Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER

Disusun Oleh :
dr. Mutia Nur Izzati
Dokter Pembimbing
dr. Galuh H, Sp.A

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KEMAYORAN


JAKARTA PUSAT
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Saat ini penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mengalami kenaikan jumlah
kasus yang sangat bermakna. Dalam beberapa kasus bahkan ada yang hingga meninggal,
sehingga di beberapa wilayah provinsi dan kabupaten oleh pemerintah daerahnya sudah
dinyatakan sebagai kejadian luar biasa (KLB). Di beberapa rumah sakit pasien terus
berdatangan setiap harinya1.

Banyak juga pasien yang datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan berat, bahkan
dalam keadaan syok (dengue shock syndrome/DSS), suatu keadaan yang paling berat dari
demam berdarah. Keadaan seperti ini tentu saja harus diatasi dengan meningkatkan
kewaspadaan kita semua, masyarakat dan pemerintah, khususnya dalam hal mencegah
penularan dan apabila sudah terjadi penyakit mencari pengobatan dalam keadaan yang
masih dini1.

Istilah Haemorrhagic Fever di Asia Tenggara pertama kali digunakan di Filipina


pada tahun 1953. Pada tahun 1958 meletus epidemi penyakit serupa di Bangkok. Setelah
tahun 1958 penyakit ini dilaporkan berjangkit dalam bentuk epidemi di beberapa negara
lain di Asia Tenggara, diantaranya di Hanoi (1958), Malaysia (1962-1964), Saigon (1965)
yang disebabkan virus dengue tipe 2. Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai di Surabaya
pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta
kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di
Bandung (1972), Yogyakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun
1972 di Sumatra Barat dan Lampung disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973).
Pada tahun 1974 endemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada
tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah
endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah berjangkit di
daerah pedesaan2.

2
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Nama : Mutia Nur Izzati Dokter Pembimbing : dr. Galuh H, Sp.A

I. IDENTITAS

PASIEN

Nama An. P
Umur 8 tahun
Jenis Kelamin Laki-Laki
Alamat Kamp/ Kedondong rt/rw: 07/06 No. 17 Kel. Sunter Jaya Kec.
Tj. Priok, Jakarta Utara
Suku Bangsa Jawa
Agama Islam
Pendidikan SD

ORANG TUA
Ayah Ibu
Nama Tn. S Ny. S
Umur 52 tahun 47 tahun
Jenis Kelamin Laki-Laki Perempuan
Alamat Kamp/ Kedondong rt/rw: 07/06 No. 17 Kel. Sunter Jaya Kec.
Tj. Priok, Jakarta Utara
Suku Bangsa Jawa Jawa
Agama Islam Islam
Pendidikan SMA SMP
Pekerjaan Karyawan Wiraswasta

3
Gaji Rp. 5.000.000 Rp. 2.000.000- Rp. 3.000.000

*Hubungan dengan orangtua adalah anak kandung

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara Alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien di Ruang Rawat Inap
Anak lantai 3.
o Keluhan Utama : Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit
o Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien diantar oleh ibunya datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit, demam mendadak tinggi, teraba panas pada perabaan tangan dan
diukur dengan thermometer 38.8°C, demam berlangsung terus menerus, turun bila diberi
obat penurun panas, tidak disertai dengan menggigil dan berkeringat. Keluhan demam
disertai dengan pusing +, mual + dan muntah sebanyak 2 kali, muntah berisi air. Nafsu
makan dan minum pasien menurun semenjak sakit. Pasien juga mengeluh badan terasa
pegal-pegal + dan nyeri ulu hati +. Batuk -, pilek -, ptekie-, mimisan -, gusi berdarah -,
BAB hitam -, nyeri belakang mata -, sesak -, kejang- disangkal oleh ibu pasien. BAK
berwarna kuning, jernih, sedikit. Menurut Ibu pasien teman sekolahnya ada yang
mengalami hal yang sama dan di rawat di RS.
o Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Kehamilan
Perawatan antenatal Bidan
Penyakit kehamilan Tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran Rumah Sakit
Penolong persalinan Dokter
Cara persalinan SC
Masa gestasi 39 minggu
Riwayat kelahiran

4
Berat badan 3100 gram
Panjang badan lahir 47 cm
Lingkar kepala Tidak tahu
Langsung menangis/tidak langsung Langsung menangis
menangis
APGAR score Tidak tahu
Kelainan bawaan Tidak ada

Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran adalah pasien lahir pervaginam,


cukup bulan, dengan berat badan lahir normal.

o Riwayat Perkembangan
Tengkurap 3 bulan
Duduk 6 bulan
Berdiri 10 bulan
Berjalan 1 tahun
Mengucapkan kata 1 tahun
Baca dan tulis 7 tahun
Gangguan perkembangan Tidak ada
Kesan perkembangan Baik
Pertumbuhan gigi pertama 6 bulan

Kesan : Tidak terdapat keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan pasien.

o Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–1 ASI - - -
1–4 ASI - - -
4–6 ASI + - -

5
6–8 PASI + + -
8 – 10 PASI + + +
10-15 PASI + - +
15-27 PASI + - -
Kesan : pasien mendapatkan ASI eksklusif

