PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Abad ke-21 disebut sebagai abad pengetahuan, abad ekonomi berbasis pengetahuan, abad
teknologi informasi, globalisasi, revolusi industri 4.0. Pada abad ini, terjadi perubahan yang sangat
cepat dan sulit diprediksi dalam segala aspek kehidupan meliputi bidang ekonomi, transportasi,
teknologi, komunikasi, informasi, dan lain-lain. Di era ini Pendidikan berada di masa pengetahuan
(knowledge age) dengan percepatan peningkatan pengetahuan yang luar biasa. Percepatan
peningkatan pengetahuan ini didukung oleh penerapan media dan teknologi digital yang disebut
dengan information super highway (Gates, 1996). Sejak internet diperkenalkan di dunia komersial
pada awal tahun 1970 an, informasi menjadi semakin cepat terdistribusi ke seluruh penjuru dunia.
Di abad ke 21 ini, pendidikan menjadi semakin penting untuk menjamin peserta didik memiliki
keterampilan belajar dan berinovasi, keterampilan menggunakan teknologi dan media informasi,
serta dapat bekerja, dan bertahan dengan menggunakan keterampilan untuk hidup (life skills).Tak
terkecuali, lembaga pendidikan saat ini juga menghadapi tantangan yang tak ringan, utamanya
SMK. Banyak bidang pekerjaan yang selama ini diisi tenaga manusia hilang digantikan dengan
teknologi, mesin, robot, atau kecerdasan buatan. Akibatnya banyak lulusan SMK yang seharusnya
Menghadapi tantangan yang besar ini, maka pendidikan, dalam hal ini SMK harus dituntut untuk
berubah. Terlebih dalam penelitian BPS (2018) disebutkan bahwa angka pengangguran tertinggi
adalah lulusan SMK, yakni 11,24 persen. Hal ini tentunya menjadi perhatian para pengambil
kebijakan. Sebab, menurut peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2015 tentang Grand Design
Pengembangan Teaching Factory, pendidikan SMK belum mampu merealisasikan tujuan awalnya.
Yaitu membantu menjembatani celah yang ada antara industri dan dunia pendidikan.
Untuk itu, salah satu cara dalam menghadapi revolusi industri 4.0 adalah adanya kesadaran pelajar
dalam menguasai keahlian atau skill untuk melahirkan tenaga kerja yang profesional. Sistem
pendidikan yang dapat menjawab tantangan itu, sistem pendidikan vokasi berbasis kompetensi yang
link and match dengan industri. Yaitu pendidikan yang mampu mencetak tenaga kerja dengan
Dalam menghadapi tantangan revolusi industri 4.0 SMK harus terus berkembang secara dinamis dan
formal diharapkan mampu menopang akselerasi pembangunan nasional. Juga harus peka terhadap
potensinya. Penyesuaian kejuruan dan kurikulum mutlak diperlukan, agar ada relevansi antara
pendidikan di SMK dengan dunia kerja. Harus ada panduan dan penggerak agar SMK bisa
SMK sebagai lembaga pendidikan juga diharapkan bisa mencetak generasi muda produktif yang
memiliki kualitas hebat, mendapatkan tantangan sendiri. Bukan hanya sekadar generasi yang cakap
dalam pengetahuan namun juga generasi yang memiliki skill yang tangguh. Dalam rangka
menghasilkan generasi hebat sebagai modal sebagai antisipasi revolusi industri 4.0 , oleh karena itu
dunia pendidikan harus mampu menerapkan pembelajaran abad 21, dikarenakan untuk
mengimbangi munculnya karakteristik siswa yang saat ini cenderung aktif dan kreatif.
Pembelajaran abad 21 merupakan suatu pembelajaran yang bercirikan learning skill, skill, dan literasi.
Learning skill yaitu kegiatan pembelajaran yang di dalamnya ditandai dengan adanya kerja sama,
Pembelajaran abad 21 juga bisa dikatakan sebagai sarana mempersiapkan generasi abad 21. Di mana
kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang berkembang begitu pesat memiliki
pengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, termasuk pada proses belajar-mengajar. Contohnya,
peserta didik diberi kesempatan dan dituntut untuk mampu mengembangkan kecakapannya dalam
menguasai teknologi informasi dan komunikasi, khususnya komputer. Dengan begitu, peserta didik
memiliki kemampuan dalam menggunakan teknologi pada proses pembelajaran yang bertujuan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang yang diuraikan tersebut , rumusan masalah yang diambil yaitu:
21?
