Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

TATALAKSANA TERKINI DERMATITIS SEBOROIK

Penyusun :
Noviara Ghita Thiananda
030.14.145

Pembimbing :
dr. H. Didi Sukandi, Sp.A

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA


KEPANITRAAN KLINIK ILMU ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
PERIODE 29 APRIL 2019 – 13 JULI 2019
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah S.W.T yang
telah mencurahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul “ Tatalaksana Terkini Dermatitis Seboroik ”.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyusunan dan penyelesaian refarat ini,
terutama kepada dr. H. Didi Sukandi, Sp.A selaku pembimbing yang telah
memberikan waktu dan bimbingannya sehingga refarat ini dapat di selesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa refarat ini tidak luput dari banyak
kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis minta maaf bila
ada kesalahan dalam penulisan referat ini. Kritik dan saran yang membangun
penulis harapkan demi penyempurnaan referat. Demikian yang penulis dapat
sampaikan, semoga referat ini dapat bermanfaat dalam bidang kedokteran,
khususnya ilmu anak.

Jakarta, 24 Mei 2019

Noviara Ghita Thiananda


030.14.145

ii
LEMBAR PENGESAHAN

PERSETUJUAN
REFERAT

Judul :
TATALAKSANA TERKINI DERMATITIS SEBOROIK

Nama : Noviara Ghita Thiananda


NIM : 030.14.145

Telah disetujui untuk dipresentasikan

Pada Hari Selasa, 28 Mei 2019

Pembimbing,

dr. H. Didi Sukandi, Sp.A

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 2
2.1 Anatomi ..................................................................................................................... 2
2.2 Definisi ...................................................................................................................... 6
2.3 Prevalensi .................................................................................................................. 7
2.4 Etiologi ...................................................................................................................... 7
2.5 Patofisiologi............................................................................................................... 9
2.6 Manifestasi Klinik ..................................................................................................... 10
2.7 Penegakan Diagnosis ................................................................................................. 13
2.8 Diagnosis Banding .................................................................................................... 14
2.9 Penatalaksanaan ......................................................................................................... 15
2.10 Prognosis dan Edukasi .............................................................................................. 18
BAB III KESIMPULAN ................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 20

iv
v
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik (DS) merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik


dengan gambaran khas berupa patch dan plak eritem berbatas tegas dan skuama.
Dermatitis seboroik mengenai area yang banyak mengandung kelenjar sebasea
seperti wajah, badan bagian atas dan lipatan kulit.(1) Dermatitis seboroik disebut
juga sebagai seborrhoeic eczema atau pityriasis simplex. Dermatitis seboroik
termasuk dalam golongan chronic papulosquamous dermatosis yang dapat dengan
mudah dikwnali dan dapat ditemukan pada usia bayi dan dewasa.(2) Beberapa
faktor lain turut sebagai pemicu dermatitis seboroik adalah faktor fisik, gangguan
nutrisi, obat, ketidak seimbangan hormonal, proliferasi epidermal, genetika dan
gangguan sistem saraf yaitu abnormalitas neurotransmitter.(2)
Insiden dermatitis seboroik umumnya terjadi pada segala usia, namun sering
pada 3 bulan pertama kehidupan mencapai 70%, dan dekade keempat hingga
ketujuh kehidupan, sedangkan insidensi pada bayi dikaitkan dengan ukuran dan
aktivitas kelenjar sebasea pada usianya. Bayi baru lahir kelenjar sebaseanya besar
dengan sekresi sebum yang tinggi hampir sama orang dewasa. Saat usia dewasa,
seboroik tidak lagi berhubungan dengan dermatitis seboroik, karena aktifitas
glandula sebasea mencapai puncaknya pada awal pubertas, tetapi kelainan baru
muncul pada beberapa dekade kemudian.(2)
Prevalensi dermatitis seboroik pada populasi umum sebesar 1% - 3% dan
34% - 83% pada orang dengan defisiensi imun. Penelitian di Amerika
menunjukkan 3% - 5% dermatitis seboroik terjadi pada dewasa. Dermatitis
seboroik lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan pada semua
kelompok umur.(3) Data di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo pada tahun 2000-2002 tercatat insidensi dermatitis seboroik
sebesar 8,3% dari total kunjungan pasien.(3) Di Poliklinik Kulit dan Kelamin
RSUP Dr M Djamil Padang dilaporkan sebanyak 73 kunjungan pasien dengan
dermatitis soboroik pada tahun 2016, dimana insiden dermatitis seboroik ini
mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.(3)

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Kulit


Kulit terdiri atas 2 lapisan utama yaitu epidermis dan dermis. Epidermis
merupakan jaringan epitel yang berasal dari ektoderm, sedangkan dermis berupa
jaringan ikat agak padat yang berasal dari mesoderm. Di bawah dermis terdapat
selapis jaringan ikat longgar yaitu hipodermis, yang pada beberapa tempat
terutama terdiri dari jaringan lemak.(4)

Gambar 1. Lapisan-lapisan dan apendiks kulit. Diagram lapisan kulit


memperlihatkan saling hubung dan lokasi apendiks dermal (folikel rambut,
kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea).Sumber: Mescher AL, 2010

2
Epidermis

a.) Epidermis terdiri atas 5 lapisan yaitu, dari dalam ke luar :

