MPMT5303 M1 PDF
MPMT5303 M1 PDF
PENDAHULUA N
Kegiatan Belajar 1
{
atau C = x x memiliki sifat P } artinya “himpunan C adalah himpunan
semua objek x yang memiliki sifat P”. Jadi, untuk himpunan A dalam
contoh di atas dapat dituliskan juga sebagai berikut:
A = { x x huruf vokal dalam abjad} , sedangkan himpunan B pada contoh di
{
atas dapat dinyatakan oleh B = x x bilangan asli ganjil, dan x < 15 } dan
Definisi 1.1.1
Himpunan A disebut himpunan bagian dari himpunan B jika dan hanya
jika setiap unsur/elemen himpunan A juga merupakan unsur/elemen
himpunan B.
Definisi 1.1.2
Himpunan A disebut sama dengan himpunan B, ditulis A = B jika dan
hanya jika A ⊆ B dan B ⊆ A .
Dengan definisi ini, dua buah himpunan dikatakan sama jika kedua
himpunan tersebut memiliki anggota yang sama. Variabel yang terdapat
dalam himpunan boleh berbeda, dan biasa disebut variabel boneka (dummy).
{ } { } { } { }
Sebagai contoh, x x > 0 = t t > 0 = y y > 0 = s s > 0 , dan seterusnya.
Sebelum membicarakan kemungkinan yang terjadi dari dua himpunan
yang diberikan, sebaiknya kita cermati dulu pengertian dari suatu himpunan
yang sering kali dibicarakan dalam semesta pembicaraan.
Definisi 1.1.3
Suatu himpunan S disebut himpunan semesta (universal set) jika dan
hanya jika himpunan S memuat setiap himpunan yang dibicarakan, atau
S ⊇ A untuk setiap himpunan A.
Definisi 1.1.4
Himpunan yang tidak mempunyai anggota disebut himpunan kosong dan
dilambangkan oleh ∅ .
Definisi 1.1.5
Dua himpunan A dan B disebut saling lepas (disjoint) jika dan hanya jika
tidak ada unsur himpunan A yang juga merupakan unsur himpunan B
atau sebaliknya.
Definisi 1.1.6
Himpunan A dan B disebut berpotongan (intersect/meet) jika dan hanya
jika terdapat paling sedikit satu unsur di A yang juga merupakan unsur di
B atau sebaliknya.
Definisi 1.1.7
(i) Suatu himpunan disebut himpunan hingga (finite) jika dan hanya
jika himpunan tersebut mempunyai banyak unsur yang hingga.
(ii) Suatu himpunan disebut himpunan tak hingga (infinite) jika dan
hanya jika himpunan tersebut mempunyai banyak unsur yang tak
hingga.
Definisi 1.1.8
Gabungan dua himpunan A dan B ditulis A ∪ B adalah himpunan yang
unsur-unsurnya merupakan unsur himpunan A atau unsur himpunan B.
{
Jadi, A ∪ B = x x ∈ A atau x ∈ B .}
Kata atau pada definisi di atas mengandung arti inklusif (dan/atau).
z MPMT5303/MODUL 1 1.7
Definisi 1.1.9
Irisan dua himpunan A dan B ditulis A ∩ B adalah himpunan yang
unsur-unsurnya merupakan unsur himpunan A dan unsur himpunan B.
{
Jadi, A ∩ B = x x ∈ A dan x ∈ B . }
Definisi 1.1.10
Misalkan A1, A2 ,…, An masing-masing himpunan.
n
∪ Ai = {x x ∈ Ai untuksuatu i, i = 1,2,…, n}
i =1
n
∩ Ai = {x x ∈ Ai untuksuatu i, i = 1,2,…, n}
i =1
Dengan cara yang sama untuk suatu koleksi tak hingga { Aα } didefinisikan:
∪ Aα = {x x ∈ Aα untuk suatu α}
α
∩ Aα = {x x ∈ Aα untuk suatu α}
α
Definisi 1.1.11
Himpunan A − B disebut komplemen B terhadap A, didefinisikan
sebagai himpunan yang unsur-unsurnya adalah unsur himpunan A dan
bukan unsur himpunan B.
{ }
Jadi, A − B = x x ∈ A dan x ∉ B .
B A,B
A A B
A⊂ B A= B A∩ B = ∅
A B
A B
A2
3
Daerah yang diarsir menyatakan ∩ Ai
i =1
A1 A3
Contoh 1.1.1:
(a) Buktikan A ∪ B = B ∪ A .
Bukti:
Untuk membuktikan kesamaan di atas, akan ditunjukkan
A ∪ B ⊆ B ∪ A dan B ∪ A ⊆ A ∪ B . Misalkan x ∈ A ∪ B maka x
paling sedikit termuat di salah satu dari A atau B. Ini berarti x termuat di
B atau di A.
Karena itu, x ∈ B ∪ A . Jadi, A ∪ B ⊆ B ∪ A . Dengan cara yang serupa
dapat ditunjukkan B ∪ A ⊆ A ∪ B . Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa A ∪ B = B ∪ A .
(b) Buktikan A ∩ B ⊆ A .
Bukti:
Misalkan x ∈ A ∩ B maka x anggota A dan juga anggota B. Secara
khusus x anggota A. Dengan demikian, setiap unsur dari A ∩ B juga
merupakan unsur di A. Karena itu, A ∩ B ⊆ A .
(c) Misalkan A, B, dan C masing-masing himpunan.
Buktikan bahwa A ∩ ( B − C ) ⊂ A − ( B ∩ C ) .
1.10 Analisis Real z
Bukti:
Akan diperlihatkan bahwa ∀x ∈ A ∩ ( B − C ) maka x ∈ A − ( B ∩ C ) .
Misalkan x ∈ A ∩ ( B − C ) . Berdasarkan Definisi 1.9 berarti x ∈ A dan
x ∈ ( B − C ) . Karena x ∈ ( B − C ) maka x ∉ B ∩ C .
Jadi, x ∈ A dan x ∉ B ∩ C . Ini mengatakan x ∈ A − ( B ∩ C ) .
Dapat disimpulkan: A ∩ ( B − C ) ⊂ A − ( B ∩ C ) .
(d) Buktikan bahwa A ∩ ( B ∪ C ) = ( A ∩ B) ∪ ( A ∩ C ) .
Bukti:
Akan diperlihatkan bahwa: (1) A ∩ ( B ∪ C ) ⊂ ( A ∩ B) ∪ ( A ∩ C )
(2) ( A ∩ B) ∪ ( A ∩ C ) ⊂ A ∩ ( B ∪ C )
Bukti (1): Misalkan x ∈ A ∩ ( B ∪ C ) . Berdasarkan Definisi 1.9 maka
x ∈ A dan x ∈ B ∪ C ….(*). Berdasarkan Definisi 1.8, x ∈ B ∪ C
menyatakan x ∈ B atau x ∈ C sehingga (*) dapat dinyatakan oleh
x ∈ A ∩ B atau x ∈ A ∩ C .
Jadi, x ∈ ( A ∩ B) ∪ ( A ∩ C ) .
Uraian di atas menghasilkan: A ∩ ( B ∪ C ) ⊂ ( A ∩ B) ∪ ( A ∩ C ) .