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlahnya


Nasi/pengganti 2x/hari
Sayur 3x/minggu
Daging 2x/hari
Telur 3x/hari
Ikan 1x/minggu
Tahu 3x/minggu
Tempe 3x/minggu
Susu 1x/hari
Kesan : Kuantitas dan kualitas makanan cukup

o Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
BCG 2 bulan - - - - -
DPT/DT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - -
Polio 0 bulan 2 bulan 4 bulan - - -
Campak 9 bulan - - - - -
Hepatitis B 0 bulan 1 bulan 6 bulan - - -
MMR - - - - - -
Kesan : : Imunisasi dasar pasien lengkap. Imunisasi ulangan tidak dilakukan karena tidak
mengetahuinya

o Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi

6
Tgl lahir (umur)
Sex Hidup Lahir Mati Abortus Mati (sebab) Keterangan
26 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
26 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
24 tahun Laki-Laki Ya - - - Sehat
21 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
12 tahun Perempuan Ya - - - Sehat
8 tahun Laki-Laki Ya - - - Sakit

b. Riwayat Pernikahan
Ayah/Wali Ibu/Wali
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 25 tahun 17 tahun
Kosanguinitas Tidak ada Tidak ada
Keadaan kesehatan/penyakit bilaSehat
ada Sehat

o Riwayat penyakit dalam keluarga


Tidak ada yang menderita DM, HT
o Riwayat penyakit pada anggota keluarga lain/orang serumah
Tidak ada yang menderita DM, HT, DBD

o Riwayat Penyakit Yang Pernah Di Derita


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Alergi (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (-) Radang paru (-)
Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: (-)

7
o Data Perumahan
a. Kepemilikan rumah : Pribadi
b. Keadaan rumah :
Luas 60m2 , terdapat 3 kamar tidur dan 1 kamar mandi, 1 ruang tamu dan dapur,
ventilasi baik , sinar matahari dapat masuk kedalam rumah, mandi menggunakan air
sumur, minum dari gallon yang tidak isi ulang.
c. Keadaan lingkungan:
Tempat tinggal berdekatan dengan rumah tetangga, rumah jauh dari tempat
pembuangan sampah, 2 bulan lalu baru dilakukan fogging, 1 minggu sekali dilakukan
kerja bakti untuk membersihkan saluran air.
Kesan : cukup baik
o Riwayat Sosial Ekonomi
Ayah pasien bekerja sebagai karyawan swasta dengan penghasilan Rp. 5.000.000,-/ bulan
dan ibu pasien sebagai wiraswasta dengan penghasilan Rp. 2.000.000-3.000.000/bulan.
Menurut ayah pasien, penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
o Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke klinik 1 hari SMRS, mendapat obat penurun panas ,sudah diminum
sesuai anjuran tetapi tidak ada perbaikan,

III. PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN UMUM
Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital : Nadi : 106x/menit, reguler kuat
Suhu : 36,3 ºC
RR : 24x/menit
Data Antropometri : BB : 20 kg PB : 126cm

Status Gizi : menurut kurva CDC tinggi badan dibandingkan berat badan

8
𝐵𝐵 20
● 𝑥100% = 𝑥 100% = 80%
𝑇𝐵 25
𝐵𝐵 20
● 𝑥100% = 𝑥 100% = 80%
𝑈 25
𝑇𝐵 126
● 𝑥100% = 𝑥 100% = 99%
𝑈 127

Kesan gizi: Gizi kurang

STATUS GENERALIS
KEPALA
Bentuk dan ukuran : Normocephal
Rambut dan kulit kepala : Warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil bulat
isokor, Refleks cahaya langsung +/+ Refleks cahaya tidak
langsung +/+, edema +/+
Telinga : Normotia, liang telinga lapang
Hidung : Normosepti
Bibir : Tampak kering
Mulut : Mukosa hiperemis
Gigi-geligi : Tidak ada caries
Lidah : Normoglotia
Tonsil : T2-T2
Faring : Uvula di tengah

LEHER :
KGB tidak teraba membesar
Kelenjar Tiroid tidak teraba membesar

THORAKS
Dinding thoraks
I : Bentuk datar, simetris kanan dan kiri dalam keadaan statis dan dinamis

9
PARU
I : Pergerakan dada simetris kanan dan kiri, tidak ada bagian yang tertinggal, tidak
ada retraksi
Pa : Vocal fremitus sama kuat di kedua lapang paru
Per : Sonor diseluruh lapang paru
Batas paru kanan-hepar : Linea midclavikularis dextra setinggi ICS V
Batas paru kiri-gaster: Linea axilaris anterior sinistra setinggi ICS VII
A : Suara nafas vesikuler+/+

JANTUNG
I : Ictus cordis terlihat pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
P : Ictus cordis teraba pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
P : Batas kanan jantung pada linea parasternalis dextra setinggi ICS III, IV, V
Batasterkiri jantung pada linea midclavicularis sinistra setinggi ICS V
Batas atas jantung pada linea parasternalis sinistra setinggi ICS II
A : Bunyi jantung I-II reguler, m(-), g(-)