C. Tujuan
PEMBAHASAN
Abad 21, yang terkenal dengan revolusi industry 4.0, dimana keterbukaan informasi begitu cepatnya,
salah satu keterampilan yang dibutuhkan dalam abad 21 adalah keterampilan berkomunikasi.
Seseorang yang memiliki keterampilan berkomunikasi dengan baik adalah seseorang yang mampu
menyampaikan ide-idenya kepada orang lain (Lunenburg, 2010). Dalam keterampilan lunak (soft
skills), keterampilan berkomunikasi ini menempati urutan pertama dari seluruh soft skills yang ada
(Patacsil dan Tablatin, 2017). Sementara itu, Robles (2012) menyatakan bahwa integritas dan
komunikasi adalah dua soft skills yang paling utama diperlukan oleh pekerja agar berhasil dalam
pekerjaan.
Selain keempat keterampilan penting di atas yang harus dikuasai pada abad ke-21 (berpikir kritis dan
pemecahan masalah, kreativitas dan inovasi, kolaborasi, dan komunikasi), seseorang juga harus
menguasai literasi teknologi, informasi dan komunikasi. Literasi ini sangat penting bagi seseorang
dalam memilih, mengritisi, mengevaluasi mensintesis, dan menggunakan informasi. Di abad ini
banyak sekali informasi yang beredar, dan bahkan tidak sedikit informasi tersebut merupakan
informasi bohong. Jika kita tidak memiliki literasi informasi yang baik, maka kita akan “termakan”
oleh isuisu yang menyesatkan yang dapat membahayakan diri kita. Di lain pihak, berkaitan dengan
literasi teknologi, seseorang harus mampu menggunakan teknologi untuk berkomunikasi di era
digital sekarang.
Semua keterampilan yang diperlukan oleh seseorang agar berhasil menghadapi tantangan, kehidupan
yang semakin kompleks dan penuh dengan ketidakpastian, serta agar berhasil dalam hidup dan karir
di dunia kerja merupakan keterampilan abad ke-21. Seseorang tidak memiliki keterampilan ini sejak
lahir, melainkan keterampilan ini diperoleh dari proses latihan, belajar, atau pengalaman.
Penyiapan sumber daya manusia yang menguasai keterampilan abad ke-21 akan efektif jika ditempuh
melalui jalur pendidikan. Perubahan kurikulum telah dilakukan oleh pemerintah. Pada jenjang
sekolah menengah ke bawah telah diterapkan Kurikulum 2013 dengan berbagai perbaikannya.
Kurikulum 2013 sesungguhnya telah mengakomodasi keterampilan abad ke-21, baik dilihat dari
standar isi, standar proses, maupun standar penilaian. Pada standar proses, I Wayan Redhana,
dilaksanakan adalah pembelajaran yang masih berpusat pada pendidik (teacher-centered). Akibatnya,
peserta didik tidak dapat menguasai keterampilan abad ke-21 secara optimal. Oleh karena itu,
reformasi pembelajaran yang menggeser dari pembelajaran yang berpusat pada pendidik ke
pembelajaran yang berpusat pada peserta didik merupakan jawaban dari upaya untuk
mengembangkan keterampilan abad ke-21 pada peserta didik. Kimia mempelajari tentang komposisi,
struktur, sifat, perubahan, dan energi yang menyertainya. Dalam kimia dipelajari tentang fenomena
alam. Berdasarkan fenomena-fenomena alam ini, disusun konsep-konsep, teori-teori, dan hukum-
hukum. Konsep-konsep, teori-teori, dan hukum-hukum ini kemudian dapat digunakan kembali
untuk menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi di alam. Dalam menjelaskan fenomena alam ini,
kimia mengaitkan tiga level, yaitu makroskopik, mikroskopik, dan simbolik (Gabel, 1998). Dengan
karakteristik kimia seperti diuraikan di atas, mata pelajaran kimia sangat baik sebagai alat untuk
mengembangkan keterampilan abad ke-21. KETERAMPILAN ABAD KE-21 Keterampilan abad ke-21
merupakan keterampilan penting yang harus dikuasai oleh setiap orang agar berhasil dalam
