Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Mas


Ikan mas sudah dipelihara sejak tahun 475 sebelum masehi di cina
(Menengristek 2000). Di Indonesia , ikan mas mulai dikenal pertama kali di daerah
Galuh, Ciamis, Jawa Barat sekitar tahun 1820, lalu dikembangkan ke daerah-daerah
luar pulau jawa seperti Sumatera yaitu Bukit Tinggi, Sumatra Barat serta Medan.
Awal pengenalan ikan mas di daerah Sulawesi adalah di Tontado Sulawesi Utara
pada tahun 1895. Pulau Bali dan Pulau Flores mulai membudidayakan ikan mas
pada tahun 1931. Penyebaran ikan mas tergolong cepat dikarenakan cara
pembudidayaan serta pemeliharaan ikan ini yang tetrgolong mudah.

2.1.1 Klasifikasi
Spesies ikan Mas (Cyprinus carpio) masuk dalam genus cyprinus dari famili
cyprinidae. Klasifikasi ikan Mas yang lengkap menurut Saanin (1984) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Chordata
Subphyllum : Vertebrata
Class : Pisces
Subclass : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cyprinidae
Subfamili : Cyprininae
Genus : Cyprinus
Species : Cyprinus carpio

2.1.2 Morfologi
Ikan mas tergolong jenis omnivora, yakni ikan yang dapat memangsa
berbagai jenis makanan , baik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan seperti
binatang renik serta termasuk pemangsa organisme dasar (bottom feeder) yaitu
organisme yang mampu memanagsa tumbuhan dan binatang yang terdapat di tepi
perairan (Ardiwinata 1981).

3
4

Ikan mas memiliki bentuk tubuh yang memanjang sera memipih


(compressed). Mulut terletak di ujung tengah (terminal) dan dapat disembulkan
(protaktil) serta terdapat dua pasang sungut. bentuk mulut biasa dan mempunyai
gigi kerongkongan (pharynreal teath) sebanyak tiga baris berbentuk geraham, dan
mempunyai sungut dua pasang.sirip punggung dengan jari-jari keras berjumlah 17-
22 serta sirip dada dengan jumlah 15 jari-jari keras. Letak permulaan sirip
punggung ini berseberangan dengan permulaan sirip perut yang hanya ada satu
dengan jumlah jari-jari keras antara 7-9.Ikan Mas mempunyai sisik yang relatif
besar dengan tipe cycloid, mempunyai garis rusuk yang lengkap pada pertengahan
sirip ekor dengan jumlah antara 35-39 (Saanin 1984).

2.1.3 Habitat
Ikan mas menyukai tempat hidup (habitat) di perairan tawar yang airnya tidak
terlalu dalam dan alirannya tidak terlalu deras, seperti di pinggiran sungai atau
danau. Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 150–600 meter di
atas permukaan air laut (dpl) dan 8 pada suhu 25-30°C. Meskipun tergolong ikan
air tawar, ikan mas terkadang ditemukan di perairan payau atau muara sungai yang
bersalinitas (kadargaram) 25-30‰ (Suseno 2000). Menurut Khairuman et al (2008)
Ikan mas dapat hidup baik di daerah dengan ketinggian 15O-600 meter di atas
permukaan air laut, pada suhu 25-30° C DO >3, salinitas 0 dan pH air antara 7-8.

2.1.4 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat.
Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon dan lingkungan. Meskipun secara
umum, faktor lingkungan yang memegang peranan sangat penting adalah zat hara
dan suhu lingkungan. Akan tetapi, di daerah tropis zat hara lebih penting
dibandingkan lingkungan. Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan
digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan
untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi (Fujaya 2004).
Menurut Effendie (1997), kelompok sel-sel suatu jaringan pada bagian tubuh
dalam pertumbuhan dapat digolongkan menjadi bagian yang dapat diperbaharui,
bagian yang dapat berkembang, dan bagian yang statis. Digolongkan dapat
5