ABDOMEN
I : bentuk datar, simetris
A : Bising usus (+)
Pa : Supel, nyeri tekan epigastrium (+), turgor kulit baik, hepar teraba ±1 jari dibawah
arcus costae, lien tidak teraba
Per : timpani pada 4 kuadran

ANUS
Tidak diperiksa

GENITAL
Jenis kelamin laki-laki, tidak diperiksa

10
ANGGOTA GERAK
Akral Hangat

KULIT
Warna sawo matang
Uji rumple leed +

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Tanggal = 25/05/2019
Darah Rutin

Hb 14.2 g/dL

Eritrosit 5.500.000/ µL

Leukosit 3500

Ht 40%

Trombosit 104.000

MCV 76 fl

MCH 26 pg

MCHC 34 g/dL

Widal

S.Thypi O Negatif

S. Parathypi AO Negatif

S. Parathypi BO Negatif

S. Parathypi CO Negatif

S.Thypi H Negatif

S. Parathypi AH Negatif

11
S. Parathypi BH Negatif

S. Parathypi CH Negatif

Tanggal 26/5/19

Darah Rutin

Hb 13.2 g/dL

Eritrosit 4.900.000/ µL

Leukosit 2500

Ht 30%

Trombosit 45.000

MCV 76 fl

MCH 27 pg

MCHC 36 g/dL

V. RESUME
An. P usia 8 tahun diantar ibunya datang dengan keluhan demam sejak 4
hari SMRS, demam dirasakan terus menerus disertai dengan pusing (+), mual (+),
muntah (+) sebanyak 2x berisi air, nyeri ulu hati (+) dan badan terasa pegal +.
BAK berwarna kuning lancar tapi sedikit, nafsu makan dan minum menurun
semenjak sakit. Menurut Ibu pasien teman sekolahnya ada yang mengalami hal
yang sama dan di rawat di RS.
Pada pemeriksaan tanda vital ditemukan suhu 36,3 derajat celcius, Nadi
106x/m, RR 24x/m, status gizi kurang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan edema
pada kedua mata +/+, nyeri epigastrium dan hepatomegali. Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan leukopenia dan trombositopenia.

12
VI. DIAGNOSIS
Demam Berdarah Dengue Derajat 1
Gizi kurang
Imunisasi dasar lengkap
VII. DIAGNOSIS BANDING
Demam Dengue
Demam Berdarah Dengue Derajat 3
Demam tifoid

VIII. PENATALAKSANAAN
•Medikamentosa :
- IVFD Haes 6% 100cc/jam selama 3 jam 🡪 IVFD RL 60cc/jam
- Inj. Paracetamol 3x200 mg i.v
- Inj. Ondansentron 2mg i.v k/p
● Non medika mentosa :
- Rawat inap
- Kompres air hangat
- Istirahat yang cukup
- Banyak minum dan makan

IX. Anjuran pemeriksaan penunjang


Periksa darah rutin per 12 jam
Ig.G dan Ig.M anti dengue

X. PROGNOSIS
•Ad Vitam : dubia ad bonam
•Ad Functionam : dubia ad bonam
•Ad Sanactionam : dubia ad bonam

13
XI. FOLLOW UP
27/5/19 28/5/19 2
Demam hari ke-6 Demam hari ke-7 D

S Demam naik turun , nyeri perut +, mual +, Demam (-), nyeri perut +, mual +, mimisan (-), D
mimimisan (-), gusi berdarah (-), minum gusi berdarah (-), minum sedikit )
sedikit

O CM,TSS CM, TSS C


Suhu : Suhu : 36.8º S
Nadi :36ºC HR : 108x/m H
HR : 100x/m RR : 24x/m R
RR : 24x/m Abdomen : BU +, Hepatomegali, NTE+ A
Abdomen : BU +, Hepatomegali, NTE + Hasil pemeriksaan lab: H
Hasil pemeriksaan lab: Leukosit : 5300 / µL (menurun) L
Leukosit : 3.500 / µL(menurun) Eritrosit : 5.1 juta/µL E
Eritrosit : 5.7 juta/µL Hb : 13.6 g/dL H
Hb : 15.2 g/dL Ht : 39 % H
Ht : 43 % Trombosit : 17.000 ribu/ µL(menurun) T
Trombosit : 25.000/ µL (menurun) Diuresis : 3,2 cc D
Diuresis : 1,25 cc

A DBD Derajat 1 febris hari ke-6 DBD Derajat 1 febris hari ke-7 D

P IVFD RL 60cc/jam IVFD RL 40cc/jam I


Inj. Paracetamol 3x200mg Inj. Paracetamol 3x200mg (k/p) I
Inj. Ondansentron 2 mg (k/p) Inj. Ondansentron 2 mg (k/p) I

14
FOLLOW UP DBD
Tanggal Jam Hb Ht Leukosit Trombosit
25/5/19 09.27 14.2 40 3.500 104.000
26/5/19 06.42 13.2 37 2.500 45.000
18.09 13.0 37 2.200 28.000
27/5/19 06.40 15.2 43 3.500 25.000
20.16 13.7 38 5.100 12.000
28/5/19 02.11 13.6 39 5.300 17.000
18.28 12.7 36 6.200 25.000
29/5/19 06.04 12.5 35 5.300 26.000
17.58 12.8 36 4000 48.000
Hemokonsentrasi: (Hematokrit tertinggi – hematokrit terendah) ÷ hematokrit terendah x 100%
(43 – 35) ÷ 35 x 100% = 23 %

15
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh virus dengue dan mengakibatkan spektrum manifestasi klinis yang bervariasi
antara yang paling ringan, demam dengue (DD), DBD dan demam dengue yang
disertai renjatan atau dengue shock syndrome (DSS), ditularkan melalui nyamuk
Aedes aegypti dan Ae. albopictus yang terinfeksi3.

