Anda di halaman 1dari 9

DOA BUKA PUASA SELAMA INI SALAH ?

✒Oleh : Ahmad Syahrin Thoriq

Ustadz rame di broadcest Sosmed bahwasanya doa berbuka puasa yang biasa kita gunakan
bersumber dari hadits dhaif sehingga tidak boleh diamalkan. Ada yang lebih shahih dan harus
diamalkan.

Argumennya : “Kalau ada hadits yang shahih kenapa memakai yang dhaif ?” Mohon penjelasan
lebih lanjut dari antum.

✔Jawaban :

Lafadz berbuka yang ditanyakan adalah doa berikut ini :

َ ‫علَي ِر ْزقِكَ أ ْف‬


ُ‫ط ْرت‬ ُ َ‫اللّ ُه َّم َلك‬
َ ‫ص ْمتُ َو‬

Doa diatas memang menjadi lafadz doa berbuka yang masyhur dibaca oleh kaum muslimin.
Sebagian kalangan memang ada yang mempermasalahkan keabsahan doa diatas, karena
dipandang bersumber dari hadits dhaif.

Kalangan ini ada yang sekedar berpendapat bahwa ada doa berbuka puasa yang lebih shahih,
maka meninggalkan doa ‘lama’ yang lemah tentu lebih baik, namun ada yang sampai pada
tingkatan menvonis bahwa mengamalkan doa diatas adalah perbuatan tercela alias haram.
Benarkah demikian ?

Mari kita awali bahasan dengan menelisik sejenak sumber doa diatas dalam hadits hadits
Nabawi.
⭐Hadits – haditsnya :

Lafadz doa diatas setidaknya bersumber dari 3 lafadz hadits yang memiliki redaksi sedikit
berbeda, tercantum dalam :

1⃣. Riwayat Imam al-Daraquthni[1]

‫حدثنا إسحاق بن محمد بن الفضل الزيات ثنا يوسف بن موسى ثنا عبد الملك بن هارون بن عنترة عن أبيه عن جده عن بن‬
‫ط ْرنَا فَتَقَب َّْل مِ نَّا إِنَّكَ أ َ ْنتَ السَّمِ يْع الع ِليْم‬
َ ‫علَي ِر ْزقِكَ أ ْف‬ ُ َ‫ كان النبي صلى هللا عليه و سلم إذا أفطر قال اللّ ُه َّم لَك‬: ‫عباس قال‬
َ ‫ص ْمنَا َو‬

“Dari Ishaq bin Muhammad bin Fadhl al-Zayyat, dari Yusuf bin Musa dari Abdul Malik bin Harun,
dari ‘Antarah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu Abbas, beliau berkata: ‘nabi s.a.w. jika
berbuka mengucapkan: ‘allahumma laka shumna wa ‘ala rizqika aftharnaa fataqabbal minna
innaka anta al-Sami’ al-‘Aliim.”

Dalam rawinya ada orang yang bernama Abdul Malik bin Harun. Dia dan ayahnya termasuk
dalam golongan lemah menurut Daraquthni sendiri.

2⃣. Riwayat Imam Thabrani[2]

Riwayat imam At Thabrani dengan lafadz :

َ ،ِ‫ع ْن َج ِ ّده‬
‫ع ِن‬ َ ،ِ‫ع ْن أَبِيه‬ َ ،َ ‫ع ْنت ََرة‬َ ‫َارونَ ب ِْن‬ ُ ‫ع ْب ُد ْال َملِكِ ْبنُ ه‬ ُّ ‫ف ْبنُ قَي ٍْس ْالبَ ْغ َدا ِد‬
َ ‫ ثنا‬،‫ي‬ ُ ‫س‬ ُ ‫ ثنا يُو‬،‫ي‬ ُّ ِ‫ع ْب ِد هللاِ ْال َحض َْرم‬
َ ُ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد ْبن‬
‫ط ْرتُ فَتَقَ َّب ْل مِ نِّي ِإنَّكَ أ َ ْنتَ السَّمِ ي ُع ْال َعلِيم‬
َ ‫علَى ِر ْزقِكَ أ َ ْف‬ ُ َ‫ط َر قَا َل لَك‬
َ ‫ َو‬، ُ‫ص ْمت‬ َ ‫ إِذَا أ َ ْف‬:‫سلَّ َم‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬ ُّ ‫ َكانَ النَّ ِب‬:َ‫َّاس قَال‬ ٍ ‫عب‬ َ ‫اب ِْن‬

“Dari Muhammad bin Abdullah al-Hadhrami, dari Yusuf bin Qais al-Baghdadi, dari abdul Malik
bin Harun bin ‘Antarah, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Ibnu Abbas …"
Sama dengan riwayat Daraquthni diatas, sebab kelemahannya karena adanya Abdul Malik bin
Harun.