diperbaharui karena sel-sel dalam tubuh mempunyai daya membelah secara mitosis
sangat cepat walaupun suatu organisme tersebut sudah tua. Urat dan daging pada
ikan merupakan bagian terbesar dari tubuhnya. Pertambahan sel-sel pada jaringan
tersebut akan berpengaruh terhadap bobot ikan.
Kecenderungan pertumbuhan yang meningkat pesat pada umur antara 0-1
tahun. Pada umur 0-1 setelah fase pasca larva, pertumbuhan pada setiap jenis ikan
memasuki pertumbuhan somatik dimana energi yang diperoleh dari makanan
terdistribusi hanya untuk pertumbuhan panjang dan bobot ikan serta metabolisme
basal untuk proses pemeliharaan organ-organ dalam ikan. Pertumbuhan somatik,
mulai mengalami penurunan laju perkembangan ketika ikan masuk ke fase dewasa.
Karena pada fase dewasa energi yang diperoleh dipergunakan untuk pertumbuhan
somatik, gonadik, dan metabolisme basal (Syahrir 2013).

2.1.5 Reproduksi
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Untuk dapat
melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan dan betina. Penyatuan gamet
jantan dan betina akan membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi
generasi baru (Fujaya 2004).
Menurut Zamzami dan Sunarmi (2013) dalam jurnal Manajemen Pembenihan
Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Di Unit Pelaksana Teknis (Upt) Pengembangan
Budidaya Air Tawar Umbulan Kabupaten Pasuruan, Propinsi Jawa Timur
mendapatkan bahwasannya pemijahan ikan mas dilakukan secara alami dengan
perbandingan 2 : 1 dimana jantan lebih banyak daripada betina yang menghasilkan
telur sekitar 121.500 butir dan tingkat kelulusan hidup sebesar 60%.
Perhitungan jumlah telur yang dikeluarkan (fekunditas) dapat dilakukan secara
volumetric dengan cara sampling yaitu mengambil telur sebanyak 1 gram kemudian
dihitung jumlahnya. Kemudian bobot telur yang diketahui dari pengurangan bobot
induk sebelum dengan sesudah pemijahan dikalikan jumlah telur sampel dan dibagi
dengan berat sampel.Dari hasil Kegiatan diketahui nilai fekunditasnya adalah
121.500 butir.
6

2.1.6 Kebiasaan Makanan


Kemampuan ikan dari famili Cyprinidae memanfaatkan perifiton sebagai
pakan alami (Wicaksono 2005). Pemanfaatan plankton yang tumbuh pada media
budidaya terhadap kualitas air dan pertumbuhan dari ikan nilem dapat dioptimalkan
dengan menggunakan padat tebar yang berbeda (Nurkarina 2013).
Pemberian pakan dilakukan dengan pemberian pakan yang terus menerus
selama ikan mau makan, dan dihentikan hanya jika ikan telah benar-benar kenyang
(Garno 2002). Menurut Kusdiarti (2011) Sebanyak 30% pakan akan terbuang dan
pakan yang dimanfaatkan oleh ikan sebanyak 25-30% akan terbuang dalam bentuk
feses.
Menurut Tresna et al. (2012) dalam jurnal perikanan dan kelautan Kebiasaan
Makanan dan Luas Relung Ikan di Hulu Sungai Cimanuk Kabupaten Garut, Jawa
Barat, ikan yang tertangkap selama penelitian sebanyak 106 ekor yang terdiri dari
12 spesies salah satunya ikan mas. Pakan Utama ikan mas adalah zooplankton
karena nilai Indeks of Preponderan sebesar 80% dimana ketika nilai IP lebih dari
25% merupakan makanan utama. Namun selain zooplankton, ikan mas juga
memakan fitoplankton dengan nilai IP sebesar 12,22%, dan detritus sebesar 7,78%.
Ikan Mas dalam penelitian ini masuk dalam tingkat trofik omnivora cenderung
karnivora.

