Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
Istilah ektopik berasal dari bahasa Inggris, ectopic, dengan akar kata dari bahasa
Yunani, topos yang berarti tempat. Jadi istilah ektopik dapat diartikan “berada di luar
tempat yang semestinya”. Apabila pada kehamilan ektopik terjadi abortus atau pecah,
dalam hal ini dapat berbahaya bagi wanita hamil tersebut maka kehamilan ini disebut
kehamilan ektopik terganggu.
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi diluar rongga
uterus, tuba falopii merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik, sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba, jarang terjadi implantasi
pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan
divertikel pada uterus.(Sarwono Prawiroharjho, 2005)
Kehamilan ektopik adalah kehamilan dengan implantasi terjadi di luar rongga
uterus. Tuba fallopi merupakan tempat tersering untuk terjadinya implantasi kehamilan
ektopik (lebih besar dari 90 %). (Sarwono. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal).
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan pertumbuhan hasil konsepsi di luar
endometrium kavum uteri. (kapita selekta kedokteran,2001)
Dari difinisi diatas dapat disimpulkan kehamilan ektopik adalah kehamilan
dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi dan tumbuh tidak di tempat yang normal yakni
dalam endometrium kavum uteri.

B. Etiologi
Sebagian besar kehamilan ektopik terjadi pada tuba sehingga setiap gangguan
pada tuba yang disebabkan infeksi akan menimbulkan gangguan dalam perjalanan hasil
konsepsi menuju rahim. Sebagai gambaran penyebab kehamilan ektopik dapat dijabarkan
sebagai berikut:
a. Gangguan pada lumen tuba
 Infeksi menimbulkan pelekatan endosalting sehingga menyempitkan lumen
 Hipoplasia tuba sehingga lumennya menyempit
 Operasi plastik pada tuba (rekonstruksi) atau melepaskan perlekatan dan tetap
menyempitkan tuba.
b. Gangguan diluar tuba
 Terdapat endometriosis tuba sehingga memperbesar kemungkinan implantasi
 Terdapat divertikel pada lumen tuba
 Terdapat perlekatan sekitar tuba sehingga memperkecil lumen tuba
 Kemungkinan migrasi eksternal, sehingga hasil konsepsi mencapai tuba dalam
keadaan blastula
Dengan terjadinya implantasi didalam lumen tuba dapat terjadi beberapa
kemungkinan:
1. Hasil konsepsi mati dini
 Tempatnya tidak mungkin memberikan kesempatan tumbuh kembang hasil
konsepsi mati secara dini
2. Karena kecilnya kemungkinan diresorbsi Terjadi abortus
 Kesempatan berkembang yang sangat kecil menyebabkan hasil konsepsi mati
dan tepat dalam lumen
 Lepasnya hasil konsepsi menimbulkan pendarahan dalam lumen tuba atau
keluar lumen tuba serta membentuk timbulnya darah
 Tuba tampak berwarna biru pada saat dilakukan operasi
3. Tuba falopi pecah
 Karena tidak berkembang dengan baik maka tuba dapat pecah
 Jonjot villi menembus tuba, sehingga terjadi ruptura yang menimbulkan
timbunan darah kedalam ruangan abdomen
 Ruptura tuba menyebabkan hasil konsepsi terlempar keluar dan kemungkinan
untuk melakukan implantasi menjadi kehamilan abdominal skunder
 Kehamilan abdominal dapat mencapai cukup besar

C. Klasifikasi
Sarwono Prawirohardjo dan Cuningham masing-masing dalam bukunya
mengklasifikasikan kehamilan ektopik berdasarkan lokasinya antara lain:
1. Tuba Fallopii
a. Pars-interstisialis
b. Isthmus
c. Ampula
d. Infundibulum
e. Fimbrae
2. Uterus
a. Kanalis servikalis
b. Divertikulum
c. Kornu
d. Tanduk rudimenter
3. Ovarium
4. Intraligamenter
5. Abdominal
a. Primer
b. Sekunder
6. Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus.

