STROKE
Disusun Oleh :
Suryanto (2013730107)
Pembimbing :
dr. Wiwin , Sp.S
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE
A. PENDAHULUAN
Stroke merupakan sindroma klinis yang menjadi penyebab kematian
nomor dua di dunia setelah serangan jantung. Data di Indonesia menunjukkan
kecenderungan peningkatan kasus stroke baik dalam hal kematian, kejadian,
maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan umur adalah: sebesar 15,9%
(umur 45-55 tahun) dan 26,8% (umur 55-64 tahun) dan 23,5% (umur >65
tahun). Kejadian stroke (insiden) sebesar 51,6/100.000 penduduk, dan
kecacatan; 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat. Perbandingan antara
pria dan wanita yaitu 5 : 4, serta 60% kematian terjadi pada wanita. Kejadian
stroke iskemik lebih banyak dari pada stroke hemoragik, yaitu sebesar 80%.
Stroke merupakan kondisi emergency yang dapat menyebabkan
kematian atau dapat menimbulkan defisit neurologis yang bersifat permanen.
Dalam menjalankan fungsinya otak kita ditunjang oleh tiga komponen penting
yakni pembuluh darah, oksigen dan glukosa, jika terjadi gangguan dari salah
satu komponen tersebut, dimana dalam hal stroke ini adalah terdapat gangguan
dari pembuluh darah, maka ada bagian dari otak yang mengalami gangguan
fungsi. Jika gangguan ini bersifat serius dan berlangsung cukup lama maka
dapat menyebabkan kematian sel-sel otak yang diikuti kerusakan permanen
dari bagian otak yang terkena tersebut. Karena berbagai fungsi gerak dan
berbagai macam fungsi tubuh lainnya diatur oleh sel-sel otak maka fungsi-
fungsi tersebut juga akan mengalami gangguan atau kerusakan tergantung dari
bagian sel otak mana yang terkena.
B. DEFINISI
Menurut WHO (1970), stroke adalah gangguan fungsi otak yang
mengakibatkan defisit neurologik fokal, timbul mendadak (akut), berlangsung
selama lebih dari 24 jam (atau terkadang berakhir dengan kematian sebelum
24 jam), yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Pada stroke, terjadi hipoksia serebrum yang menyebabkan cedera dan
kematian sel-sel neuron. Kerusakan otak karena stroke, terjadi sebagai akibat
2
pembengkakan dan edema yang timbul dalam 24 – 72 jam pertama setelah
kematian sel neuron.
C. ANATOMI
3
batang otak dan medula spinalis atas. Arteri basilaris memberikan
vaskularisasi pada pons. Arteri serebri posterior memberikan vaskularisasi
pada lobus temporalis, oksipitalis, sebagian kapsula interna, talamus,
hipokampus, korpus genikulatum dan mamilaria, pleksus koroid dan batang
otak bagian atas.
D. FAKTOR RESIKO
Berbagai macam faktor resiko dilaporkan pada patogenesis terjadinya
stroke namun faktor usia, hipertensi, merokok, dan diabetes dikatakan sebagai
faktor resiko yang mendahului pada semua jenis stroke.2 Penyakit jantung juga
banyak didapatkan dalam kaitan dengan stroke iskemik. Faktor resiko
terjadinya stroke dapat dibagi dalam:
1. Faktor resiko yang tak dapat diubah ("nonmodifiable")
a) Genetik
Riwayat stroke pada orang tua (baik ayah maupun ibu) akan
meningkatkan resiko stroke. Peningkatan resiko stroke ini dapat
diperantarai oleh beberapa mekanisme, yaitu:
o penurunan genetis faktor resiko stroke,
o penurunan kepekaan terhadap faktor resiko stroke,
o pengaruh keluarga pada pola hidup dan paparan lingkungan,
o interaksi antara faktor genetik dan lingkungan.
b) Jenis kelamin
Ternyata pria lebih berisiko kena serangan stroke, demikian hasil
penelitian. Tetapi lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke.