2.2 Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah pertambahan ukuran, baik panjang maupun berat.
Pertumbuhan dipengaruhi faktor genetik, hormon dan lingkungan. Meskipun secara
umum, faktor lingkungan yang memegang peranan sangat penting adalah zat hara
dan suhu lingkungan. Akan tetapi, di daerah tropis zat hara lebih penting
dibandingkan lingkungan. Tidak semua makanan yang dimakan oleh ikan
digunakan untuk pertumbuhan. Sebagian besar energi dari makanan digunakan
untuk aktivitas, pertumbuhan dan reproduksi (Fujaya 2004).
Menurut Effendie (1997), kelompok sel-sel suatu jaringan pada bagian tubuh
dalam pertumbuhan dapat digolongkan menjadi bagian yang dapat diperbaharui,
bagian yang dapat berkembang, dan bagian yang statis. Digolongkan dapat
7

diperbaharui karena sel-sel dalam tubuh mempunyai daya membelah secara


mitosis sangat cepat walaupun suatu organisme tersebut sudah tua. Urat dan daging
pada ikan merupakan bagian terbesar dari tubuhnya. Pertambahan sel-sel pada
jaringan tersebut akan berpengaruh terhadap bobot ikan.
Kecenderungan pertumbuhan yang meningkat pesat pada umur antara 0-1
tahun. Pada umur 0-1 setelah fase pasca larva, pertumbuhan pada setiap jenis ikan
memasuki pertumbuhan somatik dimana energi yang diperoleh dari makanan
terdistribusi hanya untuk pertumbuhan panjang dan bobot ikan serta metabolisme
basal untuk proses pemeliharaan organ-organ dalam ikan. Pertumbuhan somatik,
mulai mengalami penurunan laju perkembangan ketika ikan masuk ke fase dewasa.
Karena pada fase dewasa energi yang diperoleh dipergunakan untuk pertumbuhan
somatik, gonadik, dan metabolisme basal (Syahrir 2013).

2.2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan.


Pertumbuhan itu merupakan proses biologis yang komplek dimana banyak
faktor mempengaruhinya (Wahyuningsih dan Barus 2006). Laju pertumbuhan
berhubungan dengan ketepatan antara jumlah pakan yang diberikan dengan
kapasitas lambung dan kecepatan pengosongan lambung dan kecepatan
pengosongan lambung atau sesuai dengan waktu ikan membutuhkan pakan, perlu
diperhatikan karena pada saat itu ikan sudah dalam kondisi lapar (Arifin et al 1991).
Kecenderungan pertumbuhan yang meningkat pesat pada umur antara 0-1
tahun. Pada umur 0-1 setelah fase pasca larva, pertumbuhan pada setiap jenis ikan
memasuki pertumbuhan somatik dimana energi yang diperoleh dari makanan
terdistribusi hanya untuk pertumbuhan panjang dan bobot ikan serta metabolisme
basal untuk proses pemeliharaan organ-organ dalam ikan. Pertumbuhan somatik,
mulai mengalami penurunan laju perkembangan ketika ikan masuk ke fase dewasa.
Karena pada fase dewasa energi yang diperoleh dipergunakan untuk pertumbuhan
somatik, gonadik, dan metabolisme basal (Syahrir 2013). Menurut Subandiyono
dan Hastuti (2010) bahwa pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi setelah
energi yang digunakan untuk pemeliharaan tubuh, metabolisme basal, dan aktivitas.
8

2.2.2 Pola Pertumbuhan


Pola pertumbuhan isometrik merupakan pertambahan panjang secara
proporsional dengan pertambahan bobotnya (b=3). Jika b tidak sama dengan 3
maka pertumbuhan yang terbentuk adalah allometrik atau pertumbuhan panjang
tidak sama dengan pertumbuhan berat. Apabila b.3 maka pertumbuhannya bersifat
alometrik positif dimana pertumbuhan berat lebih dominan dibandingkan
pertumbuhan panjang. Jika b,3 maka pertumbuhan disebut dengan allometrik
negatif dimana pertambahan panjang lebih dominan dibandingkan pertambahan
berat (Effendie 2002).
Faktor kontisi atau indek penderal ialah salah satu derivat penting dari
pertumbuhan dan sering disebut sebagai faktor K. faktor kondisi ini menunjukan
keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik untuk survival dan
reproduksi. Dalam penggunaan secara komersil, kondisi ini mempunyai arti
kualitas dan kuantitas daging ikan yang tersedia untuk dikonsumsi. Jadi kondisi ini
mempunyai arti dapat memberi keterangan baik secara biologis atau secara
komersial (Effendie 1997).