Bukti (2): Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Dari bukti (1) dan (2) disimpulkan A ∩ ( B ∪ C ) = ( A ∩ B) ∪ ( A ∩ C ) .
n n
(e) Tunjukan bahwa B − ∪ Ai = ∩( B − Ai ) .
i =1 i =1
Bukti:
n n
Akan ditunjukkan: (1) B − ∪ Ai ⊂ ∩( B − Ai )
i =1 i =1
n n
(2) ∩( B − Ai ) ⊂ B − ∪ Ai
i =1 i =1
n
Bukti (1) (i) Misalkan x ∈ B − ∪ Ai
i =1
n
(ii) x ∈ B dan x ∉ ∪ Ai
i =1
(iii) x ∈ B dan x ∉ Ai untuk setiap Ai
(iv) x ∈ B − Ai
z MPMT5303/MODUL 1 1.11
n
(v) x ∈ ∩( B − Ai )
i =1
n n
Dari (i) – (v) diperoleh: B − ∪ Ai ⊂ ∩( B − Ai ) .
i =1 i =1
Bukti (2) diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
L A TIH A N
∩( B − Aα ) ⊆ B − ∪ Aα .
α α
Untuk bagian pertama, ambil x ∈ B − ∪ Aα sebarang, maka x ∈ B ,
α
tetapi x ∉ ∪ Aα . Ini berarti x ∉ Aα untuk setiap α. Karena itu,
α
x ∉ B − Aα untuk setiap α.
Jadi, x ∈ ∩( B − Aα ) . Untuk bagian yang kedua, coba sendiri.
α
RA NGK UMA N
TES FORMATIF 1
Kegiatan Belajar 2
Contoh 1.2.1
Jika A = {a, b, c, d } dan B = {1,2,3} maka:
A× B = {(a,1),(a,2),(a,3),(b,1),(b,2),(b,3),(c,1),(c,2),(c,3),(d,1),(d,2),(d,3)} .
Di sini (a,1) ∈ A× B , tetapi (1, a) ∉ A× B .
Relasi
Definisi 1.2.2
Himpunan bagian tidak kosong ρ dari A × B disebut relasi dari A ke B.
Jika ( x, y) ∈ρ , ditulis xρy artinya “x berelasi dengan y”.
Suatu relasi dari A ke A adalah himpunan bagian yang tidak kosong dari
A × A , relasi ini biasa disebut relasi dalam A.
Contoh 1.2.2:
(a) Misalkan A = {1,2,3} dan B = {1,2,3,4} .
{
Definisikan ρ = ( x, y) x < y . }
Jika ρ suatu relasi dari A ke B maka ρ dapat pula dituliskan oleh:
ρ = {(1,2),(1,3),(1,4),(2,3),(2,4),(3,4)} .
(b) Misalkan A = {1,2,3,4} dan B = {1,2,3,4,5} .
1.16 Analisis Real z
⎪⎧ 5x ⎫⎪
Definisikan ρ = ⎨( x, y) adalahsuatu bilangan bulat ⎬ .
⎪⎩ 2y +1 ⎪⎭
Jika ρ suatu relasi dari A ke B maka ρ = {(1,2),(2,2),(3,1),(3,2),(4,2)} .
{ }
Definisikan ρ = ( x, y) x2 + y 2 ≤ 36, x, y ∈ R .
{ }
Domain ρ = x untuk suatu y, ( x, y) ∈ ρ dan
y ( x, y) ∈ρ
−6 6
0 x sb-x
−6
Gambar 1.3. Unsur suatu Relasi Gambar 1.4. Grafik suatu Relasi
Fungsi
Definisi 1.2.3
Suatu relasi dari A ke B disebut fungsi jika dan hanya jika memenuhi
kondisi:
(1) Domain ρ = A .
(2) Jika ( x, y) ∈ρ dan ( x, z ) ∈ρ , maka y = z .
Dengan ungkapan lain: Suatu fungsi dari A ke B adalah suatu relasi dari
A ke B yang memasangkan/mengaitkan setiap unsur di A dengan tepat satu
unsur di B.
Huruf-huruf f, g, h, F, G, dan H biasa dipakai untuk menyatakan suatu fungsi.
Notasi f : A → B menyatakan f adalah suatu fungsi dari A ke B.
1.18 Analisis Real z
Contoh 1.2.3:
(a) Diberikan himpunan-himpunan A = {a1 , a2 , a3 , a4 } dan B = {b1 , b2 , b3} .
Misalkan A = {( a1, b1 ) , ( a2 , b1 ) , ( a3 , b2 ) , ( a4 , b3 )} .
Relasi f adalah fungsi dari A ke B, karena setiap unsur di A berelasi
dengan tepat satu unsur di B (Gambar 1.5).
A B
f
a1 b1
a2
a3 b2
a4
b3
(b) Dengan himpunan-himpunan yang sama seperti pada Contoh (a), relasi ρ
yang ditunjukkan oleh Gambar 1.6 di bawah bukan suatu fungsi dari A
ke B karena unsur a3 di A tidak berelasi/dipasangkan dengan suatu unsur
di B sehingga domain ρ ≠ A .
(c) Sama halnya dengan (b), relasi ϕ dari Gambar 1.7 bukan fungsi dari A ke
B, karena unsur a1 di A berelasi dengan lebih satu unsur di B,
( a1, b1 ) ∈ϕ dan ( a1, b2 ) ∈ϕ tetapi b1 ≠ b2 .
A B A B
ρ φ
a1 b1 a1 b1
a2 a2
a3 b2 a3 b2
a4 a4
b3 b3
{
(d) Relasi ρ = ( x, y) x2 + y 2 = 4 } bukan fungsi dari R ke R , sebab
dinyatakan oleh {
f = ( x, y) y = 1 − x2 } adalah suatu fungsi dari A
Diberikan fungsi f : A → B , A ⊆ R , B ⊆ R .
Notasi b = f (a) , menyatakan bahwa (a, b) ∈ f , b disebut nilai f di a
atau b adalah peta/bayangan a oleh f.
Definisi 1.2.4
Misalkan f : A → B suatu fungsi dan E ⊆ A . Peta langsung
(direct image) dari E oleh f adalah himpunan bagian f ( E ) dari B, dan
{
ditulis f ( E ) = f ( x) x ∈ E .}
Jadi, apabila diberikan E ⊆ A , titik y1 ∈ B terletak di f ( E ) jika
dan hanya jika terdapat x1 ∈ E sehingga y1 = f ( x1 ) (lihat Gambar 1.8).
A B
f
f (E)
E x1 y1
Definisi 1.2.5
Misalkan f : A→ B suatu fungsi dan H ⊆ B . Peta invers
(invers image) H oleh f adalah himpunan bagian f −1 ( H ) dari A, dan
{
ditulis f −1 ( H ) = x ∈ A f ( x) ∈ H . }
Jika diberikan H ⊆ B , titik x2 ∈ A terletak di f −1 ( H ) dan hanya
jika y2 = f ( x2 ) ∈ H (lihat Gambar 1.9).
A B
x2 y2
f
f –1(H) H
Contoh 1.2.4:
(a) Misalkan A = {1,2,3,4} dan B = {1,2,3} .