Serangan stroke pada pria umumnya terjadi pada usia lebih muda
dibanding wanita, sehingga tingkat kelangsungan hidup juga lebih
tinggi. Wanita, meski jarang kena stroke, namun serangan itu datang
pada usia lebih tua, sehingga kemungkinan meninggal lebih besar. Selain
itu, gejala pada wanita sangat berbeda dengan gejala umum, sehingga
terabaikan.
c) Usia
Insiden stroke akan meningkat secara eksponensial menjadi dua hinggá
tiga kali lipat setiap dekade diatas usia 50 tahun dan ada data yang
4
menyebutkan 1 dari 3 orang yang berusia diatas 60 tahun akan menderita
salah satu jenis stroke.
d) Ras
Di Amerika Serikat, berbagai laporan epidemiologi menunjukkan adanya
perbedaan yang berarti dalam hal insidensi untuk semua jenis stroke dan
infark serebri lebih besar pada kelompok berkulit hitam. Lebih banyak
dijumpai faktor resiko seperti hipertensi dan diabetes pada kelompok
berkulit hitam.
2. Faktor resiko yang dapat diubah ("modifiable")
a) Diabetes mellitus
Diabetes Mellitus akan memacu terjadinya atherosklerosis dan
meningkatkan prevalensi faktor-faktor resiko atherogenic seperti
obesitas, hipertensi, dan dislipidemia. Diabetes Mellitus ( DM ) memberi
resiko relatif bagi terjadinya stroke sebesar 1,5 sampai 3 kali. DM adalah
faktor resiko bagi stroke iskemik pada pembuluh darah besar; pada
pembuluh darah kecil belum pasti. Diabetes Mellitus mengganggu secara
menahun autoregulasi otak sehingga penderita diabetes sangat peka
terhadap tekanan perfusi dan juga terhadap timbulnya stroke progresif.
Menurut WHO, DM yang terkendali tidak mengurangi insidensi strok,
akan tetapi hiperglikemia yang terkontrol dapat mengurangi kerusakan
neuron otak pada fase akut stroke
b) Hipertensi
Kurang lebih 70% penderita stroke adalah pengidap hipertensi. Pada
penderita hipertensi, resiko relatif untuk menderita stroke adalah sebesar
1,5 hingga 2 kali. Hipertensi memegang peranan penting dalam
patogenesis terjadinya baik perdarahan otak, infark otak, serta
mikroangiopati intrakranial namun kurang berpengaruh pada
mikroangiopati ekstrakranial. Dampak hipertensi terhadap penyakit
pembuluh darah kecil otak akan menyebabkan iskemik otak (91%) atau
hematoma otak (72%).
c) Merokok
5
Dasar patofisiologinya adalah rokok menaikkan kadar fibrinogen darah,
hematokrit dan menambah agregasi trombosit dan viskositas darah.
Secara keseluruhan resiko relatif stroke pada perokok adalah 1,5 hingga
4 kali dibandingkan dengan bukan perokok.
d) Dislipidemia
Kelainan lipid serum berupa peninggian kolesterol total, Low Density
Lipoprotein (LDL), Trigliserida, dan penurunan High Density
Lipoprotein (HDL) dianggap sebagai faktor risiko aterosklerosis.
e) Stres
Stres bisa menyebabkan peningkatan kadar hormon epinefrin yang
mengakibatkan naiknya tekanan darah dan denyut jantung sehingga
mempermudah kerusakan pada dinding pembuluh darah.
f) Penyakit jantung
Dalam penelitian Framingham pada follow up selama 30 tahun
dilaporkan dari 600 kasus stroke dari TIA 60% penderita mempunyai
tekanan darah tinggi, 32,7% terdapat PJK sebelumnya, 14,6% dengan
gagal jantung kongestif, 14,5% dengan atrial fibrilasi dan hanya 13,6%
tidak menunjukkan kelainan diatas.
g) TIA
TIA dan riwayat stroke adalah faktor resiko yang penting bagi stroke,
makin sering terjadi TIA, makin tinggi resiko untuk stroke; adanya
riwayat stroke lebih besar resikonya dari pada TIA sendiri untuk
terjadinya stroke berikutnya.
h) Alkohol
Terdapat bukti-bukti (14 studi dari tahun 1989-1997) bahwa alkohol
adalah faktor resiko stroke. Peminum alkohol berat adalah penyandang
faktor resiko yang independen bagi semua jenis stroke (Medika
Nusantara, 2004). Alkohol berlebihan menambah agregasi trombosit,
mengaktivasi kaskade koagulasi, hematokrit dan viskositas darah
meningkat, hipertensi, serta penurunan aliran darah ke otak.
i) Riwayat migrain
6
Beberapa penelitian epidemiologi terdahulu menunjukkan peningatan
resiko stroke pada penderita migren. Mekanisme yang mendasari
kejadian stroke pada penderita migren adalah kondisi hiperkoagubilitas
dan pengurangan aliran darah serebral pada saat fase aura.
j) Kontrasepsi oral
Peningkatan resiko stroke akibat penggunaan kontrasepsi oral terutama
teramati pada preparat yang mengandung estradiol tinggi (= 50 µg).