2.2.3 Faktor Kondisi


Menurut Effendi (2002) dalam Tugiyono (2008), faktor luar (lingkungan)
yang mempengaruhi ikan adalah suhu dan ketersediaan makanan. Berdasarkan hasil
pengukuran suhu antar kolam berkisar antara 29ºC – 30ºC, sehingga bila kondisi
perairan normal, maka faktor makanan merupakan faktor yang lebih penting dari
suhu. Sehingga kondisi lingkungan yang makan berlebih akan tumbuh lebih pesat.
Faktor kondisi adalah keadaan yang menyatakan kemontokan ikan secara
kualitas, dimana perhitungannya didasarkan pada panjang dan berat ikan. Faktor
kondisi atau indek ponderal dan sering disebut faktor K yang merupakan hal yang
penting dari pertumbuhan ikan, karena faktor kondisi dapat digunakan untuk
menganalisis populasi (Effendie 2002).
Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi fisiologis ikan
yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik (perkembangan gonad dan cadangan
lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan sumberdaya makanan dan tekanan
9

lingkungan) (Nikolsky 1969). Weatherley & Rogers (1978) dan Hossain et al


(2006) menambahkan bahwa selain menunjukkan kondisi ikan, faktor kondisi
memberikan informasi kapan ikan memijah. Ribeiro et al (2004) membuktikan
bahwa faktor kondisi berguna dalam mengevaluasi nilai penting berbagai area
tempat pemijahan ikan.
Menurut Effendie (2002), sistem ukuran yang dipakai pada perhitungan
faktor kondisi ada tiga macam yaitu sistem metrik, sistem inggris dan sistem
campuran. Faktor kondisi relatif dapat digunakan untuk membandingkan kondisi
populasi ikan pada sampling yang berbeda (Froese 2006). Faktor kondisi relatif
digunakan untuk membandingkan kondisi ikan antar musim. Faktor kondisi ikan
dievaluasi dengan menghitung Koefisien Faktor Kondisi (K) dan Faktor kondisi
relatif (Kr). Menurut Effendie (2002), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kondisi ikan yaitu makanan, umur, jenis kelamin, kematangan gonad, ukuran ikan.
2.3 Reproduksi
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
sebagai upaya untuk melestarikan jenisnya atau kelompoknya. Untuk dapat
melakukan reproduksi maka harus ada gamet jantan dan betina. Penyatuan gamet
jantan dan betina akan membentuk zigot yang selanjutnya berkembang menjadi
generasi baru (Fujaya 2004).
Alat kelamin jantan meliputi kelenjar kelamin dan saluran-salurannya.
Kelenjar kelamin jantan disebut testis. Pembungkus testikular yang mengelilingi
testis, secara luas menghubungkan jaringan-jaringan testis, membentuk batasan-
batasan lobular yang mengelilingi germinal epithelium. Spermatozoa dihasilkan
dalam lobule yang dikelilingi sel-sel sertoli yang mempunyai fungsi nutritif (Fujaya
2004).
Perkembangan gamet jantan dari spermatogonium menjadi spermatozoa
melalui dua tahap, yaitu spermatogenesis dan spermiogenesis. Spermatogenesis
adalah tahap perkembangan spermatogonium menjadi spermatid. Sedangkan
spermiogenesis adalah metamorfosis spermatid menjadi spermatozoa. Awal
spermatogenesis ditandai dengan berkembangbiaknya spermatogonia beberapa kali
melalui pembelahan mitosis, untuk memasuki tahap spermatosit primer.
10

Selanjutnya terjadi pembelahan meiosis, yang dimulai dengan kromosom


berpasangan, yang diikuti dengan duplikasi membentuk tetraploid (4n). Satu
spermatosit sekunder diploid membelah diri menjadi dua spermatid haploid (n).
(Fujaya 2004).