3⃣. Riwayat Imam Abu Daud[3]

‫ «اللَّ ُه َّم‬:َ‫ط َر قَال‬ َ ‫س َّل َم َكانَ إِذَا أ َ ْف‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫ّللا‬ ُ ‫ أَنَّه ُ َبلَغَه ُ أ َ َّن َر‬،َ ‫ع ْن ُم َعا ِذ ب ِْن ُز ْه َرة‬
َّ ‫سو َل‬ َ ‫ع ْن ُح‬
َ ،‫صي ٍْن‬ َ ‫ع ْن ُه‬
َ ،‫شي ٍْم‬ َ ‫َح َّدثَنَا ُم‬
َ ،ٌ‫س َّدد‬
ُ‫ط ْرت‬ َ ‫علَى ِر ْزقِكَ أ َ ْف‬ َ ‫ص ْمتُ َو‬ ُ َ‫»لَك‬

“Dari Musaddad dari Hasyim dari Hushoin dari Muadz bin Zuhroh, bahwasanya telah sampai
kepada beliau bahwa Nabi jika berbuka puasa, beliau mengucapkan: Allahumma laka shumtu wa
‘ala rizqika afthartu’.”

Hadits ini adalah hadits mursal, seharusnya setelah Tabi'in itu ada sahabat yg
menghubungkannya dengan Nabi, tapi hadits mursal itu terhenti pada Tabi'in dan langsung ke
Nabi. Berarti ada sanad yang putus yaitu di bagian sahabat.

Kemursalan Hadits ini karena Muadz bin Zuhrah itu ialah seorang Tabi'in bukan sahabat. Seorang
tabi'in tidak bisa meriwayatkan hadits langsung dari Nabi shalallahu’alaihi wasslam karena
memang tidak sezaman.

Kesimpulannya hadits berbuka puasa diatas adalah memang bersumber dari hadits yang tidak
sampai derajat shahih. Sebagian menghasankan sedangkan mayoritas ulama hadits
mendhaifkan.

🔸Bolehkah diamalkan ?

Hadits diatas hukumnya sunnah diamalkan menurut pendapat mayoritas ulama. Bahkan doa
dengan redaksi diatas sudah menjadi amalan umum dari pendapat 4 mazhab, berikut
kutipannya :
A. Mazhab Hanafi

َ‫ضان‬
َ ‫ش ْه ِر َر َم‬ َ ‫ص ْو َم ْالغَ ِد مِ ْن‬
َ ‫ط ْرت َو‬ َ ‫علَيْك ت ََو َّك ْلت َو‬
َ ‫علَى ِر ْزقِك أ َ ْف‬ ُ ‫ار اللَّ ُه َّم لَك‬
َ ‫ص ْمت َوبِك آ َم ْنت َو‬ ِ ‫ط‬ ِ ْ ‫سنَّ ِة أ َ ْن يَقُو َل ِع ْن َد‬
َ ‫اْل ْف‬ ُّ ‫َومِ ْن ال‬
‫ن ََويْت فَا ْغف ِْر لِي َما قَ َّد ْمت َو َما أ َ َّخ ْرت‬

"Dan termasuk perbuatan sunnah, berdoa ketika berbuka puasa dengan doa “Ya Allah karena-
Mu aku berpuasa, dengan-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku bertawakkal dan atas segala
rezki dari-Mu aku berbuka. Dan untuk puasa esok hari di bulan Ramadhan ini aku berniat, maka
ampunilah aku, dosa ku yang terdahulu dan yang akan datang."[4]

B. Mazhab Maliki

‫ اللهم لك صمت وعلى‬:‫ وفي حديث‬.‫ اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت فاغفر لي ما قدمت وما أخرت‬:‫وندب أن يقول‬
‫رزقك أفطرت ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت االجر إن شاء هللا تعالى‬.

"Dan termasuk perbuatan sunnah, disukai berdoa dengan doa : Ya Allah karenaMu aku
berpuasa, atas rezki dariMu aku berbuka. Maka Ampunilah dosaku yang terdahulu dan yang
akan datang. Dan dalam hadits : Ya Allah karenaMu aku berpuasa, atas rezki dariMu aku
berbuka. Telah hilang dahaga, telah basah urat kerongkongan dan telah tetap ganjaran
insyaallah ta’ala."[5]