Definisikan f : A → B oleh f (1) = 1 , f (2) = 1 , f (3) = 1 , dan f (4) = 3 .
Jika E = {1,2} , maka f ( E ) = {1} dan jika F = {3,4} , maka
f ( F ) = {1,3} . Jika G = {1, 2} , maka f −1 (G) = {1,2,3} dan jika
H = {1} , maka f −1 ( H ) = {1,2,3} .
Jika K = B , maka f −1 ( K ) = A , dan jika L = {2} , maka f −1 ( L) = ∅ .
(b) Misalkan f : R → R suatu fungsi dengan aturan f ( x) = 2 x − x2 .
{ } {
Jika E = x 0 ≤ x ≤ 1 , maka f ( E ) = x 0 ≤ x ≤ 1 . }
Jika F = { x −1 < x < 1} , maka f ( F ) = { x −3 < x ≤ 1} .
Jika G = { x −8 ≤ x ≤ 1} , maka f −1 (G) = { x −2 ≤ x ≤ 4} .
z MPMT5303/MODUL 1 1.21
{
Jika H = x −8 < x ≤ 0 , maka }
f −1 ( H ) = { x −2 < x ≤ 0} ∪ { x −2 ≤ x ≤ 4} ∪ { x −2 ≤ x ≤ 4} .
(c) Misalkan E dan F masing-masing merupakan himpunan bagian dari A,
sedangkan G dan H masing-masing himpunan bagian dari B.
Misalkan pula f : A → B adalah suatu fungsi.
Akan ditunjukkan bahwa:
(i) f ( E ∩ F ) ⊂ f ( E ) ∩ f ( F )
(ii) f −1 (G) ∪ f −1 ( H ) = f −1 (G ∪ H )
(iii) E = f −1 ( f ( E ) ) .
Bukti (i):
Misalkan y ∈ f ( E ∩ F ) sebarang, maka berdasarkan definisi peta
langsung, terdapat x ∈ E ∩ F sehingga ( x, y) ∈ f . Karena x ∈ E ∩ F ,
maka x ∈ E dan x ∈ F . Untuk x ∈ E dan ( x, y) ∈ f mengakibatkan
y ∈ f ( E ) , dan untuk x ∈ F dan ( x, y) ∈ f mengakibatkan y ∈ f ( F )
sehingga y ∈ f ( E ) ∩ f ( F ) .
Dari uraian di atas disimpulkan: f ( E ∩ F ) ⊂ f ( E ) ∩ f ( F ) .
Bukti (ii):
Harus ditunjukkan: (1) f −1 (G) ∪ f −1 ( H ) ⊂ f −1 (G ∪ H )
(2) f −1 (G ∪ H ) ⊂ f −1 (G) ∪ f −1 ( H ) .
Untuk (1):
Misalkan x ∈ f −1 (G) ∪ f −1 ( H ) sebarang, maka x ∈ f −1 (G) atau
x ∈ f −1 ( H ) . Berdasarkan definisi peta invers, terdapat y ∈ G sehingga
( x, y) ∈ f atau terdapat y ∈ H sehingga ( x, y) ∈ f . Ini berarti terdapat
y ∈ G ∪ H sehingga ( x, y) ∈ f . Dengan demikian, x ∈ f −1 (G ∪ H ) .
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
f −1 (G) ∪ f −1 ( H ) ⊂ f −1 (G ∪ H ) .
Untuk (2):
Diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
1.22 Analisis Real z
Bukti (iii):
Misalkan x ∈ E . Berdasarkan definisi fungsi, maka terdapat y ∈ B
sehingga ( x, y) ∈ f . Selanjutnya, jika x ∈ E dan ( x, y) ∈ f , maka
y ∈ f ( E ) (definisi peta langsung), kemudian jika y ∈ f ( E ) dan
( x, y) ∈ f , maka x ∈ f −1 ( f ( E ) ) . Disimpulkan: E = f −1 ( f ( E ) ) .
Definisi 1.2.6
Suatu fungsi f : A → B disebut injektif atau satu-satu jika dan hanya
jika untuk setiap x1, x2 ∈ A dan x1 ≠ x2 maka f ( x1 ) ≠ f ( x2 ) .
Contoh 1.2.5
{ }
Misalkan A = x ∈ R x ≠ 1 dan f : A → R didefinisikan oleh
x
f ( x) = .
x −1
Akan ditunjukkan bahwa fungsi f satu-satu.
Misalkan x1 , x2 ∈ A dan f ( x1 ) = f ( x2 ) .
x1 x
Diperoleh: = 2 .
x1 − 1 x2 − 1
Karena x1 ≠ 1 dan x2 ≠ 1 , maka x1 ( x2 − 1) = x2 ( x1 − 1) sehingga
x1 = x2 . Akibatnya, berdasarkan definisi di atas maka fungsi f adalah
fungsi satu-satu.
z MPMT5303/MODUL 1 1.23
Definisi 1.2.7
Fungsi f : A → B disebut surjektif atau onto dari A ke B jika dan hanya
jika f ( A) = B .
Definisi 1.2.8
Fungsi f : A → B disebut bijektif jika dan hanya jika f injektif dan
surjektif.
Fungsi Invers
Definisi 1.2.9
Misalkan f : A → B suatu fungsi injektif dengan domain A dan range
R( f ) di B. Jika g = {(b, a) ∈ B × A (b, a) ∈ f } maka g suatu fungsi
injektif dengan domain D( g ) = R( f ) dan range R( g ) = A . Fungsi g
disebut fungsi invers dari f dan dinyatakan oleh f −1 .
x
Sebagai contoh, fungsi f dengan aturan f ( x ) = didefinisikan untuk
1− x
x ∈ A = { x x ≠ 1} , merupakan suatu fungsi injektif. Dalam hal ini, range f
1.24 Analisis Real z
(f )
−1
−1
f atau =f.
Fungsi Komposisi
Definisi 1.2.10
Misalkan diberikan fungsi-fungsi f : A → B dan g : B → C . Fungsi
komposisi g f adalah suatu fungsi dari A ke C yang didefinisikan
oleh: ( g f )( x) = g ( f ( x) ) untuk x ∈ A (lihat Gambar 1.10).
A B C
f g g
x g(f(x))
f (x)
g f
Gambar 1.10
z MPMT5303/MODUL 1 1.25
Contoh 1.2.6:
(a) Misalkan fungsi f : A → B dan g : B → C ditunjukkan seperti pada
Gambar 1.11 di bawah ini.
A B C
f g
a1 b1 c1
a2 b2
a3 b3 c2
a4 b4
b5 c3
Gambar 1.11
(g f )( a1 ) = g ( f ( a1 ) ) = g ( b1 ) = c1
(g f )( a2 ) = g ( f ( a2 ) ) = g ( b3 ) = c1
(g f ) ( a3 ) = g ( f ( a3 ) ) = g ( b3 ) = c1
(g f )( a4 ) = g ( f ( a4 ) ) = g ( b5 ) = c3
(g f )( A) = g ( f ( A) ) = g ( b1 , b3 , b5 ) = {c1 , c2 }
(g f ) ({a1, a2 } ) = g ({b1 , b3} ) = {c1}
(b) Misalkan f dan g dua fungsi dimana nilai-nilainya untuk x ∈ R diberikan
oleh f ( x ) = 2 x , g ( x ) = 3x2 + 1 .