2.3.1 Rasio Kelamin


Rasio kelamin merupakan perbandingan antara jantan dan betina dalam suatu
populasi. Dengan melihat nisbah kelamin akan didapatkan pendugaan keberhasilan
pemijahan suatu populasi karena jumlah imbangan ikan jantan dan betina
diharapakan dalam keadaan seimbang (1 : 1) atau setidaknya jumlah ikan betina
lebih banyak agar dapat mempertahankan kelangsungan hidup (Huet 1971).
Adapun sifat-sifat reproduksi menurut Huet (1971) yaitu poligami dan
poliandri. Pada beberapa spesies ikan, sistem perkawinan mempunyai hubungan
yang erat dengan mekanisme pemeliharaan anak oleh induknya. Pada sistem
perkawinan poligini (polygyny), pemeliharaan anak umumnya dilakukan oleh
induk betina (maternal care). Padasistem ini, seekor ikan jantan kawin dengan
beberapa ikan betina sedangkan setiap ikan betina hanya kawin dengan seekor ikan
jantan. Pada beberapa kasus, pemeliharaan anak oleh induk betina merupakan
akibat dari fertilisasi internal serta adanya perbedaan waktu antara proses
perkawinan dengan kehamilan (gestation). Fertilisasi internal yang terjadi di dalam
tubuh ikan betina menyebabkan ikan jantan kurang dipersiapkan untuk
melaksanakan pemeliharaan anak karena ketidakyakinan ikan jantan tersebut
tentang pewarisan faktor genetik kepada anaknya (paternity certain).

2.3.2 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)


Tingkat kematangan gonad ikan menunjukan tingkat perkembangan gonad
ikan. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari
reproduksi ikan sebelum pemijahan. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan
betina sebesar 10-25% dari berat tubuh dan pada ikan jantan sebesar 5– 10%.
Pencatatan perubahan atau tahap-tahap kematangan gonad diperlakukan untuk
mengetahui perbandingan ikan yang akan memijah dan yang tidak. Tiap-tiap
11

spesies ikan tingkat kematangan gonadnya tidaklah sama begitupun dengan spesies
ikan (Effendie 1971).

Tabel 1. Tingkat kematangan gonad


TKG Betina Jantan

- Ovari seperti benang,


- Testis seperti benang lebih
panjang sampai
pendek (terbatas) dan terlihat
I kerongga tubuh
ujungnya dirongga tubuh
- Warna jernih
- Warna jernih
- Permukaan licin

- Ukuran ovari lebih besar


- Ukuran testis lebih besar
- Pewarnaan lebih gelap
- Pewarnaan putih seperti susu
II kekuningan
- Bentuk lebih jelas daripada
- Telur belum terlihat
tingkat I
jelas

- Permukaan testes tampak


bergerigi
- Ovari berwarna kuning
- Warna makin putih, testes
- Secara morfologi telur
III makin besar
mulai kelihatan butirnya
- Dalam keadaan diformalin
dengan jelas
mudah putus

- Ovari makin besar, telur


berwarna kuning, mudah
- Sampai pada tingkat III
dipisahkan
tampak lebih jelas
IV - Butir minyak tidak
- Testis semakin pejal
tampak, mengisi ½- 2/3
rongga perut, usus
terdesak
12

TKG Betina Jantan

- Ovari berkerut, dinding


tebal, butir telur sisa
- Testes bagian belakang
terdapat didekat
V kempis dan dibagian dekat
pelepasan
pelepasan masih berisi
- Banyak telur seperti
pada tingkat II
(Sumber : Bagus. 2012)

2.3.3 Indeks Kematangan Gonad (IKG)


Indeks Kematangan Gonad yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil
perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan termasuk gonad dikalikan 100%.
Indeks kematangan gonad dapat menggunakan tanda utama untuk membedakan
kematangan gonad berdasarkan berat gonad. Secara ilmiah hal ini berhubungan
dengan ukuran dan berat tubuh ikan keseluruhannya atau tanpa berat gonad.
Perbandingan antara berat gonad dengan berat tubuh (Nikolsky 1969 dalam
Effendie 2002).
Perbedaan nilai IKG dapat disebabkan perubahan tingkat metabolisme pada
suhu yang berbeda. Dimana perbedaan suhu akan mempengaruhi tingkat
metabolisme suatu organisme budidaya. Hal ini sesuai dengan pernyataan bahwa
tingkat metabolisme berhubungan dengan suhu air, sehingga tingkat metabolisme
akan mengalami perubahan jika dipelihara pada suhu yang berbeda (Masonjones
2001).
Ikan yang mempunyai berat tubuh lebih berat maka secara otomatis ia akan
memiliki berat gonad yang jauh lebih berat, hal ini berkaitan langsung dengan
ukuran telur yang dihasilkan. Menurut Effendie (2002), umumnya sudah dapat
diduga bahwa semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang ada
dalam ovarium semakin besar pula. Berat tubuh pertama matang gonad pada ikan
mas adalah 500gram/ekor, sedangkan pada ikan betina adalah 2.500gram/ekor.

