Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH GAWAR DARURAT UROGENITAL

KOLIK URETER

DISUSUN OLEH :

ALDA TITANIA (P07220216002)


BAHRI SUBANDI (P07220216007)
FARIZ NAUFALDI (P07220216026)
YUSPITA SARI (P07220216039)
YUSVA MAHARANI (P07220216040)

KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Saya
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk masyarakan ini
dan memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Samarinda, 31 Juli 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................................3

B. Rumusan Masalah.......................................................................................4

C. Tujuan.........................................................................................................4

D. Manfaat......................................................................................................5

BAB II TEORI ASUHAN KEPERAWATAN...........................................6

A. Pengertian..................................................................................................6

B. Etiologi.......................................................................................................6

C. Patofisiologi...............................................................................................8

D. Tanda dan gejala........................................................................................9

E. Pemeriksaan diagnostik.............................................................................10

F. Komplikasi.................................................................................................16

G. Penatalaksanaan........................................................................................16

H. Algoritme Penanganan.............................................................................19

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN

A. WOC........................................................................................................20

B. Pengkajian................................................................................................21

C. Diagnosa Keperawatan............................................................................24

D. Intervensi.................................................................................................24

E. Implementasi...........................................................................................26

1
F. Evaluasi.................................................................................................26

BAB IV PENUTUP.................................................................................27

A. Kesimpulan..........................................................................................27

B. Saran.....................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................28

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolik renal adalah nyeri yang bersifat hilang timbul yang disebabkan
oleh obstruksi akut di ginjal, pelvis renal atau ureter. Nyeri ini timbul akibat
peregangan, peningkatan perstaltik dan spasme otot polos pada sistem
pelviokalises ginjal atau ureter sebagai usaha untuk mengatasi obstruksi.
Nyeri dirasakan di flank area yaitu daerah sudut kostovertebra kemudian
dapat menjalar ke dinding depan abdomen, ke regio inguinal, hingga ke
daerah kemaluan. Nyeri muncul tiba-tiba dan bisa sangat berat sehingga
digambarkan sebagai nyeri terberat yang dirasakan manusia seumur hidup.
Kolik renal sering disertai, hematuria, dan demam, bila disertai infeksi.
Penyebab paling umum penyebab kolik renal adalah batu ginjal
(nephrolithiasis). Bertambah parahnya nyeri bergantung pada; posisi batu,
letak batu, ukuran batu, ukuran, atau sifat abrasi batu ginjal. Bekuan darah
atau fragmen jaringan juga dapat menyebabkan hal yang sama. Kolik karena
bekuan darah sering ditemui pada penyakit gangguan pembekuan darah
herediter, trauma, neoplasma dari ginjal dan traktus urinarius, perdarahan
setelah biopsi renal perkutan, kista renal, malformasi vaskular renal, nekrosis
papilar, tuberkulosis, dan infark pada ginjal. Nyeri non kolik biasanya terjadi
akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada
ginjal.
Di Amerika Serikat, pasien dengan kolik renal memegang
andil dalam 1 juta kunjungan ke emergensi setiap tahun dan 1 dari 1000
pasien kolik renal dirawat inap. Di salah satu rumah sakit di Italia, kolik
renal didiagnosis pada 1% kasus; 21,6% di antaranya merupakan kasus
rekuren; rasio pria-wanita sebesar 1,4-1. Insidennya lebih tinggi pada usia
25 hingga 4
4 tahun. Di Indonesia, belum ada data epidemiologis tentang pasien yang
datang dengan keluhan kolik renal namun angka kejadian batu ginjal,

3
sebagai penyebab kolik renal, tahun 2005 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.636
kasus baru, dengan jumlah kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan
jumlah pasien yang sirawat adalah sebesar 19.018 orang, dengan jumlah
kematian adalah sebesar 378 orang.
Pemahaman tentang epidemiologi sangat penting untuk
melakukan upaya pencegahan yang efektif. Kejadian pembentukan batu
ginjal paling tinggi diantara orang kulit putih antara usia 30 dan 60 tahun.
Kejadian batu ginjal pada pria adalah tiga kali kejadian pada wanita dan
50% dari semua pasien yang mengalamipengalaman kekambuhan gejala
batu ginjal dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Selanjutnya, pasien dengan
riwayat keluarga batu ginjal memiliki insiden 25 kali lipat lebih tinggi dari
pembentukan batu dibandingkan dengan pasien tanpa riwayat keluarga
dari nefrolitiasis. Timur laut, tenggara, dan barat daya wilayah di Amerika
Serikat memiliki insiden tertinggi dari nefrolitiasis.

