukan sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan Tugas Akhir


Program Studi Perencanaan Perumahan dan Permukiman
Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan
Politeknik Negeri Pontianak

Disusun Oleh :

ALIANDA RIZKI
NIM. 4201512052

DICKI AFRIADI
NIM. 4201512054

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
JURUSAN TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
2019
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI .................................................................................................... i


BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Permasalahan .......................................................... 5
1.3 Batasan Masalah....................................................................... 5
1.4 Tujuan ...................................................................................... 6
1.4.1 Tujuan Umum .............................................................. 6
1.4.2 Tujuan Khusus .............................................................. 6
1.5 Manfaat................. ................................................................... 7
1.6 Sitematika Penulisan ................................................................ 8
1.7 Diagram Alir............................................................................. 10
BAB II DASAR TEORI............................................................................... 11
2.1 Rumah Susun........................................................................... 11
2.1.1 Pengertian Rumah Susun................................................. 11
2.1.2 Jenis – jenis Rumah Susun.............................................. 12
2.1.3 Klasifikasi Rumah Susun ................................................ 13
2.1.4 Persyaratan Teknis Rumah Susun ................................... 20
2.1.5 Fasilitas Rumah Susun .................................................... 25
2.2 Green Building........................................................................... 28
2.2.1 Definisi Green Building ................................................. 28
2.2.2 Konsep Green Building.............................................. ..... 30
2.2.3 Manfaat Konsep Green Building .................................... 32
2.2.4 Penerapan Konsep Green Building ................................. 34
2.3 Persyaratan-Persyaratan Beton Bertulang............................... . 41
2.3.1 Perencanaan Struktur ...................................................... 41
2.3.2 Bahan beton Bertulang.............................................. ...... 44
2.3.2.1 Semen ............................................................... 44
i
2.3.2.2 Agregat ............................................................. 44
2.3.2.3 Air ................................................................... 45
2.3.2.4 Baja Tulangan ................................................. 46
2.4 Struktur Beton Bertulang.............................................................. 48
2.4.1 Keuntungan dan Kerugian Beton Bertulang ................... 51
2.5 Pembebanan ........................................................................... . 53
2.5.1 Beban Mati ................................................. .................... 53
2.5.2 Beban Hidup.............................................. ..................... 54
2.5.3 Beban Gempa .................................................................. 54
2.5.3 Beban Angin ................................................................... 54
2.6 Ketentuan Mengenai Kekuatan dan Kemampuan Beban Layan 55
2.6.1 Kuat Perlu ................................................. ..................... 55
2.6.2 Kuat Rencana.............................................. .................... 58
2.6.3 Kuat Rencana Tulangan ................................................. 60
2.6.4 Kontrol Terhadap Lendutan ........................................... 60
2.7 Program AutoCAD 2007. ......................................................... 71
2.7.1 Computer Aided Design ................................................. 71
2.7.2 Kelebihan Program AutoCAD 2007................................... 72
2.7.3 Kebutuhan Sistem AutoCAD 2007 ................................. 74
2.7.4 Sistem Koordinat............................................................. 74
2.8 Program SAP2000.............................. ...................................... 78
2.8.1 Sejarah Perkembangan SAP2000..................................... 78
2.8.2 Kelebihan SAP2000.............................................. .......... 79
2.8.3 Kebutuhan Sistem SAP2000 ........................................... 79
2.8.4 Langkah-Langkah Penyelesaian...................................... 80
BAB III DATA DAN ANALISA....................................................... ............ 84
3.1 Latar belakang.......................................................................... 84
3.1.1 Gambaran Umum Kota Pontianak................................... 84
3.1.2 Topografi.............................................. ........................... 87
3.1.3 Klimatologi............................................................... ...... 88
3.1.4 Geologi dan Jenis Tanah ................................................. 88
ii
3.1.5 Data Penduduk ................................................................ 89
3.1.6 Data Kebutuhan Hunian .................................................. 89
3.1.7 Gambaran Umum Kecamatan Pontianak Selatan ........... 90
3.1.8 Gambaran Umum Lokasi Perencanaan ........................... 92
3.2 Pengumpulan Data .................................................................... 93
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 95

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah susun sederhana dan sewa adalah bangunan gedung bertingkat

yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang

distrukturkan secara fungsional dalam arah horisontal maupun vertikal dan

merupakan satuan yang masing-masing digunakan secara terpisah. Status

penguasannya sewa dan nantinya dikelola oleh Pemerintah Daerah setempat serta

dibangun dengan dana APBN atau APBD dengan fungsi utamanya sebagai hunian

(Permenpera No.18/Permen/M/2007) tentang Pengelolaan Rumah Susun

Sederhana Sewa. Upaya dilakukan agar sebagian rakyat Indonesia dapat

menempati rumah yang layak dan terjangkau, diantaranya melalui

penyelenggaraan Rumah susun sewa sederhana (Rusunawa).

Pertumbuhan penduduk dengan taraf berpenghasilan menengah ke bawah

baik itu penduduk lokal maupun dari luar daerah yang mencari kesempatan kerja

dan atau urbanisasi memiliki presentase yang lebih tinggi dari penduduk yang

berpenghasilan menengah ke atas, sehingga antara ketersediaan jenis perumahan

dan kenyataan ekonomi (penghasilan) penduduk tidak sesuai yang berimbas dan

mengakibatkan bertumbuhnya rumah-rumah informal di daerah-daerah

pinggir/lahan-lahan kosong akibat kurangnya ketersediaan rumah formal yang

terjangkau. Rumah-rumah informal didirikan secara ilegal sehingga membentuk

sebuah pemukiman marginal yang sebagian besar diantaranya tidak layak huni,

1
2

sebagai contoh pemukiman di pinggiran Sungai Kapuas,Kelurahan Benua Melayu

Laut, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat.

Data yang diperoleh dari Kantor Kelurahan Benua Melayu Laut tahun

2017 bahwa kepala keluarga penduduk Kelurahan Benua Melayu Laut berjumlah

2.853 kepala keluarga. Diantaranya penduduk laki-laki berjumlah 5.358 jiwa dan

penduduk perempuan bejumlah 5.446 jiwa. Total secara keseluruhan jumlah

penduduk laki-laki dan perempuan di Kelurahan Benua Melayu Laut yakni 10.804

jiwa .

Untuk memenuhi kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan

rendah tersebut, Pemerintah telah berupaya dengan berbagai program perumahan,

salah satunya dengan melakukan program pengadaan rumah yang berdasarkan

kemampuan keuangan pada masyarakat yang berpenghasilan rendah yaitu

program pengadaan rumah susun sederhana dan sewa (rusunawa). Diharapkan

kehadiran rumah susun sederhana dan sewa ini nantinya dapat memperbaiki taraf

kehidupan yang layak dalam hal pemukiman serta dapat memfasilitasi daerah-

daerah yang belum terjangkau dan juga dapat untuk penyesuaian diri dengan

karakter daerah penduduk setempat.

Menurut World Green Building Council, Green Building adalah

bangunan yang dalam desain, konstruksi atau operasinya mengurangi atau

menghilangkan dampak negatif dan dapat menciptakan dampak positif pada iklim

dan lingkungan alam. Green Building melestarikan sumber daya alam yang

berharga dan meningkatkan kualitas hidup kita.


3

Menurut Green Building Council Indonesia, Green Building adalah

bangunan di mana di dalam perencanaan, pembangunan, pengoperasian serta

dalam pemeliharaannya memperhatikan aspek-aspek dalam melindungi,

menghemat, mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu baik

bangunan maupun kualitas udara di dalam ruangan, dan juga memperhatikan

kesehatan penghuninya yang semuanya berdasarkan kaidah pembangunan

berkelanjutan.

Menurut Emil Salim, yang dimaksud dengan pembangunan berkelanjutan

atau suistainable development adalah suatu proses pembangunan yang

mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan

menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan (yayasan

SPES,1992:3).

Penerapan Konsep Green Building pada pembangunan rusunawa

diharapkan mampu untuk mengatasi permasalahan yang ada pada masyarakat

berpenghasilan rendah di Kelurahan Benua Laut, terutama masalah lingkungan

yang kurang layak serta memenuhi kebutuhan dan hak-hak masyarakat ekonomi

rendah dengan menggunakan pola keberlanjutan dengan mengelola sumber daya

alam dari pembangunan ekonomi dan sosial.

Beberapa manfaat dalam Green building adalah manfaat lingkungan,

manfaat ekonomi, dan manfaat sosial. Green building adalah bangunan yang

berkelanjutan. Green building sendiri memberikan banyak manfaat tetapi di

samping itu, Green building juga membutuhkan dana yang tidak sedikit.
4

Meskipun Green building memberikan banyak manfaat bagi masyarakat, Green

building juga mempunyai hambatan dalam proses pembangunannya.

Perancangan struktur bertujuan untuk menghasilkan suatu struktur yang

stabil, kuat, awet dan memenuhi tujuan-tujuan seperti ekonomi dan kemudahan

pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila ia tidak mudah terguling, miring

atau tergeser selama umur bangunan yang direncanakan. Pada struktur

bangunan atas, kolom merupakan komponen struktur yang paling penting

untuk diperhatikan, karena apabila kolom ini mengalami kegagalan, maka dapat

berakibat keruntuhan struktur bengunan atas dari gedung secara keseluruhan

(Asroni,A., 2008). Suatu struktur bisa dikatakan sebagai sarana untuk

menyalurkan beban dan akibat penggunaannya dan atau kehadiran bangunan di

dalam tanah (Scodek., 1998). Salah satu faktor yang paling berpengaruh

dalam perancangan struktur bangunan bertingkat tinggi adalah kekuatan struktur

bangunan, dimana faktor ini sangat terkait dengan keamanan dan ketahanan

bangunan dalam menahan dan menampung beban yang bekerja pada struktur.

Oleh karena itu dalam perancangan gedung bertingkat tinggi harus

direncanakan dan didesain sedemikian rupa agar dapat digunakan sebaik-

baiknya, nyaman dan aman terhadap bahaya gempa bagi pemakai.


5

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan Masalah dari perancangan struktur ini yaitu :

1. merencanakan gambar kerja Rumah Susun di Kelurahan Benua Melayu

Laut,Kecamatan Pontianak Selatan,

2. menghitung struktur bangunan Rumah Susun di Kelurahan Benua Melayu

Laut,Kecamatan Pontianak Selatan dengan Konsep Green Building,

3. penerapan konsep Green Buliding dalam konsep rencana Rumah Susun

yang berpedoman pada tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi,

konservasi air, sumber dan siklus material, serta kualitas udara dan

kenyamanan ruang.

1.3 Batasan Masalah

Batasan Masalah dari perancangan struktur ini yaitu :

1. perancangan dan penerapan Rumah Susun dengan konsep Green Building

melalui tepat guna lahan, efisiensi dan konservasi energi,

2. perancangan struktur utama yang meliputi atap dak, balok induk, kolom

struktur, pelat lantai, dan pondasi menggunakan beton bertulang SNI 03

2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan

Gedung,

3. perhitungan struktur tidak memperhitungkan beban gempa,

4. analisis gaya-gaya dalam menggunakan SAP 2000.


6

1.4 Tujuan

Tujuan dari perancangan strukur ini dibedakan menjadi 2 yaitu, tujuan umum

dan tujuan khusus:

1.4.1 Tujuan Umum

1. untuk menjadi salah satu syarat dalam Tugas Akhir (TA) di Jurusan

Teknik Sipil dan Perencanaan Politeknik Negeri Pontianak guna

memperoleh gelar Sarjana Terapan Teknik ( S.Tr,T ),

2. menciptakan sebuah hunian yang layak huni bagi masyarakat kelas

menengah ke bawah dengan konsep Green building,

3. menjadi bahan referensi untuk menciptakan inovasi hunian bagi

masyarakat terutama masyarakat kelas menengah ke bawah agar mendapat

hunian yang layak,

4. menjadi sumber referensi tambahan untuk civitas akademisi dalam

melakukan kajian-kajian yang bersifat ilmiah.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. merancang rumah rusun (Rusun) di Kelurahan Benua Melayu Laut,

Kecamatan Pontianak Selatan menjadi kawasan semi modern yang layak

huni,

2. menerapkan konsep Green building dalam perancangan rumah susun di

Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan Pontianak Selatan,

3. mendesain Rumah Susun dengan Konsep Green Building,

4. menghitung struktur Rumah Susun dengan Konsep Green Building,


7

5. berpedoman pada SNI 03 2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan

Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.

1.5 Manfaat

1. memberikan peluang bagi masyarakat ekonomi rendah untuk mendapatkan

rumah layak huni,

2. sebagai hunian yang dapat meningkatkan mutu kehidupan masyarakat

berpenghasilan rendah di Kelurahan Benua Melayu Laut,

3. memberikan pengetahuan kepada seluruh civitas akademika yang ingin

menambah ilmu tentang perencanaan dan perancangan bangunan vertikal di

kota Pontianak,

4. sebagai bahan referensi Tugas Akhir untuk adik tingkat di Jurusan Teknik

Sipil dan Perencanaan Politeknik Negeri Pontianak.


8

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Akhir dengan Judul Perancangan Struktur

Rumah Susun 5 Lantai Dengan Konsep Green Building di Kelurahan Benua

Melayu Laut Kecamatan Pontianak Selatan sebagai berikut :

a. BAB I PENDAHULUAN berisikan latar belakang, permasalahan, batasan

masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, sistematika penulisan serta

diagram alir.

b. BAB II DASAR TEORI berisikan rumah susun, konsep Green Building ,

persyaratan-persyaratan beton bertulang, perancangan struktur beton

bertulang, pembebanan, ketentuan mengenai kekuatan dan beton

bertulang, program AutoCad, program SAP2000.

c. BAB III DATA DAN ANALISA berisikan gambaran umum wilayah

perencanaan, pengumpulan data, analisis tapak dan analisis struktur

Rumah Susun.

d. BAB IV PERANCANGAN BANGUNAN RUMAH SUSUN berisikan

perancangan bangunan rumah susun melalui penataan hunian rumah

susun, pembagian fungsi hunian, klasifikasi rumah susun berdasarkan

arsitektur bangunan, klasifikasi rumah susun berdasarkan jumlah kamar

dan penerapan konsep Green building pada bangunan melalui aspek tepat

guna lahan, aspek efisiensi dan konservasi energi, serta aspek kualitas

udara.
9

e. BAB V PERHITUNGAN STRUKTUR RUMAH SUSUN berisikan

perhitungan struktur pondasi,balok induk, kolom struktur, pelat lantai dan

atap dak , perhitungan pembebanan portal, serta analisis gaya-gaya dalam.

f. BAB VI PENUTUP berisikan kesimpulan dan saran.


10

1.7 Diagram Alir

Start

Bagaimana menciptakan hunian yang layak untuk masyarakat ekonomi


rendah ke bawah dengan menggunakan konsep Green Building.

Data Primer : Data Sekunder :


1.Foto Lapangan 1. Kajian Pustaka
2.Wawancara 2. Peraturan-peraturan
3.Data survey Lapangan 3. Data Penduduk
4. Kajian Pustaka
5. Keadaan Geografis
6. Data Sondir

Analsis Data
daPondasi
Desain Bangunan Rumah Susun 5 Lantai dengan
Konsep Green Building

Penerapan konsep Green Building :


1. Aspek tepat guna lahan
2. Aspek efisiensi dan konservasi energi

Analisis:
1 Pembebanan dan perhitungan struktur plat,
2.Perhitungan Geometrik Portal
3. Analisis Gaya-gaya dalam ( dengan SAP2000).
4. Perhitungan dan dimensi struktur atap dak,balok induk,
kolom struktur, dan pondasi.

Gambar Detail Struktur Bangunan Rumah Susun 5 Lantai


dengan Konsep Green Building

Finish
BAB II
DASAR TEORI

2.1 Rumah Susun


2.1.1 Pengertian Rumah Susun
Rumah susun merupakan bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan

secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupaka satuan-

satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah terutama

untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan

tanah bersama, dengan sistem pengelolaan yang menganut konsep kebersamaan

(UURS, No 16 tahun 1985).

Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan yang terbagi dalam bangunan-bangunan yang terstrukturkan

secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal, merupakan satuan-

satuan yang masing-masing dapat memiliki secara terpisah terutama tempat-

tempat hunian yang dilengkapi dengan bangunan bersama dan tanah bersama.

(UURI, No 4 tahun 1993).

Rumah susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam

suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara

fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal, dan merupakan satuan-

satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah,

terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda

11
12

bersama, dan tanah bersama. (UU, No 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman).

2.1.2 Jenis-jenis rumah susun


UU Rumah Susun mengenal beberapa jenis Rumah Susun, diantaranya yaitu :

1. Rumah susun umum adalah rumah susun yang diselenggarakan untuk

memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah

bawah dan berpenghasilan rendah yang pembangunanya mendapatkan

kemudahan dan bantuan Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

2. Rumah susun khusus adalah rumah susun yang diselenggarakan oleh negara

atau swasta untuk memenuhi kebutuhan sosial.

3. Rumah susun negara adalah rumah susun yang dimiliki dan dikelola oleh

negara dan berfungsi sebagaia tempat tinggal atau hunian.

4. Rumah susun dinas adalah rumah susun negara yang dimiliki negara yang

berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian untuk menunjang pelaksanaan

tugas pejabat atau pegawai negeri beserta keluarganya.

5. Rumah susun komersial adalah rumah susun yang diperuntukkan bagi

masyarakat yang memiliki kemampuan ekonomi dan dapat diperjual belikan

sesuai dengan mekanisme pasar. Contohnya adalah apartemen atau

kondominium.

Pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, rumah susun negara

dan rumah susun dinas merupakan tanggung jawab pemerintah atu pemerintah

daerah.
13

Pembangunan rumah susun adalah suatu cara untuk memecahkan masalah

kebutuhan dari permukiman dan perumahan pada lokasi yang padat, terutama

pada daerah perkotaan yang jumlah penduduknya selalu meningkat, sedangkan

tanah kian lama kian terbatas. Pembangunan rumah susun tentunya dapat

mengakibatkan terbukanya ruang kota sehingga menjadi lebih lega dan dalam hal

ini juga membantu adanya peremajaan dari kota, sehingga daerah kumuh

berkurang dan selanjutnya menjadi daerah yang rapih, bersih dan teratur. Konsep

pembangunan rumah susun yaitu dengan bangunan bertingkat, yaitu dapat dihuni

bersama, dimana satuan-satuan dari unit dalam bangunan dimaksud dapat

memiliki secara terpisah yang dibangun baik secara horizontal maupun vertikal.

Pembangunan perumahan yang seperti itu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

2.1.3 Klasifikasi rumah susun


A. Berdasarkan Peruntukan
Di dalam menentukan peruntukkan rumah susun untuk berbagai

golongan masyarakat, ada tiga pedoman / pegangan untuk dapat

mengklasifikasikan menurut peruntukkannya, terutama untuk golongan

masyarakat ekonomi menengah ke bawah (rumah susun sederhana dan rumah

susun sangat sederhana), yaitu :


14

Tabel 2.1 Klasifikasi Rumah Susun Sederhana Type A (Yudohusodo, 1991)

Rumah susun memiliki karakteristik yang berbeda dengan hunian

horisontal. Rumah susun mengandung dualisme sistem kepemilikan

perseorangan dan bersama baik dalam bentuk ruang maupun benda. Sistem

kepemilikan bersama yang terdiri dari bagian-bagian yang di kenal dengan

istilah condominium.

Tabel 2.2 Rumah Menurut Golongan (Daniel, 1998:20-21)

Menurut Surat Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.

02/KPTS/1993 , Rumah Susun Sederhana yaitu dengan tipe : T-12, T-15, T-18 ,

T-21. Berdasarkan pada golongan pendapatan penghuni serta luasan satuan unit
15

rumah susun, rumah susun di Indonesia dibagi menjadi (Kantor menneg

Perumahan Rakyat , 1986):

a) Rumah susun sederhana , yang diperuntukkan bagi masyarakat

berpenghasilan sederhana atau rendah . Luas satuan rumah antara 21-

36 m2 , tanpa perlengkapan mekanikal dan elektrikal .

b) Rumah susun menengah , rumah susun dengan luas satuan 36-54 m2.

Kadang dilengkapi dengan perlengkapan mekanikal dan elektrikal

tergantung dari konsep dan tujuan pembangunannya . rumah susun ini

diperuntukkan bagi mayarakat golongan bepenghasilan menengah .

c) Rumah Susun mewah , rumah susun bagi golongan

berpenghasilan atas.Luas ruang , kualitas bangunan , perlengkapan

bangunan tergantung dari konsep dan tujuan pembangunannya .

dengan beberapa fasilitas lengkap dan status kepemilikan tertentu.

Rumah susun mewah ini disebut juga kondominium.

Disamping itu juga ditentukan jumlah penghasilan berdasarkan golongan, seperti

atas, menengah, dan bawah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

Tabel 2.3 Jumlah Penghasilan (Menneg Perumahan Rakyat, 1997)


16

B. Berdasarkan Ketinggian Bangunan

Menurut John Mascai dalam “Housing” (1980, hal 225-226), Rumah susun

dibedakan menjadi :

a. Rumah susun dengan ketinggian sampai dengan 4 lantai (low rise) .

Rumah susun ini menggunakan tangga konvensional sebagai alat

transportasi vertikal .

b. Rumah susun dengan ketinggian 5-8 lantai (medium rise). Rumah

susun ini sudah menggunakan escalator sebagai alat transportasi vertical .

c. Rumah susun dengan ketinggian lebih dari 8 lantai (high rise).

Rumah susun ini menggunakan elevator sebagai alat transportasi vertikal.

C. Berdasarkan Pelayanan Koridor

Berdasarkan pelayanan koridor Menurut John Mascai dalam “Housing” (1980,

hal 226- 262), Rumah susun dibedakan menjadi :

a) Eksterior corridor system

Disebut juga single loaded corridor, merupakan system corridor

yang melayani unit-unit hunian dari satu sisi saja. Ciri utama bangunan yang

menggunakan system ini adalah tiap unit hunian memiliki dua wilayah ruang

luar. Bentuk ini memungkinkan unit-unit apartemen mendapatkan ventilasi

silang dan pencahayaan dari dua arah secara alamiah. Bentuk bangunan secara

keseluruhan pada umumnya merupakan bentuk massa memangjang dan bukan

merupakan tipe yang ekonomis, karena dengan luasan yang sama hanya

diperoleh jumlah unit hunian jika menggunakan double louded system.


17

Gambar 2.1 Eksterior corridor system (Mascai, 1976)

b) Central Corridor System

Disebut juga dengan system double loaded, merupakan sistem

koridor yang melayani unit-unit hunian dari dua sisi.

Gambar 2.2 Central Corridor System (Mascai, 1976)

c) Point Block System

Merupakan pengembangan dari sistem double loade dengan corridor

yang sangat pendek, sehingga terjadi perubahan dari koridor linier menjadi bujur

sangkar. Sistem koridor ini memiliki core yang secara langsung

berhubungan dengan unit-unit hunian yang tersusun mengelilingi core. Unit-

unit hunian yang ada terbatas antara 4 sampai 6 unit. Bentuk bangunan secara

keseluruhan pada umumnya merupakan bentuk menara.


18

Gambar 2.3 Point Block System (Mascai, 1976)

d) Multicore System

Sistem ini digunakan untuk memenuhi tuntutan yang lebih bervariasi

dari bangunan hunian. Faktor utama yang menentukan penggunaan jenis ini

adalah kondisi tapak, pemandanga dan jumlah unit.

Gambar 2.4 Multicore System (Mascai, 1976)


19

D. Berdasarkan Kepemilikan

Rumah susun dibedakan menjadi :

a) Rumah susun yang dijual (Rusunami)

Rusunami adalah rumah susun yang mana unit satuan menjadi milik

penghuni dengan sertifikat hak milik.

b) Rumah susun yang disewakan (Rusunawa)

Rusunawa merupakan unit satuan hanya untuk disewakan. Penghuni

dapat kontrak untuk bebrapa tahun, setelah masa kontrak habis dapat

diperpanjang atau tidak. Sistem pembayaran bisa perbulan atau pertahun sesuai

perjanjian.

c) Rumah susun jual – beli.

Jenis ini biasanya pada peremajaan pemukiman kumuh. Pemilik tanah

yang lama akan mengganti rugi tanah yang satu, dua atau lebih unit satuan rumah

sesuai dengan tanahnya. Itupun masih diberi subsidi oleh pemerintah.

d) Rumah susun sewa beli.

Jenis ini adalah jenis dimana penghuni bisa membeli dengan membayar

sewa bulanan sampai sejumlah harga jual.

e) Rumah susun beli kecil.


Jenis ini adalah jenis dimana Penghuni dapat membeli dapat mencicil

perbulan hingga lunas.


20

E. Berdasarkan Bentuknya

Rumah susun dapat dibedakan menjadi :

a) Memanjang/linear (slab).

Type memanjang/linear adalah Jumlah tipe unit hunian yang mana

perlantainya berjumlah banyak.

b) Vertikal.

Tipe unit hunian vertikal perlantainya hanya beberapa unit (terbatas)

dan banguanan cenderung berbentuk tower. Untuk rumah susun yang ada di

Indonesia paling tinggi 12 lantai dengan transportasi vertikal berupa lift.

c) Gabungan antara slab dan memanjang secara vertikal.

Bentuk ini ada dua macam, yaitu bentuk slab yang digabung dengan

bentuk tower dan bentuk terrace.

2.1.4. Persyaratan Teknis Rumah Susun

A. Kriteria Umum

Penyelenggaraan rusuna bertingkat tinggi harus memenuhi kriteria

umum perencanaan sebagai berikut:

a. Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus memenuhi persyaratan

fungsional, andal, efisien, terjangkau, sederhana namun dapat mendukung

peningkatan kualitas lingkungan di sekitarnya dan peningkatan

produktivitas kerja.

b. Kreativitas desain hendaknya tidak ditekankan kepada kemewahan material,

tetapi pada kemampuan mengadakan sublimasi antara fungai teknik dan

fungsi sosial bangunan gedung dengan lingkungannya.


21

c. Biaya operasi dan pemeliharaan bangunan sepanjang umurnya

diusahakan serendah mungkin.

d. Desain bangunan rusuna bertingkat tinggi dibuat sedemikian rupa

sehinggaan dapat dilaksana dalam waktu pendek dan dapat dimanfaatkan

secepatnya.

e. Bangunan rusuna bertingkat tinggi harus diselenggarakan oleh

pengembang atau penyedia jasa konstruksi yang memiliki surat keteranan

ahli sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan.

B. Kriteria Khusus

a) Rusun bertingkat tinggi yang direncanakan harus mempertimbangkan

indentitas setempat pada wujud arsitektur bangunan tersebut.

b) Masa bangunan simetri ganda, rasio panjang lebar (L/B) < 3, hindari

bentuk denah yang mengakibatkan puntiran pada bangunan.

c) Jika terpaksa denah terlalu panjang atau tidak simetris, pasang dilatasi

bila dianggap perlu.

d) Lantai dasar dipergunakan untuk fasilitas sosial (fasos) Fasek, Fasum,

antara lain : Ruang Unit Usaha, ruang Pengelola, ruang bersama,

ruang penitipan anak, ruang mekanikan elektrikal, prasarana dan sarana

lannya antara lain penampungan sampah / kotoran.

e) Lantai satu dan lantai berikutnya diperuntukkan sebagai hunian yang

satu huniannya terdiri atas 1 ruang duduk, 2 kamar tidur, 1 km/wc dan

ruang service (dapur dan cuci) dengan total luas per unit 30 m2.
22

f) Luas sirkulasi, utilitas dan ruang2 bersama maksimum 30% dari total luas

lantai bangunan.

g) Denah unit rusuna bertingkat tinggi harus fungsional, efisien dengan

sedapat mungkin tidak menggunakan balok anak, dan memenuhi

persyaratan penghawaan dan pencahayaan.

h) Struktur utama bangunan termasuk komponen penahan gempa

(dinding geser atau rangka perimetral) harus kokoh, stabil dan efisien

terhadap beban gempa.

i) Setiap 3 lantai bangunan rusuna bertingkat tinggi harus disediakan

ruang bersama yang dapat berfungsi sebagai fasilitas bersosialisasi antar

penghuni.

j) Sistem konstruksi rusuna bertingkat tinggi harus lebih baik, dari segi

kualitas, kecepatan, dan ekonomis (seperti sistem formwork, dan sistem

pracetak) dibanding sistem konvensional.

k) Dinding luar rusuna bertingkat tinggi menggunakan beton pracetak

sedangkan dinding pembatas antar unit/sarusun menggunakan beton

ringan, sehingga beban struktur dapat lebih ringan dan menghemat biaya

pembangunan.

l) Lebar dan tinggi anak tangga harus diperhitungkan untuk memenuhi

keselamatan dan kenyamanan, dengan lebar tangga minimal 110 cm;

m) Railling/pegangan rambat balkon dan selasar harus mempertimbangkan

faktor privasi dan keselamatan dengan memperhatikan estetika


23

sehingga tidak menimbulkan kesan masif/kaku, dilengkapi dengan

balustrade dan railling.

n) Penutup lantai tangga dan selasar menggunakan keramik, sedangkan

penutup lantai unit hunian menggunakan plester dan acian tanpa keramik

kecuali KM/WC.

o) Penutup dinding KM/WC menggunakan pasangan keramik dengan

tinggi maksimum adalah 1.80 meter dari level lantai.

p) Penutup meja dapur dan dinding meja dapur menggunakan keramik.

Tinggi maksimum pasangan keramik dinding meja dapur adalah 0.60

meter dari level meja dapur.

q) Elevasi KM/WC dinaikkan terhadap elevasi ruang unit hunian, hal ini

berkaitan dengan mekanikal-elektrikal untuk menghindari sparing air

bekas dan kotor menembus pelat lantai.

r) Material kusen pintu dan jendela menggunakan bahan allumunium

ukuran 3x7 cm, kusen harus tahan bocor dan diperhitungkan agar tahan

terhadap tekanan angin. Pemasangan kusen mengacu pada sisi dinding

luar, khusus untuk kusen yang terkena langsung air hujan harus

ditambahkan detail mengenai penggunaan sealant.

s) Plafond memanfaatkan struktur pelat lantai tanpa penutup (exposed)

t) Seluruh instalasi utilitas harus melalui shaft, perencanaan shaft harus

memperhitungkan estetika dan kemudahan perawatan;

u) Ruang-ruang mekanikal dan elektrikal harus dirancang secara terintegrasi

dan efisien, dengan sistem yang dibuat seefektif mungkin (misalnya :


24

sistem plumbing dibuat dengan sistem positive suction untuk menjamin

efektivitas sistem).

v) Penggunaan lif direncanakan untuk lantai 6 keatas, bila diperlukan

dapat digunakan sistem pemberhentian lif di lantai genap/ganjil.


25

2.1.5. Fasilitas pada Rumah Susun

A. Fasilitas Lingkungan

Fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan

pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya, yang antara lain dapat

berupa bangunan perniagaan atau perbelanjaan (aspek ekonomi), lapangan

terbuka, pendidikan, kesehatan, peribadatan, fasilitas pemerintahan dan

pelayanan umum, pertamanan serta pemakaman (lokasi diluar lingkungan rumah

susun atau sesuai rencana tata ruang kota).