2.3.4 Hepato Somatik Indeks (HSI)


13

Indeks hepatosomatik (HSI) merupakan rasio antara berat hati dengan berat
tubuh ikan. Parameter ini menunjukan status energy cadangan pada hewan. Pada
lingkungan buruk, ikan biasanya memiliki hati yang kecil karena kehilangan energi
cadangan pada hati. Nilai HSI tidak hanya dipengaruhi ketersediaan makanan di
perairan tetapi juga dengan TKG . Pada saat pematangan gonad, organ aktif
menentukan kebutuhan vitelogenin sehingga organ hati bertambah berat dan
ukurannya pun bertambah (Sulistiono et al. 2010).

2.3.5 Fekunditas
Menurut nikolsky (1963) fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat
dalam ovari ikan yang dinamakan fekunditas mutlak atau fekunditas total.
Fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan berat, karena berat lebih mendekati
kondisi ikan daripada panjangnya, walaupun berat dapat berubah setiap saat,
apabila terjadi perubahan lingkungan dan kondisi fisiologis pada ikan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi fekunditas menurut Nikolsky (1969)
yaitu :
a. Umur
Fekunditas akan bertambah kemudian menurun lagi seiring bertambahnya
umur. Fekunditas relatif maksimum terjadi pada golongan ikan muda
sedangkan ikan-ikan yang sudah tua kadang tidak melakukan pemijahan
sehingga fekunditasnya menurun.
b. Makanan
Fekunditas tinggi cenderung dihasilkan oleh ikan yang pertumbuhannya
cepat, lebih gemuk dan lebih besar. Kenaikan fekunditas disebabkan oleh
kematangan gonad yang lebioh cepat karena individu tumbuh dengan cepat.
c. Ukuran ikan
Ikan yang bentuknya kecil dengan kemantangan gonad lebih awal serta
fekunditasnya tinggi mungkin disebabkan oleh kandungan makanan dan
predator dalam jumlah besar.
d. Kondisi lingkungan
14

Spesies yang hidup pada kondisi lingkungan yang berbeda-beda


fekunditasnya lebih besar.

2.3.6 Diameter Telur


Nilai diameter telur selalu dipengaruhi oleh nilai fekunditas (Woynarovich
dan Horvath 1980), karena dengan semakin besarnya nilai fekunditas maka
semakin besar pula diameter telur yang ditemukan didalamnya. Selain itu dengan
semakin besarnya nilai IKG maka gonad ikan juga akan semakin besar sehingga
nilai diameter telur yang ada didalamnya juga akan semakin besar.
Kuo et al (1974) menyatakan bahwa setiap TKG tertentu menunjukkan nilai
kisaran diameter telur tertentu yang terbanyak. Menurut Hardjamulia, Suhendra
dan Wahyudi (1995) pada spesies ikan yang sama perkembangan oosit dalam
ovarium tergantung pada ukuran ikan tersebut, dimana pada ukuran ikan yang kecil
banyak ditemukan stadium oosit dini daripada ikan yang berukuran besar.