II. EPIDEMIOLOGI
Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan
sub-tropis. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama
dalam jumlah penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun
1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara
Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara4.
Kementerian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DBD di Indonesia
pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang penderita DBD dengan
jumlah kematian 108 orang. Golongan terbanyak yang mengalami DBD di
Indonesia pada usia 5-14 tahun mencapai 43,44% dan usia 15-44 tahun mencapai
33,25%5.

III. ETIOLOGI
Virus dengue termasuk group B arthropod borne virus (arboviruses) dan
sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili Flaviviridae, yang mempunyai 4
jenis serotipe yaitu den-1, den-2, den-3 dan den-4. Infeksi dengan salah satu
serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe yang
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe yang lain. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4
serotipe selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan di

16
berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang
dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menujukkan bahwa keempat
serotipe yang ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe den-3
merupakan serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat2.

IV. MANIFESTASI KLINIK


Infeksi dengue dapat asimptomatik maupun simptomatik. Infeksi dengue
simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan
demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan; sedangkan infeksi dengue
berat terdiri dari demam berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome
atau isolated organopathy (DSS). Perembesan plasma sebagai akibat kebocoran
plasma merupakan tanda patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta
manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome
atau isolated organopathy. Manifestasi klinis bergantung pada strain virus dan
faktor pejamu, seperti usia, status imun, dan sebagainya3.

Gambar.1 Manifestasi klinik infeksi virus dengue

17
V. PATOFISIOLOGI
Hipotesis infeksi sekunder menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien
yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai resiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/berat.
Antibodi heterolog yang ada tidak akan menetralisasi virus dalam tubuh sehingga
virus akan bebas berkembang biak dalam sel makrofag6.
Teori ini ditemukan oleh Halstead pada tahun 1970an. Dasar teori ini bahwa
seseorang baru terkena penyakit DBD bila terinfeksi virus dengue minimal dua kali
dari tipe virus yang berbeda (terbentuk antibodi non neutralizing). Antibodi non
neutralizing akan menyebabkan virus mudah masuk dalam sel target dan terjadi
penyebaran komplek imun. Sedangkan apabila hanya terinfeksi oleh virus satu kali
saja seseorang tidak akan menderita DBD sebab yang terbentuk adalah antibodi
neutralizing. Antibodi neutralizing sebenarnya adalah IgM sedangkan antibodi non
neutralizing adalah IgG. Kelihatannya Halstead pada tahun 70an itu
memperhatikan bahwa semua penderita yang terkena DBD IgGnya positif.
Sedangkan yang IgGnya negatif tidak menderita DBD. Teori ini yang paling
banyak dianut pada saat ini.
Infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien,
respon antibody anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari
mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer
antibody IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam
limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah
banyak. Hal ini akan mengakibatkan 27 terbentuknya kompleks antigen-antibodi
yang selanjutnya akn mengakibatkan aktivasi system komplemen. Pelepasan C3a
dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravascular ke
ruang ekstravaskular. Perembesan plasma ini terbeukti dengan adanya peningkatan
kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam
rongga serosa (efusi pleura, asites).

18
Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi komplemen dapat juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat
dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit
mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosine difosfat) sehingga trombosit melekat
satu sama lain. Adanya trombus ini akan dihancurkan oleh RES (retikuloendotelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit juga menyebabkan
pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulasi intravaskular
deseminata yang ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation
product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. Agregasi trombosit juga
mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlah trombosit
masih cukup banyak, tidak berfunsgi baik. Di sisi lain aktivasi koagulasi akan
menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi kinin sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya
syok. Jadi perdarahan massif pada DBD disebabkan oleh trombositopenia,
penurunan faktor pembekuan (akibat koagulasi intravascular deseminata), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan
memperberat syok yang terjadi.
Walaupun Demam Dengue dan Demam Berdarah Dengue disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya berbeda dan menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan utama adalah adanya renjatan yang khas pada DBD
yang disebabkan kebocoran plasma yang diduga karena proses immunologi, pada
demam dengue hal ini tidak terjadi6.

