Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi
Imunisasi adalah cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang terhadap
suatu penyakit, sehingga bila kelak terpanjan pada penyakit terebut ia tidak
menjadi sakit atau sakit ringan. Kekebalan yang diperoleh dari imunisasi dapat
berupa kekebalan pasif maupun aktif (IDAI, 2011).
Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat
imunitas, memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori
terhadap patogen tertentu (Karnen, 2009).
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal, resisten. Yang berarti kekebalan
terhadap suatu penyakit tertentu, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit lain
(Notoatmodjo, 2011).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan
kekebalan (imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.
Imunisasi juga merupakan upaya preventif yang sangat efektif dan murah untuk
menghindari terjangkitnya penyakit infeksi (Depkes, 2001).
Imunisasi merupakan upaya pencegahan primer yang sangat efektif untuk
menghindari terjangkitnya penyakit infeksi. Dengan imunisasi, seseorang dibuat
menjadi kebal (resisten) terhadap penyakit infeksi, sehingga angka kejadian
penyakit infeksi menurun, kecacatan dan kematian yang ditimbulkannya pun akan
berkurang. Kegiatan imunisasi rutin adalah kegiatan imunisasi yang secara rutin
dan terus menerus harus dilaksanakan pada periode waktu yang telah ditetapkan.
Berdasarkan kelompok usia sasaran, imunisasi rutin dibagi menjadi :
1. Imunisasi rutin pada bayi
2. Imunisasi rutin pada wanita usia subur
3. Imunisasi rutin pada anak sekolah

II.2. Tujuan Imunisasi


Tujuan imunisasi untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang, dan menghilangkan penyakit tersebut pada sekelompok masyarakat
(populasi), atau bahkan menghilangkannya dari dunia seperti yang kita lihat pada
keberhasilan imunisasi cacar variola ( IDAI, 2011).
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada anak agar
dapat mencegah penyakit dan kematian pada anak yang disebabkan oleh penyakit
yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi, antara lain :
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit menular.
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular.
3. Imunisasi menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas
(angka kematian) pada anak.

II.3. Sasaran Imunisasi


Yang menjadi sasaran imunisasi adalah :
1. Bayi
2. Anak sekolah dasar
3. Calon pengantin wanita
4. Ibu hamil
5. Wanita usia subur

II.4. Keberhasilan Imunisasi


Keberhasilan imunisasi tergantung beberapa faktor, yaitu status imun
pejamu, faktor genetik pejamu serta kualitas dan kuantitsa vaksin (Ranuh I.G.N,
2005).
1. Status imun pejamu
Status imun pejamu mempengaruhi hasil imunisasi. Individu yang
mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau
menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi imun sekunder seperti pada
penyakit keganasan juga akan mempengaruhi keberhasilan vaksinasi. Bahkan
adanya defisiensi imun merupakan indikasi kontra pemberian vaksin hidup karena
dapat menimbulkan penyakit pada individu tersebut. Demikian pula vaksinasi
pada individu yang menderita penyakit infeksi sistemik seperti campak,
tuberkulosis milier akan mempengaruhi pula keberhasilan vaksinasi.
Keadaan gizi yang buruk akan menurunkan fungsi sel sistem imun seperti
makrofag dan limfosit. Imunitas seluler menurun dan imunitas humoral
spesifisitasnya rendah. Meskipun kadar globulin-Y normal atau bahkan meninggi,
imuniglobulin yang terbentuk tidak dapat mengikat antigen dengan baik karena
terdapat kekurangan asam amino yang dibutuhkan untuk sintesis antibodi. Kadar
komplemen juga berkurang dan mobilisasi makrofag berkurang, akibatnya
respons terhadap vaksin atau tosoid juga berkurang.

2. Faktor genetik pejamu


Interaksi antara sel-sel imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara
genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup, dan
rendah terhadap antigen tertentu. Ia dapat memberikan respons rendah terhadap
antigen tertentu, tetapi terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak
heran bila kita menemukan keberhasilan vaksinasi yang tidak 100%. Banyak
faktor-faktor yang menyokong adanya peran genetik dalam respons imun, hanya
saja mekanisme yang sebenarnya belum diketahui.