2.3.7 Tingkat Kematangan Telur (TKT)


Terdapat empat kriteria posisi inti telur sebelum telur dapat diovulasikan yaitu
central germinal vesicle (cGV) atau tahap inti ditengah, migrating germinal vesicle
(mGV) atau tahap inti yang bermigrasi dari tengah menuju tepi, peripheral
germinal vesicle (pGV) atau tahap inti di tepi dan germinal vesicle breakdown
(GVBD) atau tahap inti yang telah melebur (Yaron dan Levavi 2011). Berdasarkan
posisi inti tersebut tingkat kematangan telur (TKT) atau oocyte maturation (OM)
dibagi menjadi dua tahap yaitu fase vitelogenik yang ditandai dengan posisi inti
telur yang berada ditengah (cGV) dan fase pematangan telur (final oocyte
maturation). Fase pematangan telur dibagi kembali menjadi dua yaitu fase awal
matang yang ditandai dengan adanya pergerakan atau migrasi posisi inti telur (mGV
dan pGV) dan fase akhir kematangan telur yang ditandai dengan adanya peluruhan
membran inti telur atau germinal vesicle breakdown (GVBD) (Mylonas et al 2010).
Kematangan telur dapat dilihat secara mikroskopik dengan menentukan inti–
inti telur tersebut telah menuju tepi kemudian terjadi pemecahan membran nutfah
atau germinal vesicle breakdown (GVBD). Pengamatan inti telur dilakukan dengan
meneteskan larutan sera pada telur – telur tersebut. Komposisi larutan sera terdiri
15

atas larutan alkohol 99 %, larutan formaldehid 40 % dan larutan asam asetat 100 %
dengan perbandingan 6 : 3 : 1 (Nurmadi 2005).
Proses oogenesis pada teleostei terdiri atas dua fase, yaitu pertumbuhan oosit
(vitelogenesis) dan pematangan oosit. Vitelogenesis merupakan aspek penting
dalam pertumbuhan oosit yang melalui proses
a. Adanya sirkulasi estrogen dalam darah merangsang hati untuk
mensintesis dan mensekresikan dan mensintesis vitelogenin yang
merupakan prekursor protein kuning telur.
b. Vitelogenin diedarkan menuju lapisan permukaan oosit yang sedang
tumbuh.
c. Secara selektif, vitelogenin akan ditangkap oleh reseptor dalam
endositosis.
d. Terjadi pertukaran sitoplasma membentuk badan kuning telur bersamaan
dengan pembelahan preteolitik dari vitelogenin menjadi subunit
lipoprotein kuning telur, lipovitelin, dan fosfitin.
Adanya vitelogenin menunjukkan terjadinya akumulasi lipoprotein kuning
telur didalam oosit. Pada beberapa jenis ikan selama pertumbuhan oosit terjadi
peningkatan indeks kematangan gonad (IKG) sampai 20% atau lebih (Subagja
2006).

2.4 Kebiasaan Makanan


Kebiasaan makan ikan dan cara alami bergantung kepada lingkungan tempat
ikan itu hidup. Kebiasaan makanan ikan (food habits) mencakup jenis, kualitas dan
kuantitas makanan yang dimakan oleh ikan. Kebiasaan makanan dan cara makan
ikan secara alami bergantung kepada lingkungan tempat ikan itu hidup (Effendi
1997).
Kebiasaan makan ikan dipengaruhi antara lain oleh ukuran tubuh ikan, bentuk
organ pencernan, umur, lingkungan hidup ikan dan penyebaran organisme pakan.
Tingkat kesukaan makanan mencakup jenis kualitas dan kuantitas mkanan yang
dimakan oleh ikan. Umumya makanan pertama semua ikan pada fase juvenil adalah
plankton (Effendi 1997).
16

2.4.1 Indeks Bagian Terbesar


Jenis makanan pada ikan dapat diketahui dengan analisa jenis makanan dalam
lambung atau usus ikan menggunakan metode IP (Index of Preponderance) yaitu
mengetahui indeks bagian terbesar jenis makanan. Pertama, ikan yang telah dibedah
diambil ususnya kemudian ditimbang berat dan diukur panjangnya. Setelah itu,
usus dimasukkan ke botol film yang berisi 1ml aquades dan dihaluskan. Setelah
dihaluskan, usus disaring menggunakan kain saring untuk memisahkan isi dan
dinding usus. Air yang telah tersaring diamati dibawah mikroskop (Fariedah 2017).
Terdapat dua jenis pakan untuk benih ikan, yaitu pakan alami dan pakan
buatan. Pakan alami merupakan pakan hidup, mencakup fitoplankton, zooplankton,
dan benthos yang telah tersedia secara alami di alam, baik dengan atau tanpa
bantuan manusia. Salah satu contoh pakan alami yang baik untuk benih ikan mas
adalah Daphnia. Daphnia adalah zooplankton sebagai pakan alami terbaik untuk
pemeliharaan benih ikan air tawar, hal ini karena kandungan nutrisi dan ukuran
Daphnia yang sesuai dengan bukaan mulut dan kebutuhan nutrisi benih ikan
(Herawati dan Agus 2013). Pengadaan pakan buatan diperlukan untuk mengatasi
beberapa permasalahan pakan alami yang kurang memadai. Contoh pakan buatan
yang sering digunakan oleh banyak kalangan pembudidaya adalah pelet yang dijual
di pasaran umum.