19
Gambar. 2 Patofisiologi Infeksi virus dengue
Lama perjalanan penyakit dengue yang klasik umumnya berlangsung
selama 7 hari dan terdiri atas 3 fase, yaitu fase demam yang berlangsung 3 hari (hari
sakit ke-1 sampai dengan hari ke-3), fase kritis, dan fase penyembuhan7.
● Pada fase demam, anak memerlukan minum yang cukup karena demam
tinggi. Anak biasanya tidak mau makan dan minum sehingga dapat
mengalami dehidrasi, terlihat sakit berat, muka dapat terlihat kemerahan

20
(flushing), dan biasanya tanpa batuk dan pilek. Saat ini nilai hematokrit
masih normal dan viremia berakhir pada fase ini.
● Fase demam akan diikuti oleh fase kritis yang berlangsung pada hari ke-4
dan ke-5 (24-48 jam), pada saat ini demam turun,sehingga disebut sebagai
fase deffervescene. Fase ini kadang mengecoh karena orangtua
menganggap anaknya sembuh oleh karena demam turun padahal anak
memasuki fase berbahaya ketika kebocoran plasma menjadi nyata dan
mencapai puncak pada hari ke-5. Pada fase tersebut akan tampak jumlah
trombosit terendah dan nilai hematokrit tertinggi. Pada fase ini, organ-
organ lain mulai terlibat. Meski hanya berlangsung 24-48 jam, fase ini
memerlukan pengamatan klinis dan laboratoris yang ketat.
● Setelah fase kritis pada DBD, anak memasuki fase penyembuhan,
kebocoran pembuluh darah berhenti seketika, plasma kembali dari ruang
interstitial masuk ke dalam pembuluh darah. Pada fase ini, jumlah
trombosit mulai meningkat, hematokrit menurun, dan hitung leukosit juga
mulai meningkat. Fase ini hanya berlangsung 1-2 hari tapi dapat menjadi
fase berbahaya apabila cairan intravena tetap diberikan dalam jumlah
berlebih sehingga anak dapat mengalami kelebihan cairan dan terlihat
sesak. Pada hari-hari tersebut demam dapat meningkat kembali tetapi tidak
begitu tinggi sehingga memberikan gambaran kurva suhu seperti pelana
kuda. Seringkali anak diberikan antibitiotik yang tidak diperlukan. Pada
fase ini anak terlihat riang, nafsu makan kembali muncul, serta aktif seperti
sebelum sakit.
Berbeda dengan DBD, pada DD, setelah fase demam tidak terjadi fase
kritis/kebocoran plasma sehingga tidak tampak perubahan pada pemeriksaan
laboratorium,seperti peningkatan nilai hematokrit. Namun kadar leukosit dapat
menurun dan setelah 24-48 jam, jumlah leukosit dan trombosit akan meningkat
bertahap secara bermakna7.

21
Gambar.3 Fase Infeksi Dengue
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis Kasus DBD dapat ditegakkan sesuai dengan kriteria WHO 1975, yaitu6
A. Klinis
▪ Demam: onset akut, suhu tinggi, dan terus-menerus selama 2-7 hari
▪ Manifestasi perdarahan: minimal uji tourniquet (+) dan salah satu bentuk
perdarahan lain seperti; ptekia, purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena.
▪ Hepatomegali
▪ Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤20
mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤80 mmHg) disertai kulit yang
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi
gelisah, dan timbul sianosis di sekitar mulut.

B. Laboratorium
▪ Trombositopenia (≤100.000/ul)
▪ Hemokonsentrasi: peningkatan hematocrit ≥20% dibandingkan nilai hematokrit
pada masa sebelum sakit atau populasi umum dengan usia yang sama.

22
Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan
hemokonsentrasi sudah cukup untuk membuat diagnosis DBD. Pembagian derajat DBD
dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar.4 Derajat Demam Berdarah Dengue

Tanda Bahaya (Warning sign)

23
Klinis ● Demam turun tetapi keadaan anak
memburuk
● Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
● Muntah yang menetap
● Letargi, gelisah
● Perdarahan mukosa
● Pembesaran hati
● Akumulasi cairan
● Oligouria
Laboratorium ● Peningkatan kadar hematokrit
bersamaan dengan penurunan cepat
jumlah trombosit
● Hematokrit awal tinggi

Tabel. 1 Warning sign DBD

Gambar.5

24
VII. TATALAKSANA

Anak dirawat di rumah sakit8

● Berikan anak banyak minum larutan oralit atau jus buah, air tajin, air sirup,
susu, untuk mengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma, demam,
muntah/diare.
● Berikan parasetamol bila demam. Jangan berikan asetosal atau ibuprofen
karena obat-obatan ini dapat merangsang terjadinya perdarahan.

● Berikan infus sesuai dengan dehidrasi sedang:


o Berikan hanya larutan isotonik seperti Ringer laktat/asetat
o Kebutuhan cairan parenteral
▪ Berat badan < 15 kg : 7 ml/kgBB/jam
▪ Berat badan 15-40 kg : 5 ml/kgBB/jam
▪ Berat badan > 40 kg : 3 ml/kgBB/jam
o Pantau tanda vital dan diuresis setiap jam, serta periksa laboratorium
(hematokrit, trombosit, leukosit dan hemoglobin) tiap 6 jam
o Apabila terjadi penurunan hematokrit dan klinis membaik, turunkan jumlah
cairan secara bertahap sampai keadaan stabil. Cairan intravena biasanya hanya
memerlukan waktu 24–48 jam sejak kebocoran pembuluh kapiler spontan setelah
pemberian cairan.

● Apabila terjadi perburukan klinis berikan tatalaksana sesuai dengan tata laksana
syok terkompensasi (compensated shock).