 Stratum basal, terletak paling dalam dan terdiri atas satu lapis sel yang
tersusun berderet-deret di atas membran basal dan melekat pada dermis di
bawahnya. Sel-selnya kuboid atau silindris. Intinya besar, jika dibanding
ukuran selnya, dan sitoplasmanya basofilik.
 Stratum spinosum, terdiri atas beberapa lapis sel yang besar-besar
berbentuk poligonal dengan inti lonjong. Sitoplasmanya kebiruan.
 Stratum granulosum, terdiri atas 2-4 lapis sel gepeng yang mengandung
banyak granula basofilik yang disebut granula kerato-hialin, yang dengan
mikroskop elektron ternyata merupakan partikel amorf tanpa membran
tetapi dikelilingi ribosom. Mikrofilamen melekat pada permukaan granula.
 Stratum lusidum, dibentuk oleh 2-3 lapisan sel gepeng yang tembus
cahaya, dan agak eosinofilik. Tak ada inti maupun organel pada sel-sel
lapisan ini.
 Stratum korneum, terdiri atas banyak lapisan sel-sel mati, pipih dan tidak
berinti serta sitoplasmanya digantikan oleh keratin. Sel-sel permukaan
merupakan sisik zat tanduk yang terdehidrasi yang selalu terkelupas.

b.) Sel-sel epidermis

Terdapat empat jenis sel epidermis, yaitu:

 Keratinosit, merupakan sel terbanyak (85-95%), berasal dari ektoderm


permukaan. Merupakan sel epitel yang mengalami keratinisasi,
menghasilkan lapisan kedap air dan perisai pelidung tubuh. Proses
keratinisasi berlangsung 2-3 minggu mulai dari proliferasi mitosis,
diferensiasi, kematian sel, dan pengelupasan (deskuamasi).
 Melanosit, meliputi 7-10% sel epidermis, merupakan sel kecil dengan
cabang dendritik panjang tipis dan berakhir pada keratinosit di stratum

3
basal dan spinosum. Terletak di antara sel pada stratum basal, folikel
rambut dan sedikit dalam dermis.
 Sel Langerhans, merupakan sel dendritik yang bentuknya ireguler,
ditemukan terutama di antara keratinosit dalam stratum spinosum. Tidak
berwarna baik dengan HE. Sel ini berperan dalam respon imun kulit,
merupakan sel pembawa-antigen yang merangsang reaksi hipersensitivitas
tipe lambat pada kulit.
 Sel Merkel, jumlah sel jenis ini paling sedikit, berasal dari krista neuralis
dan ditemukan pada lapisan basal kulit tebal, folikel rambut, dan membran
mukosa mulut. Merupakan sel besar dengan cabang sitoplasma pendek.
Serat saraf tak bermielin menembus membran basal, melebar seperti
cakram dan berakhir pada bagian bawah sel Merkel.

Gambar 2. Lapisan-lapisan epidermis kulit tebal. Sumber: Mescher AL, 2010.

4
Dermis

a.) Dermis terdiri atas stratum papilaris dan stratum retikularis, batas antara kedua
lapisan tidak tegas, serat antaranya saling menjalin.

 Stratum papilaris, lapisan ini tersusun lebih longgar, ditandai oleh adanya
papila dermis yang jumlahnya bervariasi antara 50 – 250/mm2. Jumlahnya
terbanyak dan lebih dalam pada daerah di mana tekanan paling besar,
seperti pada telapak kaki. Sebagian besar papila mengandung pembuluh-
pembuluh kapiler yang memberi nutrisi pada epitel di atasnya. Papila
lainnya mengandung badan akhir saraf sensoris yaitu badan Meissner.
Tepat di bawah epidermis serat-serat kolagen tersusun rapat.
 Stratum retikularis, lapisan ini lebih tebal dan dalam. Berkas-berkas
kolagen kasar dan sejumlah kecil serat elastin membentuk jalinan yang
padat ireguler. Pada bagian lebih dalam, jalinan lebih terbuka, rongga-
rongga di antaranya terisi jaringan lemak, kelenjar keringat dan sebasea,
serta folikel rambut. Serat otot polos juga ditemukan pada tempat-tempat
tertentu, seperti folikel rambut, skrotum, preputium, dan puting payudara.
Pada kulit wajah dan leher, serat otot skelet menyusupi jaringan ikat pada
dermis. Otot-otot ini berperan untuk ekspresi wajah. Lapisan retikular
menyatu dengan hipodermis/fasia superfisialis di bawahnya yaitu jaringan
ikat longgar yang banyak mengandung sel lemak.

b.) Sel-sel dermis

Jumlah sel dalam dermis relatif sedikit. Sel-sel dermis merupakan sel-sel
jaringan ikat seperti fibroblas, sel lemak, sedikit makrofag dan sel mast.

 Hipodermis, lapisan subkutan di bawah retikularis dermis. Berupa jaringan


ikat lebih longgar dengan serat kolagen halus terorientasi terutama sejajar
terhadap permukaan kulit, dengan beberapa di antaranya menyatu dengan
yang dari dermis. Pada daerah tertentu, seperti punggung tangan, lapis ini
meungkinkan gerakan kulit di atas struktur di bawahnya. Di daerah lain,

5
serat-serat yang masuk ke dermis lebih banyak dan kulit relatif sukar
digerakkan. Sel-sel lemak lebih banyak dari pada dalam dermis.
 Warna kulit, ditentukan oleh tiga faktor, yaitu: pigmen melanin berwarna
coklat dalam stratum basal, derajat oksigenasi darah dan keadaan
pembuluh darah dalam dermis yang memberi warna merah serta pigmen
empedu dan karoten dalam lemak subkutan yang memberi warna
kekuningan. Perbedaan warna kulit tidak berhubungan dengan jumlah
melanosit tetapi disebabkan oleh jumlah granul-granul melanin yang
ditemukan dalam keratinosit.