2.4.2 Indeks Ivlev


Indeks selektifitas (Ivlev) merupakan perbandingan antara organisme pakan
ikan yang terdapat dalam lambung dengan organisme pakan ikan yang terdapat
dalam perairan. Preferensi tiap organisme atau jenis plankton yang terdapat dalam
lambung ikan ditentuka berdasarkan indeks pilihan (index of electivity) dalam
Effendie (1979).
Nilai indeks pilihan ini berkisar anatara +1 samapai -1, apabila 0 ˂ E ˂ 1
berarti pakan digemari, dan jika nilai -1 ˂ E ˂ 0 berarti pakan tersebut tida digemari
oleh ikan. Jika nilai E = 0 berarti tidak ada seleksi oleh ikan terhadap pakannya
(Effendie 1979). Indeks pilihan (Ivlev 1961) mengacu pada suatu konsep faktor
17

ketersediaan yaitu perbandingan antara jenis makanan yang terdapat dalam saluran
pencernaan dengan jenis makanan yang terdapat di lingkungan.

2.4.3 Tingkat Trofik


Upaya untuk mempertahankan keanekaragaman jenis di dalam suatu
ekosistem dan ikan yang dimanfaatkan oleh manusia merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari ekosistem secara keseluruhan. Tingkatan trofik
menggambarkan tahapan transfer material atau energi dari setiap tingkat atau
kelompok ke tingkat berikutnya, yang dimulai dengan produsen primer, konsumen
primer (herbivora), sekunder, tersier, dan predator puncak. Pada dasarnya tingkat
trofik (trophic level) merupakan urutan tingkat pemanfaatan pakan atau material
dan energi seperti yang tergambarkan oleh rantai makanan (food chain) (Almohdar
dan Souisa 2017).

Anda mungkin juga menyukai

  • Ikan nila yang dibiarkan menggelepar sebelum mati akan mencapai rigor mortis lebih cepat
    Ikan nila yang dibiarkan menggelepar sebelum mati akan mencapai rigor mortis lebih cepat
    Dokumen2 halaman
    Ikan nila yang dibiarkan menggelepar sebelum mati akan mencapai rigor mortis lebih cepat
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Tukiku
    Tukiku
    Dokumen5 halaman
    Tukiku
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen5 halaman
    Daftar Isi
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen7 halaman
    Bab Iii
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • 2 PDF
    2 PDF
    Dokumen1 halaman
    2 PDF
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Up
    Up
    Dokumen4 halaman
    Up
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Analisis Aspek Biologi Ikan Mas (Cyprinus Carpio)
    Analisis Aspek Biologi Ikan Mas (Cyprinus Carpio)
    Dokumen4 halaman
    Analisis Aspek Biologi Ikan Mas (Cyprinus Carpio)
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen6 halaman
    Bab Ii
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen8 halaman
    Bab 2
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Laprak
    Laprak
    Dokumen40 halaman
    Laprak
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Kajian Morfologi dan Anatomi Ikan Kembung
    Kajian Morfologi dan Anatomi Ikan Kembung
    Dokumen6 halaman
    Kajian Morfologi dan Anatomi Ikan Kembung
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen8 halaman
    Bab Ii
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Format Laporan Praktikum
    Format Laporan Praktikum
    Dokumen25 halaman
    Format Laporan Praktikum
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen2 halaman
    Dapus
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen4 halaman
    Dapus
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Dapus
    Dapus
    Dokumen4 halaman
    Dapus
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • Laprak
    Laprak
    Dokumen6 halaman
    Laprak
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen1 halaman
    2
    widiarusyani123
    Belum ada peringkat