Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI SISTEM ORGAN

“CARA PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN”

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Praktikum


Farmakologi Sistem Organ
Dosen Pengampu :
Nur Rahayuningsih,M.Si.,Apt
Maritsa Nurfatwa,M.Si.,Apt

Disusun Oleh :
Kelompok 1
2A Farmasi

31117020 Imas Ratnasari (Cover, Kesimpulan, Edit, Lampiran)


31117035 Puji Ainul Hapid (H.Pengamatan & Pembahasan)
31117042 Salsabila Rizki Agipta (Alat Bahan & Prosedur)
31117050 Yasintha Desri (Tujuan, Dasar Teori & Daftar Pustaka)

PRORAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2018/2019
PRAKTIKUM 1
CARA PENANGANAN HEWAN PERCOBAAN

I. Hari/Tanggal Praktikum
Selasa, 19 Februari 2019

II. Tujuan Praktikum


1. Mahasiswa mampu menangani hewan mencit, tikus, dan kelinci untuk
percobaan farmakologi.
2. Mengetahui cara menangani hewan mencit, tikus, dan kelinci secara
manusiawi serta faktor-faktor yang memengaruhi responnya.
3. Mengetahui sifat-sifat hewan percobaan.

III. Prinsip Percobaan


1. Berdasarkan karakteristik spesifik dari mencit, tikus, dan kelinci.
2. Berdasarkan teknik penanganan mencit, tikus, dan kelinci yang baik.

IV. Landasan Teori

Pada dasarnya hewan percobaan dapat merupakan suatu kunci dalam


mengembangkan suatu penelitian dan telah banyak berjasa bagi ilmu pengetahuan,
khususnya pengetahuan tentang berbagai macam penyakit seperti : malaria, filariasis,
demam berdarah, TBC, gangguan jiwa, dan semacam bentuk kanker. Hewan
percobaan tersebut sebagai alternatif terakhir sebagai animal model. Setelah melihat
beberapa kemungkinan peranan hewan percobaan, maka dengan berkurangnya atau
bahkan tidak tersedianya hewan percobaan, akan berakibat penurunan standar
keselamatan obat-obatan dan vaksin, bahkan dapat melumpuhkan beberapa riset
medis yang sangat dibutuhkan manusia.

Dalam bidang farmakologi, hewan mempunyai peran sangat penting dalam


proses penentuan khasiat dan keamanan obat atau bahan obat. Dalam percobaan atau
penelitian farmakologi, hewan harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya dan
perlakuan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan dalam hasil percobaan. Untuk itu, sifat-sifat khusus
setiap jenis hewan percobaan perlu diketahui dan diperhatikan. Disamping itu, faktor-
faktor lingkungan yang dapat memengaruhi hasil percobaan dan cara pemberian obat
perlu dipelajari dengan sebaik-baiknya.

Komisi Etik membentuk 3R of Russel & Burch, yakni :

a. Replacement : Setiap metode yang menggunakan materi yang tidak dapat


merasa (non-sentient material) sebagai pengganti metode yang menggunakan
vertebrata hidup yang mempunyai kesadaran.
- Replacement relative : masih gunakan sel, jaringan, atau organ hewan
vertebrata.
- Replacement absolut : (tidak memanfaatkan hewan percobaan / laboratorium)
galur sel, in vitro (kultur sel atau jaringan), hewan invertebrata.
b. Reduction : Mengurangi jumlah hewan yang digunakan untuk memperoleh
sejumlah informasi dan ketetapan tertentu, misalnya : metode statistilk, program
computer, teknik biokimia.
c. Refinement : Pengurangan indikasi atau keparahan (severity) prosedur yang
tidak berperikemanusiaan (inhumane) yang diterapkan pada hewan yang harus
digunakan. Dapat menggunakan analgetik, atau anestesi atau hewan kurang perasa.
(less sentient).