2.2 Definisi
Dermatitis seboroik (DS) merupakan dermatosis papuloskuamosa kronik
dengan gambaran khas berupa patch dan plak eritem berbatas tegas dan skuama.
Dermatitis seboroik mengenai area yang banyak mengandung kelenjar sebasea.(1)
Dermatitis Seboroik (DS) adalah penyakit kulit dengan keradangan superfisial
kronis yang mengalami remisi dan eksaserbasi dengan area seboroik sebagai
tempat predileksi.(3) Kelainan yang terjadi pada dermatitis seboroik, ditandai kulit
yang kemerahan dan bersisik, mengenai wajah, telinga, leher, dapat meluas ke
dada dan daerah popok.(2)

Dermatitis seboroik disebut juga sebagai seborrhoeic eczema atau pityriasis


simplex. Dermatitis seboroik termasuk dalam golongan chronic papulosquamous
dermatosis yang dapat dengan mudah dikenali dan dapat ditemukan pada usia
bayi dan dewasa.(2) Dermatitis seboroik pada bayi, lazim disebut dengan
dermatitis seboroik infantil.(2) Kelainan ini terjadi pada bulan pertama, biasanya
pada minggu ketiga dan keempat, tersering pada 3 bulan pertama dan akan
menghilang dengan sendirinya tanpa terapi pada usia 8-12 bulan.(2) Tempat
predileksi dermatitis seboroik infantil terutama mengenai kulit kepala, alis, bulu
mata, lipatan nasolabial, bibir, telinga, dada, leher, lipatan paha, dan lipat bokong,
dengan atau tanpa disertai rasa gatal.(2)

6
2.3 Prevalensi
Insiden dermatitis seboroik umumnya terjadi pada segala usia, namun sering
pada 3 bulan pertama kehidupan mencapai 70%, dan dekade keempat hingga
ketujuh kehidupan, sedangkan insidensi pada bayi dikaitkan dengan ukuran dan
aktivitas kelenjar sebasea pada usianya.(2) Prevalensi dermatitis seboroik pada
populasi umum sebesar 1% - 3% dan 34% - 83% pada orang dengan defisiensi
imun. Penelitian di Amerika menunjukkan 3% - 5% dermatitis seboroik terjadi
pada dewasa. Dermatitis seboroik lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan pada semua kelompok umur.(3) Menurut survei yang dilakukan oleh
Foley dan kawan-kawan terhadap 1.116 anak di Australia, didapatkan prevalensi
DS pada anak laki-laki sebesar 10% dan 9,5% pada anak perempuan.(5) Data di
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2000-
2002 tercatat insidensi dermatitis seboroik sebesar 8,3% dari total kunjungan
pasien.(3) Di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr M Djamil Padang dilaporkan
sebanyak 73 kunjungan pasien dengan dermatitis soboroik pada tahun 2016,
dimana insiden dermatitis seboroik ini mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya.(3)

2.4 Etiologi
Etiologi dan patogenesis masih belum diketahui dengan jelas. Beberapa
faktor diduga menjadi penyebab, antara lain:

1. Seborrhea
Dermatitis Seboroik mempunyai korelasi yang kuat antara aktivitas glandula
sebasea dan umur penderita. Penyakit ini sering dihubungkan dengan kulit yang
tampak berminyak ( seborrhea oleosa), namun peningkatan produksi sebum tidak
selalu didapatkan pada penderita DS.(3,6)

7
2. Efek mikrobial
Jamur Malassezia (yang sebelumnya dikenal sebagai jamur Pityrosporum)
sebagai mikroorganisme yang berperan dalam patogenesis DS.(6) Malassezia spp.
adalah jamur lipofilik yang merupakan komponen flora normal kulit orang
dewasa. Gueho dan kawan-kawan memperkenalkan genus Malassezia dan
menggunakan morfologi, ultrastruktur, fisiologi, dan biologi molekuler untuk
mengklasifikasikannya menjadi 10 spesies, yaitu Malassezia globosa, Malassezia
restricta, Malassezia obtusa, Malassezia slooffiae, Malassezia sympodialis,
Malassezia furfur, Malassezia nana, Malassezia dermatis, Malassezia japonica
dan jamur non-lipid dependent, Malassezia pachydermatis.(6) Malassezia spp
membutuhkan sumber lipid eksogen untuk tumbuh pada media kultur dan
cenderung muncul di kulit di sekitar usia pubertas, dimana terdapat peningkatan
hormon androgen yang menyebabkan peningkatan produksi sebum. Jamur ini
membutuhkan lipid untuk memproduksi lipase. Lipase terlibat dalam pelepasan
asam arakidonat, yang terlibat dalam proses keradangan kulit.(6) Malassezia spp.
membutuhkan lipid untuk hidup, sehingga jamur ini paling sering ditemukan di
bagian tubuh yang kulitnya kaya akan lipid, seperti dada, punggung, wajah, dan
kulit kepala. Lokasi ini adalah tempat predileksi untuk manifestasi klinis DS.(6)