3. Kualitas dan kuantitas vaksin


Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul.
Misalnya vaksin polio oral akan memberikan imunitas lokal dan sistemik,
sedangkan vaksin polio parenteral hanya akan memberikan imunitas sistemik saja.
Dosis vaksin terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun
yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang
diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel
imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu
dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan.
Frekuensi dan jarak pemberian akan mempengaruhi respon imun yang
terjadi. Bila pemberian vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi
spesifik masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi
spesifik yang masih tinggi tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel
imunokompeten. Karena itu pemberian ulang (booster) sebaiknya mengikuti apa
yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji klinis.
Vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik dibanding
vaksin mati atau yang diinaktivasi atau bagian (komponen) dari mikroorganisme.

II.5. Jadwal Imunisasi BIAS


Jarak
No. Vaksin Pemberian Umur Dosis Cara
Pemberian

Anak kelas I IM/SC dalam lengan


1 DT BIAS 1x - 0,5 cc
SD/MI atas, paha, bokong

Anak kelas II- IM/SC dalam lengan


2 TT BIAS 1x - 0,5 cc
VI SD/MI atas, paha, bokong

Anak kelas III-


3 Polio BIAS 1x - 2 tts Oral
VI SD/MI

IM/SC dalam lengan


Campak Anak kelas I- atas sedikit dibawah
4 1x - 0,5 cc
BIAS VI SD/MI insersio musculus
Deltoideus

Tabel 3. Jadwal Pemberian Imunisasi pada Anak Sekolah

II.6. Jenis Vaksin


Vaksin adalah mikroorganisme atau toksoid yang diubah sedemikian rupa
sehingga patogenitas atau toksisitasnya hilang tetapi masih tetap mengandung
sifat antigenitas. Pada dasarnya vaksin dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
 Vaksin Hidup (Live Attenuated)
Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar (wild) penyebab penyakit.
Virus atau bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan
pembiakan berulang-ulang. Walaupun vaksin hidup attenuated menyebabkan
penyakit, umumnya bersifat ringan dibanding dengan penyakit alamiah dan itu
dianggap sebagai kejadian samping. Respons imun terhadap vaksin hidup
attenuated pada umunya sama dengan yang diakibatkan oleh infeksi alamiah.
Vaksin virus hidup attenuated secara teoritis dapat berubah menjadi bentuk
patogenik seperti semula. Hal ini hanya terjadi pada vaksin polio hidup. Imunitas
aktif dari vaksin hidup tidak dapat berkembang karena pengaruh antibodi yang
beredar. Antibodi dari sumber apapun (misalnya Transplasental, transfusi) dapat
mempengaruhi perkembangan mikroorganisme vaksin dan menyebabkan tidak
terjadi respons. Virus hidup attenuated bersifat labil dan dapat mengalami
kerusakan bila terkena panas dan sinar, maka harus dilakukan pengelolaan dan
penyimpanan dengan baik dan hati-hati.
Vaksin hidup attenuated yang tersedia saat ini adalah:
a. Vaksin yang berasal dari virus hidup contoh vaksin campak,
gondongan, rubella, polio, rotavirus, demam kuning.
b. Vaksin yang berasal dari bakteri contohnya BCG dan vaksin tifoid
oral.
 Vaksin Inactivated
Vaksin Inactivated dihasilkan dengan membiakkan bakteri atau virus
dalam medias pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan
pemanasan atau bahan kimia. Tidak seperti antigen hidup, antigen inactivated
umumnya tidak dipengaruhi oleh antibodi yang beredar dan dapat diberikan saat
antibodi di dalam sirkulasi darah.
Vaksin inactivated selalu membutuhkan dosis ganda. Pada umumnya,
pada dosis pertama tidak dihasilkan imunitas protektif, tetapi haanya memacu atau
menyiapkan sistem imun. Respons imunoprotektif baru timbul setelah dosis
kedua atau ketiga.
Karena vaksin inactivated tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka
seluruh dosis antigen yang dibutuhkan dimasukkan dalam suntikan. Vaksin ini
tidak dapat menyebabkan penyakit (walaupun pada orang dengan defisiensi imun)
dan tidak dapat mengalami mutasi menjadi bentuk patogenik. Tidak seperti
antigen hidup, antigen inactivated umumnya tidak dipengaruhi oleh antibodi yang
beredar dan dapat diberikan saat antibodi berada di dalam sirkulasi darah.
Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari :
a. Seluruh sel virus inactivated, contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A
b. Seluruh bakteri inactivated, contoh pertusis, tifoid, kolera
c. Vaksin fraksional yang seunit, contoh hepatitis B, influenza, pertusis
aseluler, tifoid Vi, Lyme Disease.
d. Polisakarida murni, contoh pneumokokus, meningokokus dan
haemophilus influenza tipe b.
e. Gabungan polisakarida (pneumokokus dan haemophilus influenza tipe b)