Tatalaksana Demam Berdarah Dengue dengan Syok

● Perlakukan hal ini sebagai gawat darurat. Berikan oksigen 2-4 L/menit secarra
nasal.
● Berikan 20 ml/kg larutan kristaloid seperti Ringer laktat/asetat secepatnya.
● Jika tidak menunjukkan perbaikan klinis, ulangi pemberian kristaloid 20 ml/kgBB
secepatnya (maksimal 30 menit) atau pertimbangkan pemberian koloid 10-
20ml/kgBB/jam maksimal 30 ml/kgBB/24 jam.
● Jika tidak ada perbaikan klinis tetapi hematokrit dan hemoglobin menurun
pertimbangkan terjadinya perdarahan tersembunyi; berikan transfusi
darah/komponen.

25
● Jika terdapat perbaikan klinis (pengisian kapiler dan perfusi perifer mulai membaik,
tekanan nadi melebar), jumlah cairan dikurangi hingga 10 ml/kgBB/jam dalam 2-4
jam dan secara bertahap diturunkan tiap 4-6 jam sesuai kondisi klinis dan
laboratorium.
● Dalam banyak kasus, cairan intravena dapat dihentikan setelah 36-48 jam. Ingatlah
banyak kematian terjadi karena pemberian cairan yang terlalu banyak daripada
pemberian yang terlalu sedikit.

Tatalaksana pada Demam Berdarah Dengue bersifat simtomatis dan suportif,


terapi suportif berupa penggantian cairan yang merupakan pokok utama tatalaksana
DBD. Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang apabila cukup banyak akan
menimbulkan syok hipovolemi (demam berdarah dangue dengan syok) dengan
mortalitas yang tinggi. Dengan demikian penggantian cairan ditunjukan untuk
mencegah timbulnya syok.
Cairan kristaloid isotonik merupakan cairan pilihan untuk pasien DBD. Pada
keadan permeabilitas yang meningkat volume cairan yang bertahan akan semakin
berkurang sehingga lebih mudah terjadi kelebihan cairan pada pemberian cairan
hipotonis. Cairan koloid hiperonkotik (osmolaritas >300Mosm/L) seperti dextran 40
atau HES walaupun lebih lama bertahan dalam ruang intravascular namun memiliki
efek samping alergi dan menggangu fungsi ginjal9. Jenis cairan ini hanya diberikan
pada :
1. perembesan plasma massif yang ditunjukan dengan nilai hematocrit yang
semakin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid
yang ade kuat, atau
2. Pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian bolus cairan
kristaloid yang kedua.
Volume cairan yang diberikan disesuaikan dengan berat badan, kondisi klinis, dan
temuan laboratorium. Pasien dengan obesitas pemberian jumlah cairan harus berhati-
hati karena mudah terjadi kelebihan cairan, perhitungan cairan sebaiknya berdasarkan
berat ideal.
Pada DBD terjadi hemokonsentrasi akibat kebocoran plasma >20%, oleh karena itu
jumlah cairan yang diberikan sebesar kebutuhan rumatan ditambah dengan perkiraan
defisit cairan 5%.

26
Antipiretik berupa parasetamol 10-15mg/kgBB/kali diberikan apabila suhu >38oC
dengan .interval 4-6 jam, hindari pemberian aspirin/NSAID/ibuprofen. Berikan kompres
hangat. Apabila pasien masih bias minum, dianjurkan minum yang cukup.
Parameter yang harus dimonitor mencakup :
● Keadaan umum, nafsu makan, muntah, perdarahan, dan tanda dan gejala lain
● Perfusi perifer sesering mungkin karena sebagai indikator awal tanda syok, serta
mudah dan cepat utk dilakukan.
● Tanda vital: suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah, diperiksa minimal setiap 2-4
jam pada pasien non syok & 1-2 jam pada pasien syok.
● Pemeriksaan hematokrit serial setiap 4-6 jam pada kasus stabil dan lebih sering
pada pasien tidak stabil/ tersangka perdarahan.
● Diuresis setiap 8-12 jam pada kasus tidak berat dan setiap jam pada pasien dengan
syok berkepanjangan / cairan yg berlebihan.
● Jumlah urin harus 1 ml/kg berat badan/jam ( berdasarkan berat badan ideal)
● Pada pasien resiko tinggi, misalnya obesitas, bayi, ibu hamil, komorbid (diabetes
militus, hipertensi, thalassemia, sindrom nefrotik, dan lain-lain) diperlukan
pemeriksaan laboratorium atas indikasi.
● Apabila diperlukan pemeriksaan radiologi unyuk mendeteksi adanya efusi pleura,
pemeriksaan yang diminta adalah foto radiologi dada posisi lateral kanan
decubitus.
● Periksa golongan darah
● Pemeriksaanlain atas indikasi, misalnya ultrasonografi abdomen, EKG, dan
lainnya.
Syok pada dangue merupakan syok hipovolemik akibat terjadi perembesan plasma,
fase awal berupa syok terkompensasi selanjutnya fase dekompensasi.