Syarat hewan model, yakni :

a. Sedapat mungkin hewan percobaan yang akan digunakan bebas dari kuman
patogen, karena adanya kuman patogen pada tubuh hewan sangat menganggu
jalannya reaksi pada pemeriksaan, sehingga dari segi ilmiah hasilnya kurang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, berdasarkan tingkatan kontaminasi kuman
patogen, hewan percobaan digolongkan menjadi hewan percobaan konvensional,
specified pathogen free dan gnotobiotic.
b. Mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi imunitas yang baik. Hal
ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama.
c. Kepekaan terhadap sesuatu penyakit. Hal ini menunjukkan tingkat
suseptibilitas hewan terhadap penyakit.
d. Strain hewan percobaan harus sesuai atau cocok dengan tujuan pemeriksaan.
Meliputi strain yang menyangkut tentang sifat-sifat khasnya, manajemen
pemeliharaan, umur yang dikaitkan dengan berat badannya, jenis kelamin, dan data
fisiologisnya.
e. Mengikuti standar tertinggi sehubungan dengan nutrisi; kebersihan;
pemeliharaan; kesehatan sebelum, selama, dan sesudah eksperimen; etika.
f. Performan atau prestasi hewan percobaan yang dikaitkan dengan sifat
genetiknya, yaitu untuk menentukan kemampuan hewan percobaan dalam
memberikan suatu reaksi atau mempertahankan sifat khas dari populasinya. Untuk
pemeriksaan ini diperlukan kepastian kelompok hewan atau keseragaman genetic,
hingga variasi individu tidak banyak. Dari beberapa penjelasan tersebut di atas, dapat
ditarik kesimpulan bahwa penggunaan hewan yang tidak jelas sumbernya atau system
pemeliharaannya tidak mengikuti aturan-aturan tertentu, tetap akan mempersulit
dalam memperoleh kesimpulan dalam pemeriksaan suatu bahan biologis.

Karakteristik utama mencit yakni mudah ditangani, bersifat penakut,


fotopobik, cenderung berkumpul sesamanya, mempunyai kecenderungan untuk
bersembunyi dan lebih aktif pada malam hari daripada siang hari. Kehadiran manusia
akan menghambat aktivitas mencit, suhu tubuh normal 37,40C, laju respirasi normal
163 tiap menit.

Karakteristik utama tikus yakni relatif resisten terhadap infeksi, sangat cerdas,
tenang, dan mudah ditangani. Ia tidak begitu bersifat fotopobik seperti halnya mencit
dan kecenderungannya untuk berkumpul sesamanya juga tidak begitu besar. Aktivitas
tidak demikian terganggu dengan adanya manusia disekitarnya. Suhu tubuh normal
37,50C. Laju respirasi normal 210 tiap menit. Bila diperlakukan kasar (atau apabila ia
mengalami defisiensi nutrisi) tikus menjadi galak dan sering menyerang pemegang.
Karakteristik utama kelinci yakni jarang bersuara kecuali bila merasa nyeri,
jika merasa taka man akan berontak, suhu rektal umumnya 38-39,5 0C, suhu berubah
jika mengalami gangguan lingkungan, laju respirasi 38-65/menit, umumnya 50/menit
pada kelinci dewasa normal.

V. Alat dan Bahan

 Alat

Baki Kawat Ram

 Bahan ( Hewan Percobaan)

Mencit
Kelinci
Tikus

VI. Prosedur Kerja


1. Cara Penanganan Mencit

Mencit diangkat dengan memegang pada ujung ekornya dengan tangan kanan
dan dibiarkan menjangkau kawat kendang dengan kaki depannya

Dengan tangan kiri, kulit tengkuknya dijepit diantara telunjuk dan ibu jari

Kemudian ekornya dipindahkan dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari
kelingking tangan kiri, hingga mencit cukup erat dipegang. Pemberian obat kini
dapat dimulai.