Hasil berbagai penelitian terdahulu tentang hubungan antara pemakaian
kontrasepsi oral dan stroke masih sangat kontroversial. Analisis
stratifikasi menunjukkan bahwa peningkatan resiko stroke pada pemakai
kontrasepsi oral terutama teramati pada wanita > 35 tahun, perokok
sigaret, hipertensi, diabetes, penderita migren, dan wanita dengan
riwayat penyakit thromboembolik.
k) Penyalahgunaan obat
Penyalahgunaan obat merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa penyalahgunaan obat,
termasuk kokain, amfetamin, dan heroin berhubungan dengan
peningkatan risiko stroke. Berbagai obat tersebut dapat mengganggu
aliran darah, menginduksi vaskulitis, menyebabkan embolisasi,
endokarditis infektif, mengganggu agregasi platelet, dan meningkatkan
viskositas darah.
l) Malformasi arteriavenosa
AVM adalah kumpulan arteria dan vena abnormal yang saling
berhubungan tanpa adanya bed kapiler dan sering mengandung
parenkhim neuronal didalamnya. Pembuluhnya secara patologi sangat
abnormal, mungkin menebal, mengalami hialinisasi atau mengandung
kalsium. Aliran darah melalui kelainan ini sangat kuat hingga
mengalihkan darah dari otak sekitarnya dengan akibat defisit
neurologis.
E. KLASIFIKASI
Stroke dapat dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu : stroke hemoragik
(perdarahan) dan stroke iskemik (iskemik).
7
Stroke iskemik secara pathogenesis dapat dibagi menjadi:
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena
thrombosis di arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteria
serebri media.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli
yang pada umumnya berasal dari jantung.
Di klinik, stroke iskhemik lazim dibagi menjadi:
1. TIA (Transient Ischemic Attact), semua gejala neurologis sembuh dalam
24 jam.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit neurologis
lokal lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu.
3. PRIND (Prolonged Reversible Ischemic Neurologic Defisit), lama defisit
neurologis local lebih dari 24 jam tetapi sembuh sempurna dalam waktu
kurang dari 2 minggu.
4. Progressive Stroke, gejala neurologis bertambah lama bertambah berat
5. Completed Stroke, gejala neurologis dari permulaan sudah amksimal
(stabil).
Sedangkan stroke hemoragik, dibagi menjadi:
1. Perdarahan intraserebral, yaitu perdarahan di dalam jaringan otak.
2. Perdarahan subaraknoidal, yaitu perdarahan di ruangan subaraknoid, yang
disebabkan oleh karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio-venous
malformation (AVM).
8
KLINIS STROKE ISKEMIK STROKE
HEMORAGIK
Permulaan serangan Sub akut Akut
Waktu serangan Bangun pagi Aktivitas
Tanda peringatan ++ --
Nyeri kepala +/- ++
Muntah -- ++
Kejang -- ++
Kesadaran menurun + ++
Bradikardi Hari ke 4 Sejak awal serangan
Papiledema -- +
Rangsangan meningeal -- ++
Ptosis -- ++
Lokasi Kortikal/subkortikal Subkortikal
Pada kondisi tertentu, tidak bisa dibedakan antara stroke iskemik atau
hemoragik hanya berdasar gambaran klinisnya saja. Pada kondisi tersebut,
dibutuhkan pemeriksaan penunjang CT scan atau MRI yang nantinya dapat
ditemukan lesi iskemeik atau hemoragik beserta letaknya, sehingga kedua
pemeriksaan tersebut merupakan Gold Standart untuk stroke.
Diagnosis dengan sistem skoring
Siriraj Stroke Score (SSS)
Tingkat kesadaran, muntah, sakit kepala, tekanan diastolik dan petanda
atheroma.