II.7. Program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS)


1. Pengertian Program BIAS
Imunisasi pada usia sekolah diperlukan sebagai vaksinasi ulang atau
booster untuk hampir semua jenis imunisasi yang ada dan diberikan sebagai
imunisasi dasar pada usia yang lebih dini. Masa tersebut sangat penting untuk
dipantau dalam upaya pemeliharaan kondisi atau kekebalan tubuh terhadap
berbagai macam penyakit infeksi kuman, virus maupun parasit dalam
perjalanannya menuju dewasa.
Di dalam lingkungan sekolah, infeksi dapat terjadi diantara para siswa
sekolah melalui jalan nafas dan kontak langsung melalui kulit sebagai lahan
penularan penyakit. Guna menjaga penyebaran penyakit menular di sekolah,
kiranya sekolah harus memiliki catatan imunisasi sebelumnya dari siswa pada saat
pertama kali masuk sekolah tersebut, terutama tentang penyakit yang masuk di
dalam daftar PPI. Kesakitan dan kematian karena penyakit yang termasuk di
dalam program PPI secara nasional sudah sangat berkurang, terutama karena
dilaksanakannya program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) pada setiap
bulan November setiap tahunnya.
2. Tujuan Program BIAS
Program BIAS itu sendiri mempunyai tujuan untuk mengeliminasi tetanus
neonatorum dan memberikan perlindungan bagi siswa-siswi SD/MI terhadap
tetanus, maupun perlindungan terhadap difteri dengan pemberian Booster difteri.
3. Sasaran Program BIAS
Sasaran BIAS adalah seluruh siswa-siswi SD/MI negeri dan swasta,
institusi pendidikan setara SD lainnya (pondok pesantren,SDLB) maupun warga
belajar paket A setara SD. Untuk tahun 1998-2000 diberikan DT 1 kali pada kelas
1 dan TT 1 kali pada kelas 2, 3, 4, 5 dan kelas 6. Selanjutnya untuk tahun 2001
dan seterusnya diberikan DT 1 kali pada kelas 1 dan TT 1 kali pada kelas 2 dan
kelas 3 saja.
4. Jadwal Imunisasi Program BIAS
Pada pelaksanaan program BIAS itu sendiri dapat diberikan imunisasi
tambahan seperti yang telah dilakukan pada tahun 1999 dengan memberikan
imunisasi polio pada murid kelas III, IV, V dan VI. Lebih lengkapnya tampak
pada tabel berikut :

SD 1999 2000
1998 2001
Kelas Rutin Khusus Rutin Khusus

I DT DT - DT Campak DT + Campak

II TT TT - TT Campak TT

III TT TT Polio TT Campak + Polio TT

IV TT TT Polio TT Campak + Polio -

V TT TT Polio TT Campak + Polio -

VI TT TT Polio TT Campak + Polio -

Tabel 2. Program BIAS di Indonesia tahun 1998-2001

5. Waktu Pelaksanaan
Pelayanan imunisasi untuk anak di semua sekolah di seluruh Indonesia
dilaksanakan satu kali setiap tahun dalam bulan November. Bulan November
untuk selanjutnya disebut sebagai Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).

Anda mungkin juga menyukai