2. Cara Penanganan Tikus


Tikus dapat diperlakukan sama seperti mencit, hanya harus diperhatikan bahwa
sebaiknya bagian ekornya yang dipegang adalah pangkal ekor

Tikus dapat diangkat dari kandangnya dengan dipegang perutnya ataupun


dengan cara berkut : Tikus diangkat dari kandangnya dengan memegang
tubuhnya atau ekornya dari bejana, kemudian diletakan diatas permukaan kasar

Tangan kiri diluncurkan dari belakang tubuhnya menuju kepala dan ibu jari
diselipkan ke depan dan kaki kanan depan dijepit diantara kedua jari tersebut.

3. Cara Penanganan Kelinci

Kelinci harus diperlakukan dengan halus dan sigap karena cenderung berontak.
Menangkap atau membalikan kelinci jangan mengangkat pada telinganya.
Untuk menangkapnya, kulit pada leher kelinci dipegang dengan tangan kiri,
pantanya diangkat dengan tangan kanan.

Kemudian didekap ke dekat tubuh.

VII. Hasil Pengamatan

Jenis hewan
NO Gambar Keterangan
uji
 Tegak lurus dari
kepala sampai
badan bagian
bawah
1 Mencit  Mencit sulit
bergerak
 Siap untuk diberi
sediaan.

 Tegak lurus
dari kepala
sampai badan
bagian
bawah.
2 Tikus
 Tikus sulit
bergerak
 Siap untuk
diberi
sediaan.
3 Marmot - (Tidak dilakukan)
4 Kelinci - (Tidak dilakukan)

VIII. Pembahasan

Pada dasarnya menangani hewan percobaan baik mencit maupun tikus itu
sangat mudah akan tetapi akan menjadi sulit apabila tidak mengetahui karakterisasi
dari hewan itu sendiri sehingga dituntut untuk mengetahui karakter dari pada mencit
dan tikus. Proses penanganan mencit diawali terlebih dahulu dengan mengelus-ngelus
bagian kepala mencit supaya mencit tersebut tenang karena pada dasarnya kehadiran
manusia akan mengganggu aktivitasnya sehingga mencit merasa terancam.
Mengelus-ngelus kepala mencit juga bertujuan untuk mengurangi tingkat stress
mencit akibat merasa tercancam karena apabila mencit tersebut stress, mencit akan
mudah buang air kecil maupun besar akibatnya lantai atau kram kandang mencit akan
kotor. Selain itu ketika proses mengelus-ngelus kepala mencit ,ekornya dipegang
dngan tujuan untuk menahan agar mencit tidak terlalu berkeliaran. Ketika ekornya di
pegang tidak boleh terlalu lemah ataupun terlalu kuat sebab apabila ekor mencit
dipegang terlalu lemah ditakutkan terlepas dan apabila terlalu kuat ditakutkan mencit
semakin stress dan kesakitan sehingga diperlukan penanganan secara prikehewanan
terhadap mencit sehingga mencit tersebut merasa aman. Ketika mencit berlari dan
memberontak ketika ekornya dipegang maka jangan ditarik kuat-kuat akan tetapi
diikuti secara perlahan kemana mencit pergi untuk mencegah ekornya terputus.

Setelah mencit terasa tenang biarkan kaki depan mencit menjangkau ram kawat
kandang mencit sehingga proses penjepitan tengkuk mencit ditangani dengan mudah.
Kemudian jepit tengkuk kulitnya oleh jari telunjuk dan ibu jari setelah itu pindahkan
ekor mencit ke jari antara jari manis dan kelingking, tujuannya untuk membuat
mencit tidak bergerak karna apabila ekornya dibiarkan maka mencit memiliki
keleluasaan cukup untuk bergerak. Setelah dikira mencit erat untuk dipegang dalam
keadaan lurus tidak berdaya pemberian sediaan uji dapat dilakukan.