(2,5 x kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x sakit kepala) + (0,1 x tekanan
diastolik) – (3 x penanda atheroma) – 12.
Algoritma Stroke Gadjah Mada
penurunan kesadaran, nyeri kepala, muntah dan refleks Babinski.
9
SSS -1 s/d 1 : meragukan
G. PENATALAKSANAAN
10
8) Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi
11
h) Paralysis neuromuscular yang dikombinasi dengan sedasi
yang adekuat dapat mengurangi naiknya ICP dengan cara
mengurangi naiknya tekanan intatorakal dan tekanan vena
akibat batu, suction, bucking ventilator. Pasien dengan
kenaikan kritis TIK sebaiknya diberikan muscle relaksan
sebelum suctioning atau lidokain sebagai alternatif
i) Kortikosteroid tidak direkomendasi untuk mengatasi udem
otak dan tekanan tinggi intrakranial pada stroke iskemik,
dapat diberikan kalau diyakini tidak ada kontraindikasi
j) Drainase ventrikular dianjurkan pada hidrosefalus akut
akibat stroke iskemik serebral
k) Tindakan bedah dekompresif pada keadaan iskemik
serebelar yang menimbulkan efek masa, merupakan
tindakan yang dapat menyelamatkan nyawa dan
memberikan hasil yang baik.
e. Pengendalian kejang
1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20 mg
dan diikuti oleh phenitoin loding dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit
2) Bila kejang belum teratasi maka perlu dirawat diICU
3) Pemberian antikonvulsan profilaktik pada penderita stroke iskemik
tanpa kejang tidak dianjurkan
4) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat anti
epilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan dan
dihentikan bila tidak ada kejang selama pengobatan
f. Pengendalian suhu tubuh
1) Setiap penderita stroke yang disertai febris harus diobati dengan
antipiretika dan diatasi penyebabnya
2) Berika asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,50 c
3) Pada pasien febris atau beresiko terjadi infeksi , harus dilakukan
kultur dan hapusan (tracheal, darah dan urine) dan diberikan
antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa CSS harus
dilakukan untuk mendeteksi meningitis
4) Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotik
g. Pemeriksaan penunjang
1) EKG
12
2) Laboratorium : kimia darah, fungsi ginjal, hematology dan faal
hemostasis, kadar gula darah, analisis urine, analisa gas darah dan
elektrolit
3) Bila perlu pada kecurigaan PSA lakukan punksi lumbal untuk
pemeriksaan CSS
4) Pemeriksaan radiologi :
a) Ronsen dada
b) CT scan
13
penggunaan unfractioned heparin subkutan tidak
direkomendasikan untuk menurunkna mortalitas dan morbilitas
atau pencegahan dini stroke ulang. Dosis tinggi LMWH /
heparinoids tidak bermanfaat menurunkan merbiditas, mortalitas
atu stroke ulang dini pada pasien stroke akut.
f. Pemberian antikoagulan tidak dilakukan sampai ada hasil
pemerikasaan imaging memastikan tidak ada perdarahan
intrakranial primer. Terhadap penderita yang mendapat pengobatan
antikoagulan perlu dilakukan monitor kadar antikoagulan.
g. Tidak ditemukan manfaat pemberian heparin pada pasien stroke
akut dengan atrial fibrilasi, walaupun masih dapat diberikan pada
pasien yang selektif. Aspirin dan dilanjutkan dengan pemberian
walfarin untuk prevensi jangka panjang dapat diberikan warfarin
merupakna pengobatan lini pertama pada kebanyakan kasus stroke
kardio emboli. Penggunaan warfarin harus hati-hati, karea dapat
meningkatkan resiko perdarahan. Oleh karena itu perlu monitor
INR paling sedikit 1 bulan sekali. Warfarin dapat mencegah
terjadinya stroke emboli kardiogenik dan mencegah emboli ulang
pada keadaan major risk.
h. Pemberian antikoagulan sesuai dengan pedoman antikoagulan pada
stroke iskemik.