1. memberi rasa aman, ketenangan hidup, kenyamanan dan sesuai

dengan budaya setempat;

2. menumbuhkan rasa memiliki dan merubah kebiasaan yang tidak sesuai

dengan gaya hidup di rumah susun;

3. mengurangi kecenderungan untuk memanfaatkan atau menggunakan

fasilitas lingkungan bagi kepentingan pribadi dan kelompok tertentu;

4. menunjang fungsi-fungsi aktivitas menghuni yang paling pokok baik dan

segi besaran maupun jenisnya sesuai dengan keadaan lingkungan yang ada;

5. menampung fungsi-fungsi yang berkaitan dengan

penyelenggaraan dan pengembangan aspek-aspek ekonomi dan sosial

budaya;
26

B. Fasilitas Niaga

Sarana penunjang yang memungkinkan penyelenggaraan dan

pengembangan kehidupan ekonomi yang berupa bangunan atau pelataran usaha

untuk pelayanan perbelanjaan dan niaga serta tempat kerja.

C. Fasilitas Pendidikan

Fasilitas yang memungkinkan siswa mengembangkan pengetahuan

keterampilan dan sikap secara optimal, sesuai dengan strategi belajar-

mengajar berdasarkan kurikulum yang berlaku

D. Fasilitas Kesehatan

Fasilitas yang dimaksud untuk menunjang kesehatan penduduk dan

berfungsi pula untuk mengendalikan perkembangan atau pertumbuhan penduduk.

E. Fasilitas Peribadatan

Fasilitas yang dipergunakan untuk menampung segala aktivitas

peribadatan dan aktivitas penunjang.

F. Fasilitas Pemerintahan dan Pelayanan Umum

Fasilitas yang dapat dipergunakan untuk kepentingan pelayanan umum,

yaitu pos hansip, balai pertemuan, kantor RT dan RW, pos polisi, pos pemadam

kebakaran, kantor pos pembantu, gedung serba guna, kantor kelurahan.


27

G. Fasilitas Ruang Terbuka

Ruang terbuka yang direncanakan dengan suatu tujuan atau maksud

tertentu, mencakup kualitas ruang yang dikehendaki dan fungsi ruang yang

dikehendaki. Dalam hal ini tidak termasuk ruang terbuka sebagai sisa ruang dan

kelompok bangunan yang direncanakan.

H. Fasilitas Di Ruang terbuka

Setiap macam ruang dan penggunaan ruang di luar bangunan, seperti

taman, jalan, pedestarian, jalur hijau, lapangan bermain, lapangan olah raga dan

parkir.
28

2.2 Green Building

2.2.1 Definisi Green Building

Bangunan hijau (Green Building) adalah bangunan berkelanjutan yang

mengarah pada struktur dan pemakaian proses yang bertanggung jawab terhadap

lingkungan dan hemat sumber daya sepanjang siklus hidup bangunan tersebut,

mulai dari pemilihan tempat sampai desain, konstruksi, operasi, perawatan,

renovasi, dan peruntuhan. Praktik ini memperluas dan melengkapi desain

bangunan klasik dalam hal ekonomi, utilitas, durabilitas, dan kenyamanan

(http://qotadahamran.blogspot.com/2014/10/green-building.html).

Bangunan hijau (Green Building) dirancang untuk mengurangi dampak

lingkungan bangunan terhadap kesehatan manusia dan lingkungan alami dengan:

a. Menggunakan energi, air, dan sumber daya lain secara efisien

b. Melindungi kesehatan penghuni dan meningkatkan produktivitas karyawan

c. Mengurangi limbah, polusi dan degradasi lingkungan

Konsep Green Building menekankan pada peningkatan efisiensi

penggunaan air, energi dan material bangunan, yang dapat mengurangi dampak

bangunan baru terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Misalnya desain

double skin pada bagian luar bangunan yang dapat menurunkan beban panas di

dalam ruangan hingga 30 persen, sehingga penggunaan pendingin ruangan dapat

dihemat. Contoh lain adalah penggunaan air hujan atau air daur ulang untuk

keperluan di dalam gedung. Atau desain tertentu yang dapat memerlancar sirkulasi

udara dan pencahayaan di dalam gedung. Bahan bangunan yang dipilih juga harus

lah berkualitas dan ramah lingkungan. Beberapa produsen telah membuat produk
29

yang mampu meminimalisir dampak kerusakan terhadap lingkungan dan sekaligus

juga mampu menghemat energi. Berbagai kalangan sepakat bahwa konsep Green

Building adalah konsep masa depan, di mana nantinya semua akan menuju ke

sana selaras dengan makin meningkatnya kesadaran manusia terhadap kelestarian

lingkungan dan kelangkaan energi. Bahkan beberapa telah dilengkapi dengan

penggunaan energi baru dan terbarukan, seperti listrik tenaga surya, angin dan

biomassa. Di Indonesia, belum banyak pengembang atau kontraktor yang

menggunakan konsep ini untuk membangun. Sebagian besar masih menggunakan

„kulit‟ dari konsep ini. Padahal membangun Green Building adalah juga sebuah

investasi untuk masa depan, yang masih dirasakan mahal pada saat ini. Mahal

ketika membangun, namun biaya operasional akan jauh lebih murah. Menurut

sebuah studi yang dilakukan oleh The Center of The Built Environment,

University of California pada 2006, bangunan kantor yang ramah lingkungan

dapat meningkatkan produktivitas dan kepuasan kerja di kantor. Tentu saja saat

ini, di Indonesia, konsep ini masih menjadi pilihan, serta ada perbedaan standar

dengan yang berlaku di Amerika Serikat, misalnya. Namun pilihan ini akan

mempunyai konsekuensi di masa depan.


30

2.2.2 Konsep Green Building

Secara umum, green building merupakan perencanaan bangunan untuk

membuat hidup lebih baik dan memenuhi kebutuhan generasi berikutnya.

Khususnya yang berkaitan dengan kelestarian alam, kesehatan, dan juga sosial.

Anda pasti sudah bisa merasakan bahwa kerusakan alam sudah terjadi di berbagai

lini kehidupan dan memicu beragam bencana. Sejumlah masyarakat pun gencar

menyuarakan perbaikan dan keseimbangan lingkungan. Satu di antara program

tersebut ialah konsep green building yang menyasar pembangunan gedung,

rumah, apartemen, perkantoran, dan sebagainya.

Konsep tersebut mencoba melakukan efisiensi pada empat faktor, di

antaranya:

a) Efisiensi Desain Struktur

Tahap konsep dan desain merupakan dasar dalam setiap proyek konstruksi.

Tahap ini juga mempengaruhi biaya hingga kinerja proyek. Tujuan konsep green

building di tahap ini ialah meminimalkan dampak pembangunan, mulai dari

pelaksanaan hingga penggunaan. Bila tahap ini tidak efisien, maka akan

memberikan efek buruk pada lingkungan. Misalnya pemakaian bahan bangunan

yang sangat banyak atau pemborosan.

b) Efisiensi Energi

Konsep green building juga mencakup langkah-langkah hemat energi. Baik

energi yang dibutuhkan sehari-hari seperti udara dan sinar matahari yang masuk

ke bangunan maupun energi dari sisi operasional. Contohnya, bangunan yang

memakai kayu cenderung menghasilkan energi pembuangan lebih rendah


31

ketimbang bahan dari batu, beton, atau baja. Efisiensi energi pada bangunan juga

berkaitan dengan penggunaan listrik.

c) Efisiensi Air

Manusia tak bisa hidup tanpa air itu adalah kebenaran, sementara pasokan

air bersih masih jadi polemik tersendiri. Untuk itu konsep green building juga

memerhatikan efisiensi penggunaan air. Termasuk cara mendapatkan air dan

pengelolaannya yang ramah lingkungan. Misalnya untuk mendapatkan air bisa

dengan tandon air penadah hujan, sumur resapan, dan sebagainya.

d) Efisiensi Material

Pembangunan tentu berkaitan dengan material penyusunnya. Hal ini juga

ada hubungannya dengan efisiensi desain struktur. Untuk menerapkan konsep

green building sebaiknya memakai material yang sesuai kebutuhan, tidak lebih

dan tidak juga kurang. Patut diingat, semakin banyak material yang dipakai, maka

akan semakin memberatkan dana pembangunan, dampak pada lingkungan,

pengeluaran energi dalam konstruksi, dan sebagainya.


32

2.2.3. Manfaat Konsep Green Bulding

Dari konsep yang dijabarkan sebelumnya, bisa dilihat bahwa konsep green

building memiliki banyak manfaat, baik untuk lingkungan maupun kehidupan

manusia sendiri. Beberapa manfaat bangunan ramah lingkungan antara lain:

a) Penghematan

Banyak hal yang bisa dihemat bila Anda menerapkan konsep ini untuk

hunian. Mulai dari hemat biaya pembangunan, hemat listrik, hemat air, dan hemat

energi. Dampaknya tentu pada keuangan dan pengeluaran bulanan yang lebih

mudah dan ringan. Dalam penerapannya, konsep green building memang relatif

lebih mahal di awal, tapi hemat di hasil dan jangka panjang. Hal ini sudah

dibuktikan dalam sejumlah studi.

b) Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Hidup

Penghuni bangunan yang menggunakan konsep green building faktanya

berpengaruh pada peningkatan produktivitas. Contohnya dibuktikan dalam

penelitian pada 31 green building di kota Seattle. Hasil studi menunjukkan absen

pekerja bisa dikurangi hingga 40 persen. Sementara studi yang dilakukan

Cushman & Wakefield melaporkan ada penurunan 30 persen hari sakit di antara

para karyawan dan kenaikan keuntungan karena kinerja karyawan meningkat. Hal

serupa juga berlaku pada kualitas hidup manusia. Bangunan ramah lingkungan

ternyata bisa meminimimalisir stres, peningkatan gaya hidup, kehidupan yang

lebih sehat, dan lingkungan sosial yang baik.


33

c) Penghuni Green Building Lebih Sehat

Bangunan ramah lingkungan benar-benar menghindarkan banyak masalah

kesehatan. Mulai dari ventilasi udara, material bangunan bebas racun,

pencahayaan, dan sebagainya. Hal-hal yang selama ini jadi kekhawatiran

penghuni rumah dan banyak dibagi solusinya. Solusi berupa tips dan trik

menciptakan hunian sehat dan nyaman memang efektif. Namun, manfaatnya akan

maksimal bila konsep bangunan menerapkan green building.

d) Nilai Jual Tinggi

Green building berupa hunian maupun gedung komersial menyimpan nilai

jual yang tinggi. Nilai tersebut bisa dilihat dari utilitas dan biaya pemeliharaan

yang lebih rendah. Tak hanya itu, guna menyemarakkan keinginan pengembang

dan masyarakat akan bangunan hijau, sejumlah negara meloloskan ketetapan

pajak. Hemat, sehat, dan kemudahan menjanjikan yang banyak ditawarkan oleh

konsep greenbuilding.

Menurut Ervianto (2009), manfaat dari kepemilikan green building:

1. Rendahnya biaya operasional, sebagai akibat efisiensi dalam


pemanfaatan energi dan air.
2. Lebih nyaman, dikarenakan suhu dan kelembaban ruang terjaga.
3. Pembangunan wajib memberikan perhatian dalam hal pemilihan
material yang relatif sedikit mengandung bahan kimia.
4. Sistem sirkulasi udara yang mampu menciptakan lingkungan dalam
ruang yang sehat.
5. Mudah dan murah dalam penggantian berbagai komponen bangunan
6. Biaya perawatan dan perawatannya yang relatif rendah.
34

2.2.4 Penerapan Konsep Green Building

Suatu bangunan dapat disebut sudah menerapkan konsep bangunan hijau

apabila berhasil melalui suatu proses evaluasi tersebut tolak ukur penilaian yang

dipakai adalah Sisterm Rating. Sistem Rating adalah suatu alat yang berisi butir-

butir dari aspelk yang dinilai yang disebut rating dan setiap butir rating

mempunyai nilai. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating

tersebut, maka mendapatkan nilai dari butir tersebut. Kalau jumlah semua nilai

yang berhasil dikumpulkan bangunan tersebut dalam melaksanakan Sistem Rating

tersebut mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat

disertifikasi pada tingkat sertifikasi tersebut.

Sistem Rating dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council

yang ada di negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau.

Setiap negara tersebut mempunyai Sistem Rating masing-masing. Sebagai contoh

: USA mempunyai LEED Rating (Leadership Efficiency Environment Design).

Ada 6 (enam) aspek yang menjadi pedoman dalam evaluasi penilaian Green

Building antara lain :

A. Tepat Guna Lahan (Approtiate Site Development / ASD)

Prinsip utama dari tepat guna lahan adalah meminimalkan sistem

perkotaan yang terpencar dan mengurangi pengembangan pada kawasan, habitat

dan ruang terbuka hijau yang bernilai, yang diakibatkan pembangunan hijau yang

tidak efisien. Perlu didorong pembangunan dan penataan kota yang lebih kompak,
35

serta peningkatan vitalitas kota dengan tujuan untuk mempertahankan ruang

terbuka hijau (USGBC, 2009). Aspek-aspek yang lebih rinci dari tepat guna lahan

adalah: Area Hijau Dasar, Pemilihan Tapak, Akses Masyarakat, Transportasi

Publik, Penggunaan Sepeda, Lansekap Tapak, Iklim Mikro dan Manajemen

Limpasan Air Hujan.

B. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency & Conservation / EEC)

Masalah energi dan refrigeran pada dasarnya melakukan penghematan

energi dengan tujuan meminimalkan berbagai dampak terhadap lingkungan

seperti udara, air, tanah dan sumber alam melalui perencanaan tapak dan

perancangan bangunan yang optimal, pemilihan material dan pengukuran

penghematan energi secara aktif. Dengan melakukan ini, diharapkan bangunan

daoat mencapai kinerja yang baik. Perlu terus dilakukan upaya untuk

menggunakan energi yang dapat diperbarui dan sumber lain yang berdampak

rendah terhadap lingkungan (USGBC, 2009). Aspek-aspek dari energi dan

atmosfir adalaha : Pengukuran Listrik, Perhitungan OTTV (Overal Thermal

Transfer Value), Pengukuran Hemat Energi, Penerangan Alami, Ventilasi,

Pengaruh Perubahan Iklim Dan Energi Terbarukan di Tapak (Bonus).

C. Konservasi Air (Water Conservation / WAC)

Tujuan dari efisiensi air adalah untuk melindungi siklus air alami melalui

perancangan tapak dan bangunan sehingga sistem tata air yang direncanakan

paling tidak mendekati keadaan sebelum pembangunan. Perlu diberi penekanan

khsusus pada pada penyimpanan air luapan dan serapan air pada tapak serta

penyerapan kembali air tanah sehingga mendekati sistem alami. Perlu upaya-
36

upaya untuk meminimalkan penggunaan air bersih untuk hal-hal yang tidak perlu

dan tidak efisien pada tapak. Perlu terus memaksimalkan daur ulang dan

penggunaan kembali air seperti yang berasal dari tampungan air hujan, air banjir

dan air kotor (USGBC, 2009). Aspek-aspek yang lebih rinci dari efisiensi air

adalah: Meteran Air, Perhitungan Air, Pengurangan Penggunaan Air, Alat

Perlengkapan Sanitasi, Daur Ulang Air, Sumber Air Alternatif, Penampungan Air

Hujan dan Lansekap Hema Air.

D. Sumber dan Siklus Material (Material Resource and Cycle / MRC)

Tujuan dari parameter ini pada dasarnya bertujuan untuk meminimalkan

penggunaan material konstruksi yang tidak dapat diperbahaui dan sumber-sumber

lain seperti energi dan melalui rekayasa, perancangan, perencanaan dan konstruksi

yang efisien serta daur ulang dari material bangunan. Memaksimalkan

penggunaan material yang telah digunakan dengan kandungan daur ulang. Konsep

ini diterapkan terutama pada aktifitas renovasi bangunan (USGBC, 2009). Aspek

yang lebih rinci dari material dan sumber daya adalah: Penggunaan Refrigeran,

Produk Yang Diproses Secara Ramah Lingkungan, Bahan Tidak Merusak Lapisan

Ozon (non Ozon Depleting Subtance = ODS), Kayu Bersertifikat, Bahan Pracetak

dan Bahan Regional.