27
Tatalaksana berdasarkan Ikatan Dokter Anak Indonesia untuk Demam Berdarah dengue
sesuai dengan derajatnya adalah sebagai berikut2:

28
29
VIII. PENCEGAHAN
DBD dapat dicegah dengan penggunaan kelambu saat tidur dan lotion anti-
nyamuk, pemberantasan sarang nyamuk, pemeriksaan jentik nyamuk di bak mandi,
penyemprotan cairan insektisida (fogging), dan gerakan 3 M (mengubur barang
bekas, menutup tempat penampungan air, dan menguras bak air)10.

Fogging yang efektif merupakan salah satu cara menurunkan populasi


nyamuk. Namun, perlu diperhatikan dosis insektisida yang digunakan, perhitungan
arah angin, dan perhitungan radius daerah cakupan. Fogging sebaiknya dilakukan
pada pagi hari pukul 07.00 – 10.00 dan sore hari pukul 15.00 sampai 17.00. Bila
dilakukan pada siang hari, nyamuk sedang tidak beraktivitas dan
asap fogging mudah menguap karena udara siang yang panas. Fogging sebaiknya
tidak dilakukan pada keadaan hujan10.

Saat ini, vaksin DBD saat ini sudah tersedia dan dalam waktu dekat akan
diedarkan di Indonesia. Pemberian vaksin tidak lantas mengurangi upaya
pencegahan DBD yang ada, dan dilakukan bersama-sama. Dengan peningkatan

30
kesadaran masyarakat terhadap bahaya infeksi DBD, keikutsertaan masyarakat
dalam usaha pencegahan, dan adanya vaksin, maka diharapkan angka kesakitan dan
kematian anak akibat DBD di Indonesia dapat diturunkan10.

IX. KRITERIA PULANG3

● Tidakdemamselama 24 jam tanpaantipireutik

● Nafsumakanmembaik

● Klinistampakperbaikan

● Hematokritstabil

● Tigaharisetelahrenjatanteratasi

● Jumlahtrombosit>50.000

Tidakdijumpai distress pernapasan

31
BAB IV
ANALISA KASUS

Demam berdarah dengue merupakan salah penyakit menular yang di sebabkan oleh virus
dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak
selama 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas disertai dengan lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati
disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik merah, ekimosis atau ruam (purpura). kadang-
kadang disertai dengan mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau syok. Pada
Kasus pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS disertai dengan mual dan muntah
serta nyeri ulu hati
Secara umum, kelainan yang terjadi pada penyakit DBD akibat adanya kebocoran plasma
yang disebabkan oleh Virus dengue. Hal ini disebabkan oleh Virus dengue yang dapat
menyebabkan kerusakan pada kapiler sehingga dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan penurunan volume plasma. Akibatnya, plasma akan keluar ke
ekstravaskular (ruang interstisial dan rongga serosa). Sedangkan pada intravaskular akan terjadi
peningkatan konsentrasi plasma (hematrokrit/HT meningkat, trombosit menurun, dan leukosit
menurun. Selain itu, akibat virus dengue menginfeksi endotel dan menyebabkan gangguan fungsi
dari endotel maka pembuluh darah tidak berfungsi dengan baik dan mengakibatkan kebocoran
darah. Apabila kebocoran ini terjadi pada pembuluh darah kulit akan tampak bercak-cak
kemerahan pada kulit yang disebut petekiae.. Pada pemeriksaan Fisik didapatkan adanya edema
pada kedua mata +/+ menandakan terjadinya kebocoran plasma dimana plasma keluar ke ruang
interstisiel.
Virus dengue masuk kedalam tubuh inang kemudian mencapai sel target yaitu makrofag.
Sebelum mencapai sel target maka respon imun non-spesifik dan spesifik tubuh akan berusaha
menghalanginya. Aktivitas komplemen pada infeksi virus dengue diketahui meningkat seperti C3a
dan C5a mediator-mediator ini menyebabkan terjadinya kenaikan permeabilitas kapiler celah
endotel melebar lagi.3 Akibat kejadian ini maka terjadi ekstravasasi cairan dari intravaskuler ke
extravaskuler dan menyebabkan terjadinya tanda kebocoran plasma seperti hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi pleura, asites, penebalan dinding vesica fellea dan syok hipovolemik. Pada
pasien ini didapatkan hemokonsentrasi sebesar 23%.