4. Pemberian antiplatelet aggrerasi :
a. Pemberian aspirin dengan dosis awal 325 mg dalam 24- 48 jam
setelah onset stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
b. Aspirin tidak boleh digunakan sebagai pengganti tindakan
intervensi akut pada stroke
c. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.
d. Penggunaan aspirin sebagai adjunctive terapi dalam 24 jam setelah
pemberian obat trombolitik tidak direkomendasi
e. Pemberian klopidogrel saja, atau kombinasi dengan aspirin, pada
stroke iskemik akut, tidak dianjurkan.
f. Pemberian antiplatelets intravena yang menghambat reseptor
glikoprotein Iib/IIIa tidak dianjurkan
5. Hemodilusi dengan atau tanpa venaseksi dan ekspansi volume tidak
dianjurkan dalam stroke iskemik akut
14
6. Pemakaian vasodilator seperti pentoksifilin tidak dianjurkan dalam
terapi stroke iskemik akut.
7. Dalam keadaan tertentu terkadang digunakan vasopresor untuk
memperbaiki aliran darah ke otak (cerebral blood flow). Pada keadaan
tersebut harus dilakukan pantauan kondisi neurologik dan jantung
secara secara ketat
8. Tindakan endarterektomi karotid pada stroke iskemik akut dapat
mengakibatkan resiko serius dan luaran yang tidak menyenangkan.
Tindakan endovaskular belum menunjukkan hasil yang bermanfaat,
sehingga tidak dianjurkan.
9. Pemakaian obat-obatan neuroprotektan belum menunjukan hasil yang
efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan. Namun pemberian
citikolin sampai saat ini masih memberi manfaat pada stroke akut
10. thotracal echocardiography) dan TEE (trans esophageal
echocardiography).
15
Kontra-indikasi
1. Kontraindikasi mutlak
a. Perdarahan intrakranial
b. Gangguan hemostasis
c. Ulkus peptikum aktif
d. Perdarahan traktus gastrointestinal lainnya
e. Gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat
f. Defisiensi AT III
2. Kontraindikasi relatif :
a. Infark luas dengan pengeseran garis tengah
b. Hipertensi berat tidak terkontrol (sistolik >200mmHg diastolik >120
mmHg)
c. Ulkus peptikum tidak aktif/aktif
d. Riwayat perdarahan oleh karena pemberian antikoagulan
e. Riwayat idiosinkrasi dan hipersensitif terhadap antikoagulan karena
potensial terjadi perdarahan
f. Varises esofagus
g. Baru dilakukan tindakan operasi / biopsi
h. ITP atau thrombocytopenia dengan sebab selain DIC
16
4) Untuk mencegah tromboemboli vena, pasien sebaiknya
mendapat penumatic intermiitent compression selain dengan
stoking elastis.
5) Setelah penghentian perdarahan, LMWH atau UFH subkutis
dosis rendah dapat dipertimbangkan untuk pencegahan
tromboembolibvena
6) Efek heparin diatasi dengan protamin sulfat 10-50 mg IV dalam
waktu 1-3menit
3. Pemantauan tekanan darah
4. Penangan rumah sakit dan pencegahan kerusakan otak seunder
5. Prosedur/ operasi
a. Penanganan dan pemantauan tekanan intrakranial
b. Perdarahan intraventrikuler
c. Evakuasi hematom
d. Pencegahan perdarahan intrakranial berulang
6. Rehabilitasi dan pemulihan
17
b) Pengobatan vasospasme serebral mulai dengan penanganan aneurisma
yang ruptur, dengan mempertahankan euvolemia
6. Pengelolaan tekanan darah
7. Pengelolaan hiponatremia
8. Tatalaksana kejang
9. Tatalaksana komplikasi hidrocefalus
10. Terapi tambahan
a) Laksantia (pencahar) untuk melunakan feses
b) Analgesik
Asetaminofen ½ - 1 gr/4-6jam
Kodein fosfat 30-60 mg oral atau im/6jam
Tylanol dengan kodein
Hindari asetosal
H. KOMPLIKASI
1. AKUT
- Neurologis : stroke susulan, edema otak, infark berdarah
(transformasi hemoragik), hidrosefalus
- Non-Neurologis : hipertensi, edem paru, gangguan jantung, infeksi,
gangguan keseimbangan elektrolit, hiperglikemia
reaktif
2. LANJUT
- Neurolgis : gangguan fungsi luhur
- Non-Neurologis : kontraktur, dekubitus, depresi, infeksi
18
DAFTAR PUSTAKA
19