Anda di halaman 1dari 4

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis

dapat menyelesaikan penyusunan ” Review Jurnal Uji Disolusi Terbanding Zat Karbamazepin

dalam Bentuk Sediaan Tablet “ Penulisan review jurnal merupakan salah satu tugas dan

persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Sediaan Solid Program Studi S1 Farmasi.

Penulisan review jurnal ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-

pihak yang membantu dalam menyelesaikan review jurnal ini, khususnya kepada Tim

Kelompok. Sediaan Solid selaku dosen pembimbing mata kuliah Sediaan Solid.

Penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang

telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa

Robbal ‘Alamiin. Pelaksanaan Penulisan Review Jurnal ini penulis merasa masih banyak

kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan

yang penulis miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi

penyempurnaan pembuatan review jurnal ini.

Tasikmalaya, 25 November 2019


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tablet adalah sediaan padat yang mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan

pengisi. Berdasarkan metode pembuatan, dapat digolongkan sebagai tablet cetak dan tablet

kempa. Tablet kempa dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul

menggunakan cetakan baja. Tablet dapat dibuat dengan cara menekan massa serbuk lembab

dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan.

Sediaan tablet merupakan sediaan yang paling banyak diproduksi dan juga banyak

mengalami perkembangan dalam formulasinya. Beberapa keuntungan sediaan tablet adalah

sediaan lebih kompak, dosisnya tepat, mudah pengemasannya dan penggunaannya lebih praktis

dibanding sediaan yang lain.

Karbamazepin merupakan obat yang digunakan dalam terapi epilepsi parsial dan tonik-

klonik yang banyak digunakan oleh masyarakat (Brunton dan Keith, 2008). Karbamazepin

memiliki kelarutan yang sangat rendah sekitar 237,2 ± 5,2 mg/L pada suhu 37 °C atau sekitar

178 mg/L pada suhu 25 °C (Lee et al., 2005; Rane et al., 2007), namun memiliki permeabilitas

yang sangat tinggi (FDA, 2000). Oleh karena itu, berdasarkan biopharmaceutic classification

system (BCS), karbamazepin digolongkan ke dalam BCS kelas II. Untuk obat-obatan yang

tergolong ke dalam BCS kelas II ini, bioavailabilitas obat dikendalikan oleh kecepatan

pelepasan obat dari sediaan (Shargel, et al., 2005). Oleh karena itu, uji disolusi di dalam

berbagai medium uji dapat dilakukan sebagai studi awal untuk menilai ekivalensi produk uji

terhadap produk inovator.


Salah satu parameter uji yang dilakukan untuk pengujian sediaan tablet adalah dilakukan

uji disolusi. Uji ini dilakukan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang

tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket

dinyatakan bahwa tablet harus dikunyah. Persyaratan disolusi tidak berlaku untuk kapsul

gelatin lunak kecuali bila dinyatakan lain dalam monografi (Depkes RI, 1979).

Obat yang telah memenuhi persyaratan baik dari waktu hancur, keregasan, keseragaman

bobot, dan penetapan kadar, belum dapat menjamin bahwa suatu obat memenuhi efek terapi.

Karena itu uji disolusi harus dilakukan pada setiap produksi tablet atau kapsul.

Laju disolusi atau kecepatan melarut obat-obat yang relatif tidak larut dalam air telah

lama menjadi masalah pada industri farmasi. Obat-obat tersebut umumnya mengalami proses

disolusi yang lambat demikian pula laju absorpsinya. Dalam hal ini partikel obat terlarut akan

diabsorpsi pada laju rendah atau bahkan tidak diabsorpsi seluruhnya. Dengan demikian

absorpsi obat tersebut menjadi tidak sempurna.

Pada suatu penelitian yang dilakukan di Belanda terhadap empat produk karbamazepin

yang berbeda, diketahui bahwa produk karbamazepin yang memiliki profil disolusi jauh lebih

tinggi dibandingkan dengan profil disolusi produk inovator memiliki efek samping yang jauh

lebih besar dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkan oleh produk inovator. Efek

samping yang terutama muncul adalah pusing, rasa kantuk, diplopia, ataksia, mual, dan lelah

(Olling, et al., 1999).

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi ekivalensi beberapa produk

tablet karbamazepin yang beredar di Indonesia terhadap produk inovator secara in vitro. Selain

itu, penelitian ini merupakan studi awal sebelum dilakukannya uji ekivalensi in vivo.
1.2. Tujuan

Tujuan Percobaan

1. Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan menentukan kecepatan disolusi dari

tablet karbamazepin dengan menggunakan alat disolusi.

2. untuk mengevaluasi ekivalensi beberapa produk tablet karbamazepin yang beredar di

Indonesia terhadap produk inovator secara in vitro.

Anda mungkin juga menyukai