3. Status imun
Status imunitas rendah baik disebabkan oleh pengobatan atau penyakit seperti
HIV dan keganasan dapat memicu DS. Manifestasi DS pada penderita HIV
berbeda dalam beberapa hal dari bentuk klasiknya.(3,6) Defisiensi imun memegang
peranan pada penyakit ini, di mana angka kejadiannya sebesar 15% pada
penderita dengan kadar CD4+ lebih dari 200 sel/ml dan mengalami peningkatan
menjadi 58% pada penderita dengan kadar CD4+ kurang dari 200 sel/ml.(6)

8
2.5 Patogenesi
Patogenesis DS didasari pada beberapa hal yaitu:

1. Aktivitas kelenjar sebasea


Produksi sebum terbesar pada kulit kepala, wajah, dada, dan punggung,
Produksinya dikontrol oleh hormon androgen. Pada bayi, kelenjar sebasea
teraktivasi oleh hormon androgen dari ibu. Komponen sebum terdiri dari
kompleks trigliserid, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol, kolesterol
ester dan squalene. Saat disekresi, kandungan sebum yang terdiri dari trigliserid
dan ester, akan dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak
bebas, oleh mikroba komensal di kulit dengan bantuan enzim lipase.(6) Pada
penderita DS, trigliserid dan kolesterol meningkat, namun squalene dan asam
lemak bebas kadarnya menurun dibandingkan orang normal. Asam lemak bebas
terbentuk dari trigliserid melalui aktivitas lipase yang yang diproduksi oleh P.
acnes, dan bakteri ini jumlahnya sedikit pada DS. Hal ini menandakan bahwa
terdapat ketidakseimbangan mikrobial dan penyimpangan komposisi lipid pada
permukaan kulit.(6)

2) Metabolit yang dihasilkan oleh jamur Malassezia


Malassezia membutuhkan lipid sebagai "sumber makanan" untuk tumbuh dan
berproliferasi. Jamur ini mendegradasi sebum (trigliserid) dengan bantuan enzim
lipase menjadi berbagai asam lemak. Namun Malassezia hanya mengkonsumsi
asam lemak yang sangat spesifik, yaitu saturated fatty acid untuk
pertumbuhannya, sedangkan unsaturated fatty acid ditinggalkan di permukaan
kulit.(6) Bentuk metabolit unsaturated fatty acid yang paling banyak dijumpai
adalah asam oleat, dan metabolit inilah yang diduga berperan pada pembentukan
skuama pada DS.(6)

3) Sensitivitas individu terhadap metabolit jamur Malassezia


Telah dikemukakan sebelumnya bahwa penyebab terjadinya DS karena
abnormalitas dari respon host. Hal tersebut juga dibuktikan dengan peningkatan

9
insidensi penyakit ini pada penderita imunokompromais. Belum diketahui dengan
jelas mengapa faktor imun dapat berpengaruh. Parry dan Sharpe menemukan
bahwa DS disebabkan oleh respon inflamasi terhadap toksin atau mediator yang
dihasilkan oleh jamur Malassezia. Mereka menyimpulkan bahwa DS merupakan
suatu respon iritasi terhadap jamur Malassezia.(6) Dengan adanya muatan jamur
yang tidak jauh berbeda antara individu normal dengan penderita DS, maka
diduga penderita DS mungkin mempunyai predisposisi imunologis untuk
terjadinya DS, dan penderita imunokompromais menunjukkan respon keradangan
yang berlebihan terhadap jamur tersebut.(6)

4) Mekanisme imunologis
Pertumbuhan Malassezia furfur yang berlebihan akan menimbulkan
peradangan, tidak hanya disebabkan oleh produk metabolit jamur tersebut pada
epidermis atau adanya sel-sel jamur pada permukaan kulit. Tetapi mekanisme
timbulnya peradangan adalah melalui sel Langerhans dan aktivasi limfosit T oleh
Malassezia atau produknya. Saat Malassezia furfur berikatan dengan serum, maka
ikatan tersebut akan mengaktifkan komplemen melalui direct and alternative
pathway.(6)

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis lesi dermatitis seboroik pada kulit kepala dapat
dikelompokkan menjadi dua tipe:

1. Pityriasis sicca
Tipe lesi dermatitis seboroika yang kering, biasanya berawal dari bercak yang
kecil yang kemudian meluas ke seluruh kulit kepala berupa deskuamasi kering,
sering disertai rasa gatal, dan kadang-kadang disertai inflamasi ringan dengan
membentuk skuama halus (ketombe/Dandruff ). White Dudruff yang asimptomatis
pada kulit kepala disebut dengan Pityriasis sicca.(2)

10
2. Piytiriasis steatoides
Tipe lesi dermatitis seboroika yang basah, ditandai oleh skuama yang
berminyak berwarna kuning disertai eritema ringan sampai berat dan akumulasi
krusta yang tebal. Pada tipe yang berat dapat disertai dengan erupsi
psoriasiformis, eksudat, krusta yang kotor serta bau yang busuk, dengan rasa gatal
pada kulit kepala dan lubang telinga. Keadaan ini dikenal sebagai lesi rekuren
kronis, dan disebut juga sebagai dermatitis seboroik klasik pachy dermatitis
seborrheic.(2)

Manifestasi klinis lesi dermatitis seboroik lainnya terbagi dalam 3 bentuk,


yaitu: (2)
1. Dermatitis seboroik pada kulit kepala berambut (cradle cup),
2. Dermatitis seboroik pada badan (termasuk flexura dan area popok), dan
3. Dermatitis seboroik dengan penyakit leiner (disfungsi familial dan nonfamilial.