B. Rumusan masalah
1. Pengertian kolik ureter ?
2. Etiologi kolik ureter?
3. Patofisiologi kolik ureter?
4. Tanda dan gejala kolik ureter?
5. Pemeriksaan diagnostic kolik ureter?
6. Komplikasi kolik ureter?
7. Penatalaksanaan kolik ureter?
8. Algoritme kolik ureter?
9. Seperti apa asuhan keperawatan kolik ureter?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yakni :

1. Untuk mengetahui Pengertian kolik ureter


2. Untuk mengetahui Etiologi kolik ureter
3. Untuk mengetahui Patofisiologi kolik ureter

4
4. Untuk mengetahui Tanda dan gejala kolik ureter
5. Untuk mengetahui Pemeriksaan diagnostic kolik ureter
6. Untuk mengetahui Komplikasi kolik ureter
7. Untuk mengetahui Penatalaksanaan kolik ureter
8. Untuk mengetahui Algoritme kolik ureter
9. Untuk mengetahui asuhan keperawatan kolik ureter

D. Manfaat
Agar mahasiswa paham dan dapat memperdalam ilmu tentang kolik ureter
serta tau tindakan yang harus dilakukan.

5
BAB II

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengertian
Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau
infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di
dalam kandung kemih (batu kandung kemih).Proses pembentukan batu ini
disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis).
Batu saluran kemih adalah adanya batu di traktus urinarius. (ginjal,
ureter, atau kandung kemih, uretra) yang membentuk kristal; kalsium,
oksalat, fosfat, kalsium urat,asam urat dan magnesium.(Brunner &
Suddath,2002). Batu saluran kemih atauUrolithiasis adalah adanya batu di
dalam saluran kemih. (Luckman dan Sorensen).
Dari dua definisi tersebut diatas saya mengambil kesimpulan
bahwa batu saluran kemih adalah adanya batu di dalam
saluran perkemihan yang meliputi ginjal, ureter,kandung kemih dan uretra.

B. Etiologi
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih sampai saat ini belum
diketahui pasti,tetapi ada beberapa faktor predisposisi terjadinya batu pada
saluran kemih yaitu
1. Infeksi
Infeksi saluran kencing dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal
dan akan menjadiinti pembentukan batu saluran kemih . Infeksi bakteri
akan memecah ureum danmembentuk amonium yang akan mengubah
pH urine menjadi alkali.

2. Stasis dan Obstruksi urine

6
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah pembentukan
batu salurankemih

3. Ras
Pada daerah tertentu angka kejadian batu saluran kemih lebih tinggi
daripada daerah lain, Daerah seperti di Afrika Selatan hampir tidak
dijumpai penyakit batu saluran kemih.

4. Air minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan
mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ,sedangkan kurang
minum menyebabkan kadarsemua substansi dalam urine meningkat.

5. Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan
terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.

6. Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan
keringat sedang kanasupan air kurang dan tingginya kadar mineral
dalam air minum meningkatkan insiden batu saluran kemih.

7. Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka
morbiditas batu salurankemih berkurang. Penduduk yang vegetarian
yang kurang makan putih telur lebih sering menderita batu saluran
kemih ( buli-buli dan Urethra )

7
C. Patofisiologi

Mekanisme nyeri yang berasal dari ginjal terdiri dari dua tipe yaitu
kolik renal dan non kolik renal. Kolik renal terjadi oleh karena peningkatan
tekanan dinding dan peregangan dari sistem genitourinary. Non kolik renal
disebabkan oleh karena distensi dari kapsul renal. Secara klinis sulit untuk
membedakan kedua tipe ini. Peningkatan tekanan pelvis renal oleh karena
obstruksi berupa batu akan menstimulasi sintesis dan pelepasan prostaglandin
yang secara langsung menyebabkan spasme otot ureter. Serta kontraksi otot
polos ureter ini akan menyebabkan gangguan peristaltik dan pembentukan
laktat lokal. Akumulasi dari laktat ini akan menyebabkan iritasi serabut syaraf
tipe A dan C pada dinding ureter. Serabut syaraf ini akan mengirimkan sinyal
ke dorsal root ganglia T11 – L1 dari spinal cord dan akan diinterprestasikan
sebagai nyeri pada korteks serebri. Kolik renal terjadi karena obstruksi dari
urinary flow oleh karena BSK, dan diikuti dengan peningkatan tekanan
dinding saluran kemih (ureter dan pelvik), spasme otot polos ureter, edema
dan inflamasi daerah dekat BSK, meningkatnya peristaltik serta peningkatan
tekanan BSK di daerah proksimal.6 Peningkatan tekanan di saluran kemih ini
serta peningkatan tekanan aliran darah dan kontraksi otot polos uretra
merupakan mekanisme utama timbulnya nyeri atau kolik ini. Selain itu juga
karena terjadinya peningkatan sensitifitas 3 terhadap nyeri.