E. Kualitas Udara & Kenyamanan Ruang (Indoor Air Health and Comfort / IHC)

Kualitas udara dalam ruangan mendorong peningkatan kenyamanan

dalam bangunan, produktivitas dan kesehatan para pemakai bangunan melalui

penigkatan kualitas udara ruangan, memaksimalkan cahaya alami, memberi

kesempatan pemakai bangunan untuk mengendalikan sistem pencahayaan dan


37

kenyamanan termal disesuaikan dengan kebutuhan dan preferensinya, dan

meminimalisir para pemakai bangunan terhadap polutan berbahaya, seperti

Volatile Organic Compounds (VOC) yang terdapat dalam adhesif dan cat pelapis

juga urea dalam produk kayu komposit (USGBC, 2009). Aspek-aspek dari

kesehatan dan kenyamanan ruangan adalah: Penggunaan Udara Luar, Pemantauan

CO2, Pengendalian Asap Tembakau, Polutan Kimia, Pemandangan Ke Luar,

Kenyamanan Visual, Kenyamanan Termal dan Tingkat Akustik.

F. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building and Environment Management /

BEM)

Tujuan dari manajemen lingkungan binaan adalah agar pembangunan

dapat sejalan dengan kebijakan bangunan hijau. Parameter ini berkaitan dengan

lingkungan khususnya sampah/limbah. Limbah ini terjadi pada saat dan setelah

pembangunan suatu proyek. Selain itu juga berkaitan dengan pengolahan limbah

organik. Pengujian terhadap bangunan khususnya berkaitan dengan peralatan

dama bangunan. Manajemen lingkungan juga berkaitan dengan pelaksanaan aspek

bangunan hijau setelah selesai pembangunan, seperti pengendalian kualitas udara

dalam bangunan dan kenyaman pengguna (GBCI, 2011). Aspek-aspek dari

manajemen lingkungan bangunan adalah: Manajemen Limbah Dasar, Anggota

Tim Proyek, Polusi Dari Aktifitas Pembangunan, Manajemen Limbah Lanjut,

Pengelolaan Baik dan Pelaksanaan Bangunan Hijau.


38

Penerapan aspek Green Building dari segi design bangunan yaitu

1. Bentuk dan Orientasi Bagunan

Gedung Menteri Kementerian Pekerjaan Umum memiliki bentuk massa

bangunan yang tipis, baik secara vertikal maupun horizontal. Sisi tipis di

puncak gedung didesain agar mampu menjadi shading bagi sisi bangunan

dibawahnya sehingga dapat membuat bagian tersebut menjadi lebih sejuk.

Pada desain gedung ini memiliki area opening yang lebih banyak di sisi

timur. hal ini dikarenakan cahaya pada sore hari (matahari barat) lebih

bersifat panas dan menyilaukan.

2. Shading & Reflektor

Shading light shelf bermanfaat mengurangi panas yang masuk ke dalam

gedung namun tetap memasukan cahaya dengan efisien. Dengan light

shelf, cahaya yang masuk kedalam bangunan dipantulkan ke ceilin. Panjang

shading pada sisi luar light shelfditentukan sehingga sinar matahari tidak

menyilaukan aktifitas manusia di dalamnya. Cahaya yang masuk dan

dipantulkan ke ceiling tidak akan menyilaukan namun tetap mampu

memberikan cahaya yang cukup.

3. Sistem Penerangan

Sistem penerangan dalam bangunan menggunakan intelegent

lighting system yang dikendalikan oleh main control panel sehingga nyala

lampu dimatikan secara otomatis oleh motion sensor & lux sensor. Dengan

begitu, penghematan energy dari penerangan ruang akan mudah dilakukan.


39

4. Water Recycling System

Water Recycling System berfungsi untuk mengolah air kotor dan air

bekas sehingga dapat digunakan kembali untuk keperluan flushing toilet

ataupun sistem penyiraman tanaman. Dengan sistem ini, penggunaan air

bersih dapat dihemat dan menjadi salah satu aspek penting untuk menunjang

konsep green building.

Konsep Pembangunan Green Building. Beberapa aspek utama green

building antara lain :

1. Material

Material yang digunakan untuk membangun harus diperoleh dari alam,

dan merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola secara berkelanjutan.

Daya tahan material bangunan yang layak sebaiknya teruji, namun tetap

mengandung unsur bahan daur ulang, mengurangi produksi sampah, dan

dapat digunakan kembali atau didaur ulang.

2. Energi

Penerapan panel surya diyakini dapat mengurangi biaya listrik bangunan.

Selain itu, bangunan juga selayaknya dilengkapi jendela untuk menghemat

penggunaan energi, terutama lampu dan AC. Untuk siang hari, jendela

sebaiknya dibuka agar mengurangi pemakaian listrik. Jendela tentunya juga

dapat meningkatkan kesehatan dan produktivitas penghuninya. Green

building juga harus menggunakan lampu hemat energi, peralatan listrik hemat

energi, serta teknologi energi terbarukan, seperti turbin angin dan panel surya.
40

3. Air

Penggunaan air dapat dihemat dengan menginstal sistem tangkapan air

hujan. Cara ini akan mendaur ulang air yang dapat digunakan untuk

menyiram tanaman atau menyiram toilet. Gunakan pula peralatan hemat air,

seperti pancuran air beraliran rendah, tidak menggunakan bathtub di kamar

mandi, menggunakan toilet hemat air, dan memasang sistem pemanas air

tanpa listrik.

4. Kesehatan

Penggunaan bahan-bahan bagunan dan furnitur harus tidak beracun,

bebas emisi, rendah atau non-VOC (senyawa organik yang mudah menguap),

dan tahan air untuk mencegah datangnya kuman dan mikroba lainnya.

Kualitas udara dalam ruangan juga dapat ditingkatkan melalui sistim ventilasi

dan alat-alat pengatur kelembaban udara.


41

2.3 Persyaratan – Persyaratan Beton Bertulang

2.3.1 Perencanaan Struktur

Perencanaan struktur suatu gedung bertingkat secara rinci

membutuhkan suatu rangkaian proses analisis dan perhitungan yang

panjang serta rumit, yang didasarkan pada asumsi dan pertimbangan teknis

tertentu. Dengan kecanggihan perangkat lunak yang ada pada saat ini

memungkinkan para teknisi untuk merencanakan segala sesuatunya dari

berbagai sudut pandang dengan sangat rinci dengan tingkat ketelitian yang

tinggi. Perlu disadari bahwa reliabilitas hasil suatu perhitungan sangat

tergantung pada mutu masukannya (“Garbage In, Garbage Out”). Seringkali

para perencana mengikuti secara penuh seluruh hasil keluaran suatu komputer

tanpa mengkaji ulang apakah hasil keluaran tersebut mengandung berbagai

kejanggalan. Kadangkala kejanggalan tersebut tidak mudah ditemukan karena

para perencana belum atau kurang memiliki kepekaan terhadap perilaku struktur

yang direncanakan.

Proses perencanaan diawali dengan diskusi dan kolaborasi antar

disiplin, kemudian perencana struktur akan membuat kriteria perencanaan

(design criteria) struktur yang dianggap paling ekonomis serta dapat memenuhi

semua persyaratan disiplin lain. Kriteria perencanaan tersebut antara lain

meliputi design philosophy, jenis dan besaran pembebanan, kekuatan dan

stabilitas, kekakuan dan pembatasan deformasi, layak pakai, rangkak, susut,

pengaruh temperatur dan ketahanan terhadap api serta pembatasan penurunan

dan perbedaan penurunan termasuk soil-structure interaction.


42

Syarat – syarat Umum Perancangan Struktur diantaranya adalah sebagai

berikut :

1. Syarat Stabilitas

a. statik

b. dinamik

2. Syarat Kekuatan

a. statik

b. dinamik

3. Syarat Daktilitas

a. Elastik (Fully Elastic)

b. Daktilitas terbatas (limited ductility)

c. Daktilitas penuh (full ductility)

4. Syarat layak pakai dalam keadaan layan (serviceability)

a. Lendutan pelat dan balok

b. Simpangan bangunan (lateral drift)

c. Simpangan antar tingkat (Interstory drift)

d. Percepatan (acceleration), khususnya perencangan struktur terhadap

pengaruh angin.

e. Retakan (cracking)

f. Vibrasi/getaran(vibration)

5. Syarat Durabilitas (durability)

a. Kuat tekan minimum beton

b. Tebal selimut beton

c. Jenis dan kandungan semen


43

d. Tinjauan korosi

e. Mutu baja

6. Syarat ketahanan terhadap kebakaran

a. Dimensi minimum dari elemen/komponen strukur

b. Tebal selimut beton

c. Tebal lapisan pelindung terhadap ketahanan kebakaran

d. Jangka waktu ketahanan terhadap api/kebakaran (struktur atas dan

basemen)

7. Syarat intergritas

a. Pencegahan terhadap keruntuhan progresif (biasanya diberi

penambahan tulangan pemegang antar komponen beton precast).

8. Syarat yang berhubungan dengan dengan pelaksanaan konstruksi

a. Penyesuaian metoda konstruksi yang umum dilakukan pada

daerah setempat.

b. Bahan bangunan serta mutu bahan yang tersedia

c. Kondisi cuaca selama pelaksanaan

d. Kesediaan berbagai sumber daya setempat.

9. Peraturan dan standar yang berlaku.


44

2.3.2 Bahan Beton Bertulang

SNI 03-2847-2002 tentang cara perhitungan struktur beton untuk

bangunan gedung menjelaskan persyaratan-persyaratan untuk bahan beton

bertulang yang dianjurkan.

2.3.2.1 Semen

a. Semen yang digunakan harus memenuhi salah satu dari ketentuan berikut :

1) Berdasarkan SNI 15-2049-1994 tentang semen portland,

2) “Spesifikasi semen Blended Hidrolis” (ASTM C595), kecuali tipe S dan

SA yang tidak diperuntukkan sebagai unsur pengikat utama struktur

beton,

3) “Spesifikasi Semen Hidrolis Ekspansif” (ASTM 845).

b. Semen yang digunakan pada pekerjaan konstruksi harus sesuai dengan semen

yang digunakan pada perancangan proporsi campuran, sesuai SNI 03-2847-2002

pasal 7.2.

2.3.2.2 Agregat

a. Agregat untuk beton harus memenuhi salah satu dari ketentuan berikut:

1) “Spesifikasi Agregat Untuk Beton” (ASTM C 33),

2) SNI 03-2461-1991 tentang sepsifikasi agregat ringan untuk beton struktur.

b. Ukuran maksimum agregat kasar harus tidak melebihi:

1) 1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan, ataupun

2) 1/3 ketebalan plat lantai, ataupun

3) ¾ jarak bersih minimum antara tulang-tulangan atau kawat-kawat, bundel

tulangan atau tendon-tendon prategang atau selongosng-selongsong.


45

2.3.2.3 Air

a. Air yang digunakan pada campuran beton harus dibersih dan bebas dari

bahan-bahan merusak yang mengandung oli, asam, alkali, bahan organik atau

bahan-bahan lainnya yang merugikan terhadap beton atau tulangan.

b. Air pencampur yang digunakan pada beton prategang atau pada beton yang

didalamnya tertanam logam alumunium, termasuk air beras yang terkandung

dalam agregat, tidak boleh mengandung ion klorida dalam jumlah yang

membahayakan, seperti yang dijelaskan dalam SNI 03-2847-2002 pasal 6.4.1.

c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh digunakan pada beton, kecuali

ketentuan berikut terpenuhi:

1) Pemilihan proporsi campuran beton harus didasarkan pada campuran

beton yang mengandung air dari sumber yang sama.

2) Hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari pada kubus uji mortar yang

dibuat dari adukan dengan air yang tidak dapat diminum harus mempunyai

kekuatan sekurang-kurangnya sama dengan 90% dari kekuatan benda uji

yang dibuat dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji kekuatan

tersebut harus dilakukan pada adukan serupa, terkecuali pada air

pencampur, yang dibuat dan diuji sesuai dengan “Metode Uji Kuat Tekan

Untuk Mortar Semen Hidrolis (menggunakan spesimen kubus dengan

ukuran 50 mm)” (ASTM C 109).


46

2.3.2.4 Baja Tulangan

a. Baja tulangan yang digunakan harus tulangan ulir, terkecuali baja polos

diperkenankan untuk tulangan spiral atau tendon. Tulangan yang terdiri dari

profil baja struktural, pipa baja atau tabung baja dapat digunakan sesuai

dengan persyaratan pada tata cara ini.

b. pengelasan baja tulangan harus memenuhi “Persyaratan Pengelasan Struktural

Baja Tulangan” ANSI/A D1.4 dari American Welding Society. Jenis dan

lokasi sambung las tumpuk dan persyaratan pengelasan lainnya harus di

tunjukkan pada gambar rencana atau spesifikasi.

c. Baja Tulangan Ulir (BJTD)

1) Baja tulangan ulir harus memenuhi salah satu ketentuan berikut:

 “Spesifikasi untuk Batang Baja Billet Ulir dan Polos untuk Penulangan

Beton” (ASTM A 615M).

 “Spesifikasi untuk Batang Baja Axle ulir dan polos untuk penulangan

beton” (ASTM A 617M).

 “Spesifikasi untuk baja ulir dan polos Low-alloy untuk penulangan

beton” (ASTM A 706M).

2) Baja tulangan ulir dengan spesifikasi kuat leleh fy melebihi 400 Mpa boleh

digunanakan, selama fy adalah nilai tegangan pada regangan 0,35%.

3) Anyaman batang baja untuk penulangan beton harus memenuhi

“Spesifikasi untuk anyaman batang baja ulir yang dipabrikasi untuk

tulangan beton bertulang” (ASTM A 184M). Baja tulangan yang


47

digunakan dalam anyaman harus memenuhi salah satu persyaratan-

persyaratan yang terdapat dalam SNI 03-2847-2002 pasal 5.5.3.1.

4) Kawat ulir untuk penulangan beton harus memenuhi “spesifikasi untuk

kawat baja ulir untuk tulangan beton” (ASTM A 496), kecuali bahwa

kawat tidak boleh lebih kecil dari ukuran D4 dan untuk kawat dengan

spesifikasi kuat leleh fy melebihi 400 Mpa, maka fy harus diambil sama

dengan nilai tegangan pada regangan 0,35%. Bilamana kuat leleh yang

disyaratkann dalam perencananan melampaui 400 Mpa.

5) Jaring kawat polos las untuk penulangan beton harus memenuhi

“Spesifikasi untuk jaring kawat baja polos untuk penulangan beton”

(ASTM A 185), kecuali bahwa untuk tulangan dengan spesifikasi kuat

leleh melebihi 400 Mpa, maka fy diambil sama dengan nilai tegangan pada

regangan 0,35%, bilamana kuat leleh yang disyaratakan dalam

perencanaan melampaui 400 Mpa. Jarak diantara titik-titik persilangan

yang dilas tidak boleh lebih dari 300 mm pada arah tegangan yang

ditinjau, kecuali untuk jaring kawat yang digunakan sebagai sengkang

sesuai SNI 03-2847-2002 pasal 14.13.2.

6) Jaring kawat ulir las untuk penulangan beton harus memenuhi “spesifikasi

untuk jaring kawat las ulir untuk penulangan beton” (ASTM A 497M),

kecuali bahwa untuk tulangan dengan spefikasi kuat leleh fy melebihi 400

Mpa, maka fy harus diambil sama dengan nilai tegangan pada regangan

0,35%, bilamana kuat leleh yang disyaratkan dalam perencanaan

melampaui 400 Mpa. Jarak antara titik-titik persilangan yang dilas tidak
48

boleh lebih dari 300 mm pada arah tegangan yang ditinjau, kecuali untuk

jaring kawat yang digunakan sebagai sengkang sesuai dengan SNI 03-

2847-2002 pasal 14.13.2.

d. Baja tulangan polos

1) Tulangan polos untuk tulangan spiral harus memenuhi persyaratan pada

SNI 03-2847-2002 pasal 5.5.3.1a atau pasal 5.5.3.1c.