Kelainan kulit biasanya dimulai pada usia sekitar minggu ke-2 kelahiran dan
menetap selama beberapa minggu sampai beberapa bulan dengan puncaknya pada
usia 3 bulan, serta menghilang pada usia 8-12 bulan.(2) Lesi kulit pada fase awal
akan berupa plak eritema berbatas tegas, disertai skuama berminyak sehingga
memberikan gambaran ”oily looking skin” , kadang disertai krusta pada puncak
kepala. Kelainan ini berupa krusta meliputi seluruh kulit kepala, menebal, basah
dan melekat disebut ”cradle cup”, “crusta luteal” atau “milk crust”.(2)
Lesi yang meluas ke wajah, retroauricular, lipatan nasolabial, leher, tubuh, dan
ekstremitas proksimal biasanya lebih kecil, lonjong atau bundar dengan skuama
lebih putih/ kering. Kelainam kulit pada lipatan leher, umbilikus, aksila, dan
popok berupa eritema berbatas tegas ditutupi skuama kuning berminyak. Bila
terjadi infeksi oportunistik olah candida, lesi ini menjadi maserasi, dikelilingi lesi
satelit, terdapat rasa gatal ringan, tidak terdapat gangguan tidur ataupun
menyusu.(1,2)
Dermatitis seboroik infantil dapat meluas menjadi generalisata, namun
keadaan umum tetap baik dan perkembangan bayi tetap normal. Bila eritema dan

11
skuama bertambah parah, generalisata disertai pengelupasan kulit, perlu
dipertimbangkan suatu penyakit leiner. Penyakit leiner atau erythroderma
desquamatikcum, adalah penyakit akut jarang dijumpai, diduga sebagai defisiensi
imun berkaitan dengan penyakit disfungsi komplemen C5, terjadi gangguan
fungsi opsonisasineutrofil terhadap sel ragi. Penderita tampak sakit berat, ditandai
dengan dermatitis seboroik infantil generalisata, anemia, diare hebat, dan
muntah.(2)

Gambar 3. (a). lesi dermatitis seboroik pada kepala


(b). lesi dermatitis seboroik pada belakang telinga

Gambar 4. Dermatitis seboroik infantil (a) Dermatitis seboroik yang mirip


dengan psoriasis (b) Gambaran dermatitis seboroik infantil pada wajah.(3)

12
2.7 Penegakan Diagnosis
Dalam mendiagnosis dermatitis seboroik, perlu dipertimbangkan beberapa hal,
yaitu :(2)
 Manifestasi klinis pada bayi dan anak yang tidak banyak berbeda dengan
orang dewasa.
 Masalah sosial yang ditimbulkan, dapat berdampak juga pada
orangtuanya.
 Rasa gatal yang timbul dapat dikatakan minimal, namun manifestasi pada
kulit yang kering, merah, bersisik dan berlansung lama dapat mengganggu
kwalitas hidup, estetika dan emosi.

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan pada lokasi kulit yang terkena serta
sifat skuama, seperti skuama kering atau berminyak, halus atau kasar, selapis atau
berlapis, serta warnanya dan pada kasus yang sulit di diangnosis atau sulit
dibedakan satu dengan yang lain, perlu pemeriksaan histopatologis.
Sebagai klinisi, diperlukan pendekatan klinis dengan melakukan ananesis
secara seksama dan lengkap yang mencakup : (2,6)
 Keluhan utama (kwantitas dan kwalitas)
 Awitan sakit dan perjalanan penyakit
 Faktor eksogen yang mempengaruhi penyakit (perubahan suhu dan iklim)
 Faktor pemacu/pencetus (misalnya infeksi stafilococcus)
 Faktor predisposisi penyakit (genetik, penyakit sistemik yang mendasari,
imunitas tubuh)
 Riwayat penyakit dan perkembangan terapi

13
2.8 Diagnosis Banding(7)

Diagnosis Petunjuk Diagnosis


Psoriasis - Mencakup extensor, palmar, plantar, kuku dan area extensor
- Plaque tebal dibatasi sisik putih
- Riwayat keluarga (+)
- 10% pasien dengan riwayat Arthritis
- Jarang pada anak
Dermatitis - Setelah umur 3 bulan
Atopic - Pruritus dan gelisah
- Mencakup kulit kepala, pipi dan area extensor
- Lebih sering pada umur lebih tua
- Riwayat atopy dalam keluarga seperti eksim, alergi bedak dan asma
Tinea Capitis - Umumnya pada anak-anak sering disertai kerontokan rambut dengan
“titik-titik hitam” (rambut patah)
- Sangat menular
- Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan KOH dari batang rambut dan
jamur
- Seluruh anggota rumah harus di periksa
Rosacea - Biasanya pada wajah
- Papulopustule dan telangiectasis pada malar, hidung, dan daerah bibir
dengan sedikit desquamasi. Edema
SLE (Systemic - Fase akut, ruam kupu-kupu di wajah yang memicu jembatan
Lupus hidung/lipatan nasolabial
Erytematous) - Photosensitivity
- Umumnya : lecet-lecet pada kulit dikaitkan dengan tanda-tanda klinis
lain
- Penegakan diagnosis dengan Tes Histologi dan Serologi (antibodi
autoantibodi antinuclear)
Lainnya : - Eritem, scaling dan crusting pertama kali di kulit kepala dan wajah,
Pemphigus dapat menjalar ke dada dan bagian belakang
Foliaceous
Pityriasis Rosea - Mendadak
- Herald patch dan resolusi dalam beberapa minggu
Syphilis - Lymph-adenopati perifer
Sekunder - Lesi mukosa dan makula-papul pada palmoplantar
Diaper - Pada permukaan kulit yang bersentuhan dengan popok misalnya perut,
Dermatitis alat kelamin, pantat dan paha bagian atas
- Pustula
Langerhans - Penyakit multisistem
Cell - Purplish papule coklat yang mudah menyatu di atas kulit kepala,
Histiocytosis retroaurikular, axilla dan lipatan paha