Peningkatan tekanan di pelvik renal akan menstimulasi sintesis dan


pelepasan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi dan diuresis dimana hal
ini akan menyebabkan peningkatan tekanan intrarenal. Prostaglandin berperan
langsung pada ureter untuk spasme otot polos ureteral. Permanen obstruksi
saluran kemih oleh karena BSK, menyebabkan lepasnya prostaglandin sebagai
respon terhadap inflamasi. Beberapa waktu pertama obstruksi ini perbedaan
tekanan antara glomerulus dan pelvik menjadi sama sehingga berakibat GFR
(Glomerular Filtration Rate) dan aliran darah ginjal menurun. Jika obstruksi
ini tidak diatasi maka dapat terjadi gagal ginjal akut (acute renal failure).

8
D. Tanda dan Gejala

Gejala utama kolik renal ini adalah nyeri dengan onset akut dan
intensitas berat, unilateral yang berawal dari daerah pinggang atau daerah
flank yang menyebar ke labia pada wanita dan pada paha atau testis pada laki-
laki. Nyeri berlangsung beberapa menit atau jam, dan terjadi spasme otot
bersifat hilang timbul. Nyeri biasanya sangat berat dan merupakan
pengalaman buruk yang pernah dialami pasien. Derajat keparahan nyeri
tergantung pada derajat obstruksi dan ukuran batu. Posisi batu juga
berhubungan dengan penyebaran nyeri. Kolik biasanya disertai dengan mual,
muntah, sering BAK, disuria, oliguria dan hematuria.

Kolik renal muncul oleh karena hasil dari obstruksi saluran kemih
oleh batu pada area anatomi yang sempit di ureter, Pelvic Ureter Junction
(PUJ), Vesico Ureteric Juntion (VUJ). Lokasi nyeri berhubungan dengan
prediksi letak batu namun bukan merupakan hal yang akurat. Batu yang
berada pada Pelvic Uretra Junction (PUJ) biasanya nyeri dengan derajat berat
pada daerah sudut kostovertebra dan menyebar sepanjang ureter dan gonad.
Jika batu pada midureter, maka rasa nyeri sama dengan batu di PUJ, namun
pasien mengeluhkan nyeri tekan pada regio abdominal bawah. Batu yang
berada pada daerah distal ureter akan menimbulkan rasa nyeri yang menyebar
ke paha serta ke testis pada laki-laki dan ke labia mayor pada perempuan.
Pada pemeriksaan fisik didapati pasien banyak bergerak untuk mencari posisi
tertentu untuk mengurangi nyeri dan hal ini sangat kontras dengan iritasi
abdomen yaitu dimana pasien dengan posisi 4 diam untuk mengurangi nyeri.
Selain itu juga didapati nyeri pada sudut kostovertebra ataupun pada kuadran
bawah. Hematuria masif sekitar 90%. Namun absen hematuri tidak
mengeksklusi adanya BSK. Mual dan muntah juga muncul oleh karena
distensi sistem saraf splanchnic dari kapsul renal dan usus.

Jenis batu yang biasanya didapati adalah batu kalsium (kalsium


oksalat, kalsium posfat dan campuran kalsium oksalat dan posfat). Sedangkan
20% lainya disebabkan asam urat, sistin dan sturvit.