2) Kawat polos untuk tulangan spiral harus memenuhi “spesifikasi untuk

kawat tulangan polos untuk penulangan beton” (ASTM A 82), kecuali

bahwa untuk kawat dengan spesifikasi kuat leleh fy yang melebihi 400

Mpa, maka fy harus diambil sama dengan nilai tegangan pada regangan

0,35%, bilamana kuat leleh yang disyaratkan dalam perencanaan

melampaui 400 Mpa.

2.4 Struktur Beton Bertulang

Beton bertulang (Reinforced Concrete atau = RC), juga disebut beton

semen bertulang atau (Reinforced cement concrete atau = RCC) adalah material

komposit di mana kekuatan dan daktilitas beton yang relatif rendah diimbangi

dengan dimasukkannya tulangan yang memiliki kekuatan atau daktilitas yang

lebih tinggi. Tulangan biasanya, meskipun tidak harus, berupa tulangan baja

(tulangan) dan biasanya tertanam secara pasif di beton sebelum beton dipasang.

Skema perkuatan umumnya dirancang untuk menahan tegangan tarik pada daerah

beton tertentu yang dapat menyebabkan keretakan dan/atau kegagalan struktural.

Beton bertulang modern dapat mengandung beragam bahan penguat yang terbuat

dari baja, polimer, atau material komposit alternatif, baik disertai tulangan
49

maupun tidak. Beton bertulang juga dapat mengalami tekanan permanen (beton

dalam kompresi, tulangan dalam tegangan), sehingga dapat meningkatkan sifat-

sifat struktur bangunan ketika dikenai beban. Di Amerika Serikat, metode paling

umum untuk melakukan ini dikenal sebagai pra-tegang dan pasca-tegang .

Untuk konstruksi yang kuat, daktil, dan tahan lama, tulangan perlu memiliki

properti berikut setidaknya:

a. Kekuatan relatif tinggi

b. Toleransi yang tinggi dari regangan tarik

c. Ikatan yang baik dengan beton, terlepas dari pH, kelembaban, dan faktor-

faktor serupa

d. Kompatibilitas termal, yaitu tidak mengalami pemuaian atau penyusutan

berlebihan sebagai respons terhadap perubahan suhu.

e. Daya tahan di lingkungan beton, terlepas dari korosi atau stres berkelanjutan

misalnya.

Tiga karakteristik fisik memberikan beton bertulang sifat khusus:

1. Koefisien ekspansi termal beton mirip dengan baja, menghilangkan tekanan

internal yang besar karena perbedaan ekspansi atau kontraksi termal.

2. Ketika pasta semen di dalam beton mengeras, ini sesuai dengan detail

permukaan baja, memungkinkan setiap tegangan ditransmisikan secara

efisien antara bahan yang berbeda. Biasanya batang baja dikasar atau

bergelombang untuk lebih meningkatkan ikatan atau kohesi antara beton dan

baja.
50

3. Lingkungan kimia alkali yang disediakan oleh cadangan alkali (KOH, NaOH)

dan portlandit ( kalsium hidroksida ) yang terkandung dalam pasta semen

yang mengeras menyebabkan film pasif terbentuk di permukaan baja,

membuatnya jauh lebih tahan terhadap korosi daripada yang seharusnya.

dalam kondisi netral atau asam. Ketika pasta semen terkena udara dan air

meteorik bereaksi dengan CO 2 atmosfer, portlandit dan kalsium silikat

hidrat (CSH) dari pasta semen yang mengeras menjadi semakin terkarbonasi

dan pH tinggi secara bertahap menurun dari 13,5 - 12,5 menjadi 8,5, pH air

dalam kesetimbangan dengan kalsit ( kalsium karbonat ) dan baja tidak lagi

dipasivasi.

Sebagai patokan, hanya untuk memberikan gambaran tentang urutan

besarnya, baja terlindungi dari korosi pada pH di atas ~ 11 tetapi mulai terkorosi

di bawah ~ 10 tergantung pada karakteristik baja dan kondisi fisik-kimia lokal

ketika beton menjadi berkarbonasi. karbonat beton bersama dengan

masuknya klorida adalah di antara alasan utama untuk kegagalan tulangan di

beton. Potongan melintang relatif daerah baja yang dibutuhkan untuk beton

bertulang yang khas biasanya cukup kecil dan bervariasi dari 1% untuk sebagian

besar balok atau slab dan 6% untuk beberapa kolom. Batang penguat biasanya

berbentuk bulat pada penampang dan bervariasi dalam diameter. Struktur beton

bertulang kadang-kadang memiliki ketentuan seperti inti berongga berventilasi

untuk mengontrol kelembapan & kelembapannya. Distribusi karakteristik beton

(terlepas dari tulangan) sepanjang penampang elemen beton bertulang vertikal

tidak homogen.
51

2.4.1 Keuntungan dan Kerugian Beton Bertulang

Beton bertulang sebagai salah satu material kontruksi dapat diaplikasikan

dalam banyak bentuk/tipe struktur. Namun demikian, material ini juga memiliki

beberapa keunggulan maupun kekurangan yang dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan pemilihan material kontruksi. Adapun keuntungan penggunaan

material beton bertulang adalah:

1. Kuat tekan beton bertulang relatif lebih tinggi dari bahan lain konstruksi

lain.

2. Memiliki ketahanan yang tinggi terhadap api dan air. Tidak berkarat

karena air dan pada kasus kebakaran dengan intensitas rata-rata, struktur

dengan ketebalan penutup beton tertentu hanya mengalami kerusakan pada

permukaannya saja.

3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.

4. Biaya pemeliharaan beton bertulang hampir sangat rendah

5. Durabilitas yang tinggi. Beton bertulang lebih awet dan tahan lama

dibandingkan dengan bahan lain. Normalnya sebuah struktur beton

bertulang dapat digunakan sampai jangka waktu yang sangat lama dengan

tidak kehilangan kemampuan menahan bebannya. Hal tersebut karena

hukum kimia proses pemadatan semen yang semakin lama akan semakin

membatu.

6. Untuk bahan pondasi tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan,

dan semacamnya, beton bertulanglah pilihan paling hemat biaya.


52

7. Beton bertulang bisa dibuat dalam banyak bentuk untuk beragam fungsi

dan kegunaan, seperti bentuk pelat, balok. dari bentuk sederhana seperti

kolom hingga berbentuk atap kubah yang rumit.

8. Material beton bertulang bisa dibuat dari bahan-bahan lokal yang murah

seperti pasir, kerikil, dan air dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen

dan tulangan baja.

9. Dibanding struktur baja, pembuatan dan instalasi konstruksi beton

bertulang lebih mudah dan cukup dengan tenaga berkeahlian rendah.

Sementara itu kekurangan penggunaan material beton bertulang adalah sebagai

berikut :

1. Kuat tarik yang sangat rendah karenanya diperlukan penggunaan tulangan

tarik.

2. Waktu pengerjaan beton bertulang lebih lama.

3. Kualitas beton bertulang variatif bergantung pada kualifikasi para

pembuatnya

4. Dibutuhkan bekisting penahan pada saat pengecoran beton agar tetap di

tempatnya sampai beton tersebut mengeras. Berat beton sendiri sangat

besar (2,4 t/m3), sehingga konstruksi harus memiliki penampang yang

besar.

5. Diperlukannya penopang sementara untuk menjaga agar bekisting tetap

berada pada tempatnya sampai beton mengeras dan cukup kuat untuk

menahan beratnya sendiri.


53

6. Biaya bekisting reltif mahal hingga sepertiga atau dua pertiga dari total

biaya sebuah struktur beton.

7. Rendahnya kekuatan per satuan berat dari beton mengakibatkan beton

bertulang menjadi berat. Ini akan sangat berpengaruh pada struktur-

struktur bentang-panjang dimana berat beban mati beton yang besar akan

sangat mempengaruhi momen lentur.

8. Bervariasinya sifat-sifat beton dan proporsi-campuran serta

pengadukannya.

9. Proses penuangan dan perawatan beton tidak bisa kontrol dengan

ketepatan maksimal, berbeda dengan proses produksi material struktur

lain.

2.5 Pembebanan

Pembebanan merupakan faktor penting dalam merancang stuktur

bangunan. Untuk itu, dalam merancang struktur perlu mengidentifikasikan beban-

beban yang bekerja pada sistem struktur. Beban-beban yang bekerja pada suatu

struktur ditimbulkan secara langsung oleh gaya-gaya alamiah dan buatan manusia

(Schueller, 2001). Secara umum, struktur bangunan dikatakan aman dan stabil

apabila mampu menahan beban gravitasi (beban mati dan beban hidup) dan beban

gempa serta beban angin yang bekerja pada bangunan tersebut.

2.5.1 Beban Mati

Beban mati merupakan berat seluruh bahan konstruksi bangunan gedung yang

terpasang, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, tangga, dinding partisi tetap,
54

finishing, kladding gedung dan komponen arsitektural dan struktural lainnya serta

peralatan layan terpasang lain termasuk berat keran (SNI 1727:2013 pasal 3.1)

2.5.2 Beban Hidup

Beban hidup merupakan beban yang diakibatkan oleh pengguna dan

penghuni bangunan gedung atau struktur lain. (SNI 1727:2013 pasal 4.1). Beban

hidup selalu berubah-ubah dan sulit diperkirakan. Perubahan tersebut terjadi

sepanjang waktu, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang (Schueler,

2010). Beban hidup atap merupakan beban yang diakibatkan pelaksanaan

pemeliharaan oleh pekerja, peralatan, dan material. Selain itu juga beban

selama masa layan struktur yang diakibatkan oleh benda bergerak, seperti

tanaman atau benda dekorasi kecil yang tidak berhubungan dengan penghunian

(SNI 1727:2013 pasal 4.1)

2.5.3 Beban Gempa

Beban gempa merupakan beban statik ekivalen yang bekerja pada

gedung atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat

gempa tersebut. Beban gempa adalah beban yang bekerja pada suatu struktur

akibat dari pergerakan tanah yang disebabkan karena adanya gempa bumi (baik

itu gempa tektonik atau vulkanik) yang mempengaruhi struktur tersebut.

2.5.4 Beban Angin

PPIUG 1983, Bab I pasal1 ayat 3: beban angin adalah semua beban

yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh selisih

dalam tekanan udara.


55

Tekanan angin di Indonesia adalah 80kg/m2 pada bidang tegak sampai setinggi

20 m. Beban angin yang bekerja terhadap gedung adalah menekan dan

menghisap gedung tidak menentu dan sukar diprediksi. Faktor-faktor yang

mempengaruhi daya tekan dan hisap angin terhadap gedung adalah kecepatan

angin, kepadatan udara, permukaan bidang, dan bentuk dari gedung.

2.6 Ketentuan Mengenai Kekuatan dan Kemampuan Beban Layan

2.6.1 Kuat Perlu

1) Kuat perlu U untuk menahan beban mati D paling tidak harus sama

dengan

U = 1,4 D ................................................................................ (9-a)

Kuat perlu U untuk menahan beban mati D, beban hidup L, dan

juga beban atap A atau beban hujan R, paling tidak harus sama

dengan

U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 (A atau R) .................................... (9-1b)

2) Bila ketahanan struktur terhadap beban angin W harus

diperhitungkan dalam perencanaan, maka pengaruh kombinasi

beban D, L, dan W berikut harus ditinjau untuk menentukan nilai U

yang terbesar, yaitu:

U = 1,2 D + 0,5 L + 1,3 W + 0,5 (A atau R)......................... (9-2)


56

di mana kombinasi beban harus memperhitungkan kemungkinan

beban hidup L yang penuh dan kosong untuk mendapatkan kondisi

yang paling berbahaya, dan

U = 0,9 D + 1,3 W .................................................................. (9-3)

Perlu dicatat bahwa untuk setiap kombinasi beban D, L, dan W,

kuat perlu U tidak boleh kurang dari Pers. (9-1b).

3) Bila ketahanan struktur terhadap beban gempa (E) harus

diperhitungkan dalam perencanaan, maka nilai kuat perlu U harus

diambil sebagai:

U = 1,2 D + 0,5 L  1,1 E

atau

U = 0,9 D  1,1 E

dalam hal ini nilai E ditetapkan berdasarkan ketentuan SNI-03-

1726-1989 F tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa

Untuk Rumah dan Gedung, atau penggantinya.

4) Bila ketahanan terhadap tekanan tanah H diperhitungkan dalam

perencanaan, maka pada Pers. (9-1b) ditambahkan 1,6H, kecuali

bahwa pada keadaan di mana D atau L mengurangi pengaruh H,

maka nilai U maksimum ditentukan dengan mengganti 1,2D pada

Pers. (9-1b) dengan 0,9D, dan nilai L diambil sama dengan nol.
57

Untuk setiap kombinasi dari D, L, dan H, nilai kuat perlu U tidak

boleh lebih kecil dari Pers. (9-1b).

5) Bila ketahanan terhadap pembebanan akibat berat dan tekanan

fluida, F, yang berat jenisnya dapat ditentukan dengan baik, dan

ketinggian maksimumnya terkontrol, diperhitungkan dalam

perencanaan, maka beban tersebut harus dikalikan dengan faktor

beban 1,3, dan ditambahkan pada semua kombinasi beban yang

memperhitungkan beban hidup.

6) Bila ketahanan terhadap pengaruh kejut diperhitungkan dalam

perencanaan maka pengaruh tersebut harus disertakan pada

perhitungan beban hidup L.

7) Bila pengaruh struktural T dari perbedaan penurunan fondasi,

rangkak, susut, ekspansi beton, atau perubahan suhu sangat

menentukan dalam perencanaan, maka kuat perlu U minimum harus

sama dengan:

U  0,75(1,2D  1,2T  1,6L) ............................................... (9-5)

tetapi nilai U tidak boleh kurang dari

U  1,2(D  T ) ....................................................................... (9-6)

Perkiraan atas perbedaan penurunan fondasi, rangkak, susut,

ekspansi beton, atau perubahan suhu harus didasarkan pada

pengkajian yang realistis dari pengaruh tersebut selama masa pakai.


58

8) Untuk perencanaan daerah pengangkuran pasca tarik harus

digunakan faktor beban 1,2 terhadap gaya penarikan tendon

maksimum.

9) Jika pada bangunan terjadi benturan yang besarnya P, maka

pengaruh beban tersebut dikalikan dengan faktor 1,2.

2.6.2 Kuat Rencana

1. Kuat rencana suatu komponen struktur, sambungannya dengan komponen

struktur lain, dan penampangnya, sehubungan dengan perilaku lentur, beban

normal, geser, dan torsi, harus diambil sebagai hasil kali kuat nominal,

yang dihitung berdasarkan ketentuan dan asumsi dari tata cara ini, dengan

suatu faktor reduksi kekuatan  dalam Butir 9.3(2) dan 9.3(3).

2. Faktor reduksi kekuatan  ditentukan sebagai berikut:

(1) Lentur, tanpa beban aksial .............................................................. 0,80

(2) Beban aksial, dan beban aksial dengan lentur. (Untuk beban aksial

dengan lentur, kedua nilai kuat nominal dari beban aksial dan momen

harus dikalikan dengan nilai  tunggal yang sesuai):

(a) Aksial tarik, dan aksial tarik dengan lentur...... 0,80

(b) Aksial tekan, dan aksial tekan dengan lentur:

Komponen struktur dengan tulangan spiral yang sesuai

dengan Butir 10.9.3 .............................................................. 0,70

Komponen struktur lainnya .................................................. 0,65


59

Kecuali untuk nilai aksial tekan yang rendah, nilai  boleh

ditingkatkan berdasarkan aturan berikut:

Untuk komponen struktur di mana f y tidak melampaui 400 MPa,

dengan tulangan simetris, dan dengan (h  d '  d s ) / h tidak

kurang dari 0,65, maka nilai  boleh ditingkatkan secara linear

menjadi 0,80 seiring dengan berkurangnya nilai Pn dari

0,10fc' Ag ke nol.

Untuk komponen struktur beton bertulang yang lain, nilai  boleh

ditingkatkan secara linear menjadi 0,80 seiring dengan

berkurangnya nilai  Pn dari nilai terkecil antara 0,10fc' Ag dan

Pb ke nilai nol.