14
2.9 Tatalaksana
Penatalaksanaan DS secara umum ditujukan untuk menghilangkan skuama dan
krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengendalikan infeksi sekunder, serta
mengurangi eritema dan rasa gatal.
Penatalaksanaan DS pada bayi, untuk area kepala, menghilangkan krusta
dengan asam salisilat 3% dalam olive oil atau dalam sediaan yang larut air,
kompres dengan olive oil hangat, penggunaan glukokortikoid potensi rendah
(misalnya hidrokortison 1%) dalam bentuk krem atau losio selama beberapa hari,
penggunaan topikal anti jamur seperti imidazol (dalam bentuk shampoo), dan
memberi perlindungan kulit dengan emolien dalam bentuk krem atau pasta.(2,3)
Penatalaksanaan pada lipatan, dengan losio pengering seperti clioquinol 0.2-0.5%
dalam lotion zinc atau zinc oil. Pada kasus kandidiasis, lotion nystatin atau
amphotericin B bisa digunakan dengan diikuti pemberian pasta yang lembut.(3)
Pemberian ketoconazole 1% dengan krim 2% efektif dan aman digunakan dua
kali sehari atau dua kali seminggu.(8)
Untuk skalp, skuama yang luas disertai inflamasi dapat diterapi dengan
melembabkan seluruh bagian kulit kepala menggunakan fluocinolone acetonide
0.01% dalam minyak, ditutup dengan penutup kepala plastik semalaman, lalu
dicuci keesokan harinya. Pengobatan ini dilakukan setiap malam sampai inflamasi
membaik, lalu pemakaiannya dijarangkan sampai satu atau tiga kali seminggu.(6)
Daerah lesi pada wajah diterapi dengan krim hidrokortison 1% satu sampai dua
kali sehari sehingga eritema pada kulit dan rasa gatal berkurang.(6) Seborrhea pada
badan dapat diterapi dengan mandi menggunakan shampo atau sabun yang
mengandung zinc atau coal tar. Sebagai tambahan dengan ketokonazole topikal
2% atau kortikosteroid topikal baik dalam bentuk krim, lotion, atau solution yang
dipakai satu sampai dua kali per hari. Walaupun ada pendapat yang tidak
menyetujui pemberian antijamur sistemik, perlu dipikirkan indikasinya untuk
kasus DS yang sangat berat atau luas seperti pada penderita HIV/AIDS. Pada
penderita HIV/AIDS, di mana lesi DS sangat luas maka dapat diberi terapi
ketokonazole oral, 200–400 mg sehari selama 2 minggu atau itrakonazole 200 mg
perhari selama 7 hari atau terbinafin 250 mg/hari.(6)

15
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Langtry dan kawan-kawan (1997),
terbukti bahwa sediaan lithium succinate dalam bentuk ointment (600 mmol/l)
efektif terhadap DS. Cara kerjanya sampai saat ini belum diketahui dengan jelas,
namun dipercaya memiliki efek menghambat pertumbuhan Pityrosporum dengan
menghambat pelepasan asam lemak bebas dari fosfolipid, sehingga substrat
makanan bagi Pityrosporum tidak tersedia. Lithium succinate juga dapat
mengatasi jamur dengan efeknya sebagai "booster" bagi respon imun lokal
terhadap infeksi. Pemakaian preparat ini dua kali sehari tampaknya memberi efek
yang lebih panjang setelah terapi dihentikan, sehingga gejala klinis DS tidak
muncul setelah terapi dihentikan.(6)
Itrakonazole mempunyai afinitas tinggi pada jaringan keratin, seperti kulit,
rambut dan kuku, bisa menetap selama 2–4 minggu dan menimbulkan efek
therapeutic reservoir. Terbinafin termasuk dalam golongan allylamine yang
bersifat spektrum luas terhadap dermatofit, molds, jamur dimorphic, dan yeast.
Bentuk sediaan topikal terbinafin mempunyai efek anti-inflamasi, sedangkan
bentuk oral tidak. Obat antijamur memiliki spektrum efek terapi yang luas,
termasuk antiinflamasi dan hambatan terhadap sintesis ergosterol sebagai
komponen dinding sel jamur yang penting, akibatnya sel jamur akan mati.
Isotretinoin bisa diberikan dalam dosis rendah 0,05-0,10 mg/kgBB setiap hari
selama beberapa bulan, khususnya untuk kasus DS yang sukar sembuh.
Penggunaan terapi narrow-band ultraviolet B merupakan pengobatan yang efektif
dan aman untuk kasus DS yang berat, karena narrow-band UVB akan diserap oleh
Malassezia furfur yang bersifat kromofor.(3) Ultraviolet B fototerapi kadang-
kadang dianggap sebagai pilihan untuk dermatitis seboroik luas atau yang sulit di
terapi, tetapi masih belum diteliti. Pada terapi Ultraviolet B fototerapi terjadi
pembakaran dan dapat timbul efek gatal-gatal serta pada pengobatan jangka
panjang dapat timbul efek karsinogenik pada kulit.(9)