9
E. Pemeriksaan Diagnostik

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah :

a. Urinalisa Urin dipstik dapat digunakan untu menegakkan suatu


diagnosa kolik renal dan untuk mengeksklusi infeksi. Biasanya ditemukan
hematuria yaitu terdapatnya eritrosit pada urinalisa yang mendukung
suatu diagnosa akut kolik renal. Jika tidak ditemukan hematuria bukan
berarti diagnosa ini dapat dieksklusi. Sedangkan adanya nitrit dan
leukosit esterase pada urin menandakan suatu infeksi.
b. Foto polos abdomen Foto polos abdomen meliputi Kidney Ureter
Blader (KUB) memiliki sensitifitas 45-60% . Keadaan yang dapat
mempersulit diagnosa ini yaitu jika didapati keadaan faecolith dan
phlebiliths (kalsifikasi abdomen dan pelvik). KUB tidak dapat
memvisualisasi batu radiolusen (10-20%). Foto polos abdomen memiliki
kelemahan yaitu akan sulit mendeteksi batu urat radiolusen, batu dengan
ukuran kecil yang terletak sejajar tulang, interprestasi sulit dan sedikit
sensitif untuk obstruksi. Foto Kidney, Ureter, Bladder ini dapat menilai
ukuran, bentuk dan lokasi dari BSK pada pasien.Sebagai contoh kita
dapat melihat foto KUB berikut :

10
c. Ultrasonograpi Ultrasonograpi dapat menilai BSK pada daerah PUJ,
VUJ dan pelvik renal serta kaliks. Ultrasonograpi merupakan pilihan
yang aman pada wanita hamil. Sensitif dalam menilai obstruksi, namun
bergantung kepada operator dan sulit dalam menilai batu berukuran kecil
pada ureter.
d. Intravenous Urography (IVU) Intravenous urography (IVU)
merupakan gold standar untuk mendiagnosa kolik renal. IVU ditemukan
pertama kali pada tahun 1923. IVU ini dapat memberikan informasi
struktral dan fungsional dari renal yang terdiri dari ukuran dan derajat
obstruksi. IVU dapat mendeteksi sekitar kasus sekitar 70-90%. Namun
IVU hanya dapat mendeteksi batu radioopak (80-90%). Beberapa efek
negatif IVU yaitu paparan radiasi, resiko nefrotoksik dan alergi kontras.
Insiden terjadinya nefrotoksik oleh karena kontras ± 1%, sedangkan pada
kondisi dengan gangguan ginjal sebelumnya serta Diabetes Melitus (DM)
insiden terjadinya yaitu ± 25%. Sedangkan alergi zat kontras yaitu 5-10%
meliputi reaksi ringan berupa : muntah dan urticaria, sedangkan reaksi
berat berupa bronkospasme dan reaksi anapilaktik ( yaitu 157 per 100000
kasus). Insiden ini dapat dicegah melalui pemberian kontras dengan
osmolalitas rendah.

11
e. Non – contrast enhanced computed tomography Computed
Tomography (CT) ini merupakan alternatif yang populer pada saat
sekarang ini. Alat ini memiliki keuntungan dan kekurangan sbb:

1. Keuntungan Keuntungan CT dibanding IVU yaitu memiliki


sensitivitas dan spesifisitas yang lebih tinggi untuk mendeteksi batu,
tidak menggunakan kontras intravena dan tidak membutuhkan
waktu yang lama serta memungkinkan untuk diagnosa alternatif.
Akurasi non-contrast CT dalam mendeteksi batu yaitu dengan
sensitifitas, spesifisitas dan positive predictive value
96%,100%,100%. CT dapat mendeteksi baik batu radioopak
ataupun radiolusen. Ketika CT mendeteksi batu, foto polos
abdomen harus dilakukan untuk menilai apakah batu tersebut
radioopak. Selanjutnya KUB radiograph dapat digunakan untuk
menilai apakah batu telah bergeser atau telah keluar. Selain itu, CT
dapat mendeteksi kelainan di luar saluran kemih sekitar 6-12%
diantaranya Pelvic Inflammatory Disease (PID), massa adneksa,

12
abses tubaovaria, apendisitis, divertikulitis, kolesistitis, pancreatitis
atau malignansi lain.

Kelemahan CT 7 Keterbatasan CT adalah tidak dapat


mengevaluasi fungsi renal serta tidak dapat menilai derajat
obstruksi. Gambaran obstruksi pada CT berupa hidronefrosis,
hidroureter, nefromegali dan inflamasi. Hal ini sebanding dengan
terlambatnya ekskresi pada IVU. Kelemahan lain dari CT adalah
sinar radiasi yang tinggi dibandingkan dengan KUB atau IVU. Sinar
radiasi ini sebanding dengan 3 kali IVU dan 10 kali foto polos
abdomen. Resiko malignansi sekitar 1 dari 4000. Kelemahan lain
yaitu tidak tersedia 24 jam dan memerlukan ahli radiologi dalam
interprestasinya serta biaya yang tinggi.