D. Patofisiologi
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau
interkolumner. Pada yang pertama telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot
endosalping. Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan
biasanya telur mati secara dini dan kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara
interkolumner telur bernidasi antara 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup,
maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai dsidua dan
dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna
malahan kadang-kadang tidak tampak, dengan mudah villi korialis menembus
endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan
pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya bergantung pada beberapa factor,
seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi
oleh invasi trofoblas.
Di bawah pengaruh hormone estrogen dan progesterone dari korpus luteum
graviditatis dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek; endometrium dapat berubah
pula menjadi desidua. Dapat ditemukan pula perubahan-perubahan pada endometrium
yang disebut fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik,
hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang
atau berbusa dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya
ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh, perdarahan
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena
tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur
kehamilan antara 6 sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini atau diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang, dan dengan muah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa-apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh villi
koriales pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan midigah dari
dinding tersebut bersama-sama dengan robeknya pseudokapsularis.Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang
timbul.Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah kea rah ostium tuba
abdominal.Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang
dibuahi. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullaris,
sedangkan penebusan dinding tuba oleh villi korialis ke arah peritoneum biasanya
terjadi pada kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars
ampullaris lebih luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil
konsepsi dibandingkan dengan bagian ismus dengan ,lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus
berlangsung dari sedikit-sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola kruenta.
Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan
(hematosalping), selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.
Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel
retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Rupture tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya
pada kehamilan muda. Sebaliknya rupture pada pars interstisial terjadi pada
kehamilan yang lebih lanjut. Factor utama yang menyebabkan rupture ialah
penembusan villi koriales ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum.
Rupture dapat terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan
pemeriksaan vaginal. Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut,
kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan
kematian. Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam
lumen tuba. Darah dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba
abdominal.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba terseumbat, rupture sekunder dapat terjadi.
Dalam hal ini dinding tuba, yang telah dilapisi oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang-kadang rupture terjadi di arah ligamentum latum
dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin
hidup terus, terdapat kehamilan intraligamenter.
Pada rupture ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan
tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila
penderita tidak dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin
bergantung pada kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin mati dan
masih kecil dapat diresorbsi seluruhnya, bila besar, kelak dapat diubah menjadi
litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta masih utuh,kemungkinan tumbuh terus dalam ongga perut, sehingga
akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencakupi kebutuhan makanan
janin, plasenta dari tuba akan meluas implantasinya ke jaringan sekitarnya, misalnya
ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul dan usus.
E. Pathway
F. Manifestasi klinis
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung dari ada
tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri, amenorrhea, dan
perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam usia reproduktif, yang datang
dengan keluhan amenorrhea dan nyeri abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami gangguan vasomotor
berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa penuh, fatigue, nyeri abdomen
bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga ditemukan tanda iritasi diafragma bila
perdarahan intraperitoneal cukup banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu
atau leher, terutama saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis, pembesaran uterus,
atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari kehamilan ektopik harus
dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur kista korpus luteum atau folikel
ovarium. Pada pemeriksaan vaginal, timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum
Douglas menonjol dan nyeri pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda, seperti nyeri di
perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek, yang mungkin tidak sesuai
dengan usia kehamilan. Tuba yang mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba
karena lembek.
Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba
dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh dalam keadaan
syok. Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi kematian janin.
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik. Namun
sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian janin terjadi sebelum haid
berikutnya.

G. Tanda dan gejala


1. Tanda :
Nyeri abdomen bawah atau pelvic, disertai amenorrhea atau spotting atau
perdarahan vaginal.
Menstruasi abnormal.
Abdomen dan pelvis yang lunak.
Perubahan pada uterus yang dapat terdorong ke satu sisi oleh massa kehamilan,
atau tergeser akibat perdarahan. Dapat ditemukan sel desidua pada endometrium
uterus.
Penurunan tekanan darah dan takikardi bila terjadi hipovolemi.
Kolaps dan kelelahan
pucat
Nyeri bahu dan leher (iritasi diafragma)
Nyeri pada palpasi, perut pasien biasanya tegang dan agak gembung.
Gangguan kencing
2. Gejala:
Nyeri:
Nyeri panggul atau perut hampir terjadi hampir 100% kasus kehamilan ektopik.
Nyeri dapat bersifat unilateral atau bilateral , terlokalisasi atau tersebar.
Perdarahan:
Dengan matinya telur desidua mengalami degenerasi dan nekrose dan
dikeluarkan dengan perdarahan. Perdarahan ini pada umumnya sedikit,
perdarahan yang banyak dari vagina harus mengarahkan pikiran kita ke abortus
biasa.Perdarahan abnormal uterin, biasanya membentuk bercak. Biasanya terjadi
pada 75% kasus.
Amenorhea:
Hampir sebagian besar wanita dengan kehamilan ektopik yang memiliki berkas
perdarahan pada saat mereka mendapatkan menstruasi, dan mereka tidak
menyadari bahwa mereka hamil

H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaat penunjang yang dapat dilakukan antara lain :
1. USG
2. Kadar HCG menurun
3. Laparaskopi
4. HB
5. Leukosit
6. Kuldossintesis

I. Penatalaksanaan
Penanganan kehamilan ektropik pada umumnya adalalah laparotomi. Dalam
tindakan demikian , beberapa hal harus diperhatikan dan dipertimbangkan, yaitu sebagai
berikut.
1. Kondisi ibu pada saat itu.
2. Keinginan ibu untuk mempertahankan fungsi reproduksinya.
3. Lokasi kehamilan ektropik.
4. Kondisi anatomis organ pelvis.
5. Kemampuan teknik bedah mikro dokter.
6. Kemampuan teknologi fertilasi in vitro setempat.
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu di lakukan salpingektomi pada
kehamilan tuba atau dapat dilakukan pembedahan konservatif. Apakah kondisi ibu
buruk, misalnya dalam keadaan syok, lebih baik di lakukan salpingektomi. Pada kasus
kehamilan ektropik di pars ampularis tuba yang belum pecah biasanya di tangani dengan
menggunakan kemoterapi untung menghindari tindakan pembedahan.

Daftar pustaka
http://repository.ump.ac.id/2269/3/BERLIANTI%2II.pdf

https://id.scribd.com/document/399009428/360717528-Laporan-Pendahuluan-Asuhan-
Keperawatan-Pada-Ibu-Dengan-Kehamilan-Ektopik-pdf
https://www.academia.edu/32198831/_Askep_pada_Pasien_dengan_KET_
https://www.academia.edu/11560904/ASUHAN_KEPERAWATAN_pada_kehamilan_ektopi
k

Anda mungkin juga menyukai