(c) Di daerah rawan gempa, komponen struktur penaha

gempa tanpa penulangan transversal yang sesuai

dengan Butir 21.4(4) ..................................................... 0,50

(3) Geser dan torsi ................................................................................ 0,75

Kecuali pada struktur yang bergantung pada sistem rangka

pemikul momen khusus atau sistem dinding khusus untuk menahan

pengaruh gempa:

(a) Faktor reduksi untuk geser pada komponen struktur

penahan gempa yang kuat geser nominalnya lebih

kecil dari pada gaya geser yang timbul sehubungan

dengan pengembangan kuat lentur nominalnya ............ 0,55


60

(b) Faktor reduksi untuk geser pada diafragma tidak

boleh melebihi faktor reduksi minimum untuk geser

yang digunakan pada komponen vertikal dari sistem

pemikul beban lateral.

(c) Geser pada hubungan balok-kolom dan pada geser balok

perangkai yang diberi tulangan diagonal ...................... 0,80

(4) Tumpuan pada beton kecuali untuk daerah pengangkuran pasca

tarik..................................................................................................0,65

(5) Daerah pengangkuran pasca tarik ................................................... 0,85

3. Perhitungan panjang penyaluran sesuai dengan Butir 12 tidak memerlukan

faktor reduksi .

2.6.3 Kuat Rencana Tulangan

Perencanaan tidak boleh didasarkan pada kuat leleh tulangan fy yang melebihi

550 MPa kecuali untuk tendon pratekan.

2.6.4 Kontrol Terhadap Lendutan

1) Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus

direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi

lendutan atau deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun

mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja.


61

2) Konstruksi satu arah (non-pratekan):

(1) Tebal minimum yang ditentukan dalam Tabel 9.5(a) berlaku untuk

konstruksi satu arah yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan

partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak akibat lendutan

yang besar kecuali bila perhitungan lendutan menunjukkan bahwa

ketebalan yang lebih kecil dapat digunakan tanpa menimbulkan

pengaruh yang merugikan.

Tabel 9.5 (a). Tebal minimum balok non-pratekan atau pelat satu arah bila
lendutan tidak dihitung )

Tebal Minimum, h

Dua tumpuan Satu ujung Kedua ujung Kantilever


sederhana menerus
menerus

Komponen
Komponen yang tidak menahan atau tidak disatukan dengan
struktur partisi atau konstruksi lain yang mungkin akan rusak oleh
lendutan yang besar

Pelat masif /20 /24 /28 /10


satu arah

Balok atau /16 /18,5 /21 /8


pelat rusuk

satu arah
)
Panjang bentang  dalam mm.

Nilai yang diberikan harus digunakan langsung untuk komponen struktur dengan
beton normal (wc = 2.400 kg/m3) dan tulangan BJTD 40. Untuk kondisi lain, nilai di
atas harus dimodifikasikan sebagai berikut:
62

(a) Untuk struktur beton ringan dengan berat jenis di antara 1.500-

2.000 kg/m3, nilai tadi harus dikalikan dengan (1,65 - 0,0003

wc) tetapi tidak kurang dari 1,09, di mana wc adalah berat jenis

dalam kg/m3.

(b) Untuk f y selain 400 MPa, nilainya harus dikalikan dengan (0,4 +
fy/700).

(2) Bila lendutan harus dihitung, maka lendutan yang terjadi seketika

sesudah bekerjanya beban harus dihitung dengan metode atau formula

standar untuk lendutan elastis, dengan memperhitungkan pengaruh

retak dan tulangan terhadap kekakuan komponen struktur.

(3) Bila nilai kekakuan tidak dihitung dengan cara analisis yang lebih

mendetail dan teliti, maka besarnya lendutan seketika sesudah

pembebanan harus dihitung dengan menggunakan nilai modulus

elastisitas beton Ec sesuai dengan ketentuan pada Butir 8.5(1) (untuk

beton normal ataupun beton ringan) dan dengan momen inersia efektif

berikut, tapi tidak lebih besar dari I g .

M 
3  M 
3
I e   cr  l g  1   cr   l cr .............................. (9-7)
 Ma    Ma  
 
dengan
fr l g
M cr  ........................................................... (9-8)
yt
dan untuk beton normal,

fr  0,7 fc' ........................................................... (9-9)


63

Bila digunakan beton dengan agregat ringan, maka harus

dilakukan salah satu modifikasi berikut:

(a) Bila fct sudah ditentukan dan betonnya dirancang berdasarkan

ketentuan Butir 5.2, maka fr harus diubah dengan

menggantikan 1,8fct untuk fc' , tapi nilai 1,8fct tidak boleh

melebihi fc' .

(b) Bila fct tidak ditentukan, maka fr harus dikalikan dengan 0,75

untuk “beton ringan-total” dan dengan 0,85 untuk “beton

ringan pasir”. Interpolasi linear boleh digunakan bila dilakukan

penggantian pasir secara parsial.

(4) Untuk komponen struktur menerus, nilai momen inersia efektifnya

boleh diambil sebagai nilai rata-rata yang diperoleh dari Pers. (9-7)

untuk penampang di mana momen negatif dan positifnya kritis.

Momen inersia efektif untuk komponen struktur prismatis boleh

diambil sesuai dengan nilai yang diperoleh dari Pers. (9-7) untuk

penampang di tengah bentang pada kondisi bentang sederhana dan

bentang menerus, dan untuk penampang di daerah tumpuan pada

struktur kantilever.

(5) Bila tidak dihitung dengan cara yang lebih mendetail dan teliti, maka

penambahan lendutan jangka panjang akibat rangkak dan susut dari

komponen struktur lentur (untuk beton normal ataupun beton ringan)


64

harus dihitung dengan mengalikan lendutan seketika, akibat beban

tetap yang ditinjau, dengan faktor:


 ............................................................... (9-10)
1 50 '

dengan ' adalah nilai pada tengah bentang untuk balok

sederhana dan balok menerus, dan nilai pada tumpuan untuk

balok kantilever. Faktor konstanta ketergantungan waktu 

untuk beban tetap harus diambil sebesar:

5 tahun atau lebih ............................................................... 2,0

12 bulan.............................................................................. 1,4

6 bulan................................................................................ 1,2

3 bulan................................................................................ 1,0

(6) Lendutan yang dihitung berdasarkan ketentuan dalam Butir 9.5(2(2))

hingga 9.5(2(5)) tidak boleh melebihi nilai yang.ditetapkan dalam

Tabel 9.5 (b).

3) Konstruksi dua arah (non-pratekan):

(1) Butir 9.5(3) ini menentukan tebal minimum dari pelat atau

konstruksi dua arah lainnya yang direncanakan berdasarkan

ketentuan Butir 13 dan memenuhi ketentuan Butir 13.6(1(2)).

Tebal pelat tanpa balok interior yang membentang antara tumpuan-

tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi salah satu ketentuan

dari Butir 9.5(3(2)) atau 9.5(3(4)). Tebal pelat dengan balok yang
65

membentang antara tumpuan-tumpuan pada semua sisinya harus

memenuhi salah satu ketentuan dari Butir 9.5(3(3)) atau 9.5(3(4)).

Tabel 9.5 (b) Lendutan izin maksimum

Lendutan yang Batas


Jenis komponen struktur diperhitungkan lendutan

Atap datar yang tidak menahan atau Lendutan seketika akibat beban *
tidak disatukan dengan komponen hidup L
180
nonstruktural yang mungkin akan rusak
oleh lendutan yang besar

Lantai yang tidak menahan atau tidak Lendutan seketika akibat 


disatukan dengan komponen beban hidup L 360
nonstruktural yang mungkin akan rusak
oleh lendutan yang besar

Konstruksi atap atau lantai yang Bagian dari lendutan total yang 
menahan atau disatukan dengan terjadi setelah pemasangan
komponen nonstruktural (jumlah 480
komponen nonstruktural yang mungkin dari lendutan jangka panjang,
akan rusak oleh lendutan yang besar akibat semua beban tetap yang
bekerja, dan lendutan seketika,
Konstruksi atap atau lantai yang menahan akibat penambahan beban $
atau disatukan dengan komponen hidup)~
nonstruktural yang mungkin tidak akan 240
rusak oleh
1 lendutan yang besar.

(2) Tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan

tumpuan-tumpuannya dan mempunyai rasio bentang panjang

terhadap bentang pendek yang tidak lebih dari dua, harus

memenuhi ketentuan Tabel 9.5 (c) dan tidak boleh kurang dari nilai

berikut:
66

(a) Pelat tanpa penebalan seperti yang didefinisikan


dalam Butir 13.3(7(1)) dan 13.3(7(2)) ......................... 120 mm
(b) Pelat dengan penebalan seperti yang didefinisikan
dalam Butir 13.3(7(1)) dan 13 3(7(2) .......................... 100 mm

Tabel 9.5 (c) Tebal minimum pelat tanpa balok interior

Tegangan Tanpa penebalan *) Dengan penebalan *)


leleh f y +)

(MPa) Panel Panel


dalam dalam
Panel luar Panel luar

Tanpa Dengan Tanpa Dengan


Balok Balok
Penggir Balok Pinggir Balok
Pinggir Pinggir
) )

 n / 40
300  n / 33  n / 36  n / 36  n / 36  n / 40

400
 n / 30  n / 33  n / 33  n / 33  n / 36  n / 36

500
 n / 28  n / 31  n / 31  n / 31  n / 34  n / 34
2
67

(3) Tebal pelat minimum dengan balok yang menghubungkan

tumpuan pada semua sisinya harus memenuhi ketentuan sebagai

berikut:

(a) Untuk m yang sama atau lebih kecil dari 0,2, harus

menggunakan Butir 9.5(3(2))

(b) Untuk m lebih besar dari 0,2 tapi tidak lebih dari 2,0,

ketebalan pelat minimum harus memenuhi

 fy 
 n  0,8  
 1500 
h ................................... (9-11)
36  5 β m  0,2 
dan tidak boleh kurang dari 120 mm

(c) Untuk m lebih besar dari 2,0, ketebalan pelat minimum tidak

boleh kurang dari:

 fy 
 n  0,8  
 1500 
h ....................................... (9-12)
36  9 β
dan tidak boleh kurang dari 90 mm

(d) Pada tepi yang tidak menerus, balok tepi harus mempunyai

rasio kekakuan  tidak kurang dari 0,8 atau sebagai alternatif

ketebalan minimum yang ditentukan Pers. (9-11) atau Pers. (9-

12) harus dinaikan paling tidak 10% pada panel dengan tepi

yang tidak menerus.


68

(4) Pelat dengan tebal kurang dari tebal minimum yang ditetapkan

dalam Butir 9.5(3(1)), 9.5(3(2)), dan 9.5(3(3)) boleh digunakan

bila dapat ditunjukkan dengan perhitungan bahwa lendutan yang

terjadi tidak melebihi batas lendutan yang ditetapkan dalam Tabel

9.5.(b). Lendutan tersebut harus ditentukan dengan

memperhitungkan pengaruh dari ukuran dan bentuk panel, kondisi

tumpuan, dan keadaan kekangan pada sisi panel. Untuk

perhitungan lendutan, modulus elastisitas Ec beton harus dihitung

berdasarkan ketentuan Butir 8.5(1). Momen inersia efektif harus

dihitung sesuai dengan Pers. (9-7); harga lain boleh dipakai bila

perhitungan lendutan yang didapat dengan menggunakan harga

tersebut mendekati hasil yang didapat dari pengujian yang

menyeluruh dan lengkap. Lendutan jangka panjang tambahan harus

dihitung berdasarkan ketentuan Butir 9.5(2(5)).

4) Konstruksi beton pratekan.

(1) Lendutan seketika dari komponen struktur lentur yang

direncanakan mengikuti ketentuan pada Butir 18 harus dihitung

dengan metode atau formula standar untuk lendutan elastis. Dalam

perhitungan ini, momen inersia penampang bruto komponen

struktur boleh digunakan untuk penampang yang belum retak.

(2) Lendutan jangka panjang tambahan dari komponen struktur beton

pratekan harus dihitung dengan memperhatikan pengaruh tegangan

dalam beton dan baja akibat beban tetap. Perhitungan lendutan ini
69

harus mencakup pengaruh rangkak dan susut beton dan relaksasi

baja.

(3) Lendutan yang dihitung berdasarkan ketentuan Butir 9.5(4(1)) dan

9.5(4(2)) tidak boleh melebihi batas yang ditetapkan dalam Tabel

9.5(b).

5) Konstruksi komposit.

(1) Konstruksi yang ditopang.

Bila selama waktu konstruksi suatu komponen struktur komposit

lentur ditahan sedemikian hingga setelah penahan sementara tadi

dilepas beban mati yang ada ditahan sepenuhnya oleh keseluruhan

penampang komposit, maka untuk perhitungan lendutan, komponen

struktur komposit tersebut boleh dianggap setara dengan komponen

struktur monolit. Untuk komponen struktur non-pratekan, bagian

komponen struktur yang tertekan yang akan menentukan apakah nilai-

nilai pada Tabel 9.5(a) berlaku untuk beton normal atau beban ringan.

Jika lendutan diperhitungkan, pengaruh kelengkungan akibat

perbedaan susut dari beton pracetak dan beton yang dicor setempat

dan pengaruh rangkak aksial dalam suatu komponen struktur beton

pretekan harus diperhitungkan.


70

(2) Konstruksi yang tidak ditopang.

Bila tebal komponen struktur lentur pracetak non-pratekan

memenuhi ketentuan Tabel 9.5(a), maka tidak perlu dilakukan

perhitungan lendutan. Bila tebal komponen struktur komposit non-

pratekan memenuhi ketentuan Tabel 9.5(a), maka lendutan yang

terjadi setelah komponen struktur menjadi komposit tidak perlu

dihitung. Tetapi lendutan jangka panjang pada komponen struktur

pracetak akibat besar dan lamanya beban yang bekerja sebelum aksi

komposit terjadi harus ditinjau.

3) Lendutan yang dihitung berdasarkan ketentuan Butir 9.5(5(1)) dan

9.5(5(2)) tidak boleh melampaui batas yang ditentukan dalam Tabel

9.5(b).
71

2.7 Program AutoCAD 2007

2.7.1 Computer Aided Design (CAD)

Seiring dengan lajunya perkembangan teknologi informasi global dewasa

ini, maka otomatis tuntutan terhadap penggunaan teknologi mutlak sangat

diperlukan. Adapun salah satu wujud teknologi yang sekarang sedang

berkembang pesat adalah CAD (Computer Aided Design ) atau Desain

Berbantuan Komputer, di mana tujuannya adalah untuk mempermudah para

designer dan drafter untuk memvisualisasikan idenya ke dalam bentuk gambar.

AutoCAD merupakan sebuah program CAD yang sangat terkenal dan familiar

dewasa ini, karena menawarkan berbagai kemudahan dan keunggulan yang bisa

mempermudah kerja designer dan drafter dalam memvisualisasikan ide dan

gagasannya.

Sejak diciptakan pada tahun 1982 oleh Autodesk Corporation hingga

keluarnya release yang terbaru, AutoCAD mengalami perkembangan yang

sangat berarti serta mempunyai peran yang sangat besar bagi perkembangan

industri manufacturing saat ini. AutoCAD adalah sebuah program aplikasi

(software) yang digunakan untuk menggambar dan mendesain gambar, seperti

gambar arsitektur, mesin, sipil, elektro dan lain-lain, di mana program AutoCAD

mempunyai kemudahan dan keunggulan untuk membuat gambar dengan cepat

dan akurat serta bisa digunakan untuk memodifikasi gambar dengan cepat pula.

Fasilitas yang dimiliki AutoCAD untuk menggambar 2 dimensi dan 3 dimensi

sangat lengkap, sehingga hal ini membawa AutoCAD menjadi program disain

terpopuler dibandingkan dengan program-program yang lain dewasa ini.