menghadapi tantangan, permasalahan, kehidupan, dan karir di abad ke-21. Beberapa organisasi telah
merumuskan definisi keterampilan abad ke21. Dari seluruh definisi yang dirumuskan oleh beberapa
organisasi, semuanya memiliki esensi yang hampir sama. National Education Association (n.d.) telah
mengidentifikasi keterampilan abad ke-21 sebagai keterampilan “The 4Cs.” “The 4Cs” meliputi
berpikir kritis, kreativitas, komunikasi, dan kolaborasi. Keterampilan berpikir kritis merupakan
keputusan yang mengarah pada tindakan yang rasional dan logis (King, et al., 2010). Kegiatan berpikir
mengenai subjek, isi, dan masalah dilakukan melalui aktivitas analisis, penilaian, dan rekonstruksi
(Papp, et al., 2014). Kreativitas merupakan keterampilan untuk menemukan hal baru yang belum ada
sebelumnya, bersifat orisinil, mengembangkan berbagai solusi baru untuk setiap masalah, dan
melibatkan kemampuan untuk menghasilkan ide-ide yang baru, bervariasi, dan unik (Leen, et al.,
gagasan, pengetahuan, ataupun informasi baru, baik secara tertulis maupun lisan. Keterampilan
kolaborasi merupakan keterampilan bekerja bersama secara efektif dan menunjukkan rasa hormat
kepada anggota tim yang beragam, melatih kelancaran dan kemauan dalam membuat keputusan
yang diperlukan untuk mencapai tujuan bersama (Greenstein, 2012). Sementara itu, Assessment and,
mengorganisasikan keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan etik abad ke21 ke dalam empat
kategori (Saavedra dan Opfer, 2012). Pertama, cara berpikir (ways of thinking) meliputi kreativitas
dan inovasi, berpikir kritis, pemecahan masalah, pembuatan keputusan, dan belajar tentang belajar
berkolaborasi, dan kerja tim. Ketiga, alat-alat untuk bekerja (tools of working) meliputi pengetahuan
umum dan literasi teknologi komunikasi dan informasi. Keempat, hidup di dunia (living in the world)
meliputi kewarganegaraan, hidup dan karir, tanggung jawab personal dan sosial, serta kompetensi
dan kesadaran budaya. Keterampilan abad ke-21 yang sangat diperlukan oleh lulusan untuk
berprestasi dan berkompetisi di abad ke-21 telah diidentifikasi oleh The Partnership for 21st Century
Skills (2008). Keterampilan ini dapat meningkatkan kemampuan daya jual (marketability),
kemampuan bekerja (employability), dan kesiapan menjadi warga negara (readiness for citizenship)
yang baik.
Model pembelajaran abad 21 mengacu pada pergeseran paradigma belajar abad 21. Hal ini tentunya
untuk memenuhi tuntutan dan tantangan kehidupan di abad 21 yang antara lain mengidikasikan
1. Informasi yang berkembang pesat dimana informasi ini dapat diperoleh dimana saja dan kapan
saja
2. Komputasi yang mulai diterapkan pada semua bidang pekerjaan, karena akan lebih cepat
Terkait ciri abad 21 tersebut di atas, maka model pembelajaran di abad 21 juga harus mampu
menyesuaikan diri dengan kondisi tuntutan dan tantangan tersebut. Oleh karena itu, Kemdikbud
1. Pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu mencari tahu dari
2. Pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu merumuskan
3. Pembelajaran yang diarahkan untuk mendorong peserta didik agar mampu berpikir analitis
masalah.
Pergeseran paradigma belajar abad 21 tersebut di atas dapat dicermati pada bagan berikut ini:
Pergeseran paradigma belajar abad 21 di atas harus dibarengi juga dengan penyusunan kerangka
kompetensi abad 21 yang harus dicapai oleh peserta didik. Terkait hal ini, maka berikut disajikan
kerangka kompetensi abad 21 yang harus dimiliki oleh peserta didik agar mampu menghadapi abad
21.