C. Mazhab Syafi’i

َ ‫ط ْرت ) ل ِِِل ِت ّبَاعِ َر َواهُ أَبُو َد ُاود ِبإ ِ ْسنَا ٍد َح‬


َ ‫س ٍن لَ ِكنَّهُ ُم ْر‬
‫س ٌل‬ َ ‫علَى ِر ْزقِك أ َ ْف‬ ُ َ‫ار اللَّ ُه َّم لَك‬
َ ‫ص ْمت َو‬ ِ ‫ط‬ ِ ْ ( ‫يَ ْنبَغِي لَهُ أ َ ْن يَقُو َل بَ ْع َد‬
َ ‫اْل ْف‬

"Dan semestinya bagi orang yang berpuasa agar berdoa setelah berbuka puasa dengan
membaca doa : Ya Allah karenaMu aku berpuasa dan atas rezki dariMu aku berbuka.” Ini
mengikut sunnah. Hadits ini diriwayatkan dengan isnad yang hasan namun statusnya mursal."[6]
‫والمستحب أن يقول عند إفطاره اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت لما روى أبو هريرة قال " كان رسول هللا صلي هللا عليه‬
‫وسلم إذا صام ثم أفطر قال اللهم لك صمت وعلي رزقك أفطرت‬

"Dan disukai untuk membaca doa ketika berbuka puasa: Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan
atas rezki dari-Mu aku berbuka, karena hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia
berkata: Rasulullah shalallahu’alaihi wasslam jika berpuasa lalu berdoa, beliau berkata: “Ya Allah
karena-Mu aku berpuasa dan atas rezki dari-Mu aku berbuka.”[7]

َ ‫علَى ِر ْزقِكَ أ َ ْف‬


ُ‫ط ْرت‬ ْ ‫َوأ َ ْن َيقُو َل ِع ْن َد ف‬
ُ َ‫ اللَّ ُه َّم َلك‬:ِ‫ِط ِره‬
َ ‫ص ْمتُ َو‬

"Seseorang yang berpuasa, hendaklah berdoa ketika berbuka puasa: “Ya Allah karena-Mu aku
berpuasa dan atas rezki dari-Mu aku berbuka.”[8]

D. Mazhab Hanbali

‫وقول ما ورد عند فطره ومنه اللهم لك صمت وعلى رزقك أفطرت سبحانك وبحمدك اللهم تقبل مني إنك أنت السميع العليم‬

“Dan tentang perkataan yang datang tentang apa yang dibaca ketika berbuka puasa,
diantaranya adalah doa : Ya Allah karena-Mu aku berpuasa dan atas rezki dari-Mu aku berbuka,
Maha Suci Engkau dan dengan Memuji-Mu Ya Allah terimalah dariku. Sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [9]

‫ فتقبل منا أنك أنت‬،‫ وعلى رزقك أفطرنا‬،‫ كان النبي صلى هللا عليه وسلم إذا أفطر قال " اللهم لك صمنا‬:‫روى ابن عباس قال‬
‫ السميع العليم‬.

"Dari Ibnu Abbas,berkata : Rasulullah shalallahu’alaihi wasslam ketika berbuka puasa berkata: Ya
Allah, karena-Mu kami berpuasa dan atas rezki dari-Mu kami berbuka, maka terimalah dari
kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”[10]

🔸Dha’if koq diamalkan ?


Tentu para ulama tidak sembarangan dan serampangan dalam membuat kesimpulan hukum
dan amalan, karena teryata doa berbuka puasa diatas boleh diamalkan paling tidak karena 2
alasan :

Pertama, ulama tidak sepakat kedhaifannya, kalau toh divonis dhaif, hadits tersebut tidak lemah
sekali, bahkan memiliki tsawabit (penguat).

Dan hadits dhaif sekalipun mayoritas ulama berpendapat boleh diamalkan asalkan tidak terlalu
lemah dan dalam masalah fadhilah amal.

Imam al-Nawawi menyebutkan dalam kitabnya al-Azkar : “para ulama dari kalangan ahli hadits
dan ahli fiqih mengatakan: boleh dan disukai mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhail
a’mal, targhib (memotivasi) serta tarhiib (memberikan peringatan) selama haditsnya tidak
maudhu’ (palsu)”.

Kedua, redaksi doa berbuka tersebut termasuk hadits mursal. Sedangkan hadits mursal itu
punya posisi tersendiri, yang mana mayoritas ulama cenderung menerimanya.

Berkata pensyarah kitab Sunan Abu Dawud, yakni Syeikh Muhammad Muhammad Khathab As
Subki : “Tidak diketahui siapakah shahabat yang menjadi perantara antara dia (Mu’adz bin
Zuhrah) dengan Nabi, namun ketidaktahuan dalam hal shahabat ini tidaklah
membahayakan…(Dan dalam hadits ini) terdapat dalil mengenai pensyariatan doa ini setelah
berbuka dari puasa.”[11]

Doa “DzaHabazh zhuma-u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah” bukan tanpa kritikan.

‫ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت االجر إن شاء هللا‬

“Telah hilang dahaga, telah basah urat kerongkongan dan telah tetap ganjaran (pahala)
Insyaallah.”
Doa dengan lafadz yang dikatakan paling shahih diatas bukan berarti lepas tanpa kritik ulama
hadits. Nyatanya ada sebagian ulama yang juga mempermasalahkan, dan ini hal biasa dalam
ilmu hadits.

Maka berhentilah dari sikap mentang-mentang dishahihkan oleh ulama kesayangan, terus kita
buta dari pendapat ulama lainnya.

⚡ Sebagian ulama ada yang menshahihkan, menghasankan dan ada yang mendhaifkan

Hadits tersebut.

Al-Bazzar berkomentar “Hadits ini tidak diketahui ia diriwayatkan dari Nabi selain dari wajh ini
dengan isnad ini”. Ibnu Mandah menyatakan “Hadits ini Gharib, kami tidak menuliskannya
melainkan dari hadits Al-Husein bin Waqid”. Ad-Daraquthni menjelaskan “Al-Husein bin Waqiq
menyendiri pada hadits ini, sedangkan isnadnya Hasan”.

Sedangkan menurut Syaikh Abdul Aziz Ath-Tharifi berkata “Perkataan Ad-Daraquthni dalam
sunannya ‘isnadnya hasan’ bukanlah bermakna hasan sebagaimana istilah yang kita kenal saat
ini. Tetapi yang ia maksud adalah At-Tafarrud (menyendiri) dan Al-Gharabah.

Dan tentang hal ini ada begitu banyak contoh yang menjelaskan bagi kita (tentunya) bagi orang
yang biasa mengkaji sunannya”. Sehingga berkemungkinan besar bahwa maksud ad-Daraquthni
dengan Hasan disini adalah Gharib, sesuai dengan penilaian ulama-ulama hadits diatas
sebelumnya.

Pada sanad hadits ini juga terdapat perawi yang bernama Marwan bin Salim Al-Muqaffaq dan
dia majhul, setidaknya menurut Imam Abu Hatim. Sedangkan Imam Ibnu Mandah
menghukuminya sebagai gharib.
Oleh karena itu, hadits ini juga dihukumi dhaif oleh banyak ulama hadits seperti Imam Ibnu
Mandah, bahkan Ibnu Qayyim dalam Zaad Al-Ma’ad menyebutkan hadits ini dengan shigat
tad’if/tamridh dan ia juga diingkari oleh Imam Adz-Dzahabi dalam Al-Kasyf Al-Hatsits.

⚡. Penempatannya lebih tepat setelah berbuka.

Sebagian ulama ada juga yang mengkritik hadits tersebut layaknya dia dibaca setelah berbuka
bukan ketika mau berbuka, karena dari artinya sendiri jelas yakni “Telah hilang rasa haus dan
urat – urat telah basah serta pahala telah ditetapkan, insya Allah”

⭐Kesimpulan

Doa berbuka puasa seperti yang lazim dibaca adalah amalan yang tsabit dan boleh diamalkan
menurut pendapat ulama 4 mazhab. Dan hadits yang dikatakan lebih shahih ternyata tidak lepas
juga dari kritikan.

Silahkan diamalkan tanpa perlu menyalahkan satu sama lain. Mungkin yang lebih tepat bukan
menggunakan slogan : Kalau ada hadits yang shahih kenapa memakai yang dhaif ?

Tapi : “Kalau ada dua pilihan doa, kenapa harus maksa memakai satu saja ?"

📚Wallahu a’lam.©AST

═══ ❁✿❁ ═══

[1] Sunan Daraquthni nomor hadits 2.

[2] Mu’jam al Kabir nomor hadits 12720.

[3] Sunan Abu Daud nomor hadits: 2346 dan Al-Maraasil li-Abi Daud (1/124)

[4] Tabyin Al Haqaiq Syarh Kanzu Ad-Daqaiq (4 /178).


[5] Syarah Al-Kabir Syaikh Dardir (1/ 515), Hasyiyah Ash-Shawi ala Syarh Ash Shaghir (3/249),
Mukhtashar Al-Khalil (3/306)

[6] Atsna Al-Mathalib (5/337)

[7] Majmu’ Syarh al Muhadzab (6/362)

[8] Minhaj Ath Thalibin (1/108)

[9] Ar-Raudh Al-Murabba’ (1/37)

[10] Asy-Syarh Al-Kabir Ibnu Qudamah (3/79).

[11] Al Manhal Al ‘Adzb Al Maurud Syarh Sunan Abi Dawud (10/81).

Anda mungkin juga menyukai