72

2.7.2 Kelebihan Program AutoCAD 2007

A. Dokumentasi Penggunaan

Dokumentasi penggunaan AutoCAD baik itu tutorial serta tips dan trick dan

lain sebagainya sangat banyak dan mudah ditemui. Bagi pemula yang pertama

kali menggunakan AutoCAD, dokumentasi-dokumentasi seperti itu sangat

membantu sekali dalam pembelajaran cara pengoperasian aplikasi desain

AutoCAD sehingga akan cepat mahir menguasai cara penggunaannya.

B. Penggambaran Cepat dan Efisien

Melakukan penggambaran maupun pengeditan di AutoCAD sangat cepat

dan efektif karena banyak command atau perintah dan fitur-fiturnya yang

disediakan. Anda tak perlu takut jika anda salah menggambar karena pasti akan

mudah memperbaikinya dan menyesuaikan gambar sesuai dengan permintaan

client.

C. Fleksibilitas dan Kepraktisan

Menggambar dengan AutoCAD sangat fleksibel dan praktis karena gambar

bisa dicetak beberapa kali dengan ukuran skala penggambaran yang berbeda-

beda disesuaikan dengan permintaan client tanpa harus menggambar-gambar

ulang sehingga anda tidak akan kerepotan dengan setiap permintaan client yang

berubah-ubah.

Selain itu, anda juga bisa menentukan gambar yang dihasilkan apakah

dalam bentuk file-file lain seperti dalam bentuk PDF, Image dan lain sebagainya

dan juga sebagai media promosi, media presentasi maupun gambar kerja yang
73

akan diserahkan ke pekerja proyek untuk dikerjakan. silahkan baca panduan

plotting di AutoCAD agar dapat mempublish gambar ke file lain.

D. Ketepatan Gambar / Akurasi Presisi

Gambar yang dihasilkan memiliki ketepatan atau akurasi presisi yang baik

karena memiliki tingkat presisi 13 digit. Gambar pasti akan memiliki ketepatan

yang sangat akurat.

E. Lingkup Kerja Luas Tak Terbatas

Menggambar desain rumah proyek kerja di AutoCAD, anda tak perlu

khawatir dengan besaran gambar yang anda buat karena AutoCAD memiliki

bidang gambar kerja yang tak terbatas. Anda mau menggambar proyek skala

bangunan, lingkungan, kota maupun Negara bisa anda lakukan di AutoCAD.

F. Kompatibilitas Pemakaian

Program AutoCAD dapat dibuka dan dihubungkan dengan program lainnya

seperti Sketchup, ArchiCAD dan lain sebagainya sehingga sangat baik ketika

bekerja dalam sebuah proyek yang dilakukan dengan orang lain yang tidak

menggunakan software ini.


74

2.7.3 Kebutuhan Sistem AutoCAD 2007

Agar bisa dijalankan dengan nyaman dibutuhkan perangkat keras yang

direkomendasikan untuk menjalankan program AutoCAD 2007 tersebut Adapun

kebutuhan perangkat keras yang direkomendasikan adalah :

 Pentium 133 atau lebih tinggi (atau prosessor kompatibel lain).

 Ruang kosong hard-disk 130 MB dan 64 MB untuk ruang swap. RAM

minimal 32 MB, tetapi lebih dianjurkan 64 MB ke atas.

 Tampilan resolusi layar VGA 1024 x 768 (minimal VGA 800 x 600).

 System operasi Windows Millenium, Windows 98, Windows 95,

Windows NT 4.0 atau Windows Disk drive 3 1 / 2 "

2.7.4 Sistem Koordinat

Pada saat melakukan proses menggambar baik itu manual maupun

menggunakan AutoCAD kita tidak terlepas dari yang namanya koordinat,dengan

adanya koordinat tersebut maka garis atau sketsa yang kita gambar akan sesuai

dengan yang kita harapkan dari segi dimensionalnya maupun visualnya.

Sebelum kita mengenal lebih jauh tentang macam-macam atau tipe sistem

koordinat mungkin tidak ada salahnya kita menyempatkan sedikit waktu kita

untuk mengetahui tentang pengertian sistem koordinat itu sendiri,karena ini

adalah kunci dari setiap proses menggambar dalam AutoCAD.


75

Gambar 2.5 Mengenal sistem koordinat dalam AutoCAD.

A. Pengertian sistem koordinat.

Koordinat adalah suatu titik hasil dari perpotongan antara garis lintang dan

garis bujur yang menunjukan suatu objek baik itu orang, lokasi atau gedung

dalam sebuah lokasi di lapangan atau bumi dengan di peta. Ada juga yang

mendifiniskan koordinat adalah bilangan yang dipakai untuk menunjukkan

lokasi suatu titik dalam garis, permukaan, atau ruang.

B. Jenis dan macam koordinat dalam AutoCAD.

Jika sudah mengetahui dan memahami pengertian tentang koordinat maka

apa kaitanya dengan penggunaan dalam proses menggambar menggunakan

AutoCAD,dan ada beberapa jenis sistem koordinat tersebut dalam AutoCAD.

 Koordinat Absolute Kartesius.

Sistem koordinat kartesius dipergunakan untuk menentukan posisi ataupun

letak dari sebuah titip pada suatu bidang datar. posisi titik tersebut ditentukan

oleh dua buah garis yanng ditarik secara vertikal dan horizontal dimana titik

pusatnya berada pada titik 0 (titik asal). Garis horizontal disebut sebagai sumbu
76

X dimana X positif digambarkan mendatar ke kanan sedangkan X negatif

digambar mendatar ke kiri. Sementara itu garis Vertikal disebut sebagai sumbu

Y dimana Y positif digambarkan kearah atas dan Y negatif digambarkan ke arah

bawah.

Format Penulisan : X,Y

Gambar 2.5 Koordinat Kartesius

 Koordinat Relatif.

Sistem koordinat relatif adalah sistem koordinat yang meletakan suatu titik

dapat dinyatakan secara relatif terhadap koordinat titik lainnya,Kita selain dapat

memasukkan angka-angka koordinat absolut yang didasarkan pada titik origin,

dapat pula memasukkan angka-angka koordinat relatif yang didasarkan pada

titik akhir yang dimasukkan.

Format Penulisan : X,Y


77

Gambar 2.6 Koordinat Relatif

 Koordinat Polar.

Metode koordinat polar memperhitungkan koordinat suatu titik berdasarkan

jarak terhadap titik sebelumnya dan sudut yang terjadi antara garis penghubung

kedua titik tersebut terhadap garis datar yang diukur dalam arah berlawanan

dengan searah jarum jam. Jadi, menurut metode ini koordinat suatu titik

ditentukan terhadap titik sebelumnya, bukan terhadap titik origin. Untuk

memasukkan sebuah koordinat polar, masukkan jarak dan sudut yang dipisahkan

dengan tanda kurung sudut (<).

Format Penulisan : Jarak < Sudut

Gambar 2.7 Koordinat Polar


78

2.8 Program SAP2000

2.8.1 Sejarah Perkembangan SAP2000

Seiring dengan perkembangan teknologi sekarang ini, secara otomatis

tuntutan penggunaan teknologi mutlak diperlukan, berbagai macam dampak

perkembangan teknologi adalah munculnya berbagai software, baik pada bidang

desain grafis maupun pada bidang Perencanaan bangunan, adapun salah satu

wujud teknologi pada bidang perencanaan adalah SAP (Structural Analysis

Program), yang mana SAP ini adalah program yang digunakan untuk

menganalisis dan mendesain suatu struktur.

Program SAP merupakan program yang berasal dari Universitas of

California at Berkeley, USA sekitar tahun 1970, dari tahun ketahun SAP

mengalami perkembangan yang cukup berarti, dari SAP yang bisa dijalankan

pada program DOS hingga sekarang sudah sampai ke program window, Maka

Untuk melayani keperluan komersial dari program SAP pada tahun 1975

dibentuklah perusahaan Komputer yang diberi nama, CSi (Computer and

structure,Inc).

Program SAP2000 ini memiliki beberapa kelebihan, terutama dalam

perancangan struktur baja dan beton, dalam perancangan struktur baja SAP2000

dapat merancang elemen struktur dengan menggunakan profil baja yang optimal

dan seekonomis mungkin, sehingga dalam penggunaanya tidak perlu

menentukan elemen awal dengan profil pilihannya, tetapi cukup memberikan

data profil dari database yang ada pada SAP2000, dan ini hanya berlaku untuk

perancangan struktur baja, sedangkan untuk perancangan struktur beton kita


79

tetap harus menentukan elemen awal sebagai asumsi awal perancangan yang

kemudian nanti diperoleh luas tulangan totalnya.

2.8.2 Kelebihan SAP2000

SAP2000 memiliki beberapa kelebihan yang dapat memberikan keuntungan

bagi pengguna, antara lain :

a. terintegrasi sepenuhnya dengan operasi windows ,

b. memiliki tipe-tipe frame, truss, shell, solid element, dan lainnya,

c. memiliki kemampuan dalam permodelan sebuah konstruksi berskala

besar dan kompleks,

d. desain concrete dan steel dalam berbagai jenis kode.

2.8.3 Kebutuhan Sistem SAP2000

Sistem Program SAP2000 memberikan spesifikasi komputer tertentu agardapat

beroperasi dengan baik. Spesifikasi tersebut meliputi :

a. personal computer minimal pentium II,

b. microsoft windows 95 ke atas,

c. minimum Random Acces Memory (RAM) 32 mb,

d. kapasitas hard disc untuk program minimal 200 mb.


80

2.8.4 Langkah-Langkah Penyelesaian

Ada beberapa langkah-langkah dasar dalam analisis dan disain struktur

menggunakan SAP2000 ini, antara lain:

1. Menetapkan satuan

Satuan (kg-m, t-m, kg-cm, dan sebagainya) ini sangat penting ditentukan

terlebih dahulu, karena akan sangat berpengaruh pada saat pemodelan maupun

pembebanan pada struktur. Setiap kita akan menginput grid maupun beban

selalu memperhatikan satuan yang aktif. Satuan ini setiap saat bisa berubah,

namun setelah kita melakukan running satuan akan kembali ke satuan semula

yang kita pilih.

2. Definisi

Definisi ini dapat Anda temukan pada menu define. Hal-hal utama yang

perlu didefinisikan sebelum memulai memodel atau pembebanan meliputi:

definisi material, penampang, jenis beban, jenis analisis, kombinasi beban.

Definisi material merupakan definisi material atau bahan yang digunakan dalam

komponen struktur (balok, kolom, pelat) apakah berbahan beton bertulang, baja

atau bahan lainnya. Dari definisi beban ini kita bisa membuat dimensi

penampang, karena akan memilih material yang digunakan. Disamping definisi

material dan penampang, juga terdapat definisi jenis beban yang diperkirakan

akan bekerja pada struktur yang dimodel, misalnya beban mati, beban hidup,

beban gempa, beban angin, dan sebagainya. Jenis analisis perlu didefinisikan,

untuk mengetahui apakah struktur ini bersifat linear atau nonlinear, statik, atau
81

dinamis. Sedangkan untuk keperluan disain, sangat perlu mendefinisikan jenis

kombinasi sesuai dengan Standar SNI.

3. Pemodelan struktur

Ruang lingkup pemodelan struktur antara lain: menentukan grid struktur

secara menyeluruh, menggambar komponen struktur (balok, kolom, dan pelat)

termasuk perletakan, pembebanan terhadap model struktur. Menentukan grid

dalam pemodelan, mengandung arti: menentukan as-as utama struktur, sehingga

memudahkan kita dalam menggambar komponen strukturnya. Kita harus

berhati-hati dalam proses penggambaran komponen struktur ini, karena

menyangkut stabilitas struktur secara keseluruhan. Misalnya, tidak bertemunya

antara komponen balok dan kolom. Khusus pemodelan 3D dengan menyertakan

model pelat, perlu dilakukan meshing terhadap balok dan pelat, untuk menjaga

rigiditas struktur balok dan pelat. Kemudian struktur memerlukan kondisi batas

dengan memasukkan jenis perletakan pada pondasi struktur. Ada beberapa jenis

perletakan yang disediakan, antara lain: sendi, rol, jepit, serta perletakan lainnya

yang dapat Anda tentukan sendiri. Selanjutnya dilakukan pembebanan terhadap

struktur. Memasukkan beban dapat ditemukan pada menu assign. Beberapa

model beban yang tersedia, misalnya beban titik pada joint, beban titik pada

batang, beban merata segiempat, beban merata segitiga, beban merata trapesium,

beban suhu, serta beban luasan pada pelat. Catatan: untuk menggambar balok

dan kolom boleh langsung dipilih nama penampangnya atau digambar dulu

kemudian lakukan assign penampang (Assign Frame).


82

4. Analisis

Setelah proses pemodelan selesai dilakukan dan sebelumnya dilakukan

pemeriksaan terhadap model yang dibuat, maka langkah berikutnya adalah

melakukan analisis struktur untuk mengetahui gaya-gaya dalam (M, D, N),

reaksi perletakan serta deformasi struktur. Analisis struktur ini dapat Anda

temukan pada menu Analyze. Sebelum kita melakukan analisis, terlebih dahulu

harus menentukan pilihan terhadap analisis yang dilakukan. Pilihan ini dapat

Anda jumpai pada menu Set Option Analysis, apakah analisis yang dilakukan 2D

atau 3D. selanjutnya lakukan Run Analysis.

5. Design

Tujuan melakukan design adalah untuk menentukan kecukupan penampang

terhadap beban-beban luas yang bekerja pada masing-masing komponens

struktur tersebut. Design ini harus berdasarkan hasil analisis yang telah

dilakukan. Tanpa melakukan analisis, langkah design ini tidak bisa dilakukan,

karena design memerlukan gaya-gaya dalam serta deformasi dari model struktur.

Untuk melakukan design, hal paling utama yang harus dilakukan terlebih dahulu

adalah menentukan faktor reduksi kekuatan serta pemilihan kombinasi beban

yang akan digunakan untuk mendisain komponen struktur tersebut. Faktor

reduksi kekuatan yang di input disesuaikan dengan peraturan standar SNI

Indonesia. Langkah terakhir adalah melakukan start design.


83

6. Interpretasi

Interpretasi berhubungan dengan bagaimana membaca hasil keluaran

analisis yang berupa M, D, N deformasi, serta Design yang berupa luas tulangan

perlu serta mengaplikasikan kedalam gambar kerja. Namun terlebih dahulu,

harus memeriksa apakah sudah sesuai dengan teori-teori dasar atau sesuai

dengan logika-logika struktur. Apabila belum, maka perlu diadakan pemeriksaan

kembali terhadap model yang telah kita buat, mungkin ada kesalahan dalam

memodel atau input beban bahkan bisa juga terjadi dalam input definisi.

Kuncinya dalam input data terhadap struktur harus mengetahui satuan yang

aktif.
BAB III
DATA DAN ANALISA

3.1 Latar Belakang

3.1.1 Gambaran Umum Kota Pontianak

Kota Pontianak terletak di wilayah Kalimantan Barat dan merupakan

ibukota Propinsi Kalimantan Barat. Lokasi Kota Pontianak dibilang cukup

strategis, dilihat dari segi perekonomian, keamanan. Hal tersebut disebabkan oleh:

1. Letak yang tidak terisolasi dan dengan komunikasi yang baik akan

memudahkan aparat keamanan untuk bergerak ke setiap penjuru.

2. Di Kota Pontianak memiliki pelabuhan utama yang fungsi pokoknya

melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat

angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan

sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan

penyeberangan dengan jangkauan antar provinsi serta Kota Pontianak juga

memiliki Bandara yaitu Bandara Supadio.

3. Selain itu, Kota Pontianak juga memiliki akses jalan propinsi yang

memudahkan transportasi ke propinsi lain di Pulau Kalimantan.

Luas wilayah Kota Pontianak mencapai 107,82 km2 yang terdiri dari 6

Kecamatan dan 29 kelurahan. Kota Pontianak dilintasi oleh garis Khatulistiwa,

yaitu terletak pada 0o 02’ 24” Lintang Utara sampai dengan 0o 05’ 37” Lintang

Selatan, dan 109o 16’ 25” Bujur Timur sampai dengan 109o 23’ 01” Bujur Timur.