Sumber: Kemdikbud, 2013
Berdasarkan gambar kerangka kompetensi abad 21 tersebut di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran abad 21 harus mampu menghasilkan SDM yang memiliki kemampuan
berpikir kritis, kreatif, inovatif, memecahkan masalah, mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
teknologi informasi, mampu mengambil keputusan, serta memiliki karakter yang kuat dan positif.
Beberapa aspek kompetensi tersebut di atas dapat dicapai manakala peserta didik diberi
Arti atau makna istilah HOTS telah didefinisikan oleh beberapa ahli, yaitu Edwards & Briers (2000:
2) yang mengacu pada Newcomb-Trefz model dan berdasarkan taksonomi Bloom, Thomas &
Litowitz (1986: 6) yang menyatakan bahwa HOTS menunjukkan fungsi intelektual pada level yang
lebih kompleks, Janet Laster dalam review literaturnya berkaitan dengan ilmu pengetahuan
kognitif beserta respek dan implikasinya pada kurikulum pendidikanvokasi, Quellmalz, Sternberg,
Thomas & Litowitz beserta Duke, Kurfman & Cassidy, National Council of Teachers of
Mathematics, National Council of Teachers of English (Thomas & Litowitz, 1986:7), Kerka (1992:
1),Bhisma Murti (2011: 2), APA (Spring, 2006:2), dan Robinson (2000: 3) & Cotton (1993: 2) yang
menyatakan bahwa HOTS mencakup keterampilan belajar dan strategi belajar yang digunakan,
memberikan alasan, berpikir dengan kreatif dan inovatif, pengambilan keputusan, dan
memecahkan masalah.
Mengacu pada berbagai definisi tentang HOTS oleh beberapa ahli tersebut di atas, maka penulis
mencoba membuat elaborasi sehingga menjadi definisi HOTS yang baru menurut penulis yaitu
keterampilan berpikir pada tingkat/level yang lebih tinggi yang memerlukan proses pemikiran
(evaluating), dan mencipta (creating) yang didukung oleh kemampuan memahami (understanding),
sehingga: (1) mampu berpikir secara kritis (critical thinking); (2) mampu memberikan alasan secara
logis, sistematis, dan analitis (practical reasoning); (3).Mampu memecahkan masalah secara cepat dan
tepat (problem solving); (4) mampu mengambil keputusan secara cepat dan tepat (decision making);
dan (5) mampu menciptakan suatu produk yang baru berdasarkan apa yang telah dipelajari
(creating). Dengan demikian, untuk dapat mengembangkan HOTS ini maka mahasiswa harus
HOTS menurut penulis yang dimaksud di atas digambarkan seperti pada Gambar 1.
Bagi sebagian orang, HOTS dapat dilakukan dengan mudahnya, tetapi bagi orang lain belum tentu
dapat dilakukan. Meski demikian bukan berarti HOTS tidak dapat dipelajari. Alison menyatakan
bahwa seperti halnya keterampilan pada umumnya, HOTS dapat dipelajari oleh setiap orang. Lebih
lanjut Alison menyatakan bahwa dalam praktiknya, HOTS pada anak-anak maupun orang dewasa
dapat berkembang (Thomas & Thorne, 2010). Seperti halnya pendapat Edward de Bono (dalam
Moore & Stanley, 2010: 7) yang menyatakan bahwa kalau kecerdasan adalah bersifat bawaan,
sedangkan berpikir adalah suatu keterampilan yang harus dipelajari. Oleh karena itu, keterampilan
berpikir ini perlu dan sangat penting untuk dikembangkan. Pola pikir kritis juga sangat penting
dan bermanfaat bagi peserta didik, terutama dalam hal: (1) membantu memperoleh pengetahuan,
dengan jelas; (3) mengumpulkan, menilai, dan menafsirkan informasi dengan efektif; (4)membuat
kesimpulan dan menemukan solusi masalah berdasarkan alasan yang kuat; (5) membiasakan
berpikiran terbuka; dan (6) mengkomunikasikan gagasan, pendapat, dan solusi dengan jelas
upaya mempersiapkan SDM yang kritis dan kreatif sehingga mampu memenuhi tantangan dan
tuntutan abad 21 yang disebut juga dengan era global atau era pengetahuan atau era teknologi dan
informasi. Semakin baik HOTS seseorang, maka semakin baik pula kemampuannya dalam
menyusun strategi dan taktik memenangkan persaingan bebas di era global. Selain itu,
pengembangan HOTS bagi peserta didik ini sangat penting untuk mengembangkan secara
komprehensif kemampuan dan keterampilan peserta didik dalam hal berpikir kritis, sistematis,
logis, aplikatif, analitis, evaluatif, kreatif, pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara
Ketiga konsep tersebut diimplementasikan kedalam kurikulum 2013 untuk satuan pendidikan SD,
SMP dan SMA/SMK. Adapun untuk satuan pendidikan SMK dijelaskan berikut ini.
Kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum sebelumnya, namun landasan yuridis formalnya tetap
berpijak pada undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) No. 20 tahun 2003. Pada
pelaksanaannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2013 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan
Perbedaan kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya (KBK dan KTSP) disebabkan oleh
adanya perubahan konsep meliputi perubahan Standar Kompetensi Lulusan (SKL), perubahan
(Trilling dan Fadel, 2009), perubahan pendekatan pembelajaran berdasar pada pendekatan
saintifik (Dyers et al., 2009), dan penilaian pembelajaran yang didasarkan dan penilaian autentik
pengorganisasian kompetensi inti, Mata pelajaran, beban belajar, dan kompetensi dasar pada
2013, pp. 6). Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada
kelas tertentu. Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas
yang berbeda dapat dijaga. Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:
skills) dan keterampilan fisik (hard skills). Semakin tinggi pendidikan, semakin kecil nilai sikap
yang diajarkan kepada siswa. Semakin rendah pendidikan, semakin besar nilai sikap yang
memuat mata pelajaran wajib (kelompok A dan B), dan mata pelajaran peminatan kelompok C)
berikut ini. Kelompok mata pelajaran wajib (A) ditujukan untuk mencapai kompetensi learning
and innovation skills dan technology and information media skills. Sedangkan kelompok mata
pelajaran wajib (B) dan kelompok mata pelajaran peminatan (C) ditujukan untuk mencapai
kompetensi life and career skills. Seluruh mata pelajaran merupakan turunan (derivation) dari core
Permendikbud nomor 70 tahun 2013 disebutkan bahwa Bidang Keahlian pada satuan pendidikan
learning, (2) project based learning dan (3) problem based ,earning. Guru boleh menerapkan
berbagai strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan pembelajaran materi ajar
yang tertuang dalam silabus. Tahapan pembelajaran dan kegiatan belajar setiap strategi
DISCOVERY LEARNING
TAHAPAN KEGIATAN BELAJAR
PEMBELAJARAN
Guru memotivasi siswa untuk mengamati objek
Stimulation (stimulasi/ Peserta didik bertanya:
pemberian motivasi) o Apa
o Siapa
o Dimana
o Kapan
o Mengapa
o Bagaimana
Identifikasi masalah Guru mengajak siswa untuk mengidentifikasi objek Pengumpulan
data Guru mengajak siswa untuk mengumpulkan informasi tentang
objek
Pengolahan data Peserta didik menuliskan hasil pengamatan dan diskusi
tentang objek
tentang objek
Penentuan Proyek Guru memberikan tugas proyek yang harus diteliti peserta didik secara
berkelompok
Perancangan langkah- Peserta didik merencanakan proyek yang dtugaskan oleh guru
langkah penyelesaian Guru menyampaikan kriteria penilaian untuk proyek yang
Proyek dilakukan oleh peserta didik.