Karena D( g ) = R dan R( f ) ⊆ R , maka D ( g f ) juga R , dan fungsi
komposisi g f diberikan oleh: ( g f ) ( x) = 3(2 x)2 + 1 = 12 x2 + 1 .
Di sisi lain, domain fungsi komposisi f g juga R , tetapi dalam kasus
ini didapat ( f g ) ( x) = 2(3x2 + 1) = 6 x2 + 2 . Jadi g f ≠ f g .
(c) Misalkan fungsi f : A → B dan g : B → C . Jika D ⊆ C , tunjukkan
−1
(
bahwa: ( g f ) ( D) = f −1 g −1 ( D) . )
1.26 Analisis Real z
−1
(
Bukti: (1) Akan ditunjukkan ( g f ) ( D) ⊂ f −1 g −1 ( D) . )
−1
Misalkan x ∈ ( g f ) ( D) , maka ∃z ∈ D , ∋ ( x, z ) ∈ ( g f ) . Kemudian
berdasarkan definisi fungsi komposisi, maka ∃y ∈ B , ∋ ( x, y) ∈ f dan
( y, z) ∈ g . Jika z ∈ D dan ( y, z) ∈ g , maka berdasarkan peta invers
y ∈ g −1 ( D) . Dengan cara yang serupa, dari y ∈ g −1 ( D) dan ( x, y) ∈ f ,
( ) −1
(
maka x ∈ f −1 g −1 ( D) . Disimpulkan: ( g f ) ( D) ⊂ f −1 g −1 ( D) . )
Bukti lainnya, f −1(g −1
) −1
( D) ⊂ ( g f ) ( D) , diserahkan kepada
pembaca sebagai latihan.
Teorema 1.2.1
Jika f : A → B dan g : B → C masing-masing injektif, maka komposisi
g f : A → C juga injektif.
L A TIH A N
c) x + y=0
d) x+ y =0.
f(f −1
( D) ) ≠ D .
9) Misalkan A himpunan bilangan real negatif, B,C menyatakan himpunan
bilangan real positif. Didefinisikan f : A → B dan g : B → C oleh
1 1
f ( x) = dan g ( x) = . Tentukan formula untuk g f dan
2− x 1+ x
range dari g f atau R ( g f ) .
x
10) Misalkan f didefinisikan oleh f ( x) = , x ∈ R . Tunjukkan
x2 + 1
bahwa f suatu pemetaan bijektif dari R ke { y −1 < y < 1} .
2) Ya.
3) b) dan c).
4) Misalkan x ∈ A , maka f ( x) ∈ f ( A) . Karena x ∈ B juga, maka
f ( x) ∈ f ( B) . Jadi f ( A) ⊆ f ( B) .
6) Karena A ⊆ A ∪ B dan B ⊆ A ∪ B , maka berdasarkan soal 4),
f ( A) ∪ f ( B) ⊆ f ( A ∪ B) . Sebaliknya, jika y ∈ f ( A ∪ B) , maka ada
unsur x ∈ A ∪ B sehingga y = f ( x) . Dari sini, x ∈ A atau x ∈ B
1.28 Analisis Real z
RA NGK UMA N
TES FORMATIF 2
{
Misalkan f : P ( X ) → x ∈ R x ≥ 0 } sehingga f ( A1 ∪ A2 ) = f ( A1 ) + f ( A2 )
untuk sebarang subhimpunan A1 dan A2 dari X yang saling lepas.
Buktikan jika A ⊃ B , maka f ( A) ≥ f ( B) !
5) Misalkan S himpunan dan A ⊂ S . Definisikan X A : S → {0,1} , dengan
X A ( x) = 1 jika x ∈ A dan X A ( x) = 0 jika x ∉ A . Selanjutnya, X A
disebut fungsi karakteristik dari A. Jika A, B subhimpunan dari S,
buktikan bahwa X A∪B ( x) = X A ( x) X B ( x) untuk setiap x ∈ S !
z MPMT5303/MODUL 1 1.29
Kegiatan Belajar 3
Setiap himpunan bagian yang tak kosong dari himpunan bilangan asli N
mempunyai unsur terkecil.
Bukti:
Akan dibuktikan dengan cara tidak langsung. Andaikan S ≠ N . Berarti
himpunan N − S dalah himpunan yang tidak kosong. Berdasarkan sifat
terurut sempurna dari N , maka N − S mempunyai unsur terkecil.
Misalkan unsur terkecil dari N − S adalah m. Menurut hipotesis 1∈ S
sehingga m ≠ 1 , oleh karena itu m > 1 . Karena m > 1 , dan
z MPMT5303/MODUL 1 1.31
Contoh 1.3.1:
(a) Buktikan bahwa untuk setiap n∈ N , jumlah dari n bilangan asli pertama
diberikan oleh
1
1+ 2 + + n = n(n + 1) .
2
Bukti:
⎧ 1 ⎫
Misalkan S = ⎨n ∈ N 1 + 2 + + n = n(n + 1) ⎬ .
⎩ 2 ⎭
1
(i) Untuk n = 1 , maka 1 = ⋅1(1 + 1) sehingga 1∈ S . Jadi kondisi (1)
2
dalam prinsip Induksi Matematik dipenuhi.
(ii) Misalkan k ∈ S , artinya
1
1+ 2 + + k = k (k + 1) .
2
1.32 Analisis Real z
(b) Buktikan bahwa untuk setiap n∈ N , jumlah kuadrat dari n bilangan asli
pertama diberikan oleh
1
12 + 22 + + n2 = n(n + 1)(2n + 1) .
6
⎧ 1 ⎫
Misalkan S = ⎨n ∈ N 12 + 22 + + n2 = n(n + 1)(2n + 1) ⎬ .
⎩ 6 ⎭
1
(i) Untuk n = 1 , maka 12 = ⋅1(1 + 1)(2 ⋅1 + 1) sehingga 1∈ S .
6
Jadi kondisi (1) dalam prinsip Induksi Matematik dipenuhi.
(ii) Misalkan k ∈ S , artinya
1
12 + 22 + + k 2 = k (k + 1)(2k + 1) .
6
Jika tiap ruas dalam persamaan di atas ditambah dengan (k + 1)2 ,
maka:
1
12 + 22 + + k 2 + (k + 1)2 = k (k + 1)(2k + 1) + (k + 1)2
6
1
(
= ( k + 1) 2k 2 + k + 6k + 6
6
)
1
= ( k + 1)( k + 2)( 2k + 3)
6
Persamaan terakhir menyatakan bahwa (k + 1) ∈ S .
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa S = N .
z MPMT5303/MODUL 1 1.33
( )
= a a k − b k + bk ( a − b )
( )
a ak − bk + bk ( a − b ) , sehingga a − b faktor dari ak +1 − bk +1 .
Hal ini menyatakan bahwa P(k + 1) benar.
Dari (i) dan (ii) disimpulkan bahwa P(n) benar untuk setiap n∈ N ,
atau dengan kata lain a − b adalah faktor dari a n − bn , untuk setiap
n∈ N .
Definisi 1.3.1:
(a) Misalkan n∈ N . Himpunan S mempunyai n unsur jika dan hanya jika
terdapat pemetaan bijektif dari Nn = {1,2,…, n} ke himpunan S.
(b) Himpunan S berhingga jika dan hanya jika salah satu kondisi berikut
dipenuhi: himpunan S himpunan kosong atau mempunyai n unsur untuk
suatu n∈ N .
(c) Suatu himpunan S tak berhingga jika dan hanya jika himpunan S bukan
merupakan himpunan berhingga.
Teorema 1.3.2
Himpunan bilangan asli N merupakan himpunan tak berhingga.
Bukti: Sebagai bahan diskusi.
Teorema 1.3.3
Misalkan A, B masing-masing himpunan dengan m dan n unsur.
(a) Jika A ∩ B = ∅ , maka A ∪ B memiliki (m + n) unsur.
(b) Jika C ⊆ A memiliki satu unsur, maka A \ C memiliki (m − 1)
unsur.
(c) Jika D himpunan tak berhinggga, maka D \ B himpunan tak
berhingga.
Bukti:
(a) Misalkan f suatu pemetaan bijektif dari Nm ke A, dan g suatu pemetaan
bijektif dari Nn ke B.
Definisikan pemetaan h pada Nm+n oleh aturan:
⎧ f (i) jika i = 1,2,…, m
hi = ⎨
⎩ g (i − m) jika i = m + 1,…, m + n
Dengan mudah dapat ditunjukkan h pemetaan bijektif dari Nm+n ke
A∪ B .
(Silakan dilanjutkan sendiri bukti lengkapnya).
Bukti (b) dan (c) diserahkan kepada pembaca sebagai latihan).
1.36 Analisis Real z
Teorema 1.3.4
Misalkan S dan T himpunan, dan T ⊆ S .
Jika S himpunan berhingga, maka T juga himpunan berhingga.
Bukti:
Jika T = ∅ , maka T himpunan berhingga (definisi 1.3.1(b)).
Sekarang, misalkan T ≠ ∅ . Gunakan induksi matematik sebagai
berikut:
(i) Jika S mempunyai satu unsur, maka himpunan bagian tak kosong T
dari S adalah S sendiri, sehingga T merupakan himpunan berhingga.
(ii) Misalkan setiap himpunan bagian tak kosong dari suatu himpunan
dengan k unsur adalah himpunan berhingga.
Selanjutnya, misalkan S suatu himpunan yang mempunyai (k + 1)
unsur. Ini berarti terdapat suatu pemetaan bijektif f dari Nk +1 ke S.
Jika f (k + 1) ∉ T , maka T dapat dinyatakan sebagai himpunan
bagian dari himpunan S1 = S \ { f (k + 1)} yang mempunyai k unsur
(teorema 1.3.3(b)). Berdasarkan hipotesis (ii), maka T adalah
himpunan berhingga.
Jika f (k + 1) ∈ T , maka T1 = T \ { f (k + 1)} adalah himpunan
bagian dari S1 . Karena S1 mempunyai k unsur, maka menurut
hipotesis (ii), T1 merupakan himpunan berhingga. Ini
mengakibatkan T = T1 ∪ { f (k + 1)} juga himpunan berhingga.
Himpunan Terhitung
Definisi 1.3.2:
(a) Himpunan S terbilang (terhitung dan tak berhingga) jika dan hanya
jika terdapat pemetaan bijektif dari N ke S.
z MPMT5303/MODUL 1 1.37
(b) Himpunan S terhitung jika dan hanya jika salah satu dari yang
berikut dipenuhi: himpunan S berhingga atau himpunan S terbilang.
(c) Himpunan S tak terhitung jika dan hanya jika S bukan merupakan
himpunan terhitung.
Contoh 1.3.2:
{ }
(a) Himpunan bilangan asli genap G = 2n n ∈ N adalah terbilang, karena
pemetaan f : N → G yang didefinisikan oleh f (n) = 2n adalah
pemetaan bijektif (coba periksa).
Dengan cara yang serupa, himpunan bilangan asli ganjil
J = {2n − 1 n ∈ N} adalah terbilang.
(b) Himpunan semua bilangan bulat Z adalah terbilang.
Untuk menunjukkannya, dapat dibuat suatu pemetaan bijektif dari N
ke Z , dengan cara sebagai berikut: 1 dipetakan ke 0, kemudian
himpunan bilangan asli genap ke himpunan bilangan bulat positif, dan
himpunan bilangan asli ganjil ke himpunan bilangan bulat negatif.
Pemetaan ini dapat ditunjukkan secara enumerasi (satu persatu) sebagai
berikut:
1 2 3 4 5 6 7 …
↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓ ↓
0 1 −1 2 −2 3 −3 …
Teorema 1.3.5
Himpunan N × N adalah terbilang.
Teorema 1.3.6
Misalkan S dan T masing-masing himpunan dan T ⊆ S .
Jika S himpunan terhitung, maka T juga himpunan terhitung.
Teorema 1.3.7
Pernyataan berikut ekuivalen:
(a) S himpunan terhitung
(b) Terdapat suatu pemetaan surjektif dari N onto S.
(c) Terdapat suatu pemetaan injektif dari S into N .
Bukti:
Akan ditunjukkan kebenaran dari implikasi-implikasi: (a) ⇒ (b) ,
(b) ⇒ (c) , dan (c) ⇒ (a) .
(i) Untuk implikasi (a) ⇒ (b).
Jika S himpunan berhingga, maka terdapat pemetaan bijektif h dari
Nn ke S (untuk suatu n∈ N ). Selanjutnya, definisikan pemetaan H
pada N sebagai berikut:
⎧h(i), untuk i = 1,2,…, n
H (i) = ⎨
⎩h(n), untuk i > n
Dari pendefinisian H maka H adalah pemetaan surjektif dari N ke S.
z MPMT5303/MODUL 1 1.39
Teorema 1.3.8
Himpunan bilangan rasional Q terbilang.
Bukti:
Ide untuk pembuktian teorema di atas, memanfaatkan bahwa himpunan
bilangan rasional Q dapat ditulis: Q = Q+ ∪ {0} ∪ Q− ; dengan Q+
himpunan bilangan rasional positif dan Q− himpunan bilangan rasional
negatif. Himpunan bilangan rasional positif termuat dalam himpunan F
yang ditulis secara enumerasi:
⎧1 1 2 1 2 3 1 ⎫
F = ⎨ , , , , , , ,…⎬ ,
⎩1 2 1 3 2 1 4 ⎭
atau dengan “pemetaan diagonal” sebagai berikut:
1 2 3 4
1 1 1 1
1 2 3 4
2 2 2 2
1 2 3 4
3 3 3 3
1 2 3 4
4 4 4 4
1.40 Analisis Real z
Teorema 1.3.9
∞
Jika Am himpunan terhitung untuk setiap m∈ N , maka A = ∪ Am
m=1
himpunan terhitung.
Bukti:
Untuk setiap m∈ N , misalkan ϕm adalah pemetaan surjektif dari N
ke Am .
Definisikan ψ : N × N → A dengan aturan sebagai berikut:
ψ (m, n) = ϕm (n) .
Selanjutnya, harus ditunjukkan bahwa ψ merupakan pemetaan surjektif.
Untuk itu, misalkan a ∈ A sebarang maka ada m terkecil, m∈ N
sehingga a ∈ Am . Selanjutnya, karena ϕm surjektif, maka
terdapat n∈ N sehingga a = ϕm (n) . Karena itu, a = ψ (m, n) sehingga
disimpulkan ψ pemetaan surjektif.
Karena N × N terhitung, berdasarkan teorema 1.3.7, maka terdapat
pemetaan surjektif f : N → N × N sehingga ψ f pemetaan surjektif
dari N ke A. Akhirnya, gunakan Teorema 1.3.7 sehingga diperoleh
bahwa A terhitung.
z MPMT5303/MODUL 1 1.41
L A TIH A N
1 1 1 n
1) Misalkan P(n) : + + + = , ∀n ∈ N .
1⋅ 2 2 ⋅ 3 n(n + 1) n + 1
1 1
Untuk n = 1 , P(1) benar, karena = .
1⋅ 2 1 + 1
Misalkan P(k ) benar, akan ditunjukkan P(k + 1) benar.
1 1 1 1 k 1
P(k +1): + + + + = +
1⋅ 2 2 ⋅ 3 k (k +1) (k +1)(k + 2) k +1 (k +1)(k + 2)
k (k + 2) +1
=
(k +1)(k + 2)
k 2 + 2k +1
=
(k +1)(k + 2)
k +1
=
k +2
4) Misalkan P(n) : n3 + 5n habis dibagi oleh 6, ∀n ∈ N .
Untuk n = 1 , maka 13 + 5 ⋅1 habis dibagi 6.
Misalkan P(k) benar maka:
P(k + 1) : (k + 1)3 + 5(k + 1) = k 3 + 3k 2 + 3k + 1 + 5k + 5
= k 3 + 5k + 3k 2 + 3k + 6
⎛ k2 + k ⎞
(
= k 3 + 5k + 6 ⎜ )
⎜ 2
+ 1⎟
⎟
⎝ ⎠
2
( )
habis dibagi 6, karena k 3 + 5k habis dibagi 6 dan
k +k
2
bukan
RA NGK UMA N
TES FORMATIF 3
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞ 1
⎜1 − 2 ⎟⎜1 − 3 ⎟⎜1 − 4 ⎟ = 4
⎝ ⎠⎝ ⎠⎝ ⎠
Buat formula umumnya, lalu buktikan dengan induksi
5) Buktikan formula berikut:
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1⎞ ⎛ 1 ⎞ n +1
⎜1 − 4 ⎟⎜1 − 9 ⎟⎜1 − 16 ⎟ ⎜1 − 2 ⎟ = 2n , n ≥ 2 .
⎝ ⎠⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎝ n ⎠
Kegiatan Belajar 4
1. Pernyataan Matematik
Pembuktian matematik yang argumentatif selalu didasarkan kepada
pernyataan-pernyataan (statements) yang merupakan kalimat deklaratif atau
rangkaian simbol-simbol yang bermakna yang dapat dinilai benar atau
1.46 Analisis Real z
4. s : Jika x2 = 4 , maka x = 2 .
3. Konjungsi
Jika p dan q masing-masing adalah pernyataan, konjungsi dari
pernyataan p dan q dinyatakan oleh “p dan q” dan dilambangkan oleh p ∧ q .
Pernyataan p ∧ q benar jika p benar dan q benar, sedangkan dalam hal
lainnya p ∧ q salah. Dengan mudah dapat dipahami bahwa
p∧q≡q∧ p.
z MPMT5303/MODUL 1 1.47
4. Disjungsi
Disjungsi dari p dan q ditulis “p atau q” dan biasa dilambangkan oleh
p ∨ q . Pernyataan p ∨ q benar jika paling sedikit satu pernyataan dari p
dan q benar, dan p ∨ q salah jika keduanya p dan q salah.
Istilah “atau” mempunyai makna ganda, pertama berarti salah satu dan
mungkin keduanya (disebut atau inklusif ), dan kedua berarti hanya salah satu
yang mungkin (atau eksklusif ).
Contoh berikut diharapkan dapat meningkatkan pemahaman mengenai
negasi, konjungsi, dan disjungsi.
a. Pernyataan “ 2 < 3 dan 3 < 3 ” adalah pernyataan salah, sedangkan
“ 2 < 3 atau 3 < 3 ” adalah pernyataan benar.
b. Pernyataan negasi, konjungsi dan disjungsi dapat dikaitkan dengan
menggunakan hukum De Morgan seperti berikut:
~ ( p ∧ q) ≡ (~ p) ∨ (~ q)
~ ( p ∨ q) ≡ (~ p) ∧ (~ q)
5. Implikasi
Implikasi p dan q adalah pernyataan bersyarat, dinyatakan oleh
p⇒q.
dibaca sebagai berikut:
(i) jika p maka q
(ii) p hanya jika q
(iii) q jika p
(iv) p mengakibatkan q
(v) p syarat cukup untuk q
(vi) q syarat perlu untuk p
1.48 Analisis Real z
8. Pernyataan Berkuantor
Sering kali dalam pernyataan matematik ditemukan istilah-istilah seperti
“untuk semua”, “untuk setiap”, “untuk suatu”, “terdapat suatu”, dan yang
lainnya. Sebagai contoh, misalnya:
(1) Untuk setiap bilangan real x , x2 ≥ 0 .
(2) Terdapat suatu bilangan bulat x sehingga x2 = 1 .
1.50 Analisis Real z
Dari uraian di atas, terdapat suatu hal yang perlu dicatat bahwa ketika
membuat ingkaran dari suatu pernyataan yang ditulis dengan menggunakan
lambang, selain perubahan lambang (misalnya lambang kuantor, dan yang
lainnya) yang harus diperhatikan adalah bahwa rangkaian lambang-lambang
itu harus bermakna sebagai kalimat yang utuh.
Secara umum ada dua metode atau cara pembuktian, yaitu metode
pembuktian langsung (bukti langsung) atau metode pembuktian tidak
langsung (bukti tidak langsung).
Bukti langsung di konstruksi dari hipotesisnya sedangkan bukti tidak
langsung didasarkan pada suatu pernyataan lain yang kebenarannya sama
dengan pernyataan yang akan dibuktikan (ekuivalen logis) misalnya
kontrapositif dari pernyataan yang akan dibuktikan atau di luar konklusi dari
pernyataan yang akan dibuktikan dan menghasilkan suatu pertentangan
(kontradiksi) dengan sesuatu yang sudah dianggap benar.
1. Bukti Langsung
Misalkan p dan q masing-masing adalah pernyataan. Hipotesis p dari
implikasi p ⇒ q mengakibatkan konklusi/kesimpulan q. Jika hipotesis p
benar, untuk menghasilkan implikasi yang benar haruslah konklusi q benar.
Konstruksi dari suatu bukti langsung dari p ⇒ q melibatkan konstruksi
dari rangkaian pernyataan r1 , r2 ,…, rn sehingga p ⇒ r1 , r1 ⇒ r2 , …, rn ⇒ q
(prinsip silogisme menyatakan bahwa, jika r1 ⇒ r2 dan r2 ⇒ r3
masing-masing benar, maka r1 ⇒ r3 adalah benar).
Membuat konstruksi ini, biasanya tidak mudah, mungkin memerlukan
suatu pengalaman yang cukup, intuisi, dan usaha yang ulet dan
sungguh-sungguh.
z MPMT5303/MODUL 1 1.53
Teorema 1.4.1
Jika x bilangan ganjil, maka x2 juga bilangan ganjil.
( )
r3 : x2 = ( 2k − 1) = 4k 2 − 4k + 2 − 1
2
( )
r4 : x2 = ( 2k − 1) = 2 2k 2 − 2k + 1 − 1 .
2
Bukti:
Misalkan x bilangan ganjil, maka x dapat ditulis x = 2k − 1 untuk suatu
bilangan bulat k. Karena x = 2k − 1 , maka
( )
x2 = 4k 2 − 4k + 1 = 2 2k 2 − 2k + 1 − 1 = 2m − 1 ganjil,
Teorema 1.4.2
ika z 2 bilangan genap maka, z juga bilangan genap.
Bukti:
Kontrapositif dari teorema di atas adalah: Jika z bilangan ganjil, maka
z 2 juga bilangan ganjil. Ini adalah Teorema 1.4.1 yang telah dibuktikan
pada uraian terdahulu.
Teorema 1.4.3
Misalkan a ∈ R dan a ≥ 0 . Jika untuk setiap ε > 0 berlaku
0 ≤ a < ε , maka a = 0 .
Bukti:
Bukti dengan kontrapositif. Misalkan a ≠ 0 maka a > 0 (kenapa?).
1 1
Pilih ε = a , maka 0 < ε = a < a sehingga kondisi 0 ≤ a < ε tidak
2 2
berlaku untuk suatu ε > 0 . Jadi, Teorema 1.4.3 terbukti (dipelajari lebih
lanjut di Modul 2).
z MPMT5303/MODUL 1 1.55
Teorema 1.4.4
1
Jika a bilangan real dan a > 0 , maka >0.
a
Bukti:
1
Misalkan pernyataan a > 0 benar dan pernyataan > 0 salah.
a
1
Akibatnya ≤ 0 . Berdasarkan sifat urutan bilangan real, maka
a
⎛1⎞
1 = a ⎜ ⎟ ≤ 0 . Ini kontradiksi dengan teorema yang sudah diketahui
⎝a⎠
bahwa 1 > 0 (dipelajari lebih lanjut di Modul 2).
Teorema 1.4.5
Terdapat tak berhingga banyaknya bilangan prima.
Bukti:
Jika menggunakan metode pembuktian dengan kontradiksi, maka
langkah awal adalah dengan memisalkan bahwa banyaknya bilangan
prima adalah berhingga, dan misalkan S = ( p1 , p2 ,…, pn ) adalah
himpunan semua prima. Selanjutnya, misalkan m = p1 ⋅ p2 ⋅ ⋅ pn
menyatakan hasil kali dari semua bilangan prima dan misalkan pula
q = m + 1 . Karena q > pi untuk setiap i, ini berarti bahwa q ∉ S ,
1.56 Analisis Real z
L A TIH A N
RA NGK UMA N
Tes Formatif 1
1) Harus ditunjukkan:
⎛ ⎞
(i) A ∩ ⎜
⎜ ∪ Aα ⎟⎟ ⊆ ∪( A ∩ Aα )
⎝ α ⎠ α
dan
⎛ ⎞
(ii) A ∩ ⎜
⎜ ∪ Aα ⎟⎟ ⊇ ∪( A ∩ Aα )
⎝ α ⎠ α
Perhatikan pembuktian kedua kasus tersebut.
⎛ ⎞ ⎛ ⎞
(i) Ambil sebarang x ∈ A ∩ ⎜
⎜ ∪
Aα ⎟ , maka x ∈ A dan x ∈⎜
⎟ ⎜ ∪ Aα ⎟⎟ .
⎝α ⎠ ⎝ α ⎠
Dari sini, x ∈ A dan x ∈ Aβ untuk suatu β ∈ S ,
⎛ ⎞
atau x ∈ A ∩ Aβ ⊆ ⎜
⎜ ∪ A ∩ Aα ⎟⎟ , α ∈ S .
⎝ α ⎠
⎛ ⎞ ⎛ ⎞
Jadi A ∩ ⎜
⎜ ∪ Aα ⎟⎟ ⊆ ⎜⎜ ∪ A ∩ Aα ⎟⎟ .
⎝ ⎝α
α ⎠ ⎠
⎛ ⎞
(ii) Ambil sebarang x ∈⎜ A ∩ Aα ⎟ .
⎜ ⎟ ∪
⎝α ⎠
Maka x ∈ A ∩ Aβ untuk suatu β ∈ S .
Dari sini, x ∈ A dan x ∈ Aβ untuk suatu β ∈ S .
Karena itu, x ∈ A dan x ∈ ∪ Aα ,
atau x ∈ A ∩ ( ∪ Aα ) .
⎛ ⎞ ⎛ ⎛ ⎞⎞
Jadi ⎜
⎜ ∪( A ∩ Aα ) ⎟⎟ ⊆ ⎜⎜ A ∩ ⎜⎜ ∪ Aα ⎟⎟ ⎟⎟ .
⎝ α ⎠ ⎝ ⎝ α ⎠⎠
2) { } himpunan yang tidak memiliki anggota himpunan.
{∅} himpunan yang hanya memiliki anggota ∅ .
1.58 Analisis Real z
4
5) a) ∪ Aα = ∪ Ak = {1,2,{1} ,{2} ,{1,2}} .
α 1
4
b) ∩ Aα = ∩ Ak = ∅ .
α 1
Tes Formatif 2
−1
1) Ambil x∈ f (D ∪ E) sebarang. Maka f ( x) ∈ D ∪ E , atau
−1
f ( x) ∈ D dan f ( x) ∈ E . Ini mengatakan x∈ f ( D) dan
−1 −1 −1
x∈ f ( E ) . Jadi, x ∈ f ( D) ∪ f (E) .
−1 −1 −1
Dengan demikian f (D ∪ E) ⊆ f ( D) ∪ f ( E) .
Bukti sebaliknya,
−1 −1 −1
Ambil x∈ f ( D) ∪ f (E) sebarang. Maka x∈ f ( D) dan
−1
x∈ f ( E) , ini sama saja dengan f ( x) ∈ D dan f ( x) ∈ E , atau
−1
f ( x) ∈ D ∪ E . Jadi, x ∈ f (D ∪ E) .
z MPMT5303/MODUL 1 1.59
−1 −1 −1
Dengan demikian, f ( D) ∪ f (E) ⊆ f (D ∪ E) .
2) Kwadran I, x + y =1 ≅ x + y =1
Kwadran II, x + y = 1 ≅ − x + y = 1
Kwadran III, x + y = 1 ≅ − x − y = 1
Kwadran IV, x + y = 1 ≅ x − y = 1 .
Gambar
(g f ) ( x) = x 2 .
4) Misal B ⊂ A , maka f ( A) = f ( B) + f ( A \ B) ≥ f ( B) , karena
f ( A \ B) ≥ 0 (ini sebagai akibat dari R f ≥ 0 ).
5) Jika x ∈ A ∪ B , maka x ∈ A dan x ∈ B .
X A∪B ( x) = X A ( x) = X B ( x) = 1 .
Jika x ∉ A ∪ B , dimana X A∪B ( x) = 0 , maka x ∈ A′ ∩ B′ sehingga
x ∈ A′ atau x ∈ B′ . Dengan demikian X A ( x) = 0 atau X B ( x) = 0 .
⎧1, x ∈ A ∩ B
X A∩B ( x) = ⎨
⎩0, x ∉ A ∩ B .
Kasus 1, bila x ∈ A ∪ B atau x ∈ A atau x ∈ B , maka
X A ( x) = X B ( x ) = 1 .
Jadi X A∪B ( x) = X A ( x) ⋅ X B ( x) .
Kasus 2, bila x ∉ A ∪ B atau x ∈ A′ ∩ B′ sehingga x ∈ A′ atau x ∈ B′ .
Dengan demikian X A ( x) = 0 atau X B ( x) = 0 .
Jadi X A ( x) = X B ( x) = 0 .
Jadi X A∪B ( x) = X A ( x) ⋅ X B ( x) .
1.60 Analisis Real z
Tes Formatif 3
n3 2 2
1) P(n) : 12 + 22 + + (n − 1)2 < <1 + 2 + + n2 .
3
1
P(1) : 0 < <1 benar.
3
Misal benar untuk n = k ,
k3 2 2
P(k ) : 12 + 22 + + (k − 1)2 <
<1 + 2 + + k2 .
3
Harus ditunjukkan benar untuk n = k + 1 .
Sebelah kiri, P(k + 1) :
k3 k3 1 (k + 1)3
12 + 22 + + (k − 1)2 + k 2 < + k2 < + k2 + k + < .
3 3 3 3
Sebelah kanan, P(k + 1) :
(k + 1)3 k 3 ⎛ 1⎞ ⎛ 1⎞
= + ⎜ k 2 + k + ⎟ < 12 + 22 + + k2 + ⎜ k2 + k + ⎟
3 3 ⎝ 3⎠ ⎝ 3⎠
< 12 + 22 + ( )
+ k 2 + k 2 + 2k + 1 = 12 + 22 + + k 2 + (k + 1)2 .
Jadi P(k ) benar mengakibatkan P(k + 1) benar.
Jadi P(n) berlaku untuk setiap n asli.
2) Banyaknya pemetaan injektif:
{(1, a),(2, b),(3, c)} , {(1, a),(2, c),(3, b)} , {(1, b),(2, a),(3, c)} ,
{(1, b),(2, c),(3, a)} , {(1, c),(2, a),(3, b)} , {(1, c),(2, b),(3, a)} .
Banyaknya pemetaan surjektif:
{(1, a),(2, b),(3, c)} , {(1, a),(2, c),(3, b)} , {(1, b),(2, a),(3, c)} ,
{(1, b),(2, c),(3, a)} , {(1, c),(2, a),(3, b)} , {(1, c),(2, b),(3, a)} .
1 1 1 1
3) Polanya adalah P(n) : 1 + + + + n
=2−
2 4 2 2n
1 1
P(1) : 1 + = 2 − benar.
2 2
1 1 1 1
Misal P(k ) : 1 + + + + k = 2 − k benar.
2 4 2 2
Maka P(k + 1) :
z MPMT5303/MODUL 1 1.61
1 1 1 1 1 1 1
1 + + + + k + k +1 = 2 − k + k +1 = 2 − k +1 benar.
2 4 2 2 2 2 2
Jadi P(k ) benar mengakibatkan P(k + 1) benar
Jadi P(n) benar untuk setiap n asli.
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞ ⎛ 1 ⎞ 1
4) P(n) : ⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟ 1− = , n≥2.
⎝ 2 ⎠⎝ 3 ⎠⎝ 4 ⎠ ⎜⎝ n ⎟⎠ n
1 1
P(2) : 1 − = benar.
2 2
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞ ⎛ 1 ⎞ 1
Misal P(k ) : ⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟ ⎜1 − ⎟ = , benar.
⎝ 2 ⎠⎝ 3 ⎠⎝ 4 ⎠ ⎝ k ⎠ k
Maka P(k + 1) :
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞ ⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞ 1⎛ 1 ⎞ 1
⎜1 − 2 ⎟⎜1 − 3 ⎟⎜1 − 4 ⎟ ⎜1 − k ⎟⎜1 − k + 1 ⎟ = k ⎜1 − k + 1 ⎟ = k + 1
⎝ ⎠⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎝ ⎠⎝ ⎠ ⎝ ⎠
benar.
Jadi P(k ) benar mengakibatkan P(k + 1) benar.
Jadi P(n) benar untuk semua n asli.
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1⎞ ⎛ 1 ⎞ n +1
5) P(n) : ⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟ ⎜1 − 2 ⎟ = , n ≥ 2.
⎝ 4 ⎠⎝ 9 ⎠⎝ 16 ⎠ ⎝ n ⎠ 2n
1 2 +1
P(2) : 1 − = benar.
4 2⋅ 2
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1⎞ ⎛ 1 ⎞ k +1
Misal P(k ) : ⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟ ⎜1 − 2 ⎟ = benar.
⎝ 4 ⎠⎝ 9 ⎠⎝ 16 ⎠ ⎝ k ⎠ 2k
Maka P(k + 1) :
⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞⎛ 1⎞ ⎛ 1 ⎞⎛ 1 ⎞ ⎛ k +1⎞⎛ 1 ⎞
⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟⎜1 − ⎟ ⎜1 − 2 ⎟ ⎜⎜1 − ⎟⎟ = ⎜ ⎟ ⎜⎜1 − ⎟
⎝ 4 ⎠⎝ 9 ⎠⎝ 16 ⎠ ⎝ k ⎠ ⎝ (k + 1) ⎠ ⎝ 2k ⎠ ⎝ (k + 1)2 ⎟⎠
2
⎛ k + 1 ⎞ ⎛ (k + 1) − 1 ⎞
2
=⎜ ⎟ ⎜ ⎟
⎝ 2k ⎠ ⎜⎝ (k + 1)2 ⎟⎠
k 2 + 2k k +2
= =
2k (k + 1) 2(k + 1)
(k + 1) + 1
=
2(k + 1)
1.62 Analisis Real z
benar.
Jadi P(k ) benar mengakibatkan P(k + 1) benar.
Jadi P(n) benar untuk semua n asli.
z MPMT5303/MODUL 1 1.63
Daftar Pustaka
Bartle, R.G. and Sherbert, D.R. (2000). Introducction to Real Analysis, Third
Edition. New York: John Wiley & Sons.
Bartle, Robert G. (1976). The Element of Real Analysis, 2nd Edition. New
York: John Wiley International.
DePree, J.D and Swartz, C.W. (1988). Introduction to Real Analysis. New
York: John Wiley & Sons.
Kirk Wood, J.R. and Albrecht, W.A. JR. (1989). An Introduction to Analysis.
Boston: PWS. KENT Publishing Company.