84
85

Ketinggian Kota Pontianak berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas

permukaan.

Wilayah Kota Pontianak secara keseluruhan berbatasan dengan wilayah

Kabupaten Pontianak dan Kabupaten Kubu Raya, yaitu:

 Bagian Utara: Kecamatan Siantan Kabupaten Pontianak

 Bagian Selatan: Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai Kakap

Kabupaten Kubu Raya.

 Bagian Barat: Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya.

 Bagian Timur: Kecamatan Sungai Raya dan Kecamatan Sungai

Ambawang Kabupaten Kubu Raya

Kecamatan di Kota Pontianak yang mempunyai wilayah terluas adalah

Kecamatan Pontianak Utara (34,52%), diikuti oleh Kecamatan Pontianak Barat

(15,25 persen), Kecamatan Pontianak Kota (14,39 persen), Kecamatan Pontianak

Tenggara (13,75 persen), Kecamatan Pontianak Selatan (13,49 persen) dan

Kecamatan Pontianak Timur (8,14 persen).


86

Gambar 3. 1. Peta Administrasi Kota Pontianak


87

3.1.2 Topografi

Kota Pontianak terletak di Delta Sungai Kapuas dengan kontur topografis

yang relatif datar dengan ketinggian permukaan tanah yang berkisar antara 0,1 s/d

1,5 meter diatas permukaan laut. Dengan ketinggian permukaan wilayah tersebut,

maka Kota Pontianak sangat dipengaruhi oleh pasang surut air sungai sehingga

mudah tergenang.

Ketinggian air dari permukaan tanah pada saat banjir di wilayah kota

rata-rata 50 c. Pada pengamatan pasang surut melalui alat ukur (pada koordinat

0000’5’’ LU dan 109002’20” BT) diperoleh titik pasang tertinggi sebesar 2,42

meter, titik pasang terendah sebesar 0,07 meter dan muka laut rata-rata maksimal

0,89 meter.

Kota Pontianak terbelah menjadi tiga daratan dipisahkan oleh Sungai

Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar 400 meter,

kedalaman antara 12 sampai dengan 16 meter, sedangkan cabangnya mempunyai

lebar sebesar 250 meter. Sungai ini selain sebagai pembagi wilayah fisik kota juga

berfungsi sebagai batas wilayah yang mempunyai karakteristik berbeda.

Kurangnya jaringan penghubung yang dapat mengkoneksikan antar ketiga bagian

wilayah kota Pontianak menyebabkan wilayah kota seperti terkotak-kotak dengan

fungsi dan perkembangan yang berbeda-beda sehingga infrastruktur

pendukungnya seperti jaringan jalan dan jembatan sangat berperan dalam

mengimbangi perkembangan wilayah kota.


88

3.1.3 Klimatologi

Kota Pontianak mempunyai iklim tropis yang terbagi menjadi dua

musim, musim hujan dan musim kemarau. Rata – rata suhu di Kota Pontianak

mencapai 26,10 – 27,4oc dengan kelembaban udara 86,92% dan lama penyinaran

matahari 34 – 78%. Adapun besarnya jumlah curah hujan berkisar antara 3000 –

4000 mm per tahun sedangkan tinggi daratan hanya 0,10 – 1,5 m diatas

permukaan laut, sehingga Kota Pontianak sangat rentan terhadap genangan air

apabia terjadi pasang air laut yang disertai oleh hujan.

3.1.4 Geologi dan Jenis Tanah

Kondisi geologi di Kota Pontianak termasuk ke dalam kategori wilayah

peneplant dan sedimen alluvial yang secara fisik merupakan jenis tanah liat. Jenis

tanah ini berupa gambut & bekas endapan lumpur sungai Kapuas. Dengan kondisi

tersebut, tanah yang ada sangat labil dan mempunyai daya dukung yang sangat

rendah. Komposisi tanah di sepanjang sungai merupakan terbentuk dari proses

pengendapan yang menghasilkan daerah tropaquent dibarengi dengan

tropofluevent dan dalam kondisi tersaturasi permanen fluvawuent. Hal itu berasal

dari endapan askresi baru dari berbagai komposisi dan bentuk, termasuk materi

organik.

Kota Pontianak terdiri dari dari jenis tanah organosol, grey, humus dan

aluvial dengan karakteristik yang berbeda. Di beberapa titik, ketebalan tanah

gambut mencapai hingga 1-6 meter, sehingga menyebabkan daya dukung tanah
89

yang kurang baik apabila diperuntukan mendirikan bangunan besar atauoun untuk

menjadikannya sebagai lahan pertanian.

3.1.5 Data Penduduk

Data jumlah penduduk Kota Pontianak dari tahun 2011, 2012, 2013,

2014, 2015, 2015, 2016, 2017 dapat dilihat pada tabel 3.1 :

Tabel 3.1. Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kota Pontianak 2011, 2012,

2013, 2014, 2015, 2015, 2016, 2017

Jumlah Penduduk (Jiwa)


Kecamatan
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Pontianak Selatan 83456 84931 86601 87955 89594 92952 94250


Pontianak Tenggara 45753 46560 47474 48646 49103 50038 50736
Pontianak Timur 84018 85502 87199 88761 90223 91830 93112
Pontianak Barat 125488 127701 130202 133239 134694 136805 138715
Pontianak Kota 112313 114294 116543 118274 120552 122118 123823
Pontianak Utara 114828 116855 119150 121222 123272 124645 126385
KOTA PONTIANAK 565856 575843 587169 598097 607438 618388 627021
Sumber : BPS Kota Pontianak,Hasil Sensus Penduduk 2011, 2012, 2013, 2014,

2015, 2015, 2016, 2017

3.1.6 Data Kebutuhan Hunian

Data kebutuhan hunian berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah kota

Pontianak hingga tahun 2030 Kota Pontianak membutuhkan total 4580,38 Ha

lahan untuk perumahan,beriku tabel rencana kebutuhan unit hunian dan luas lahan

perumahan di Kota Pontianak sampai tahun 2030 :


90

Tabel 3.2. Rencana Kebutuhan Unit dan Luas Lahan Perumahan di Kota

Pontianak Sampai Tahun 2030

Kebutuhan

Kavlingan Kecil Kavlingan Sedang Kavlingan Besar Jumlah


Tahun
Unit Luas Unit Luas Unit Luas Unit Luas

(Ha) (Ha) (Ha) (Ha)

2011 83908 1258,61 41954 1258,61 13985 839,08 139846 3356,30

2015 89584 1343,76 44792 1343,76 14931 895,84 149307 3583,37

2020 97223 14,58,34 48611 1458,34 162004 972,23 162038 3888,91

2025 105513 1582,70 52757 1582,70 17586 1055,13 175855 4220,52

2030 114509 1717,64 57255 1717,64 19085 1145,09 190849 4580,38

Sumber : Hasil Penelusuran dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak

3.1.7 Gambaran Umum Kecamatan Pontianak Selatan

Pontianak Selatan adalah sebuah kecamatan di Kota Pontianak, Provinsi

Kalimantan Barat, Indonesia. Kecamatan ini merupakan hasil pemekaran dari

Kecamatan Pontianak Timur berdasarkan SK Gubernur Kalimantan Barat No.

061/II/A/II tertanggal 19 Mei 1968. Pontianak Selatan kemudian dimekarkan

membentuk satu kecamatan baru, Pontianak Tenggara) pada tahun 2008

berdasarkan Perda Kota Pontianak No. 11/2006 tertanggal 25 November 2006.

Kecamatan Pontianak Selatan terdiri atas lima kelurahan yaitu, Benua

Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Parit Tokaya, Akcaya dan Kota Baru. Dimana
91

lokasi yang penulis rencanakan berada di Kecamatan Pontianak Selatan,

Kelurahan Benua Melayu Laut.

Gambar 3.2. Peta Kecamatan Pontianak Selatan

Batasan-batasan wilayah Kecamatan Pontianak Selatan adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Sungai Kapuas

b. Sebelah Selatan : Kabupaten Kubu Raya

c. Sebelah Barat : Kelurahan Darat Sekip Kec. Pontianak Kota

d. Sebelah Timur : Kelurahan Bansir Laut Kec. Pontianak Tenggara


92

3.1.8 Gambaran Umum Lokasi Perencanaan

Perencanaan hunian Rumah Susun dengan konsep Green Building

berlokasi di Jalan Tanjung Pura, Kelurahan Benua Melayu Laut, Kecamatan

Pontianak Selatan. Berikut ini denah lokasi perencanaan :

Gambar 3.3. Lokasi Perencanaan

Wilayah perencanaan secara keseluruhan berbatasan dengan :

a. Bagian Utara : Kawasan Pertokoan

b. Bagian Selatan : Kawasan Pertokoan

c. Bagian Barat : Sungai Kapuas

d. Bagian Timur : Jalan Tanjung Pura


93

3.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan penulis bertujuan untuk mendapatkan

informasi yang luas serta akurat pada penulisan Tugas Akhir ini, penulis

melakukan beberapa hal untuk memperoleh data yang mempermudah dalam

penulisan Tugas Akhir ini. Hal-hal tersebut seperti :

a. Observasi ( Pengamatan)

Observasi dilakukan untuk memperoleh informasi yang diinginkan

dengan cara melakukan pengamatan dan pencatatan secara sitematis terhadap

suatu objek penelitian. Observasi dilakukan dengan cara turun langsung ke

lapangan seperti saat melakukan survei terhadap lokasi yang akan dijadikan

sebagai lokasi pernecanaan. Data-data yang diperolah pada tahap observasi

termasuk ke dalam Data Primer seperti data eksisting.

b. Pengumpulan Data Sekunder

Penulisan Tugas Akhir ini menggunakan metode pengumpulan data

observasi dengan data sekunder, maksudnya sumber data Tugas Akhir yang

diperoleh oleh penulis secara tidak langsung, yaitu dengan mendatangi

dinas/instansi untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penyusunan

tugas akhir ini. Data-data yang diperoleh pada pengumpulan data sekunder

meliputi :

 Data Tanah (Sondir) lokasi perencanaan

 Data Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Kota

Pontianak
94

 Data kebutuhan Hunian kota Pontianak

 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pontianak

c. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data melalui landasan

teoritis/studi pustaka yang berhubungan dengan perencanaan. Melalui studi

pustaka, penulis mengumpulkan informasi yang diperlukan dengan mecari

literatur terkait perencanaan, seperti buku-buku tentang struktur beton

bertulang, rumah susun, bangunan bertingkat.

d. Penelusuran Internet

Tata cara pengumpulan data pada Tugas Akhir ini tidak hanya melalui

pengamatan (observasi), pengumpulan data sekunder dan studi kepustakaan

untuk memperoleh informasi yang lebih akurat, penulis juga melakukan

pencarian data menggunakan media internet. Data-data yang diperoleh dari

penelusuran internet yaitu jurnal tentang Green Building.


DAFTAR PUSTAKA

Asroni,A., 2008. Kolom Fondasi dan Balok ‘T’ Beton Bertulang, Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Emil Salim (yayasan SPES,1992:3).

Ervianto, Wulfram I. 2009. Manajemen Proyek Kontruksi. Jakarta : Graha Ilmu.

Green Building Council Indonesia

Mascai, John. 1980. Housing. New York : FAIA

Menurut Surat keputusan menteri Negara Perumahan Rakyat No. 02/KPTS/1993

Permenpera No.18/Permen/M/2007. 2007. Petunjuk Pelaksanaan Tarif Sewa


Rumah Susun Sederhana yang dibiayai APBN dan APBD. Jakarta :
Kementrian Perumahan Rakyat.

R. Prima, Aries. 2016. Teknologi Bangunan Hijau. Bandung : Inspirasi Insinyur.

Scodek, Daniel L, 1998. “Struktur”. Bandung : PT. Refikas Aditama.

SNI 03 2847-2002. 2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk

Bangunan Gedung. Jakarta : Badan Standar Nasional

Unknown. 2014. Green Bulding di


http://qotadahamran.blogspot.com/2014/10/green-building.html (diakses
12 April Pukul 22.06 WIB)

UU No 20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun. Jakarta : Presiden Republik

Indonesia.

UU, No 1 tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Jakarta :

Presiden Republik Indonesia.

UURI, No 4 tahun 1993. 1993. Pembentukan Kotamadya Tingkat II Mataram.


Jakarta : Presiden Republik Indonesia.

95
96

UURS, No 16 tahun 1985. 1985. Rumah Susun. Jakarta : Presiden Repubik


Indonesia.

World Green Building Council

Yudohusodo, Siswono. 1991. Rumah untuk Seluruh Rakyat. Jakarta : INKOPPOL.

Hajja Pradana. 2016. Green Building. Diakses pada laman:


https://hajjapradana.wordpress.com/2016/04/23/green-building/. Pada
tanggal 22 April 2019 pukul 20.39 WIB.

Jakarta Green Building. 2018. Tepat Guna Lahan. Diakses pada laman:
https://greenbuilding.jakarta.go.id/news/2018/02/20/kriteria-green-
building-tepat-guna-lahan/. Pada tanggal 22 April 2019 pukul 20.59 WIB.

Ardi Staff Gunadarma. Perencanaan Struktur Bangunan Tinggi. Diakses pada


laman:http://ardi.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/40123/PERENC
ANAAN+STRUk+bangunan+tingggi3.pdf. Pada tanggal 22 April 2019 pukul
23.51 WIB.
Yogi Jaswandi, Desty Ayu Wulansari. 2018. Perencanaan Apartemen 13 Lantai
dengan Konsep Green Building di Jalan Sepakat 2 Kelurahan Bansir
Darat Kecamatan Pontianak Tenggara. Tugas Akhir. Pontianak:
Politeknik Negeri Pontianak.

Wikipedia. 2019. Beton Bertulang. Diakses pada laman:


https://id.wikipedia.org/wiki/Beton_bertulang pada tanggal 23 April pukul
01.57 WIB.

Purnosidi. 2015. Kelebihan dan Kekurangan Struktur Beton. Diakses pada laman
https://nikifour.co.id/struktur-beton-bertulang/ pada tanggal 23 April pukul
02.17 WIB.

Ilmu Teknik Mesin. 2016. Kebutuhan Perangkat Keras Untuk Menjalankan


Program Autocad 200. Diakses pada laman:
https://ilmuteknikmesinindonesia.blogspot.com/2016/09/kebutuhan-
perangkat-keras-untuk.html pada tanggal 23 April 2019.
Autocad Tangerang. 2013. Mengenal sistem koordinat. Diakses pada laman:
http://www.autocadtangerang.com/2016/11/mengenal-sistem-
koordinat-dalam-autocad.html pada tanggal 23 April 2019.

Dokumen Tips. 2015. 11 ketentuan kekuatan dan kemampuan layan. Diakses


pada laman: https://dokumen.tips/documents/11-ketentuani-kekuatan-
dan-kemampuan-layan.html pada tanggal 23 April 2019.
97

I Do The Movie. 2018. 3 Kelebihan dan kekurangan Software SAP yang wajib
anda ketahui. Diakses pada lama:
https://www.idothemovie.com/kelebihan-dan-kekurangan-software-sap/
pada tanggal 23 April 2019.

Mari belajar. 2019. Pengenalan SAP2000. Diakses pada laman: https://el-


sering.blogspot.com/2015/12/pengenalan-sap-2000.html pada tanggal 23
April 2019.

Widanarko, Aris. 2009. Belajar SAP 2000. Diakses pada laman:


https://www.academia.edu/6823462/Belajar_SAP2000 pada tanggal 23
April 2019.

UAJY. Landasan Teori. Diakses pada laman: http://e-


journal.uajy.ac.id/10970/3/2TS14174.pdf pada tanggal 23 April 2019.

Rita Laksmitasari. 2013. Beban pada Bangunan. Diakses pada laman:


https://ritalaksmitasari.wordpress.com/2013/04/21/beban-bangunan/ pada
tanggal 23 April 2019 pukul 03.01 WIB.

Anda mungkin juga menyukai