16
Tatalaksana Dermatitis Seboroik dan Ketombe.(7)
a.) Topikal

Obat Dosis/Formula Aturan Pakai Mekanisme Efek


Antijamur
Ketoconazole 2% shampo, Kulit kepala/kulit: Mencegah Sensasi
krim, gel/busa 2x/mgg selama 4 mgg sintesis sel gatal, kering
kemudian 1x/mgg jamur dan terbakar
untuk pemeliharaan
Bifonazole 1% krim/salep, Kulit kepala dan kulit
shampo setiap hari
Miconazole Krim Kulit: 1-2x/hari Sensasi gatal
Ciclopirox 1,5% shampo, Kulit kepala : 2- Menghambat Sensasi
Olamine krim, 3x/mgg selama 4 mgg enzim metal- terbakar
gel/losion kemudian 1x/mgg dependent
untuk perawatan
Kulit: 2x/hari
Selenium 2,5% shampo Kulit kepala : 2x/mgg Cytostatic dan Berubah
Sulfide selama 2 mgg kemudian Keratolytik warna coklat
1x/mgg selama 2 mgg, orange
ulangi setelah 4-6 mgg
Zinc Pyrithione 10% shampo Kulit kepala 2-3x/mgg Peningkatan
tembaga akan
mengganggu
kandungan
protein iron-
sulfur

Obat Dosis/Formula Aturan Pakai Mekanisme Efek


Kortikosteroid
Hydrocortison 1% krim Kulit 1-2x/hari Resiko atrophy
e kulit,
Betamethasone 0,05% losion Kulit kepala dan kulit telangiektasis,
Dipropionate 1-2x/hari Antiinflamasi, folikulitis,
Desonide 0,05% losion, Kulit kepala dan kulit antiiritan hipopigmentasi
gel 2x/hari pada penggunaan
Fluocinolone 0,01% shampo, Kulit kepala/kulit 1 lama
losion/krim atau 2x/hari

17
b.) Sistemik

Obat Dosis/Formulasi Aturan Pakai Mekanisme Efek


Itraconazole Oral : 200 mg 1x/hari selama 7 hari, Menghambat Keracunan hati
kemudian 1x/hari sintesis dinding
selama 2 hari per bulansel,
untuk pemeliharaan antiinflamasi
melalu
penghambatan
metabolit
inhibitor 5-
lipoxygenase
Terbinafine Oral : 250 mg 1x/hari selama 4-6 mgg Menghambat Takikardi dan
kemudian 12 hari/bulan pelepasan Insomnia
selama 3 bulan membran sel
dan sintesis
dinding sel

2.10 Prognosis dan edukasi

Prognosis dermatitis seboroik infantil sangat bagus karena kelainan ini bisa
sembuh sendiri.(3) Prognosis pada umumnya baik karena dapat sembuh tanpa
komplikasi.(10) Pasien dengan dermatitis seboroik memiliki prognosis yang baik,
terutama dermatitis seboroik infantil, yang biasanya sembuh dalam beberapa
minggu atau bulan dan tidak kambuh.(11) Dermatitis seboroik mungkin
memerlukan perawatan selama beberapa tahun tetapi prognosis jangka
panjangnya tetap baik.(11)

Konseling dan Edukasi:(10)


 Memberitahukan kepada orang tua untuk menjaga kebersihan bayi
dan rajin merawat kulit kepala bayi.
 Memberitahukan kepada orang tua bahwa kelainan ini umumnya
muncul pada bulan-bulan pertama kehidupan dan membaik seiring
dengan pertambahan usia.
 Memberikan informasi bahwa penyakit ini sukar disembuhkan tetapi
dapat terkontrol dengan mengontrol emosi dan psikisnya.

18
BAB III
KESIMPULAN

Penatalaksanaan dermattis seboroik secara umum ditujukan untuk


menghilangkan skuama dan krusta, menghambat kolonisasi jamur, mengendalikan
infeksi sekunder, serta mengurangi eritema dan rasa gatal. Sejumlah agen
antijamur bermanfaat untuk pasien dengan dermatitis seboroik, seperti
diantaranya, selenium topikal, zinc, ketoconazole, dan ciclopirox untuk gejala
yang lebih ringan. Selenium dan zinc diperbolehkan saat sebagian besar penyakit
hanya terbatas pada kulit kepala. Golongan obat ini sangat efektif bila digunakan
dalam kombinasi, seperti dengan kortikosteroid topikal atau imunomodulator.
Ciclopirox tampaknya menjadi pilihan yang lebih baik daripada topikal lainnya
sebagai obat untuk penyakit dermatitis seboroik yang ringan dan luas. Lebih
mudah digunakan (hanya dua hingga tiga kali per minggu sebagai sampo), dan
efek antiinflamasinya lebih berkhasiat dari pada obat antijamur lainnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Thaha A. Hubungan Kepadatan Spesies Malassezia dan Keparahan Klinis