32
Manfestasi klinis dari demam berdarah dangue terbagi mendaji 3 fase.Fase pertama adalah
fase demam, dimana pada fase ini demam mendadak tinggi, kontinua, kadang bifasik, berlangsung
antara 2-7 hari. Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan pada demam dangue
seperti muka kemerahan, anoreksia,myalgia, arthralgia.dan gejala lain berupa nyeri didaerah
subcostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva
yang kemerahan dapat ditemukan pada pemeriksaan fisis, demam dapat mencapai 40 0 celcius.
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, ptekie spontan, epistaksis, gusi
berdarah, perdarahan ringan saluran cerna.Ruam makulopapular atau rubeloformis dapat
ditemukan pada fase awal sakit namun berlangsung singkat sehingga dapat luput dari pengamatan
orang tua. Hepatomegali ditemukan sejak fase demam dengan pembesaran yang bervariasi antara
2-4 cm bawah arkus kosta. Hepatomegali tidak disertai ikterus dan tidak berhubungan dengan
derajat penyakit, namun lebih sering ditemukan pada DBD dengan syok. Berdasarkan anamnesis,
pada pasien ini mengalami fase demam yang timbul mendadak selama 4 hari, disertai pusing,
nyeri perut, mual, muntah, nafsu makan pasien menurun semenjak sakit. Berdasarkan pemeriksaan
fisik pada pasien ini ditemukan uji tourniquet positif.
Selanjutnya pada kasus DBD akan mengalami fase kritis yang terjadi pada saat demam
turun. Pada saat ini terjadi puncak kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi.
Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda
dan gejala yang mendahului syok (warning sign). Warning sign umumnya terjadi menjelang akhir
fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7 .Muntah terus menerus, dan nyeri perut hebat merupakan
petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah hebat saat pada pasien masuk dalam keadaan
syok. Pasien tampak semakin lesu , tetapi pada umumnya tetap sadar. Gejala tersebut dapat
menetap walaupun syok sudah terjadi. Kelemahan, pusing, dan hipotensi postural dapat terjadi
selama syok. Perdarahan mukosa spontan dan perdarahan di tempat pengambilan darah
merupakan manifestasi perdarahan yang penting. Hepatomegali dan nyeri perut sering ditemukan,
Penurunan jumlah trombosit dibawah 100.000 sel/mm3 serta kenaikan hematokrit diatas data dasar
merupakan tanda awal perembesan plasma, dan pada umumnya didahului oleh leukopenia
(≤5000sel/m3) . Pasien dalam kasus ini juga mengalami fase kritis yaitu pada hari ke 5 sakit.
Berdasarkan anamnesis pasien mengeluh nyeri perut yang hebat, lemas, nafsu makan dan minum
berkurang. Berdasarkan pemeriksaan ditemukan hepatomegali 1 jari dibawah arkus kosta, nyeri
tekan epigastrium. Hasil laboratorium menunjukan penurunan trombosit yaitu 45.000/uL.

33
Pada fase penyembuhan (fase konvalensens) Apabila pasien dapat melauli fase kritis yang
berlangsung 24-48 jam, terjadi reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke ruang intravascular
yang berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu makan
membaik, dan diuresis menyusul kemudian. Pada beberapa pasien dapat ditemukan ruam
konvalensens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus umum. Bradikardi dan perubahan
elektrokardiografi pada umumnya terjadi dalam tahap ini. Hematokrit kembali stabil atau mungkin
lebih rendah karena efek delusi cairan yang direabsorpsi. Jumlah leukosit mulai meningkat segera
setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah trombosit umumnya lebih lambat.4
Fase penyembuhan pada pasien ini berlangsung pada hari ke 8 dan 9 sakit. Berdasarkan anamnesis,
pasien sudah tidak mengeluh mual, muntah, serta nyeri perut sudah berkurang.Selain itu, nafsu
makan pasien juga membaik. Berdasarkan pemerikdaan fisik, nyeri tekan epigastrium sudah
berkurang. Hasil laboratorium menunjukan bahwa jumlah leukosit dan trombosit sudah mulai ada
perbaikan.
Berdasarkan analisis kasus diatas pasien memenuhi kriteria Demam Berdarah Dengue
berdasarkan kriteria WHO :

34
Tatalaksana pada pasien ini diberikan therapi cairan koloid karena ada kebocoran
plasma yang masif. Dimana therapi cairan koloid bisa diberikan jika terjadi:

1. perembesan plasma massif yang ditunjukan dengan nilai hematocrit yang


semakin meningkat atau tetap tinggi sekalipun telah diberi cairan kristaloid
yang ade kuat, atau
2. Pada keadaan syok yang tidak berhasil dengan pemberian bolus cairan
kristaloid yang kedua.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Demam Berdarah Dengue. 2016. Available at :


http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/memahami-demam-berdarah-
dengue. Accesed Juli 2019.
2. Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, Herry Garna, Sri Rezeki S. Hadinegoro, Hindra Irawan
Satari, et al. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2015.
3. WHO. Dengue: Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control. New
Edition. Geneva: World Health Organization; 2011.
4. Kementerian Kesehatan RI. Buletin Jendela Epidemiologi: Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi Kementerian Kesehatan RI. 2010. p. 1-
43.
5. Departemen Kesehatan RI. Wilayah KLB DBD ada di 11 Provinsi. Biro Komunikasi dan
Pelayanan Masyarakat KEMENKES RI. 2016
6. Hadinegoro S, Moedjito I, Hapsari M, Alam A. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis.
4thed. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2018.p. 189
7. Update Management of Infectious Disease and Gastrointestinal Disorders. Jakarta :
Departemen Ilmu Kesehatan Anak UI, 2012.p. 16
8. Hospital Care For Children. Demam Berdarah Dengue : Diagnosis dan Tatalaksana. 2016.
Available at : http://www.ichrc.org/622-demam-berdarah-dengue-diagnosis-dan-
tatalaksana. Accesed Juli 2019.
9. Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue pada Anak. Sari Pediatri;4(4):156-2.
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Waspada Demam Berdarah Dengue. 2016. Available at :
http://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/waspada-demam-berdarah-dengue.
Accesed Juli 2019.

36

Anda mungkin juga menyukai