Pembagian kelompok
Masing-masing kelompok menyiapkan bahan dan alat untuk
melaksanakan proyek
Setiap kelompok berkonsultasi kepada guru untuk persiapan
pelaksanaan dan penyelesaian proyek
Peserta didik menyusun jadwal pelaksanaan penyelesaian proyek
Penyusunan Jadwal
Pelaksanaan Proyek Penyediaan alat dan bahan
Praktek
Pengamatan
Penyusunan laporan
Pelaksanaan praktek
Penyelesaian Proyek Pemantauan oleh guru
dengan fasilitasi dan
monitoring guru Peserta didik membuat laporan
Penyusunan laporan Presentasi hasil
dan
Tanggapan dan simpulan
presentasi/publikasi
hasil Proyek Evaluasi Refleksi
proses dan hasil
Proyek
PROBLEM BASED LEARNING
TAHAPAN KEGIATAN BELAJAR
PEMBELAJARAN
Mengorientasikan Mengamati objek
peserta didik terhadap Menanya tentang objek
Masalah
Mengorganisasi Pembagian kelompok
peserta didik untuk Identifikasi masalah
Belajar
Membimbing Perancangan eksperimen untuk pengujian
penyelidikan Presentasi dari peserta didik dan tanggapan
individual maupun Pembimbingan eksperimen oleh guru
kelompok Penilaian eksperimen
Penghargaan eksperimen terbaik
Mengembangkan dan Penyusunan laporan
menyajikan hasil Presentasi laporan dan tanggapan
karya Rangkuman dan pengembangan hasil eksperimen
Menganalisis dan Refleksi hasil eksperimen dalam mengatasi masalah objek
mengevaluasi proses penelitian
pemecahan masalah
Sumber: Mendikbud (2013)
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Keterampilan abad ke-21 adalah keterampilan penting yang harus dikuasai oleh semua orang
tentang keterampilan abad ke-21. Namun, semua definisi tersebut mengandung prinsip-
prinsip yang sama. Keterampilan abad ke21 paling tidak terdiri atas keterampilan berpikir
kritis dan pemecahan masalah, kreativitas dan inovasi, kolaborasi, dan komunikasi.
Keterampilan ini harus dikuasai oleh peserta didik agar dapat menghadapi tantangan di abad
ke-21. Penguasaan keterampilan ini oleh peserta didik dapat dilakukan oleh pendidik dengan
peserta didik atau pembelajaran dengan pendekatan saintifik seperti yang dituntut dalam
keterampilan abad ke-21 pada peserta didik. Beberapa model pembelajaran dengan
projek, model pembelajaran berbasis masalah, dan model pembelajaran berbasis desain.
Namun kenyataannya, penerapan model pembelajaran ini belum dilakukan secara optimal.
Ini terlihat dari permasalahan berikut. Walaupun beberapa pendidik telah membuat RPP
Masalah lain adalah walaupun pendidik telah menerapkan pembelajaran dengan pendekatan
saintifik sesuai dengan RPP, namun dalam pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh
pendidik belum sepenuhnya memenuhi kaidah-kaidah pendekatan saintifik, seperti masalah
yang diajukan masih lebih banyak berupa masalah closed-ended dan well-structured.
meliputi (1) menggunakan masalah open-ended dan illstructured, (2) memecahkan masalah
secara kolaboratif, (3) membimbing peserta didik menghasilkan pertanyaan investigatif dan
membuat rumusan hipotesis (jika diperlukan), (4) menugaskan peserta didik mengumpulkan
informasi dari berbagai sumber, termasuk dari internet, (5) melakukan analisis informasi atau
data secara kolaboratif, (6) mengomunikasikan hasil pemecahan masalah secara tertulis dan
lisan dengan memanfaatkan teknologi, dan (7) melaksanakan blended learning, dan (8)
Costa, A. L., & Kallick, B. (1992). Reassessing assessment. In A. L. Costa, J. A. Bellanca, & R.
Fogarty, (Eds.), If minds matter: A forward to the future, Volume II (pp. 275- 280).
Palatine, IL: IRI/Skylight Publishing.
Dyer, Jeffrey H.; Gregersen, Hal B., and Christensen, Clayton M. (2009) The
innovator’s DNA, Harvard Business Review, December 2009, pp. 1-10.
Gates, Bill; Myhrvold, Nathan and Rinearson, Peter (1996). The Road Ahead, Penguin
Books. ISBN 978-0-14-026040-3.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) KERANGKA DASAR DAN
STRUKTUR KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN
/MADRASAH ALIYAH KEJURUAN, Jakarta.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2013) Paparan Pengembangan
Kurikulum 2013, Jakarta
Newton Public Schools, www3.newton.k12.ma.us/ , diunduh September 2013 Ormiston,
Meg (2011). Creating a Digital-Rich Classroom: Teaching & Learning in a Web 2.0
Wiggins, G., and McTighe, J. (2011). The Understanding by Design guide to creating high-
quality units. Alexandria, VA: ASCD.