Dermatitis Seboroik di Kepala. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin, RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Jurnal Kedokteran dan
Kesehatan. 2015;2(2):124-9.
2. Hajar S. Manifestasi Klinis Dermatitis Seboroik Pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala. 2015;15(3):175-78.
3. Lausarina R, Yenny SW, Asri E. Hubungan Frekuensi Kekambuhan
Dermatitis Seboroik dengan Kualitas Hidup pada Pasien di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas. 2019;
8(1):50-8.
4. Kalangi SJR. Histofisiologi Kulit. Bagaian Anatomi-Histologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado. Jurnal Biomedik (JBM).
2013;5(3):12-20.
5. Astindari, Sawitri, Sandhika W. Perbedaan Dermatitis Seboroik dan Psoriasis
Vulgaris Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Histopatologi. Departemen/Staf
Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo Surabaya.
2014;26(1):72-8.
6. Gayatri L, Barakbah J. Dermatitis Seboroik pada HIV/AIDS.
Departemen/Staf Medik Fungsional Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga/Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo
Surabaya. 2011;23(3).229-33.
7. Borda LJ, Wikramanayake TC. Seborrheic Dermatitis and Dandruff: A
Comprehensive Review. J Clin Investigat Dermatol. 2015;3(2):2-10.
8. Clark GW, Pope SM, Jaboori KA. Diagnosis and Treatment of Seborrheic
Dermatitis. American Academy of Family Physicians. 2015;91(3):186-90
9. Naldi L, Rebora A. Seborrheic Dermatitis. The New England Journal Of
Medicine. 2009;360:387-96.

20
10. Panduan Praktik Klinik Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia. Edisi revisi Tahun 2014.
11. Ooi ET, Tidman MJ. Improving the management of seborrhoeic dermatitis.
Department of Dermatology, Royal Infirmary of Edinburgh, Edinburgh, UK.
Special Report. 2014;258(1768):23-6.

21

Anda mungkin juga menyukai

  • Case Sindrom Nefrotik
    Case Sindrom Nefrotik
    Dokumen26 halaman
    Case Sindrom Nefrotik
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Tinjauan Pustaka Kad
    Tinjauan Pustaka Kad
    Dokumen1 halaman
    Tinjauan Pustaka Kad
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • STATUS UJIAN PSIKIATRI Dr. Susi
    STATUS UJIAN PSIKIATRI Dr. Susi
    Dokumen20 halaman
    STATUS UJIAN PSIKIATRI Dr. Susi
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Case Sindrom Nefrotik
    Case Sindrom Nefrotik
    Dokumen26 halaman
    Case Sindrom Nefrotik
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Case Ujian Tinea Cruris Et Korporis
    Case Ujian Tinea Cruris Et Korporis
    Dokumen6 halaman
    Case Ujian Tinea Cruris Et Korporis
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner
    Kuesioner
    Dokumen1 halaman
    Kuesioner
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kuesioner Insomnia
    Kuesioner Insomnia
    Dokumen2 halaman
    Kuesioner Insomnia
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • CA Karan
    CA Karan
    Dokumen15 halaman
    CA Karan
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Resume
    Resume
    Dokumen2 halaman
    Resume
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Resume
    Resume
    Dokumen2 halaman
    Resume
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kuis
    Kuis
    Dokumen2 halaman
    Kuis
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • CA Karan
    CA Karan
    Dokumen15 halaman
    CA Karan
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Referat Dermatitis Seboroik
    Referat Dermatitis Seboroik
    Dokumen26 halaman
    Referat Dermatitis Seboroik
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Etiologi Sinosinusitis
    Etiologi Sinosinusitis
    Dokumen5 halaman
    Etiologi Sinosinusitis
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Anemia Hemolitik
    Anemia Hemolitik
    Dokumen22 halaman
    Anemia Hemolitik
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Seminar 4
    Seminar 4
    Dokumen21 halaman
    Seminar 4
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Penyuluhan
    Penyuluhan
    Dokumen11 halaman
    Penyuluhan
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 8 Kasus 3
    Kelompok 8 Kasus 3
    Dokumen27 halaman
    Kelompok 8 Kasus 3
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Abstrak Laporan Kasus Low Back Pain
    Abstrak Laporan Kasus Low Back Pain
    Dokumen3 halaman
    Abstrak Laporan Kasus Low Back Pain
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kasus 4 GHP Kelompok 4
    Kasus 4 GHP Kelompok 4
    Dokumen21 halaman
    Kasus 4 GHP Kelompok 4
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 9
    Kelompok 9
    Dokumen20 halaman
    Kelompok 9
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • PPT
    PPT
    Dokumen28 halaman
    PPT
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kasus 4 HIO Kelompok 9
    Kasus 4 HIO Kelompok 9
    Dokumen47 halaman
    Kasus 4 HIO Kelompok 9
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • 3
    3
    Dokumen24 halaman
    3
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2 GHP
    Kasus 2 GHP
    Dokumen27 halaman
    Kasus 2 GHP
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kasus 2 GHP
    Kasus 2 GHP
    Dokumen28 halaman
    Kasus 2 GHP
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Kasus 4 HIO Kelompok 9
    Kasus 4 HIO Kelompok 9
    Dokumen24 halaman
    Kasus 4 HIO Kelompok 9
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Seminar 4
    Seminar 4
    Dokumen21 halaman
    Seminar 4
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat
  • Seminar 3 Kelompok 5
    Seminar 3 Kelompok 5
    Dokumen28 halaman
    Seminar 3 Kelompok 5
    Noviara Ghita Thiananda
    Belum ada peringkat