Pada tabel berikut dapat dilihat perbedaan paparan radiasi


berdasarkan jenis pemeriksaan .

13
Sedangkan pada tabel 2 ini dapat kita lihat perbandingan
Intravenous Urography dengan CT

14
Pada gambar dibawah ini kita dapat mendiagnosa kolik renal akut
dengan cara yang lebih sederhana sbb:

15
F. Komplikasi
a. Obstruksi
b. Hidronephrosis
c. Gagal ginjal
d. Perdarahan
e. Pada laki-laki dapat terjadi impoten

G. Penatalaksanaan
a. Tujuan:
1) Menghilangkan obstruksi
2) Mengobati infeksi.
3) Mencegah terjadinya gagal ginjal
Mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi (terulang kembali).

b. Operasi
dilakukan jika:
1) Sudah terjadi stasis/bendungan.
2) Tergantung letak dan besarnya batu, batu dalam
pelvis dengan bendungan positif harus dilakukan operasi.

c. Therapi
1) Analgesik untuk mengatasi nyeri.
2) Allopurinol untuk batu asam urat
3) Antibiotik untuk mengatasi infeksi.

d. Diet
Diet atau pengaturan makanan sesuai jenis batu yang ditemukan.
1) Batu kalsium oksalatMakanan yang harus dikurangi adalah
jenis makanan yang mengandung kalsiumoksalat seperti:
bayam, daun sledri, kacang-kacangngan, kopi, coklat;
sedangkan untuk kalsium fosfat mengurangi makanan yang

16
mengandung tinggi kalsiumseperti ikan laut, kerang,
daging, sarden, keju dan sari buah.
2) Batu struvite; makanan yang perlu dikurangi adalah
keju, telur, susu dan daging.
3) Batu cystin; makanan yang perlu dikurangi antara lain
sari buah, susu, kentang.
4) Anjurkan konsumsi air putih kurang lebih 3 -4 liter/hari serta
olah raga secarateratur

e. Extracorporal Shock Wave Lithotripsy ( ESWL )


ESWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran
kemih. Badlani (2002) menyebutkan prinsip dari ESWL adalah
memecah batu saluran dengan menggunakan gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang
dihasilkan oleh mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu
dengan berbagai cara. Sesampainya di batu, gelombang kejut tadi akan
melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali gelombang kejut
untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil,
selanjutnya keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit. Al-
Ansari (2005) menyebutkan komplikasi ESWL untuk terapi batu ureter
hampir tidak ada. Keterbatasan ESWL antara lain sulit memecah batu
keras (misalnya kalsium oksalat monohidrat), perlu beberapa kali
tindakan, dan sulit pada orang bertubuh gemuk. Penggunaan ESWL
untuk terapi batu ureter distal pada wanita dan anak-anak juga harus
dipertimbangkan dengan serius karena ada kemungkinan terjadi
kerusakan pada ovarium.

f. Ureterorenoskopic (URS)
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah
mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi
dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah

17
sukses dalam memecah batu ureter. Keterbatasan URS adalah tidak
bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar, sehingga
diperlukan alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan
untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada
pengalaman masing-masing operator dan ketersediaan alat tersebut.

g. Percutaneous Nefro Litotripsy (PCNL)


PCNL yang berkembang sejak dekade 1980 secara teoritis
dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Namun, URS dan
ESWL menjadi pilihan pertama sebelum melakukan PCNL. Meskipun
demikian untuk batu ureter proksimal yang besar dan melekat memiliki
peluang untuk dipecahkan dengan PCNL (Al-Kohlany, 2005). Menurut
Al-Kohlany (2005), prinsip dari PCNL adalah membuat akses ke kalik
atau pielum secara perkutan. Kemudian melalui akses tersebut
dimasukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah. Keuntungan
dari PCNL adalah apabila letak batu jelas terlihat, batu pasti dapat
diambil atau dihancurkan dan fragmen dapat diambil semua karena
ureter bisa dilihat dengan jelas. Proses PCNL berlangsung cepat dan
dapat diketahui keberhasilannya dengan segera. Kelemahan PCNL
adalah PCNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi

18
H. Algoritma Penanganan

Dipastikan batu

Temukan kegawatdaruratan :
Segera konsultasi
Urosepsis ke spesialis urologi

Anuria

Pertimbangkan rawat inap :


Konsultasi ke
Nyeri berulang spesialis urologi
Mual berulang

Gejala yang dapat ditatalaksana

Batu uretra < 5mm Batu ginjal atau Rujuk ke spesialis


batu uretra > 5mm urologi

Coba dengan terapi


konservatif

Pemeriksaan
radiologis ginjal,
ureter, dan
kandung kemih
setiap minggu

Batu berhasil Batu gagal


melewati traktus melewati traktus
urinarius urinarius dalam 2 -
4 minggu

19
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. WOC

20
B. Pengkajian

1. Identitas

Secara otomatis ,tidak factor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam proses
pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolgitiasis dilapangan sering kali
terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena
pola hidup, aktifitas, dan geografis. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 121)

2. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada
saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami
gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011: hal 2)

3. Pola psikososial

Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri


hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya.

Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

a. Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot, tetapi
dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas relative dibantu
oleh keluarga,misalnya berpakaian, mandi makan,minum dan lain
sebagainya,terlebih jika kolik mendadak terjadi. (Prabowo E, dan Pranata, 2014:
hal 121)

b. Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri
hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi ph pencernaan yang asam
akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan sbenarnya tidak ada
masalah. Namun, klien sering kali membatasi minum karena takut urinenya
semakin banyak dan memperparah nyeri yang dialami. (Prabowo E, dan Pranata,
2014: hal 121)

21
c. Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali
diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing
(disuria, pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek), kencing sedikit
(oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis). (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal
121)

4. Pemeriksaan fisik

Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat.
Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV,
biasanya tidak perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardi akibat nyeri
yang hebat, nyeri pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika
(vesikolithiasis/uretrolithiasis), teraba massa keras/batu (uretrolthiasis). (Prabowo
E, dan Pranata, 2014: hal 122)

a. Keadaan umum

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai tanpa kelainan fisik
sampai tanda-tanda sakit berat tergantung pada letak batu dan penyulit yang
ditimbulkan. Terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami gangguan
gastrointestinal dan perubahan. (Dian, 2011: hal 2 )

b. Tanda-tanda vital

Kesadaran compos mentis, penampilan tampak obesitas, tekanan darah 110/80


mmHg, frekuensi nadi 88x/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit, suhu 36,2 C, dan
Indeks Massa Tubuh (IMT) 29,3 kg/m2. Pada pemeriksaan palpasi regio flank
sinistra didapatkan tanda ballotement (+) dan pada perkusi nyeri ketok
costovertebrae angle sinistra (+). (Nahdi Tf, 2013: hal 48)

22
c. Pemeriksaan fisik persistem

1) Sistem persyarafan, tingkat kesadaran, GCS, reflex bicara, compos mentis.


(Nahdi Tf, 2013: hal 50)

2) Sistem penglihatan, termasuk penglihatan pupil isokor, dengan reflex cahaya


(+) . (Nahdi Tf, 2013: hal 50)

3) Sistem pernafasan, nilai frekuensi nafas, kualitas, suara dan jalan nafas. Atau
tidak mengeluh batuk atau sesak. Tidak ada riwayat bronchitis, TB, asma,
empisema, pneumonia. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)

4) Sistem pendengaran, tidak ditemukan gangguan pada sistem pendengaran.


(Nahdi Tf, 2013: hal 50)

5) Sistem pencernaan, Mulut dan tenggorokan: Fungsi mengunyah dan menelan


baik, Bising usus normal. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)

6) Sistem abdomen, adanya nyeri tekan abdomen, teraba massa keras atau batu,
nyeri ketok pada pinggang. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 122)

7) Sistem reproduksi tidak ada masalah/gangguan pada sistem reproduksi.