Berbeda halnya dengan mencit, pada awalnya dianggap mudah akan tetapi tikus
harus lebih hati-hati dalam menanganinya meskipun mudah ditangani tetapi apabila
terlalu kasar tikus dapat memberontak dan bisa saja menggigit dan menyerang
sehingga membuat luka. Keberadaan manusia tidak terlalu mengganggu aktivitas
tikus sehingga cara perlakuannya harus dengan cepat. Pertama-tama yang dilakukan
adalah dengan mengelus-ngelus kepala tikus untuk membuatnya rileks atau tenang
dan tidak stres. Setelah itu angkat bagian perut tikus dengan cara meluncurkan tangan
dari tubuh begian belakang menuju kepala dan ibu jari diselipkan kedepan dengan
kaki depan tikus di apit oleh jari tersebut sehingga pergerakan tikus terhambat.
Setelah dirasa benar-benar erat saat di pegang dan tikus dalam keadaan lurus
pemberian sediaan dapat dimulai dengan catatan apabila pemberian dengan sediaan
oral harus dilakukan secara tepat dan cepat karena apabila tidak tepat sediaan yang
diberikan bisa saja masuk kedalam paru-parunya dan membuat tikus tersebut mati.

Penanganan hewan uji dipelajari dengan tujuan mempermudah praktikan atau


peneliti dalam pemberian sediaan terhadap hewan uji dengan maksud untuk
mendapatkan efek obat terhadap hewan uji sehingga pengembangan obat dapat
dilakukan. Dalam prosesnya pengembangan obat tersebut dinamakan dengan uji
praklinik dimana pengujian dilakukan terhadap hewan uji guna menguji efek atau
khasiat dari suatu obat serta menguji toksik tidak nya dari suatu obat sehingga dapat
dijadikan penuntun untuk pengembangan obat tahap selanjutnya yakni uji klinik yang
dilakukan terhadap manusia.

Pada praktikum farmakologi sistem organ ini penanganan dan penggunaan


hewan uji terhadap praktikum harus sesuai dengan 3R yakni reduction, replacement
dan refinement. Reductions berarti menggunakan hewan uji sesedikit mungkin akan
tetapi memenuhi tujuan akhir atau hasil penelitian yang shohih dan dapat diterima.
Replacement berarti penggunaan hewan uji dilakukan dari hewan paling kecil dan
murah apabila masih bisa dilakukan terhadap mencit tidak harus dilakukan terhadap
tikus dan apabila masih bisa dilakukan terhadap tikus tidak harus dilakukan terhadap
kelinci dan seterusnya sehingga penggunaan hewan uji benar-benar optimal dan
teratur. Refinement berarti penanganan hewan uji harus dirawat dengan baik dan
berperikehewanan sehingga kualitas dari hewan percobaan tersebut tetap baik dan
stabil seperti contoh apabila mencit atau tikus akan dibedah untuk diamati bagian
organ dalam nya maka mencit atau tikus tersebut diberi obat anestesi terlebih dahulu
untuk mengurangi rasa sakit yang dialami mencit atau tikus.

IX. Kesimpulan

Penggunaan hewan percobaan sangat penting dalam penelitian ilmiah,maka


dari itu kita perlu mengetahui cara-cara penanganan hewan percobaan dengan baik
dan benar. menangani hewan percoban baik mencit maupun tikus sangat mudah.
Akan tetapi, akan menjadi sulit jika kita tidak mengetahui karakterisasi dari hewan
itu. Maka dari itu dituntut untuk mengetahui karakterisasi dari hewan percobaan
mencit dan tikus. Selain itu, Pada praktikum farmakologi sistem organ ini,
penanganan dan penggunaan hewan uji terhadap praktikum harus sesuai dengan 3R
yakni reduction, replacement dan refinement.

X. Daftar Pustaka

Sulaksono, M.E. 1992. Faktor Keturunan dan Lingkungan Menentukan


Karakteristik Hewan Percobaan dan Hasil Suatu Percobaan
Biomedis. Jakarta.

Sulaksono, M.E. 1987. Dilema Pada Hewan Percobaan Produk Biologis. Jakarta :
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI.

Mangkoewidjojo, S. 2006. Hewan Laboratorium dalam Penelitian Biomedik.


Jakarta : UI-Press.
LAMPIRAN

Penanganan Hewan Percobaan Tikus


LAMPIRAN

Penanganan hewan Percobaan Mencit

Anda mungkin juga menyukai