(Nahdi Tf, 2013: hal 50)

8) Sistem kardiovaskuler, tidak ditemukan gangguan pada sistem


kardiovaskular. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)

9) Sistem integumen, hangat, kemerahan, pucat. (Dian, 2011 : hal 20)

10) Sistem muskuluskletal, mengalami intoleransi aktivitas karena nyeri yang


dirasakan yang melakukan mobilitas fisik tertentu. (Nahdi Tf, 2013: hal 50)

11) Sistem perkemihan, adanya oliguria, disuria, gross hematuria, menjadi ciri
khas dari urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika
pada palpasi vesika (vesikolithiasis/ urolithiasis, nyeri yang hebat, nyeri ketok
pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/uretrolithiasis),
teraba massa keras/batu (uretrolithiasis). nilai frekuensi buang air kecil dan
jumlahnya, Gangguan pola berkemih. (Prabowo E, dan Pranata, 2014: hal 122)

23
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisiologis (D.0077)
2. Gangguan Eliminasi Urine b.d iritasi kandung kemih (D.0040)
3. Retensi Urine b.d tekanan ureter tinggi (D.0050)

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan dan Kriteia Intervensi


Keperawatan Hasil
Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan 1.1 Indentifikasi lokasi,
cidera fisiologis asuhan keperawatan karakteristik, durasi,
(D.0077) diharapkan Nyeri dapat frekuensi, kualitas,
teratasi : intensitas nyeri

Kh: 1.2 Identifikasi skala nyeri

1. Keluan Nyeri 3 1.3 Identifikasi respons

2. Meringis 2 nyeri non verbal

3. Gelisah 3 1.4 monitor keberhasilan


terapi koplementer yang
4. Melaporkan nyeri
sudah diberikan
tekonrol 3
1.5 Monitor efek samping
5. Kemampuan
penggunaan analgetik
menggunakan tehnik
non-farmakologis 2 1.6 Monitor tanda-tanda
vital

24
Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan 2.1 Mengkaji pola kemih
Urine b.d iritasi asuhan keperawatan dan mencatat produksi
kandung kemih diharapkan pola urine tiap 6 jam
(D.0040) eliminasi dapat optimal 2.2 Menganjurkan pasien
Kh : minum 2.000 cc/hari

1. Distensi kandung 2.3 monitor asupan dan


kemih 2 pengeluaran

2. Frekuensi berkemih 4

3. Sensasi berkemih 3

Retensi Urine b.d Setelah dilakukan


3.1 monitor intake dan
tekanan ureter tinggi asuhan keperawatan
output urine
(D.0050) diharapkan
Menunjukkan 3.2 Monitor penggunaan

kontinesia urine, yang obat antikolionergik


dibuktikan oleh 3.3 Monitor derajat distensi
indicator berikut bladder
(sebutkan 1-5: selalu,
3.4 Instruksikan pada pasien
sering, kdang-kadang,
dan keluarga untuk
jarang, atau tidak
mencatat output urine
pernah di tunjukkan):
3.5 Katerisasi jika perlu
a. Kebocoran urine
diantara berkemih

b. Urine residu pasca-


berkemih > 100-200 cc

25
Kh :

1. Kontinesia urine:
pengendalian eliminasi
urine dari kandung
kemih

2. Eliminasi urine:
pengumpulan dan
pengeluaran urine

E. Implementasi Keperawatan

Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan


Keperawatan, implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan
dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan.

F. Evaluasi Keperawatan
Menurut Setiadi,(2012) dalam buku Konsep & Penulisan Asuhan
Keperawatan, Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencaan tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan klien,
keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.

26
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kolik renal merupakan nyeri viseral akibat spasme otot polos organ
berongga yang pada umumnya disebabkan karena hambatan pasase dalam
rongga tersebut. Kolik renal dengan onset akut, intensitas berat, unilateral dan
biasanya disertai mual, muntah, anuria, oliguria, hematuria dll. Kolik renal
disebabkan oleh batu ginjal serta penyebab lainnya. Penanganan kolik renal
meliputi manajemen nyeri, manajemen mual dan muntah serta pasase oleh
karena batu.

B. Saran

27
DAFTAR PUSTAKA

Masarani, M dan Dinneen, M. 2007. Ureteric colic: new trends in diagnosis and treatment.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2600100/pdf/469.pdf. Diakses
tanggal 17 April 2013. Jam 16.10 WIB
Metro Urology. 2008. Double J Stent Instructions. http://www.metro-urology.com/wp-
content/uploads/pdf/Procedures/Double%20J%20Stent%20Instructions.pdf.
Diakses tanggal 17 April 2013. Jam 16.13 WIB.
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011, Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai